Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122703 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dimas Nugraha Koswara
"Mikroplastik merupakan partikel plastik yang berukuran lebih kecil dari 5 mm. Mikroplastik ditemukan telah mencemari lingkungan dan paling banyak terakumulasi di lingkungan perairan, salah satunya adalah Sungai Ciliwung. Padahal, Sungai Ciliwung merupakan sumber air baku utama bagi Instalasi Pengolahan Air Cibinong. Keberadaan mikroplastik di sungai dapat dipengaruhi oleh curah hujan. Namun, penelitian terkait keberadaan mikroplastik di instalasi pengolahan air berdasarkan curah hujan masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis kelimpahan dan karakteristik mikroplastik, menghitung efisiensi penyisihan mikroplastik, serta menentukan korelasi antara pH dan kekeruhan dengan kelimpahan mikroplastik pada IPA Cibinong dengan mempertimbangkan curah hujan. Ekstraksi mikroplastik dilakukan berdasarkan metode NOAA. Pengujian dan pengamatan mikroplastik dilakukan dengan bantuan mikroskop binokuler dan FTIR. Pengambilan sampel air dilakukan di 5 titik, yakni air baku, koagulasi-flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan air produksi, sedangkan pengambilan sampel lumpur dilakukan pada unit sedimentasi. Kekeruhan dan pH air diukur secara insitu. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan kelimpahan mikroplastik di air baku dan produksi secara berturut-turut sebesar 344 partikel/L & 205 partikel/L pada hari kering dan 310 partikel/L & 256 partikel/L pada hari basah. Mikroplastik didominasi oleh bentuk fragmen (88.84 – 89.41%), warna hitam-abu (69.55 – 71.89%), dan ukuran dengan rentang 7 – 1985 μm. Jenis polimer mikroplastik yang ditemukan pada keseluruhan sampel air baku dan produksi adalah PFVM, PVB, poliamida, Poly (Trimethyl Hexamethylene Terephthalamide), aramid, nilon amorf, PEI, nilon MXD6, dan PVC. Efisiensi penyisihan mikroplastik tertinggi dihasilkan oleh unit sedimentasi, yaitu 21.74 – 36.73%. Sementara itu, efisiensi secara kumulatif pada hari kering dan basah secara berturut-turut adalah sebesar 40.41% dan 17.42%. Kelimpahan mikroplastik memiliki korelasi yang kuat dan positif dengan pH (ρ = 0.872) (sig. = 0.054) dan kekeruhan (r = 0.846) (sig. = 0.071).

Microplastics are plastic particles smaller than 5 mm. They have been found contaminating the environment, particularly accumulating in aquatic environments such as the Ciliwung River, which is the primary raw water source for the Cibinong Water Treatment Plant (WTP). Additionally, rainfall can influence the abundance of microplastics in the river. However, studies on the abundance of microplastics in water treatment plants based on rainfall are limited. Thus, this study aims to analyze the abundance and characteristics of microplastics, calculate their removal efficiency, and determine the correlation between pH and turbidity with microplastic abundance at the Cibinong WTP, considering rainfall. In this study, microplastic extraction was performed based on NOAA method. Microplastic observations were conducted using a binocular microscope and FTIR. Water samples were collected from five points: raw water, coagulation-flocculation, sedimentation, filtration, and produced water, while sludge samples were taken from the sedimentation unit. Turbidity and pH of the water were measured in situ. The results showed that the abundance of microplastics in raw and produced water of 344 particles/L & 205 particles/L on dry days and 310 particles/L & 256 particles/L on wet days. Microplastics were predominantly fragments (88.84 – 89.41%), black-gray in color (69.55 – 71.89%), and ranged in size from 7 – 1985 μm. The types of microplastic polymers found in all raw and produced water samples were PFVM, PVB, polyamide, Poly (Trimethyl Hexamethylene Terephthalamide), aramid, amorphous nylon, PEI, nylon MXD6, and PVC. The highest microplastic removal efficiency was achieved by sedimentation, at 21.74 – 36.73%. Cumulative removal efficiency on dry and wet days was 40.41% and 17.42%, respectively. Microplastic abundance showed a strong positive correlation with pH (ρ = 0.872, sig. = 0.054) and turbidity (r = 0.846, sig. = 0.071)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindyolaras Cahyo Pramusinto
"Instalasi pengolahan air minum dalam prosesnya akan menghasilkan limbah yang berupa lumpur. Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum pasal 9 ayat 3 bahwa limbah akhir dari proses pengolahan air baku menjadi air minum wajib diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sumber air baku dan daerah terbuka. Instalasi Pengolahan Air Minum Cibinong merupakan salah satu instalasi yang belum melakukan pengolahan limbah dari proses pengolahan air karena limbah yang dihasilkan langsung dibuang ke sungai Ciliwung. Jumlah timbulan debit lumpur dengan aliran kontinyu IPAM Cibinong I sebesar 394,35 m3/hari dan IPAM Cibinong II sebesar 187,44 m3/hari.
