Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106614 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Orde Baru merupakan suatu periode dalam lintasan sejarah Indonesia yang selalu menarik untuk dibahas secara akademik. Selama lebih dari tiga dekade, periode Orde Baru hanya direpresentasikan oleh satu rezim pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia ke-2, Jenderal Besar TNI (Purn.) H. M. Soeharto. Dalam konteks itu, buku ini bermaksud untuk mengulas bagaimana kerja-kerja intelijen dilakukan pada masa Orde Baru, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto saat itu. Berbeda dari buku-buku dan artikel ilmiah sebelumnya yang lebih banyak mengulas pola kerja intelijen maupun dampak kerja intelijen terhadap masyarakat, buku ini mencoba mengulas relasi kerja-kerja intelijen dengan pasang-surut kekuasaan Soeharto. Buku ini membahas bagaimana kesamaan ataupun perubahan karakter intelijen pada awal pemerintahan Soeharto menapaki kekuasaan, pada saat pemerintahan Soeharto mulai melakukan konsolidasi dan menstabilkan kekuasaan, hingga pada saat pemerintahan Soeharto dilanda tantangan gelombang demokratisasi dan krisis ekonomi di akhir tahun 1990-an. Dengan membaca dinamika karakter intelijen pada tiga periode tersebut, diharapkan pembaca akan mendapatkan pandangan yang komprehensif mengenai dinamika intelijen dengan kekuasaan di era Orde Baru. Buku ini dimaksudkan sebagai suatu tinjauan ilmiah untuk memperkaya diskursus akademik intelijen di Indonesia, dan juga sebagai medium evaluasi agar kesalahan serupa tidak terulang lagi di masa depan. Setidaknya terdapat dua pembelajaran penting dari kajian ini, pertama, penggunaan intelijen untuk ambisi pelanggengan rezim tidak selamanya menghasilkan keluaran positif bagi kekuasaan itu sendiri. Kedua, ambisi pelanggengan rezim pada akhirnya juga melemahkan kemampuan intelijen itu sendiri dalam melaksanakan tugas utamanya, yaitu melakukan deteksi dini terhadap ancaman keamanan nasional."
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2022
355.34 INT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Akbar Taufiek
"Perkembangan lingkungan strategis baik dalam konteks global maupun nasional telah menempatkan intelijen pada posisi yang sulit dan situasinya pada saat ini sangat kontras apabila dibandingkan dengan situasi pada masa Orde Baru. Intelijen dapat digunakan sebagai alat untuk mengurangi kekhawatiran terhadap ancaman bangsa dan negara. Intelijen merupakan bagian dari sistem keamanan nasional yang berfungsi baik untuk memberikan deteksi dini, peringatan dini, maupun pencegahan dini melalui pengumpulan informasi, analisis strategis, dan/atau kegiatan-kegiatan kontra-intelijen melalui cara-cara cerdas termasuk operasi tertutup. Dengan fokus utama untuk mencegah pendadakan stratejik dan taktis, intelijen dimaksudkan demi terpeliharanya keutuhan wilayah, kedaulatan negara, dan keselamatan segenap bangsa. Faktor kegagalan yang paling dominan pada kasus-kasus ini terjadi karena adanya kegagalan Intelijen yang diakibatkan oleh kegagalan kepemimpinan dan kebijakan dalam mengambil keputusan. Hal ini membuktikan bahwa peran badan intelijen sebagai penyedia informasi dengan pengambil kebijakan dalam hal ini presiden, Panglima TNI, Kapolri dan pejabat serupa sangat penting dan harus bersinergi.

