Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100878 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Memahami berbagai penyebab konflik dan bagaimana menyelesaikannya dapat Membuat kita belajar untuk membangun bangsa ini dengan Merajut harmoni dalam kehidupan berbagai kelompok yang ada karena pembangunan memerlukan ketenangan dan fokus pada pemajuan berbagai aspek kehidupan bangsa"
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2021
303.69 MER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Laode Ida
"Penelitian tahap pertama ini dimaksudkan untuk mengkaji akar-akar penyebab konflik manifest yang terjadi di Indonesia selama kurun waktu 1994 - 1998, dan kemudian mencoba mencari formulasi penyelesaian konflik tersebut berdasarkan model-model kearifan tradisional (traditional wisdom) yang berkembang di dalam masyarakat. Untuk itu proses penelitian semula akan dibagi kedalam beberapa tahap, yakni tahap eksplorasi, focus group discussion(I), systemic aprroach, focus group discussion (II), uji coba model, penerapan dan evaluasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahap pertama (eksplorasi) ditemukan bahwa secara teoritis dan empiris terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya konflik manifest di Indonesia, baik yang bersifat vertikal dan horizontal. Konflik yang bersifat vertikal terjadi karena adanya disparitas yang menyolok antara sebagian kecil kelompok yang menguasai sumber kekayaan alam, ekonomi dan kekuasaan yang berlebihan dengan masyarakat kebanyakan. Secara horizontal, konflik manifest terjadi sebagai akumulasi dari perluasan batas-batas kelompok etnik dan budaya, bergesernya peran pimpinan formal akibat intervensi negara yang berlebihan serta perbenturan kepentingan politik, ideologi dan agama. Mekanisme terjadinya konflik memperlihatkan keterlibatan dari elit-elit politik, sebagai tahap pertama, untuk kemudian secara perlahan bergeser pada tingkat (leve) masyarakat di bawah. Dengan demikian, harapan untuk mengantisipasi konflik sangat terkait erat dengan pemberdayaan ekonomi rakyat, peningkatan pelayanan publik, penghargaan terhadap hak azasi manusia, keaneka ragaman, demokratisasi dan ruang untuk menyampaikan kritik. Di samping itu, peran dan akses yang lebih besar pada pimpinan (informal) masyarakat setempat untuk mengaktualisasikan diri sebagai bagian yang harus diperlakukan sama dengan institusi (kelompok) lainnya yang terutama dikendalikan oleh negara.

This first step of research intended to analyze the roots causes of conflicts manifest which occur during 1994 to 1998 in Indonesia, and then also to tray to formulate that conflicts solution based on traditional wisdom that emergence in Indonesian society. The research process, therefore, will be divided into several steps such as exploration, focus group discussion (I), systemic approach, focus group discussion (11), trying model, implementation and evaluation. Based on the first step of the research (exploration), it can be finned that theoretically and empirically, there are several causes of Indonesia conflicts manifest. Vertically, manifest conflicts occur because of disparity of long range distance between small groups, which have natural, power, and economical resources with mass societies. Horizontally, conflicts manifest emergence because of accumulation of enlarging ethnic and cultural boundaries, and change of informal leader role because of state intervention, political interest conflicts, ideology and religion. From conflict mechanism shows that political elites involved, in the first step, then gradually changes to mass societies (low level). Therefore, to anticipate societies traditional wisdom, related close to people economics empowerment, improve public facilities, human rights, pluralism, democracy and space to government criticism. Besides that, there also improvement of informal leader role to tray to self-actualization as a part of societies, which is, has the same level with government institutions.
"
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
B. Anies Purnawan
"Dalam tes ini saya ingin menunjukkan pemolisian oleh Polres Bogor dalam menangani konflik yang terjadi antara warga masyarakat Bojong dengan perusahaan pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu di Kabupaten Bogor adalah penegakan hukum yang berpihak untuk meredam gejolak sosial pada masyarakat setempat. Keberpihakan Polres Bogor timbul karena warga masyarakat yang melakukan pengrusakan dan pembakaran dipandang sebagai perusuh yang menentang kebijakan pemerintah. Dalam keadaan seperti ini polisi menempatkan dirinya sebagai pihak yang harus mengatasi para perusuh yang melakukan pelanggaran hukum, dengan melakukan penangkapan dan memprosesnya secara hukum.