Tujuan dari penelitian ini untuk merencanakan instalasi pengolahan lumpur guna mentaati peraturan yang berlaku. Berdasarkan neraca massa dapat diketahui unit penghasil lumpur yang signifikan adalah unit sedimentasi, dikarenakan massa lumpur yang dihasilkan cukup besar. Akan direncanakan unit pengolahan lumpur yang terdiri dari proses thickening, chemical conditioning, dan dewatering. Pemilihan unit tahap dewatering pengolahan tersebut berdasarkan analisa SWOT dan metode decision matrix, kemudian diperoleh mechanical dewatering dengan menggunakan centrifuge.
Berdasarkan luas lahan, timbulan cake lumpur, dan kebutuhan polimer dipilih instalasi pengolahan lumpur yang terdiri dari 2 buah bak ekualisasi. Dimana 1 bak ekualisasi mengumpulkan lumpur dari unit flokulasi dan air pencucian filter, selanjutnya menuju chemical conditioner, recovery basin¸ dan gravity thickener. Sedangkan bak ekualisasi lainnya mengumpulkan lumpur dari unit sedimentasi menuju gravity thickener kemudian menuju centrifuge.

Water treatment plant produced sludge in a large quantity. Based on Government Regulation No. 16, 2005 in which under item 3 of the article 9, it is stipulated that the waste produced from any processing must be treated before it is discharged into water sources and open areas. The sludge generated from WTP Cibinong I and II is directly discharge into stream Ciliwung. The sludge generation of WTP Cibinong I in continuous flow is 394,35 m3/day and WTP Cibinong II is 187,44 m3/day.
The aim of this study is to plan for sludge treatment plant in order to comply with applicable regulations. Based on the mass balance, sedimentation is a unit which significantly produced sludge in large quantity. Sludge treatment plant will be planned consists of thickening process, chemical conditioning, and dewatering. The selection of dewatering processing unit is based on SWOT analysis and decision matrix method, with this tools it can be concluded that centrifuge will be used.
Based on land area, sludge generation, and need of polymer, will be selected sludge treatment plant which has 2 equalization basins. One equalization basin will collect the sludge from flocculation unit and backwash water and towards to chemical conditioner, recovery basin, and will be mixed in gravity thickener with outflow from other equalization basin which collects sludge from sedimentation. After that, it will toward to mechanical dewatering centrifuge.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53053
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Kharisma R.
"Tingginya laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor sebesar 4,63% per tahun, perlu diimbangi dengan peningkatan kapasitas penyediaan layanan air minum guna memenuhi peningkatan kebutuhan air minum masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melakukan peningkatan kapasitas Instalasi Pengolahan Air Cibinong (IPA Cibinong) melalui evaluasi dan pengembangan (uprating). Kondisi eksisting IPA Cibinong PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor, berkapasitas 330 L/detik memiliki dua WTP yaitu, WTP 1 kapasitas 100 L/detik dan WTP 2 kapasitas 230 L/detik. Evaluasi dilakukan untuk WTP 2 karena memiliki potensi peningkatan kapasitas produksi. Evaluasi dilakukan pada unit intake, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan reservoir berdasarkan kriteria desain.
Hasil evaluasi menghasilkan kapasitas maksimum WTP 2 sebesar 345 L/detik. Evaluasi juga memperhatikan kualitas air baku dan air produksi. Kualitas air produksi yang diuji memenuhi PERMENKES 492/2010. Hasil evaluasi dijadikan acuan uprating atau peningkatan kapasitas produksi WTP 1 menjadi sama dengan kapasitas WTP 2 setelah evaluasi. Dari evaluasi dan uprating kapasitas produksi IPA Cibinong meningkat dari semula 330 L/detik menjadi 690 L/detik. Jika dikaitkan hasil proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan air, kapasitas eksisting 330 L/detik dapat memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2014. Sedangkan kapasitas hasil evaluasi dan uprating sebesar 690 L/detik mampu memenuhi kebutuhan air daerah layanan sampai tahun 2020.

