Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195913 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akmal Irsyad
"Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah merupakan suatu kegiatan pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah dimana pendanaannya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Indonesia telah memiliki ketentuan terkait Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang dituliskan dalam ketentuan Peraturan Presiden. Namun, Indonesia memiliki wacana untuk bergabung terhadap keanggotaan OECD yang merupakan sebuah lembaga think tank yang memberikan berbagai macam rekomendasi aturan seperti perdagangan, pendidikan, hingga Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Sehingga kita telah mengetahui bahwa terdapat ketentuan terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam lingkup internasional. Ketentuan internasional terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah juga terdiri dari ketentuan GPA WTO dan Free Trade Agreement. Penelitian ini akan membahas bagaimana regulasi internasional dan nasional terkait pengadaan barang dan jasa. Lalu, penelitian ini juga akan membahas terkait kesesuaian hukum Indonesia terhadap prinsip dan definisi ketentuan internasional terkait Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian doktrinal yang menggunakan peraturan nasional, peraturan internasional, dan berbagai perjanjian internasional. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ketentuan internasional terkait Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah berdasarkan ketentuan OECD, GPA WTO, dan FTA, mengetahui ketentuan nasional terkait pengadaan, dan kesesuaian antara peraturan nasional terkait definisi dan prinsip berdasarkan ketentuan internasional Adapun kesimpulan yang dapat diambil bahwa terdapat ketidaksesuaian pengaturan indonesia terkait definisi dan prinsip pengadaan berdasarkan ketentuan internasional. Adapun saran yang diberikan kepada pemerintah untuk melaksanakan harmonisasi peraturan indonesia secara keseluruhan.

Government Procurement of Goods and Services is an activity of purchasing goods and services carried out by the government where the funding comes from the State Revenue and Expenditure Budget (APBN) or Regional Revenue and Expenditure Budget (APBD). Indonesia already has provisions regarding the Procurement of Government Goods and Services which are written in the provisions of a Presidential Regulation. However, Indonesia has discourse to join membership in the OECD, which is a think tank that provides various regulatory recommendations such as trade, education, and government procurement of goods and services. So we already know that there are provisions regarding the procurement of government goods and services in the international scope. International provisions related to government procurement of goods and services also consist of the provisions of the WTO GPA and the Free Trade Agreement. This research will discuss how international and national regulations relate to the procurement of goods and services. Then, this research will also discuss the suitability of Indonesian law to the principles and definitions of international provisions related to Government Procurement of Goods and Services. This research will use doctrinal research methods that use national regulations, international regulations, and various international agreements. The problem formulation in this research is to find out international provisions related to Government Procurement of Goods and Services based on OECD, WTO GPA and FTA provisions, find out national provisions related to procurement, and the compatibility between national regulations regarding definitions and principles based on international provisions. that there is a discrepancy in Indonesian regulations regarding the definition and principles of procurement based on international provisions. There are suggestions given to the government to implement harmonization of Indonesian regulations as a whole."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Nurul Husna
"Makalah ini membahas dampak penurunan tarif FTA terhadap kualitas produk impor dan ekspor di Industri Otomotif. Kualitas diukur dengan pendekatan unit value. Dengan data ekspor-impor dari dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), makalah ini menangkap dampak penurunan tarif level perusahaan terhadap harga impor dan ekspor menggunakan metode Difference-in-Difference (DiD). Hasilnya menunjukkan bahwa penurunan tarif tidak berpengaruh terhadap harga impor. Penurunan tarif FTA dengan negara berpendapatan rendah berdampak pada penurunan harga ekspor. Hal ini mengindikasikan terjadinya economies of scale. Sementara itu penurunan tarif FTA dengan negara berpendapatan tinggi belum berdampak pada peningkatan kualitas produk ekspor