.Development of the strategic environment in the context of both global and national levels has put the military including intelligence units in a difficult position at the moment and the situation is in stark contrast when compared with the situation in the New Order. Intelligence can be used as a tool to reduce concerns about the threat of the nation and the state. Intelligence is part of a national security system that serves both to provide early detection, early warning, and early prevention through information gathering, strategic analysis, and or the activities of counter intelligence through clever ways including covert operations. With the main focus to prevent strategic and tactical element of surprise, intelligence intended for the maintenance of the territorial integrity, sovereignty, and the safety of the entire nation. The most dominant factor in the failure of these cases occur because of the failure of intelligence due to the failure of leadership and policy decision making. This proves that the role of intelligence agencies as providers of information to policy makers in this case the president, the commander of the TNI, the chief of Police and officials alike are very important and should be synergize."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2022
153 INT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmad Yulianto
"Tesis ini membahas tentang pembuatan dan penggunaan checklist yang dapat menjadi tool bagi intelijen kepolisian dalam mengantisipasi terjadinya kerusuhan sosial. Pada checklist yang dibangun atau dibuat pada penelitian ini, isi checklist menggunakan konsep perilaku kolektif yang dikemukakan oleh Neil Smelser yang terdiri dari enam tahapan atau determinan, yaitu kondusivitas struktural, ketegangan struktural, penyebaran kepercayaan umum, adanya pemicu, mobilisasi massa dan kegagalan kontrol sosial.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah kualitatif dengan melaksanakan dua kali Focus Group Discussion dengan peserta para anggota intelijen kepolisian pada level perwira menengah dan bintara dalam rangka pembuatan checklist. Selanjutnya melaksanakan wawancara dalam ujicoba checklist kepada para siswa Pusdik Intelkam selaku pelaksana lapangan dan calon pengguna checklist.
Analisa terhadap penggunaan checklist dengan model analisa interaktif serta menggunakan diagram tulang ikan yang menunjukkan bahwa isi checklist yang merupakan tahapan dan indikasi terjadinya kerusuhan sosial merupakan kepingan-kepingan informasi yang harus dikumpulkan oleh intelijen kepolisian. Oleh karena itu checklist ini dapat digunakan oleh intelijen kepolisian sebagai pedoman pengumpulan informasi dan membantu dalam perencanaan pengumpulan informasi sekaligus sebagai sarana kontrol dalam kegiatan pengumpulan dan analisis. Selain itu melalui pendekatan konsep peringatan intelijen dari Cynthia Grabo, adanya pembobotan, penilaian terhadap determinan serta isyarat peringatan pada checklist ini dapat menjadi tool bagi intelijen kepolisian dalam melakukan proses penelitian intelijen, menilai terhadap kemungkinan/potensi kerusuhan, membantu dalam pengambilan keputusan dan keyakinan untuk melakukan tindakan antisipasi kerusuhan sosial.

This thesis is to discuss on the manufacture and usage of a checklist as a tool for Police Intelligence in order to anticipate social unrest. On manufactured and built checklist in this study, content of relevant checklist is using collective behavior concept proposed by Neil Smelser which includes six sequences or determinants, which are structural conductivity, structural strain, generalized belief, precipitating factors, mobilization for action and failure of social control.
In this thesis, in making a checklist, used method is a qualitative with using two-times Focus Group Discussion, and the participants are members of police intelligence from intermediate officers and warrant officers. And then interview is carried out in order to test the checklist to students on Pusdik Intelkam as field officers and candidates to use this checklist.