The high rate of population growth Cibinong Subdistrict, Bogor Regency by 4,63% per years, needs to be balanced with the increased capacity of water supplier in order to meet the increasing demands of the public drinking water. Accordingly, this research aims to increase capacity Cibinong Water Treatment Plant (WTP Cibinong) through the evaluation and uprating. WTP Cibinong with 330 L/s capacity consist of WTP 1 capacity 100 L/s and WTP 2 capacity 230 L/s. Evaluation will be conducted for WTP 2 because it has the production capacity increasing. Evaluation start from intake, coagulation, flocculation, sedimentation, filtration, and reservoired units based on design criteria.
Evaluation result from WTP 2 has a maximum capacity of 345 L/s. The evaluation also concerned about the quality of 'raw water' and 'production water'. The quality of water production was conduct under the PERMENKES 492/2010. The result from evaluation used as reference for uprating or increasing WTP 1 production in order to equal with WTP 2. Evaluation and uprating will increase production capacity WTP Cibinong from 330 L/s to 690 L/s. Associated with population projection, the existing condition able to fulfill water demands until 2014, while the result of evaluation and uprating will be able to fulfill water demands until 2020.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53314
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Reza Fernanda
"Mikroplastik adalah partikel plastik kecil yang ukurannya kurang dari 5 mm. Ditemukan di sungai, mikroplastik menjadi polutan yang signifikan di Instalasi Pengolahan Air (IPA), sumber utama air minum masyarakat. Kondisi hujan dan kering mempengaruhi kekeruhan air baku, yang juga memengaruhi operasional IPA. Penelitian ini mengeksplorasi efektivitas penyisihan mikroplastik di IPA X selama hujan dan kemarau, terutama penting di Indonesia yang minim penelitian serupa. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kelimpahan mikroplastik di setiap unit pengolahan, efisiensi penyisihan, dan hubungan dengan pH serta kekeruhan air. Dalam penelitian ini digunakan metode National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dan uji FTIR dalam mengetahui kelimpahan dan karakteristik dari mikroplastik. Sampel akan diambil dari 5 titik di IPA, yaitu bak pengumpul, akselator, flokulasi, sedimentasi, dan air produksi. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa kelimpahan mikroplastik di air baku adalah sebanyak 256 partikel/L pada hari kering dan 109 partikel/L pada hari basah dengan kelimpahan rata-rata sebesar 182,5 partikel/L. Di air produksi, ditemukan kelimpahan mikroplastik sebesar 77 partikel/L pada hari kering dan 44 partikel/L pada hari basah dengan nilai kelimpahan rata-rata sebesar 60,5 partikel/L. Berdasarkan karakteristik, bentuk dan warna dari mikroplastik yang dominan ditemukan pada setiap unit di IPA X adalah bentuk fragmen dan warna hitam dengan rentang ukuran berkisar antara 8-3.221 µm. Selain itu, jenis material polimer dari mikroplastik yang diamati didominasi oleh Fluorinated Ethylene Propylene (FEP), Nylon (Polyhexamethylene Adipamide), dan Polyvinylchloride (PVC). Efisiensi total penyisihan mikroplastik di IPA X adalah sebesar 69,9% pada hari kering dan 59,6% pada hari basah. Kelimpahan mikroplastik memiliki korelasi dengan parameter kekeruhan.

Microplastics are small plastic particles measuring less than 5 mm. Found in rivers, microplastics pose a significant pollutant in Water Treatment Plants (WTPs), the main source of drinking water for communities. Weather conditions such as rain and dry spells affect the turbidity of raw water, which in turn impacts WTP operations. This study explores the effectiveness of microplastic removal at WTP X during both rainy and dry seasons, particularly crucial in Indonesia where such research is scarce. The aim is to evaluate microplastic abundance at each treatment unit, removal efficiency, and its correlation with pH and water turbidity. The National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) method and FTIR analysis were employed to determine microplastic abundance and characteristics. Samples were collected from five points within the WTP: raw water intake, accelerator, flocculation, sedimentation, and production water. The study found that microplastic abundance in raw water was 256 particles/L during dry days and 109 particles/L during wet days, with an average abundance of 182.5 particles/L. In production water, microplastic abundance was 77 particles/L during dry days and 44 particles/L during wet days, averaging 60.5 particles/L. Dominant characteristics included fragment shapes, black color, and sizes ranging from 8-3,221 µm. The observed polymer types were predominantly Fluorinated Ethylene Propylene (FEP), Nylon (Polyhexamethylene Adipamide), and Polyvinylchloride (PVC). Overall microplastic removal efficiency at WTP X was 69.9% on dry days and 59.6% on wet days, correlating with water turbidity parameters."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunisa Vaditasari
"Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) di Indonesia selalu menghasilkan residu lumpur yang sebagian besar langsung dibuang ke badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu. Salah satu upaya untuk mengurangi lumpur yang dibuang ke badan air adalah dengan memanfaatkan kembali lumpur ke dalam proses Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi (KFS). Dalam aplikasi pada penelitian ini, pemanfaatan lumpur dilakukan dengan lima variasi yaitu penentuan dosis optimum koagulan, dosis optimum lumpur, dosis lumpur pada dosis optimum koagulan, dan dosis koagulan pada dosis optimum lumpur. Setelah seluruh variasi dilakukan dilanjutkan dengan identifikasi variabel bebas yang signifikan melalui full factorial design.