This paper discusses the impact of reducing FTA tariffs on the quality of imported and exported products in Automotive Industry. Quality is measured by unit value approach. Using data from Indonesia customs declaration documents, this paper captures the causality of firm level tariffs reduction on import and export prices using the Difference-in-Difference (DiD). The results show that tariffs reduction has no effect on import prices. The reduction in FTA tariffs with low-income countries will lower export prices. It indicates the occurrence of economies of scale. Meanwhile, the reduction in FTA tariffs with high-income countries has no impact on improving the quality of export products."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: BPPK, 2009
382.72 ASS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Trixsaningtiyas Gayatri
"Bagi Indonesia, IJEPA merupakan kebijakan perdagangan bebas bilateral pertama yang diambil Indonesia dalam rangka memenuhi kepentingan nasional bidang ekonomi khususnya perluasan akses pasar produk ekspor di pasar Jepang, mengembalikan investasi Jepang yang menurun dalam beberapa waktu terakhir dan juga sebagai kerangka bagi alih teknologi industri manufaktur Indonesia.
Secara politis IJEPA memberikan Indonesia kedudukan setara dengan negara lain yang telah terlebih dahulu menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan Jepang. Sedangkan bagi Jepang, IJEPA merupakan kebijakan diplomasi perdagangan internasional yang merupakan komplementer dari kebijakan perdagangan internasional Jepang sebelumnya yang hanya menganut multilateralisme melalui WTO. Situasi global dengan semakin meningkatnya perjanjian perdagangan bebas regional/bilateral di berbagai kawasan mendorong Jepang untuk mengamankan pasarnya dan memenuhi kepentingan ekonominya khususnya di Asia Tenggara.
Secara khusus IJEPA bagi Jepang merupakan upaya untuk memenuhi kepentingan ekonomi antara lain perluasan akses pasar produk Jepang, mengamankan investasi, serta mengamankan pasokan energi dan sumber daya mineral sebagai kebutuhan utama bagi industrinya. Secara politis IJEPA pun memberikan Jepang peluang untuk tetap menjadi negara penjamin stabilitas ekonomi dan politik kawasan. Dengan semua asumsi dan hipotesis yang ditawarkan, tesis ini menyimpulkan bahwa IJEPA adalah suatu kebijakan luar negeri yang dibentuk atas dasar kepentingan ekonomi dan politik kedua negara.

As for Indonesia, The 2007 IJEPA was the first bilateral free-trade policy which was issued to meet its several domestic economical interests, particularly in regard to the economic expansion of market access for all Indonesia?s exported goods to Japan, restoring the Japan?s investment which has been declining for the last few years, and also as a technology transfer framework within Indonesia?s manufacturing industry as well.
The 2007 IJEPA politically put Indonesia at the same and equivalent position to other countries that have formed earlier freetrade partnership with Japan. While for Japan, The 2007 IJEPA was a kind of international trade diplomacy that also become a complementary to its international trade policy which previously only follow multilateralism through WTO. The situation inside the global world which provides an increase of either bilateral or regional free-trade agreement at various areas also encourages Japan to secure its market and economical interest, especially within the South-East Asian region.
Specifically for Japan, The 2007 IJEPA is sort of effort to meet its economical goal, among others, market expansion for products of Japan, to secure the investment, and also to secure the supplies of energy and mineral resource for its industry consumption. In the other hand, The 2007 IJEPA also politically gives Japan more opportunity to remain become one of the economic and political stabilizer countries within the region. Through all the hypothesis and assumptions presented in this thesis, it can be obviously concluded that The 2007 IJEPA is a kind of international policy that is established based on both economical and political interest between the two countries."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25101
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Yasmine
"Tesis ini membahas mengenai perbandingan perjanjian perdagangan bebas yang diikuti oleh Indonesia dalam kerangka kerjasama antara ASEAN dan Keempat Mitra Wicara. Substansi yang diperbandingkan dalam penulisan ini adalah pengaturan perdagangan barang atau trade in goods. Keempat perjanjian ini memiliki persamaan dan perbedaan. Perbandingan yang menjadi fokus utama pembahasan adalah bagaimana tiap-tiap perjanjian memenuhi teori keadilan dalam perdagangan liberal. Berdasarkan hasil analis, dicari upaya yang disediakan oleh setiap perjanjian perdagangan bebas bagi negara berkembang yang merasa tidak diuntungkan. Teori critical legal studiesdigunakan dalam menganalisa upaya dan merujuk pada ketentuan pada perjanjian perdagangan bebas yang diikuti oleh Indonesia. Penelitian merupakan penelitian yuridis normatif dengan metode analisa data kualitatif data diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan. Tidak ada perbedaan mendasar dalam pengaturan perdagangan barang dalam perjanjian-perjanjian perdagangan barang antara ASEAN dan keempat Mitra Wicara. Pengaturan perdagangan barang dalam keempat perjanjian perdagangan barang ini telah berusaha memenuhi prinsip keadilan dalam perdagangan liberal, namun bentuk keadilan berupa perlakuan berbeda bagi negara yang paling tidak diuntungkan dalam hal ini adalah negara berkembang, hanya bersifat sementara.Negara berkembang sebagai pengimpor sulit untuk melakukan negoisasi yang membutuhkan prosedur yang panjang. Terhitung pada tanggal pemberlakuan liberalisasi penuh special differential treatment ini akan dihapuskan. Terhadap perjanjian-perjanjian perdagangan bebas yang dirasa tidak adil atau tidak mampu untuk dilaksanakan oleh suatu negara seperti negara berkembang maka terdapat 2 langkah kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Mengingat sulitnya upaya melakukan perubahan atas isi perjanjian yang disepakati. Pemerintah Indonesia harus lebih memperhatikan perjanjian-perjanjian perdagangan bebas yang akan ditandatangani nantinya. Pilihan yang paling realistis untuk saat ini bagi Indonesia adalah tetap memberlakukan perjanjian-perjanjian perdagangan bebas dalam Kerangka Kerjasama ASEAN yang telah disepakati. Demikian, dengan realitas kemampuan Indonesia saat ini hal yang dapat dilakukan adalah memfokuskan diri pada perbaikan kinerja industri lokal (modal, pendidikan, keahlian dan teknologi).

