Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138518 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Weni Mayendri
"Tesis ini membahas suara perempuan dalam dua novel bertemakan jugun ianfu yang berjudul Jugun Ianfu Jangan Panggil Aku Miyako (2015) dan Momoye Mereka Memanggilku (2007). Analisis kedua novel menggunakan konsep gender (Millet 1970), teori objektifikasi perempuan (Nussbaum 1995, Langton 2009, Fredrickson dan Roberts 1997), serta konsep agensi (Davidson 2017). Teks bertemakan jugun ianfu merupakan wadah untuk mengungkap objektifikasi perempuan yang dilakukan oleh Jepang di negara jajahan. Melalui tokoh-tokoh perempuan yang dihadirkan, teks juga mengungkapkan bahwa objektifikasi perempuan dan perbudakan seksual tidak hanya dilakukan oleh para penjajah, akan tetapi juga masyarakat. Selain pemerkosaan, para budak juga harus menghadapi pandangan rendah masyarakat, rasa berdosa, trauma, serta cacat fisik yang berkepanjangan. Selain, membahas perbudakan kedua teks juga membahas perjuangan para budak seksual menghadapi dan melawan semua bentuk objektifikasi; penolakan, pertarungan fisik, keikutsertaan dalam perang gerilyawan, serta perjuangan untuk bertahan hidup setelah kemeredekaan. Akan tetapi, teks-teks ini juga bisa ditunggangi ide-ide patriarki dalam bentuk pemakluman dan romantisasi perbudakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kedua teks menghadirkan suara perempuan yang bertolakbelakang dalam mengungkap permasalahan jugun ianfu, meskipun keduanya seharusnya menjadi wadah untuk menyuarakan perjuangan para mantan budak seksual.

This thesis discusses women’s voices in two novels with the theme of jugun ianfu, entitled Jugun Ianfu Jangan Panggil Aku Miyako (2015) and Momoye Mereka Memanggilku (2007). The analysis of the two novels uses the concept of gender (Millet 1970), the theory of woman objectification (Nussbaum 1995, Langton 2009, Fredrickson and Roberts 1997), and the concept of agency (Davidson 2017). The text with the theme of jugun ianfu is a forum to reveal the objectification of women carried out by Japan in colonial countries. Through the female characters presented, the text also reveals that the objectification of women and sexual slavery was not only done by the colonizers, but also by the community. In addition to rape, slaves also had to face society's low views, guilt, trauma, and prolonged physical disabilities. Apart from discussing slavery, the two texts also discuss the struggles of sexual slaves against all forms of objectification; rejection, physical struggle, participation in guerrilla warfare, and the struggle for survival after independence. However, these texts can also be ridden with patriarchal ideas in the form of proclamation and romanticize of slavery. The results of the study show that both texts present contradictory female voices in revealing the problems of jugun ianfu, even though both are supposed to be a forum for voicing the struggles of former sexual slaves."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Adriani
"Sejak tahun I991 menjelang peringatan kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II terjadi banyak aksi protes yang dilakukan oleh para korban kekejaman Jepang pada saat Perang Dunia II. Salah satu aksi yang paling gencar dilakukan hingga saat ini adalah aksi protes terhadap Jepang oleh para mantan Jugun Ianfu. Gerakan protes tersebut pertama kali dilakukan oleh para wanita mantan Jugun lanfu yang berasal dari Korea. Keadaan ini terus menjalar sampai ke Indonesia.Jugun lanfu merupakan salah satu bentuk kekejaman yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Pendudukan Jepang di wilayah pendudukannya sejak tahun 1932. Kekejaman tersebut dilakukan dalam bentuk pemaksaan terhadap kaum wanita untuk menjadi pelacur guna melayani para tentara dan masyarakat sipil Jepang yang ada di wilayah pendudukan. Salah satu bangsa yang pernah mengalami Pendudukan Jepang adalah bangsa Indonesia. Pada tahun 1942, Jepang mulai mengambil alih puncak kekuasaan di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Pemerintahan Kolonial Belanda. Setelah mengambil alih wilayah