Metode yang digunakan adalahjartest menggunakan air baku Sungai Ciliwung dan lumpur IPAM Cibinong serta koagulan alum (Al2(SO4)3). Pada kajian penentuan dosis optimum koagulan divariasikan mulai dari 10 ppm - 50 ppm. Pada kajian penentuan dosis lumpur terlebih dahulu dilakukan uji karakteristik lumpur yang menentukan lumpur yang akan digunakan. Variasi pemanfaatan kembali lumpur dimulai dari 1%-10% dengan interval 1% dalam volume 500 mL beaker glass. Dalam setiap variasi yang dilakukan, dihitung parameter-parameter yang mempengaruhi kajian tersebut antara lain kekeruhan, suhu, pH, KMnO4, Fe, dan Koliform total.Lumpur yang tepat digunakan berupa lumpur sedimentasi Kombinasi paling tepat adalah variasi ke-5 dengan kombinasi dosis optimum lumpur sebesar 5% dan dosis koagulan 37.5 ppm. Penyisihan kekeruhan berturut-turut 97.46% & 97.23%, KmnO4 18.23% & 13.3%, Fe 84% & 85.74%, serta koliform total sebesar 98.86% dengan pH 6.69 dan suhu 27.5°C.
Hasil ini didukung dengan identifikasi variabel bebas dengan metode full factorial design dimana hasil paling signifikan dalam menyisihkan kekeruhan dan koliform total adalah interaksi antara koagulan dan lumpur dan dalam menyisihkan KmnO4 dan Fe adalah dosis koagulan. Pemanfaatan kembali lumpur tidak dapat mengurangi pemakaian koagulan, namun dapat meningkatkan efisiensi penyisihan kontaminan.

Water Treatment Plant (WTP) in Indonesia always produce sludge residuals that are directly discharged into the water body without being processed first. One of the measures to reduce sludge that is discharged into the water bodies is to reuse sludge in coagulation-floculation-sedimentation (K-F-S) processes. In the application of this study, sludge resirculation is conducted with five variations which are the optimum dosage of coagulant, the optimum dosage of sludge, sludge dosage at optimum dosageof coagulant, coagulant dosage at optimum dosage of sludge. After all variations conducted, continue with identification of significant independent variables using full factorial method.
The method used is jartest using raw water from Ciliwung River and Sludge from IPAM Cibinong with alum coagulant (Al2(SO4)3). In studies deterimining the optimum coagulant dose varied 10 ppm - 50 ppm. In determining optimum dose of sludge first tested the sludge characteristics to determine the sludge that will be used. Sludge reuse varied from 1%-10% with 1% intervalin500 mL volume of beaker glass. Parameters tested from each variations are turbidity, temperature , pH, KMnO4, Fe, and Total Coliform. Sludge use is sedimentation sludge. The most appropriate combination is the fifth variation with 5% sludge optimum dosage and coagulant optimum dosage 37.5 ppm. Allowance turbidity removal were 97/46% & 97.23%, KMnO4 18.23% & 13.3%, Fe minerals 84% & 85.74%, and total coliform 98.86% with pH 6.69 and temperature 27.5°C.