Analysis on checklist usage with interactive analysis model and using fishbone diagram which showed that the content of checklist is the sequence and indication for social unrest as information fragments which have to be gathered by police intelligence. Therefore, this checklist can be used by police intelligence as a guidance to gather information and to assist in gathering activities and analyses. Nevertheless, by concept approach on intelligence warning from Cynthia Grabo, there shall be integrity, evaluation on warning cues and determinants under this checklist, so it can be a tool for police intelligence in order to process intelligence research, in evaluating the likely or potential unrest, in assisting on decision taking as well as a belief in carrying out anticipation of social unrest."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irawan Sukarno
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011
355.343 2 IRA a (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Widjajanto
Jakarta: Kemitraaan Partnership, 2006
327.12 Wid i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Krido Pramono
"Efektifitas operasi intelijen secara langsung berkaitan dengan perilaku petugas intelijen dan tergantung pada sikap moral dan nilai mereka. Kekhususan operasi intelijen dapat menyebabkan dilema moral dalam perilaku petugas. Metode operasi lembaga intelijen mencakup elemen taktis etis dan elemen yang bertentangan dengan prinsip etika yang diterima secara umum dapat mengerdilkan nilai-nilai demokrasi dan nila-nilai mendasar yang didukung oleh negara. Penelitian ini menganalisis masalah etika yang dihadapi dalam proses menggunakan prinsip-prinsip HUMINT dan metode just intelligence dengan menggunakan studi kasus dalam penanganan gerakan Organisasi Papua Merdeka. Subyek penelitian tentang penanganan gerakan separatisme di Papua yang menganalisis etika human intelligence secara evaluatif internal masih sangat terbatas. Tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis teoritis terhadap model perilaku integral awal dari petugas intelijen berdasarkan konteks pilihan dan implikasi operasional yang dapat mendorong diskusi ilmiah tentang subjek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan operasi intelijen di Papua memenuhi unsur legalitas dan sesuai standar prinsip Just Intelligence Model. Kendati demikian, untuk memaksimalkan penanganan ancaman Organisasi Papua Merdeka perlu dilakukan kolaborasi kemampuan Human Intelligence seluruh lintas lembaga intelijen dalam satu komando yang integratif.

The effectiveness of intelligence operations is directly related to the behavior of intelligence officers and depends on their moral attitude and values. The specificity of intelligence operations can cause moral dilemmas in the behavior of officers. The method of operation of an intelligence agency includes ethical tactical elements and elements that are contrary to generally accepted ethical principles that can undermine democratic values ​​and fundamental values ​​supported by the state. This study analyzes the ethical problems encountered in the process of using the HUMINT principles and the just intelligence method by using case studies in handling the Free Papua Movement (OPM). Research subjects on handling separatist movements in Papua who analyze ethics of human intelligence in an internal evaluative basis are still very limited. This thesis uses a qualitative approach with a theoretical analysis of the initial integral behavioral models of intelligence officers based on the context of choice and operational implications that can encourage scientific discussion of research subjects. The results showed that the continuity of intelligence operations in Papua fulfills the element of legality and conforms to the Just Intelligence Model principles. However, to maximize the handling of the threat from Free Papua Organization, it is necessary to collaborate on the capabilities of Human Intelligence across all intelligence agencies in one integrated command."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakha Candra Permana
"Penelitian ini membahas bagaimana pentingnya mitigasi potensi ancaman terhadap implementasi golden visa di Indonesia terhadap keamanan nasional. Kebijakan golden visa sudah banyak dilakukan oleh banyak negara guna menghadapi persaingan global yang disebabkan oleh derasnya arus globalisasi. Namun, dalam perkembangannya banyak negara yang kemudian menghentikan atau memberikan evaluasi pada kebijakan tersebut menyusul kekhawatiran atas potensi ancaman yang menganggu keamanan nasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan intelijen serta collaborative governance sebagai kerangka analisis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan pengumpulan data penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap key informan serta studi literatur terhadap sumber terbuka. Hasil penelitian menunjukan golden visa dapat memberikan dampak terhadap perekonomian nasional, akan tetapi untuk menghadapi potensi ancaman yang dapat muncul seperti tindak pidana pencucian uang, konflik sosial, pendanaan terorisme, serta pelanggaran keimigrasian maka kolaborasi dalam melakukan analisis intelijen melalui wadah Timpora memiliki suatu peran yang strategis. Memaksimalkan Timpora dalam melakukan analisis intelijen diantara akan dapat memberikan optimalisasi terhadap upaya mitigasi potensi ancaman golden visa di Indonesia serta memberikan implikasi pada ketahanan nasional yang dimiliki.