This research discusses the comparison of the free trade agreements Indonesia enters into in the cooperative framework between ASEAN and the four Dialogue Partners. The substance upon which this research compares is the regulation of trade in goods. These four agreements share some similarities as well as differences. The comparison that serves as the main focus of the discussion is how every agreement satisfies the theory of justice in liberal trades. An analysis of each agreement is performed to look for the terms by which a disadvantaged developing country can seek to address the justice it perceives. The theory of critical legal studies is employed in analyzing and refering to the terms in the free trade agreements joined by Indonesia. This research is a legal-normative research with qualitative analysis of the data obtained from literature studies. There are no fundamental differences in the regulation of trade in goods in the trade in goods agreements between ASEAN and the four Dialogue Partners. The regulation of the trade in goods within these four trade in goods agreements has sought to satisfy the principle of justice in liberal trades. However, the equity that takes form in the differential treatments for the most disadvantaged countries,which in this case are developing countries, is only temporary in nature. An importing developing country finds it difficult to be in anegotation that undertakes long procedures. By the time the liberalization swings in full effect, this special differential treatment will be abolished. With regards to the free trade agreements perceived to be inequitable or unperformable by a country such as a developing country, there are two policy measures that the government of such country can take. Taking into account the difficulty in amending the agreed-upon terms, the Government of Indonesia has to pay more attention to the free trade agreements it is about to enter into. The most realistic choice for Indonesia at this moment is to keep respecting the free trade agreements in the agreed ASEAN Cooperative Framework. With this reality in mind, Indonesia has to focus on the improvement of the performance of local industries (capital, education, skills and technology).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42690
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Dhinhawati
"Skripsi ini membahas tentang pengaruh keberadaan NAFTA terhadap penanaman modal asing antara Indonesia dan Kanada dengan mengaitkannya dengan penanaman modal asing di negara-negara ASEAN. Berdasarkan penelitian yang diperoleh, dari sisi ekonomi negara-negara ASEAN secara positif dipengaruhi oleh NAFTA dari sisi penanaman modal asing karena terjadi peningkatan arus penanaman modal asing ke negara-negara ASEAN. Demikian pula halnya dengan penanaman modal asing yang terjadi antara Indonesia dan Kanada, di mana Indonesia mendapatkan keuntungan dengan menjalin kerja sama bilateral dengan Kanada. Namun, secara hukum dampak NAFTA terhadap negara-negara ASEAN tidak signifikan.