Sebanyak 8 orang personil Polres Bogor dari Bintara sampai dengan Perwira Menengah, 5 orang Pegawai Pemerintah Daerah dan 10 orang warga masyarakat ikut berpartisipasi menjadi informan kunci dalam penelitian ini. Selain menggunakan tehnik wawancara berpedoman, penelitian juga menggunakan pengamatan, pengamatan terlibat, serta kajian dokumen Pores Bogor antara tahun 2000 sampai dengan 2005 dan dokumen proses perijinan serta pembangunan TPST dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor serta perusahaan pengelola.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika terjadi konflik antara warga masyarakat Bojong dengan perusahaan pengelola TPST pemolisian yang dilaksanakan adalah tindakan reaktif dan represif yang acuannya adalah penegakan hukum. Penegakan hukum dilakukan dengan berpedoman pada Prosedur Tetap O1/X11998 tetang tindakan tegas bagi Satuan Pengendalian Massa (Dalmas) atau Pengendali Huru-Hara (PHH) Poiri dalam rangka penindakan kerusuhan massa atau huru-hara. Selain itu Penangakapan dilakukan dengan kekerasan terhadap orang-orang yang diduga melakukan pengrusakan dan pembakaran. Kekerasan dilakukan terhadap warga masyarakat yang tidak tertib, melakukan kerusuhan dan menentang kebijakan pemerintah serta menolak untuk ditangkap, diamankan dan dibawa ke Polres Bogor untuk diperiksa.
Penegakan hukum yang menjadi acuan dalam penanganan gejolak sosial yang terjadi pada masyarakat setempat terbukti tidak efektif untuk peredaman konflik. Hal ini menggambarkan ketidaksiapan Polres Bogor dalam menangani konflik yang terjadi antara warga masyarakat Bojong dengan perusahaan pengelola TPST. Karena yang digunakan adalah cara pemolisian tradisional yang biasanya dilakukan dengan menunjukkan kekuatan polisi sebagai penegak hukum. Penegakan hukum yang dilaksanakan oleh Polres Bogor bertujuan untuk mengatasi tindakan warga masyarakat yang melakukan pengrusakan dan pembakaran TPST, yang pada kenyataannya tidak menghilangkan atau meredam konflik yang terjadi antara warga dengan perusahaan.
Upaya pencegahaan kejahatan seperti tugas penyelidikan dengan tujuan untuk mendeteksi poiensi-potensi konflik kurang mendapat perhatian. Akibatnya tugas tersebut dilaksanakan dengan asal-asalan sehingga tidak menghasilkan Informasi tepat atau tidak mempunyai data yang akurat yang dapat dianalisa untuk digunakan sebagai bahan untuk membuat kebijakan dalam menangani konflik. Tugas penggalangan yang intensif baru dilaksanakan setelah terjadinya kerusuhan massa, sehingga masyarakat sangat sulit didekati karena ketidakpercayaan mereka kepada polisi yang semakin besar. Rasa tidak percaya warga masyarakat terhadap polisi terjadi karena penegakan hukum yang dilaksanakan oleh polisi dalam menangani permasalahan TPST tidak adil dan berpihak serta penangkapan yang dilaksanakan oleh petugas polisi saat terjadinya kerusuhan dilakukan dengan kekerasan.
Sedangkan atensi pimpinan dalam upaya pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat hanya sebatas memberikan perintah tanpa adanya dukungan sumberdaya yang memadai. Perintah-perintah tersebut rliberikan sekedar untuk menjalankan kewajiban sebagai pemimpin tanpa dilandasi rasa tanggung jawab yang besar sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Atensi dan perhatian terhadap upaya pencegahaan kejahatan serta pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat baru dilaksanakan dengan lebih baik setelah terjadinya kerusuhan massa yang mengakibatkan kerusakankerusakan yang sangat merugikan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Israwaty Suriady
"Konflik yang terjadi akhir tahun 1998 berhasil menghancurkan tatanan hidup masyarakat Poso yang telah terbentuk selama ini. Konflik yang bersumber dari interaksi masyarakat sehari-hari dengan latar belakang sosial, budaya, ekonomi yang berbeda tanpa disadari menjadi potensi-potensi konflik laten yang kemudian lahir menjadi bentuk kekerasan, bermula dari perkelahian anak muda yang sedang berpesta minuman keras.