Indonesia, Jepang mengganti sistem Pemerintahan Kolonial yang ada di Indonesia dengan sistem Pernerintah Pendudukan Jepang. Bahkan, Pemerintah Pendudukan Jepang pun menerapkan sistem pelacuran Jugun lanfu hampir di seluruh wilayah Indonesia yang berhasil diduduki oleh Jepang, salah satunya adalah wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta.Para wanita yang dijadikan Jugun Ianfu harus menjalani hidup dengan penuh ketakutan dan ketidaknyamanan. Para Jugun lanfu dipaksa untuk melayani para tentara dan masyarakat sipil Jepang tanpa memiliki waktu untuk beristirahat. Pekerjaan tersebut harus mereka lakukan secara terus menerus selama Pemerintah Pendudukan Jepang masih berkuasa di Indonesia. Kehidupan para wanita menjadi Jugun Ianfu berlangsung sampai dengan tahun 1945, yaitu ketika Jepang menyerah tanpa syarat kepada pihak Sekutu.Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai perekrutan para wanita yang tinggal di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta menjadi seorang Jugun dan perlakuan yang harus mereka terima dari para tamu selama mereka menjadi seorang Jugun Ianfu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12738
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaidir
Yogayakarta: Adicita Karya Nusa, 2002
327.598 CHA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Veven S.P. Wardhana
Jakarta: Kepuasaan Populer Gramedia, 2002
808.83 War p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ediruslan Ps. Amanriza
Jakarta: Balai Pustaka, 1995
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Robert Adhi Ksp
Jakarta : Kompas , 2009
927 ROB p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Hartono
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997
305.4 BUD d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Juni Alfiah Chusjairi
"Etnis Cina di Indonesia sudah beberapa generasi tinggal di Indonesia. Namun kehadirannya hingga hari ini masih belum sepenuhnya dianggap sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Era reformasi tampaknya membawa angin baru bagi etnis Cina di Indonesia. Berbeda dengan jaman Orde Baru yang cenderung membatasi gerak mereka kecuali di bidang ekonomi. Di era reformasi berbagai peraturan yang diskriminatif mulai dicabut. Termasuk juga bahasa dan budaya Cina tidak dilarang lagi. Sikap pemerintah yang melunak terhadap etnis Cina membawa perubahan juga pada media. Selain ada stasiun televisi yang menyiarkan siaran berita dalam bahasa Mandarin, televisi juga menayangkan film/sinetron tentang kehidupan etnis Cina. Film-film ini ditayangkan dalam menyambut Imlek, Tahun Baru etnis Cina.. Penelitian ini hendak meneliti tentang konstruksi identitas etnis Cina di Indonesia melalui film-film Wo Ai Ni Indonesia, Jangan Panggil Aku Cina dan Ca Bau Kan.
Penelitian ini melibatkan empat orang informan yang pernah menonton ketiga film tersebut diatas. Mereka adalah orang etnis Cina yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, namun saat ini tinggal di Jabotabek. Informan tersebut juga mencakup generasi 20130-an, 40-an, 50-an .Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan perspektif fenomenologi dan menggunakan paradigma kritis. Data dalam penelitian diperoleh dari wawancara dengan informan tersebut diatas. Analisis data kemudian dilakukan dengan methods of agreement dan methods of difference.
Teori utama yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini adalah encoding/decoding dari Stuart M. Ada tiga konsep yang dinyatakan oleh Hall yaitu preffered/dominant hegemonic position. Posisi ini terjadi bila pembuat dan pembaca teks mempunyai ideologi yang sama dalam memaknai teks. Kedua negotiated code/position. Posisi ini merupakan sebuah kompromi terhadap teks. Ideologi pembaca yang lebih menonjol berperan dalam memakai teks yang kemudian dinegosiasikan oleh ideologi yang dibawa oleh teks. Ketiga oppositional code/position. Pesan yang dibaca oleh khalayak akan dimaknai secara berseberangan atau berbeda dengan pembuat teks. Selain itu penelitian ini juga mengacu pada konsep identitas yang mencakup self sameness dan solidarity dari Paul Gilroy dalam konsep cultural studiesnya.
Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan pergaulan yang kemudian ditunjang oleh nilai-nilai budaya yang kuat mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk identitas ke Cinaan seseorang Orang yang bergaul serta berada di lingkungan Cina terus dari kecil hingga dewasa akan menimbulkan sikap eksklusif dan identitas ke Cinaannya cenderung kuat. Hal ini juga berpengaruh terhadap pemaknaan seseorang terhadap ketiga film tersebut yang cenderung negotiated dan oppositional. Berbeda dengan mereka yang lingkungannya pribumi saja atau yang lingkungannya campur antara pribumi dengan etnis Cina. Mereka yang berada di lingkungan pribumi saja atau campur antara pribumi dengan etnis Cina akan cenderung lebih permisif dan adaptif. Pemaknaan terhadap film-film tersebut cenderung dominant/preffered reading."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21660
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Ratu Fauziah
"Sebagai institusi pendidikan berbasis agama di Indonesia, proses belajar di dalam pondok pesantren tidak hanya terjadi secara satu arah namun didalamnya juga terdapat keterlibatan para santri secara aktif. Tulisan ini berfokus pada proses pemaknaan dan pembentukan reflexive identity para santri PPTQ Al-Hakmiah sebagai bentuk dari proses belajar untuk menjadi seorang santri. Dalam konteks ini pendekatan connectionsim penulis gunakan untuk menjelaskan proses pemaknaan dari definisi santri yang khas oleh setiap santri yang didasari oleh keberagaman latar belakang sosial budaya. Proses belajar yang terjadi di dalam pondok pesantren merupakan apa yang disebut sebagai legitimate peripheral participation dimana hal ini sangat menentukan cara mencapai tujuan belajar yang bervariasi, porses belajar ini tentu saja tidak luput dari trial and error dengan adanya kecenderungan centripetal dan centrifugal yang memotivasi santri untuk terus melakukan proses pembelajaran di dalam pondok pesantren. Dengan mewawancarai santri yang belum memiliki pengalaman belajar di pondok pesantren, penelitian ini mencari tahu bagaimana mereka menghadapi perbedaan kebudayaan untuk mencapai tujuan belajar yang telah mereka maknai.

As a religion-based educational institution in Indonesia, the learning process in Islamic boarding schools does not only occur in one direction but also includes the active involvement of santri. This paper focuses on the process of interpreting and forming the reflexive identity of the PPTQ Al-Hakmiah students as a form of the learning process to become a santri. In this context, the writer uses the connectionsim approach to explain the process of meaning from the typical santri definition by each santri based on the diversity of socio-cultural backgrounds. The learning process that occurs in Islamic boarding schools is what is referred to as legitimate peripheral participation where this greatly determines how to achieve varied learning goals, this learning process of course does not escape trial and error with the existence of centripetal and centrifugal tendencies that motivate students to continue carry out the learning process in Islamic boarding schools. By interviewing students who do not have experience studying in Islamic boarding schools, this study seeks to find out how they deal with cultural differences to achieve the learning goals they have defined."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimar Kartika Listiyanti
"Jugun ianfu adalah istilah bagi perempuan yang dijadikan perempuan penghibur oleh tentara Jepang, lalu ditempatkan pada suatu rumah hiburan militer Jepang. Selama masa pendudukan Jepang di Indonesia, banyak diantara perempuan-perempuan ini yang merasakan ketidakadilan dari tentara Jepang. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini terfokus pada ketidakadilan gender yang dialami oleh jugun ianfu sebagai akibat dari konstruksi perempuan sebagai "other".
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan bentuk deskriptif yang bertujuan untuk menguraikan karakteristik atau sifat-sifat tentang suatu keadaan pada waktu tertentu yang meliputi pengumpulan informasi melalui berbagai dokumen dan sumber data yang lain. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan wawancara dengan sumber yang mengerti mengenai masalah jugun ianfu. Sedangkan analisis dilakukan dengan teori dari Simone de Beauvoir.
Dari analisis berdasarkan teori Simone de Beauvoir, disimpulkan bahwa: 1) perempuan jugun ianfu mengalami ketidakadilan gender dari tentara Jepang; 2) ketidakadilan gender tersebut meliputi marginalisasi, subordinasi, stereotip, violence, dan doubleburden; 3) ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan jugun ianfumerupakan akibat dari konstruksi perempuan sebagai "other".

Jugun ianfu is a term for woman who served to comfort the Japanese soldier in the Japanese military brothel houses. During the Japanese occupation in Indonesia, many women of jugun ianfu felt that they had been treated unfairly by the Japanese army. The focus of this study is the gender bias experienced by jugun ianfu resulting from a social construction that stated women as the "other".
This study is a qualitative research using analytical descriptive method. The data were collected by literature study and interviews with people who are credible in jugun ianfu issue. The Analysis was made using the theory presented by Simone de Beauvoir.
The conclusion of this study are: 1) jugun ianfu experienced gender bias fromJapanese army; 2) the gender bias comprises marginalization, subordination, stereotype, violence, and double burden; 3) the gender bias experienced by jugun ianfu was the result from the social construct that states women as the "other"."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S13544
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>