The concern of this thesis is the impact of NAFTA on foreign direct investment between the Republic of Indonesia and the Government of Canada, in association with foreign direct investment in ASEAN countries post-NAFTA. The outcome of this research indicates that ASEAN countries are afftected positively in term of economics based on the increase of FDI flows into these countries. That result is also applied for FDI between the Republic of Indonesia and the Government of Canada, in which both countries benefit from NAFTA?s Inception for further bilateral cooperation. Although there is an impact from economic sector, there is no significant impact post-NAFTA in ASEAN countries legally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44514
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Lenna Juliana
"Pengadaan barang dan jasa bertujuan untuk menjamin efisiensi, transparansi, dan keadilan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan oleh pemerintah. Salah satu tahapan yang sangat krusial dalam pemilihan penyedia barang dan jasa pemerintah (pelelangan) adalah proses penetapan calon pemenang lelang. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah mengusulkan penawar terendah yang responsif sebagai calon pemenang. Mengingat tidak adanya penjelasan tentang maksud (penawaran terendah yang responsif) maka ketentuan tersebut dapat diinterpretasikan secara berbeda menurut kepentingan pihak-pihak (pengguna dan penyedia barang/jasa). Akibatnya, pihak kontraktor cenderung untuk mengajukan penawaran jauh lebih rendah dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang seringkali melanggar prinsip persaingan usaha tidak sehat seperti kecurangan menetapkan biaya produksi dan persekongkolan tender. Kecurangan menetapkan biaya produksi terlihat dari harga satuan bahan berbeda jauh dari harga pasaran yang ada dan persekongkolan tender dengan adanya dokumen-dokumen tender yang mirip di antara peserta tender, yaitu dalam hal pemilihan kata-kata, format surat, dan tata bahasa pada cover letter. Meskipun ada ketentuan lain yang mengikat penawaran harga yang cenderung rendah dengan kewajiban untuk memberikan jaminan pelaksanaan dalam jumlah tertentu

Procurement of goods and services aimed at ensuring efficiency, transparency, and fairness in the implementation of development activities by the government. One of the crucial stages in the selection of providers of public goods and services (auction) is the process of determining the potential winner of the auction. Presidential Decree No. 54 of 2010 on the procurement of goods and services the government proposed the lowest responsive bidder as a potential winner. Given the absence of an explanation about the purpose (the lowest bid is responsive) then that provision can be interpreted differently according to the interests of stakeholders (users and providers of goods / services). As a result, the contractor tend to bid much lower than Self-Estimated Price (HPS), which often violate the principle of unfair competition such as cheating establish production costs and bid rigging. Cheating set the cost of production can be seen from the unit price of materials differ greatly from the market price of existing and tender conspiracy with their tender documents that are similar among bidders, namely in terms of the choice of words, letter format, and grammar on the cover letter. Although there are other provisions that bind the rather low price deals with the obligation to provide a performance bond in a certain amount."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45881
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Arif Sasongko Wijayanto
"Tesis ini dilatarbelakangi oleh masih terjadinya berbagai permasalahan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah walaupun telah ada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan Presiden ini menjadi indikator adanya penerapan good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal ini adalah pengadaan barang/jasa. Pengadaan barang dan jasa pemerintah yang baik merupakan suatu sistem pengadaan yang mampu mengaktualisasikan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Pengadaan yang baik akan mendorong efisiensi dan efektivitas belanja publik dan menjamin terciptanya persaingan yang sehat. Rumusan permasalahan penelitian bagaimana penerapan Good Governance dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa Pemerintah pada Kementerian Kehutanan, hambatan yang dihadapi dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang dihadapi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan Good Governance dalam pengadaan barang/jasa pemerintah di Kementerian Kehutanan, hambatan yang dihadapi, dan upaya yang dilakukan. Metodologi yang digunakan yaitu studi normatif dengan model deskriptif analitif. Hasil yang diperoleh adalah prinsip good governance diterapkan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Penerapan good governance dalam pengadaan barang/jasa pemerintah di Kementerian Kehutanan belum sepenuhnya terwujud karena adanya berbagai permasalahan.