Tindakan kekerasan yang oleh media massa disebut dengan kerusuhan Poso Jilid I - V membuat stigma-stigma dan integrasi masyarakat ke dalam kelompok Islam dan Kristen semakin nyata dan menjadi jurang pemisah di antara kelompok yang ada dalam masyarakat Poso. Perbedaan ini semakin menyulitkan pemerintah daerah dalam menyusun suatu kesepakatan damai yang dapat diterima kedua belah pihak bertikai. Pada akhirnya akhir tahun 2001 pertemuan di Malino menghasilkan suatu kesepakatan damai yang dikenal dengan Deklarasi Malino.
Deklarasi Malino merupakan upaya damai yang berasal dari kedua kelompok yang bertikai, kemudian difasilitasi oleh pemerintah. Hasil kesepakatan ini kemudian berusaha direkonsiliasikan kepada masyarakat, khususnya pada kelompok yang telah bertikai. Berbagai upaya dilakukan pemerintah agar kehidupan masyarakat bisa kembali normal tanpa ada ketakutan munculnya konflik baru kembali.
Konflik telah terjadi dan hal lain yang memerlukan perhatian adalah bagaimana mengelola dan mengatur konflik yang masih sering terjadi pasca Deklarasi Malino, agar tidak muncul menjadi konflik kekerasan baru di daerah Poso. Serta bagaimana memanfaatkan pengaruh pemuka pendapat, masyarakat ataupun tokoh agama dalam proses manajemen konflik tersebut.
Model manajemen konflik yang dikemukakan oleh Ting Toomey adalah kerangka yang digunakan untuk melihat bentuk manajemen yang digunakan masyarakat Poso yaitu bentuk Integrating, Compromising, Dominating, Obliging dan Avoiding. Serta konsep-konsep budaya lain yang dapat membantu melihat fenomena yang ada dalam masyarakat.
Dalam melihat bentuk manajemen konflik tersebut, studi ini menggunakan bentuk penelitian kualitatif-deskriptif, paradigma konstruktivis. Peneliti berusaha menggambarkan secara utuh latar alamiah (masyarakat Paso) pasca Deklarasi Malino.
Hasil studi menunjukkan bahwa penggunaan model manajemen konflik Integrating, Avoiding dan Compromising adalah yang dominan dilakukan oleh masyarakat. Keinginan untuk berdamai dengan membentuk berbagai forum yang melibatkan semua lapisan dan kelompok masyarakat juga sangat membantu proses ke arah penyelesaian dan mengatur konflik yang terjadi, khususnya pasca Deklarasi Malino.
Pemimpin informal (informal leader) memiliki peranan dan pengaruh yang sangat penting dalam proses manajemen konflik di masyarakat. Mereka menjadi wadah atau media yang menghubungkan pemerintah daerah dengan masyarakat tataran bawah (akar rumput). Mereka berperan dalam merekonsiliasikan hasil-hasil kesepakatan Malino. Para pemuka pendapat ini juga berfungsi sebagai "gate keeper" yaitu menyaring dan mengolah informasi sebelum disampaikan kepada masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Konita
"Fenomena konflik kekerasan yang terjadi pada masyarakat lokal di kampung Gabus Kecamatan Tambun Utara Kabupaten Bekasi adalah merupakan fakta sosial yang terjadi sejak jauh sebelum tahun 1999-an. Konflik ini merupakan konflik laten yang menyimpan benih dendam yang kapan dan dimanapun dapat muncul kembali. Penelitian ini difokuskan kepada pengungkapan dari akar penyebab terjadinya konflik, dampak yang muncul pasca terjadinya konflik serta langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan menempatkan informan sebagai sumber data yang primer dan dokumen sebagai data sekunder. Informasi didapat melalui wawancara mendalam melalui informan kunci antara lain masyarakat dan pelaku, tokoh masyarakat, aktivis LSM serta anggota legislatif. Penelitian ini mengangkat studi rangkaian konflik kekerasan di kampung Gabus karena lokasi ini mempunyai intensitas konflik yang tinggi dan secara geografis berada di sebelah utara pusat perkotaan Kabupaten Bekasi dan berbatasan dengan kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi. Untuk mempertajam penemuan dan pengetahuan serta penganalisaan yang tajam, peneliti melakukan diskusi dengan para ahli.