This research discusses the importance of mitigating potential threats to the implementation of the golden visa in Indonesia on national security. The golden visa policy has been implemented by many countries to face global competition caused by the rapid flow of globalization. However, in the course of its development, many countries then stopped or evaluated this policy following concerns over potential threats that could disrupt national security. This research uses an intelligence and collaborative governance approach as an analytical framework. This research uses qualitative methods and research data collection is carried out by conducting interviews with key informants and studying literature on open sources. The research results show that the golden visa can have an impact on the national economy, however, to deal with potential threats that could arise such as money laundering crimes, social conflicts, terrorism financing, and immigration violations, collaboration in conducting intelligence analysis through Timpora has a strategic role. . Optimizing Timpora in conducting intelligence analysis will be able to provide optimization of efforts to mitigate the potential threat of the golden visa in Indonesia as well as have implications for national resilience."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman
"Sistem Kepartaian Di Indonesia Dilihat Dari Model Laakso-Taagepera dan Indeks-Rae dan Kaitannya Dengan Ketahanan Nasional Perkembangan perdebatan sistem kepartaian di Indonesia, adalah antaxa yang ingin mempertahankan sistem multipartai banyak partai saat ini dengan pihak yang ingin memiliki jumlah partai politik (parpol) yang lebih sederhana. Ini adalah perdebatan lama, sejak pendirian Republik Indonesia antara Presiden Soekamo yang menginginkan sistem partai tunggal dengan Wapres Bung Hatta yang ingin sistem banyak partai dcngan mcngcluarkan Maklumat No.X Tahun 1945. Akan tetapi pertanyaan yang paling mendasar adalah bagaimana bentuk sistem kepartaian di Indonesia saat ini, apakah sistcm kepartaian saat ini sudah benar dan efektif, bagaimana derajat keterbelahannya (iiagmentasi). Penelitian ini benxsaha menjawab pertanyaan tersebut dengan menganalisis pengukuran sistem kepartaian yang efektiti Perspektif teozi yang digunakan adalah model Laakso-Taagepera (1979) dan Indeks Rae (1970) beserta klasinkasi model Coppedge (1999), Duverger (1954) dan Sartori (1976). Tujuan penelitian ini adalah berusaha mengetahui sistem kepartaian yang lebih menjarnin efelctivitas kepartaian, sehingga tidak terperangkap pada jumlah parpol yang hanya bersifat formal legal atau aspekjum1ah(numerologi) riil pm-pol yang ada. Mctode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan meneliti hasil pemilu pada tahun 1999 dan pada tahun 2004. Penelitian ini menemukan : (1) berdasarakan hasil pemilu 1999 bercorak multipartai moderat (nilai ENPP 4.72) dan derajat fragmentasi 0.79, sedangkan berdasarkan hasil pemilu 2004 berubah menjadi multipartai eksuim (ENPP 7.07) dengan Ragmentasi makin burulc menjadi 0,86. (2) teljadi paradoks, walaupun jumlah parpol menurun dari 48 parpol di 1999 menjadi 24 parpol di 2004 namun jumlah partai yang efektif naik dari sistem lima parpol di 1999 menjadi sistem tujuh parpol di 2004. (3) bahwa sedikit atau banyaknya jumlah partai, belum rnerupakan indikator baik buruknya suatu sistem kepartaian, yang terlebih penting berapa jumlah partai yang efektif dan seberapa luas derajat Ragrnentasinya. (4) semaldn efektifnya suatu sistem kepanaian akan menunjang penerapan sistem presidensial dan semakin memperkokoh ketahanan nasional dan semakin rendah fragmentasinya maka semakin rendah potensi ancaman terhadap ketahanan nasional, model pengukuran tersebut dapat berperan sebagai sistem peringatan dini dalam mengatasi AGHT dalam mewujudkan pemcrintahan yang efelc1if§ stabil dan demokratis.