This thesis was motivated by occurrence of various problems in the procurement of government goods / services although there has been Presidential Decree Number 54 Year 2010 concerning Procurement of Government Goods / Services. This Presidential Decree becomes an indicator of good governance in the procurement of government goods / services. Good Government procurement goods and service is a procurement system that include procedure to secure government institutions whose doing the goods and service procurement also can actualization the principles of good governance. Good procurement can push the efficiency and effectiveness of public expenses, guarantee fair competition. Problem formulation about how is implementation good governance principles in goods and service Procurement Ministry of Forestry, what is the obstacle and also the solution take to solve the obstacle.
Purpose of this research is to analyze about implementation good governance principles in goods and service procurement Ministry of Forestry, what is the obstacle and also the solution to solve the obstacle. The methodology used is a normat ive study wi th analitif descriptive models. The results obtained that good governance principles are applied in the procurement of government goods/services in several conditions. Implementation of good governance in the procurement of government goods / services in the Ministry of Forestry has not been fully realized because of various problems."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44342
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tomi Nugroho
"Penelitian ini berfokus kepada Analisis Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Studi Kasus Proyek Peningkatan Jalan dan Jembatan Kota Adminsitrasi Jakarta Utara. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kualitatif.
Penelitian dilakukan dengan observasi, wawancara dan Internal Control Questionnaires terhadap Pejabat dan panitia pengadaan barang dan jasa serta pihak yang terkait dengan proyek pembangunan jalan dan jembatan di kota adminsitrasi Jakarta Utara.
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengendalian pada proses pengadaan barang dan jasa di proyek pembangunan jalan dan jembatan kota administrasi Jakarta Utara telah memenuhi lima unsur pengendalian internal.

This study focuses on Government Internal Control System Analysis on Implementation of Procurement of Goods and Services. Case Study: Road and Bridge Improvement Project of North Jakarta City Administration. This study is a qualitative research method.
Research is done by observation, interviews and questionnaires to the Officer who deals with the activity (PPTK) and the procurement committee of goods and services as well as those related to road and bridge construction projects in North Jakarta city administration.
From these results, it can be concluded that the control activities in the process of procurement of goods and services in road and bridge construction projects in North Jakarta city administration has met the five elements of internal control.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arsa Mufti Yogyandi
"Skripsi ini mebahas mengenai sanksi yang dikenakan terhadap penyimpangan atau pelanggaran yang terjadi dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang berpotensi merugikan keuangan negara dapat berupa sanksi pidana dan sanksi administrasi. Skripsi ini membagi penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang berpotensi merugikan keuangan negara yang dikenakan sanksi pidana dan sanksi administrasi karena tidak semua penyimpangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dikenakan sanksi pidana. Penelitian ini termasuk penelitian Yuridis Normatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis. Hasil penelitian menyarankan untuk dibuatnya Standar Operasional (SOP) bagi lembaga negara yang bertugas memeriksa adanya kerugian keuangan negara (BPK) terhadap penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dikenakan sanksi pidana atau sanksi administrasi guna menciptakan adanya kepastian hukum.

This thesis examine sanctions imposed against infringment or violations that occurred in the Procurement of Goods / Services potentially devastating state finances can be criminal sanctions or administrative sanctions. This thesis is divided infringment in the Procurement of Goods / Services potentially devastating financial state to criminal sanctions or administrative sanctions for not all irregularities in the Procurement of Goods / Services are imposed criminal sanctions. This research is a normative juridical study aims to describe and analyze. The results suggest to make an Operational Standards (SOP) for the state agencies in charge of examining the state of financial loss (BPK) to the aberration in the Procurement of Goods / Services are subject to criminal sanctions or administrative sanctions in order to create legal certainty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45030
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>