Hasil penemuan penelitian menunjukkan bahwa konflik yang terjadi di kampung Gabus disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait dan tak dapat dipisahkan. Faktor tersebut diantaranya adalah adanya faktor sejarah yang sedemikian keras sehingga membentuk dan menginternalisasi pada karakteristik dikebanyakan masyarakat Gabus sampai pada generasi sekarang. Selain juga faktor lemahnya sumber daya manusia yang ditandai dengan rendahnya pendidikan, kesadaran persaudaraan dan semakin termarginalisasinya masyarakat lokal dari sektor perekonomian serta lemah dan lambannya reaksi aparat keamanan. Konflik ini kemudian membawa dampak terhadap hilangnya kepercayaan para investor untuk menanamkan modalnya di wilayah ini, stigma yang melekat membawa pengaruh terhadap tingginya kesulitan masyarakat Gabus mendapatkan kesempatan untuk dapat bekerja pada perusahaan-perusahaan nasional maupun multi nasional yang ada di wilayah Bekasi. Selain itu, akibat konflik ini membawa keterbatasan mereka dalam melakukan hubungan interaksi dengan masyarakat lain. Selama terjadinya konflik, penyelesaian yang dilakukan hanya bersifat responsip dan hanya formalitas untuk meredam konflik saat itu saja.
Karena itu disimpulkan bahwa akar penyebab dari terjadinya konflik tidak berdiri sendiri dan merupakan satu-kesatuan yang saling terkait sehingga diperlukan pola penyelesaian yang harus dilakukan sesegera mungkin dan secara cepat menyeluruh serta terpadu (komprehensif) dengan memperhatikan faktor yang saling terkait tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T3502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli
"CPP ( Coastal Plain Pekanbaru) di Riau adalah suatu kumpulan ladang-ladang minyak yang aktif berproduksi sampai sekarang. Luas areanya 9,996 km persegi dengan jumlah lapangan berproduksi adalah 25 buah dan jumlah total sumur minyak 435 buah. CPP ini dioperasikan oleh PT. CPI berdasarkan kontrak Production Sharing dengan Pertamina yang kontraknya berakhir pada bulan Agustus 2001 dan kemudian oleh Pemerintah Pusat diperpanjang sampai Agustus 2002.
Kumpulan ladang minyak ini yang dikenal dengan nama CPP Blok, sekarang menjadi rebutan antara Pemerintah Propinsi Riau dengan PT. CPI untuk mengelolanya. Pemerintah Propinsi Riau dengan dukungan masyarakat Riau melalui Kongres Rakyat Riau II dan semangat otonomi daerah berkeinginan untuk segera mengambil alih kumpulan ladang minyak ini untuk dikelola, setelah masa kontrak PT. CPI dengan Pemerintah Pusat Berakhir. Sedangkan PT. CPI juga berkeinginan untuk melanjutkan kontrak mereka dalam mengelola Blok CPP, atau minimal mereka tetap diikut sertakan sebagai partner dari Pemerintah Propinsi Riau dalam mengelola kumpulan ladang minyak tersebut.
Untuk melihat kesungguhan dari rencana serta keinginan dari Pemerintah Propinsi Riau dalam mengelola CPP Blok ini, maka melalui pendekatan analisis AMP ( Analytic Hierarchy Process) terhadap tujuan dan strategi yang akan dilaksanakan, akan terlihat mana dari tujuan dan strategi tersebut yang pantas untuk dilaksanakan demi tercapainya sasaran dari Pemerintah Propinsi Riau yaitu keinginan mereka untuk mengelola Blok CPP. Analisa dari AHP ini diambil dari persepsi/penilaian dari 6 responden expert yang terdiri dari kelompok Praktisi/Tekhnorat, Tokoh Masyarakat dan Akademisi. Terlebih dahulu mereka akan menentukan hirarkhi dari tujuan dan strategi yang akan dipakai melalui kuesioner awal yang diberikan kepada mereka. Setelah itu baru responden ini mengisi kuesioner AHP.