The debate on Party Systems has become classic as has long been argued since the formation of The Republic of Indonesia in 1945. The former President Soekamo favoured Single Party System, whereby Vice Prsident Moh Hatta more inclined towards Multyparty Systems. The current debate is still between those favour multyparty systems and those favour simple party systems. But the fundamental questions that should be asked, regardless of the number of party, what is the current party systems in Indonesia, what is the real systems that is appropriate and needed by the Indonesian democracy and what is the degree of fragmentation of the current systems. Effective party systems that work well can serve multi functions in democracies. This research attempts to examine aspect of the party systems and to provide the appropriate answers. For that purpose the theoretical approach was implementing the Laakso-Taagepera Model and Rae Index. This model has become the most well known used among researchers to measure party systems or to specify the ‘effective’ number of political parties in a party systems where parties vary substantially in their vote and/or seat shares. This research applying quantitative methods and purposively research the results of the 1999 general election and the 2004 general election in Indonesia This research revealed that the party systems alter the 1999 election was the moderate multiparty systems with the ENPP value at 4.72 with the degree of fragmentation of 0.79. It was categorized as the five effective-party systems. And the party systems after the 2004 election was the extreme multiparty systems with the ENPP value at 7.07 with the degree of fiagmentation of 0.86. It was categorized as the seven effective-party systems. The real number of political parties doesnot related directly with the effectiveness of party systems. The more effective the party systems would contribute to the effective implementation of the presidential systems and to reinforce the national resilience. The model of Laakso-Taagepera and Rae Index could serve or function as an early warning systems to the implementation of the national resilience and toward the development of effective, stable and democratic government."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T33896
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Wardhana
"Pada periode 1945 - 1965 kekurangan dana untuk investasi dan kekurangan devisa untuk menjaga keseimbangan neraca pembayaran selalu menjadi masalah dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Pada periode 1945 - 1965 strategi pembangunan tidak terlalu mengandalkan utang luar negeri dan modal asing.
Pada periode Orde Baru, sejak Pelita pertama sampai sekarang pembangunan ekonomi menempuh strategi pembiayaan dengan dana dalam negeri dan dana luar negeri (utang). Penelitian ini ingin mengetahui:
(1) Pengaruh bantuan luar negeri dan pengaruh modal asing -terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
(2) Pengaruh arus masuk modal asing terhadap investasi dalam negeri.
(3) Penggunaan utang luar negeri untuk investasi bantuan proyek di berbagai bidang.
(4) Potensi sumber-sumber dalam negeri untuk pembangunan nasional.
(5) Dampak (1), (2), (3) dan (4) terhadap ketahanan nasional.
Hasil penelitian menunjukkan:
(1) Selama empat Pelita (1969/70 - 1988/89), pinjaman luar negeri berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (Pendapatan Nasional). Pembiayaan dari dalam negeri saja tanpa bantuan luar negeri secara statistik menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap peningkatan Produk Domestik Bruto. Meskipun demikian secara bersama-sama baik pembiayaan dari pinjaman luar negeri maupun pembiayaan dari dalam negeri berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan Produk Domestik Bruto.
(2) Mengenai , arus modal asing pengaruhnya tidak significant terhadap investasi di Indonesia. Ini berarti modal asing tidak meningkatkan tabungan rakyat Indonesia.
(3) Penggunaan bantuan luar negeri dalam bentuk proyek dialokasikan untuk gatra ekonomi 78,3%; gatra politik 1,8%; gatra sosial budaya 12,8%; gatra pertahanan keamanan 4,1%; gatra kependudukan 2,4%; gatra sumberdaya alam 1,6%.
(4) Beberapa jenis pajak masih bisa ditingkatkan antara lain: Pajak Pertambahan nilai (PPn) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Deregulasi di berbagai sektor untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri, perlu digalakkan.
(5) Sejak tahun 1985 -- 1992 hutang bukan lagi pelengkap untuk pembangunan tetapi sudah mengambil tempat yang besar untuk biaya pembangunan.
(6) Defisit transaksi berjalan merupakan penyakit kronis ekonomi Indonesia.
(7) Kandungan import produk Indonesia masih cukup tinggi sehingga kebijaksanaan ekspor terperangkap ke dalam "lingkaran setan".
(8) Dengan makin meningkatnya pembayaran cicilan utang plus bunga pinjaman tiap tahun maka kemampuan pemerintah berkurang untuk investasi sosial terutama meningkatkan kesejahteraan pegawai.
(9) Akibat dari kondisi tersebut di atas bantuan luar negeri dan modal asing bukan lagi merupakan hambatan, gangguan dan tantangan, tetapi ancaman terhadap ketahanan nasional."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>