Pada pihak Pemerintah Propinsi Riau, untuk tujuan terlihat bahwa expert ternyata memilih "Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Riau" sebagai tujuan yang harus diprioritaskan agar sasaran bisa tercapai. Sedang strategi yang harus dimainkan adalah mencari "Dukungan Masyarakat Riau", meningkatkan "Kualitas SDM Daerah Riau di bidang perminyakan" dan bersikap "Mandiri dan Profesional".
Dengan proses yang sama dengan Pemerintah Propinsi Riau, pihak PT. CPI lebih memprioritaskan "Sebagai salah sumber benefit bagi perusahaan" sebagai tujuan utama dari motivasi mereka untuk mencapai sasaran yang diinginkan yaitu turut serta mengelola CPP Blok. Sedangkan strategi yang dimainkan oleh mereka adalah "Melakukan lobby yang intensif kepada pihak Pemerintah Propinsi Riau" dan "Meningkatkan program Community Development untuk masyarakat Riau".
Akhirnya konflik ini diselesaikan dengan Game Theory (Teori Permainan) dengan memakai pendekatan AHP untuk menghasilkan solusi yang bersifat win-win solution antara kedua belah pihak. Untuk pihak Pemerintah Propinsi Riau, jika ingin mencapai sasarannya maka harus memainkan strategi "Meningkatkan Kualitas SDM Daerah Riau di bidang perminyakan" dan strategi mencari "Dukungan Masyarakat Riau" yang maksimal. Sedangkan pihak PT. CPI harus memainkan strategi "Melakukan lobby yang intensif kepada Pemerintah Propinsi Riau" dan strategi "Meningkatkan program Community Development untuk masyarakat Riau'". Jika strategi-strategi diatas yang dimainkan oleh kedua belah pihak, maka akan diperoleh hasil yang menggernbirakan dan tidak ada pihak yang akan dirugikan oleh pihak yang lain."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T10514
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Conflict appears in a social situation as any disagrement over issues of substance or emotional antagonisms taht create friction between individuals or groups. Conflict can be either emotional-based on personal feelings-or substance-based on work goals....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Lestari
"Tulisan ini ditujukan untuk memberikan rekomendasi mengenai upaya yang dapat dilakukan perusahaan dalam mengatasi konflik yang terjadi diantara pihak Serikat Pekerja dan pihak Manajemen dalam organisasi PT. X.
Konflik terjadi dalam organiaasi PT. X karena terdapat sasaran-sasaran yang saling bertentangan diantara pihak manajemen dan pihak serikat pekerja. Dalam menghadapi krisis moneter, pihak manajemen memiliki sasaran melakukan efisiensi biaya untuk menyelamatkan perusahaan sedangkan pihak serikat pekerja memiliki sasaran menaikkan jumlah pendapatan untuk mempertahankan kesejahteraan mereka. Sasaran lain yang juga saling bertentangan adalah sasaran pihak manajemen untuk menerapkan sistem penggajian baru yang berfokus pada prestasi dan kompetensi sehingga karyawannya memiliki daya saing sedangkan sasaran pihak serikat pekerja adalah mengganti sistem penggajian baru yang berlaku karena tidak mengindahkan Iama keria, latar belakang pendidikan formal, serta jumlah tanggungan keluarga.
PT. X perlu mengatasi masalah tersebut agar konflik yang terjadi dapat bersifat konstruktif dan positif bagi kedua belah pihak pada khususnya dan organisasi pada umumnya. Upaya dalam mengatasi masalah konflik dapat dilakukan dengan pendekatan kompromi (compromising). Pendekatan ini lebih menekankan pada kesediaan masing-masing pihak untuk menurunkan tuntutannya dan mengambil jalan tengah dari kepentingan kedua belah pihak, yaitu pihak manajemen dan pihak serikat pekerja.
Pilihan-pilihan tindakan untuk menangani konflik mengarah pada manajemen konflik yaitu upaya penggunaan teknik pemecahan konflik agar bersifat konstruktif bagi organisasi secara keseluruhan Dalam menangani konflik pada PT. X, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan. Strategi pemecahan masalah tersebut terbagi atas 2 bagian. Pertama, yaitu dalam memecahkan masalah besaran penghasilan dapat dimulai dari diadakannya forum bipartit yaitu pertemuan tatap muka dari pihak Serikat Pekerja dan pihak Manajemen sebagai pihak-pihak yang mengalami konflik dengan maksud mengidentifikasi masalah dan memecahkannya lewat pembahasan yang terbuka dalam proses Negosiasi Kedua, yaitu dalam memecahkan masalah pemberlakuan sistem penggajian, maka ditetapkan suatu sistem penggajian baru yang berazaskan keadilan lalu disosialisasikan pada seluruh jajaran manajemen dan karyawan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nidya Chandra Muji Utami
"Permasalahan remaja yang terlibat penggunaan narkoba khususnya di kota kota besar sekarang ini sangatlah meresahkan keluarga sebagai orangtua dan masyarakat. Adanya kasus seorang anak yang memakai narkoba dalam suatu keluarga oleh masyarakat kita seringkali dimaknai sebagai cerminan keluarga yang tidak bahagia, berantakan dan gagal di mama pasangan suami dan istri dalam keluarga tersebut dianggap sebagai orangtua yang tidak mampu mendidik anak-anaknya secara baik.
Dalam kenyataannya mempunyai seorang anak remaja yang terlibat pemakaian dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang bagi kebanyakan pasangan suami dan istri sebagai pasangan orangtua seringkali menimbulkan konflik dashyat yang bisa merupakan ancaman yang sangat serius bagi keutuhan rumah tangga. mereka jika tidak dikelola secara tepat.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah mengetahui, menjelaskan dan menganalisa komunikasi yang terjadi antara pasangan suami istri saat mengetahui bahwa anak mereka terlibat dalam pemakaian obat-obatan terlarang (narkoba) Serta manajemen konflik yang dipakai pasangan suami istri informan penelitian dalam penanganan konflik sebagai upaya pengembalian keharmonisan dan peningkatan hubungan antarpribadi diantara mereka.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dengan paradigma kontruktivis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.
Komunikasi dan konflik tidak dapat dilepaskan dari segala aspek kehidupan rumah tangga. Perkawinan yang bahagia tidak ditentukan oleh ada atau tidaknya konflik, melainkan pada bagaimana cara pihak-pihak yang berkonflik dalam mengelola konflik. Hal ini menegaskan bahwa apakah suatu konflik akan bersifat konstruktif ataukah destruktif sangatlah tergantung kepada cam-cam atau strategi-strategi pengelolaan dan penyelesaian konflik yang digunakan. Dan cara pasangan suami istri dalam keluarga, dalam mengelola konflik sangatlah tergantung kepada sistem keluarga di mana pasangan suami istri tersebut berasal.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa konflik bisa dikelola secara konstruktif dengan meningkatkan kualitas dari komunikasi dua arah (dialog) yang di dalamnya melibatkan keterbukaan. Keterbukaan akan memungkinkan pasangan suami istri untuk mereduksi ketidakpastian mereka akan reaksi pasangan, mengevaluasi hubungan mereka berdasarkan costs and rewards secara fair dan bersikap positif dalam menyingkapi masalah yang hadir dalam rumah tangga. Dalam penelitian ini, pasangan suami istri informan penelitian yang menggunakan keterbukaan dalam berkomunikasi dengan pasangannya, memperlihatkan rasa puas yang lebih tinggi dalam hubungan interpersonalnya dengan mempergunakan caracara penanganan konflik yang memuaskan kedua belah pihak seperti akomodasi, kolaborasi dan kompromi daripada mempergunakan cara-cara penanganan konflik kompetisi maupun penghindaran.
Akhirnya, hasil penelitian ini menujukkan bahwa penanganan konflik dengan cara-cara atau strategi-strategi yang tepat akan meningkatkan suatu hubungan dan mendatangkan kebahagiaan bagi pasangan suami-istri yang mengalami konflik dalam keluarga."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13964
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>