This result is supported by independent variables identification with full factorial design method which the most significant in removing turbidiy and total coliform in water is interactions between coagulant and sludge and in removing KMnO4 and Fe is coagulant dosage. Sludge reuse cannot reduce coagulant dosage, but able to improve contaminant removal efficiency.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Sandyanto Adityosulindro
"Air merupakan salah satu kebutuhan utama dalam menunjang kehidupan manusia. Kebutuhan terhadap air minum terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktifitasnya. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Kota Depok secara umum dan di wilayah pelayanan Cabang I PDAM Tirta Kahuripan khususnya, maka kebutuhan akan air minum juga akan terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan evaluasi dan optimalisasi kinerja dari instalasi pengolahan air (IPA) Citayam yang mensuplai kebutuhan air minum wilayah pelayanan Cabang I, Kota Depok. Kinerja IPA dapat diketahui melalui evaluasi dengan meninjau kuantitas kebutuhan air, kapasitas pengolahan IPA dan kualitas air baku serta air produksi yang dihasilkan IPA Citayam. Selain itu tentunya dengan mempertimbangkan ketersediaan air baku. Dari hasil evaluasi dapat dilakukan optimalisasi kinerja IPA untuk meningkatkan efektifitas pengolahan dan mengetahui kapasitas optimal yang dapat diolah oleh instalasi. Evaluasi dan optimalisasi dilakukan pada instalasi yang ada di IPA Citayam yaitu Instalasi Kedasih dan Degremont. Metode penelitian yang akan dilakukan adalah observasi lapangan secara langsung di IPA Citayam. Berdasarkan proyeksi kebutuhan air diperkirakan kapasitas desain IPA akan terpakai seluruhnya pada tahun 2013.
Dari hasil evaluasi, diketahui bahwa efektifitas pengolahan instalasi sekitar 40% dan diperlukan perbaikan teknis pada unit intake, koagulasi, flokulasi, filtrasi dan desinfeksi. Untuk kinerja yang lebih optimal diperlukan perbaikan teknis pada beberapa unit pengolahan dan penambahan PAC dan/atau karbon aktif untuk mengantisipasi peningkatan kadar organik di air baku.
Dari hasil optimalisasi kapasitas desain pengolahan (kapasitas produksi), instalasi Kedasih dapat ditingkatkan kapasitasnya sebesar 30% dari 100 lt/dt menjadi 130 lt/dt. Sedangkan instalasi Degremont diperkirakan dapat ditingkatkan sebesar 50% dari 10 lt/dt-paket menjadi 15 lt/dt-paket (60 lt/dt menjadi 90 lt/dt). Maka total peningkatan kapasitas IPA Citayam adalah 37,5% dari 160 lt/dt menjadi 220 lt/dt, sehingga masih dapat memenuhi kebutuhan air sampai tahun 2015.

Water is one of the major needs in human life. Demand of drinking water is rising in line with increasing of population and activities. Along with the increasing number of residents in Depok City in general and in the service of Branch I PDAM Tirta Kahuripan particularly, the need for drinking water will also continue to increase. To meet these needs, evaluation and optimization of the performance of Citayam water treatment plant (WTP) which is supply a drinking water in Branch I service areas, Kota Depok is needed. WTP performance can be known through the evaluation by reviewing the quantity of water required, WTP capacity, and also the raw water quality and water production of WTP Citayam. Other than that, it is also important to consider the availability of raw water.
From the evaluation results, optimizing the performance can be done to improve the effectiveness of the WTP process and find out the optimum capacity that can be processed by the installation. Evaluation and optimization is performed on both existing installations in the WTP Citayam, which is Kedasih and Degremont Installation. The evaluation and optimization method is done by field observation directly on WTP Citayam. Based on the projections of water demand, it is estimated tha WTP design capacity will be used up entirely in 2013. From the results of the evaluation, the effectiveness of processing installations is around 40% and they need some technical improvements in the intake unit, coagulation, flocculation, filtration and disinfection unit.
For a more optimal performance, it needs technical improvements on several processing units and the addition of PAC and / or activated carbon to anticipate an increase in organic content in raw water. From the results of the optimization of the processing capacity (production capacity), Kedasih installation capacity can be increased by 30% from 100 L/s to 130 L/s. While the Degremont installation can be upgraded up to 50% from 10 L/s-package to 15 L/s-package (60 L/sec to 90 L/s). So the total capacity increase of WTP Citayam is 37.5% from 160 L/s to 220 L/s, so it is still able to meet the water needs until 2015."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50639
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Okita Miraningrum Nur Atsari
"Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 limbah akhir dari proses pengolahan air wajib diolah sebelum dibuang IPA Legong di bawah PDAM Tirta Kahuripan selama ini langsung membuang lumpurnya ke badan air Sungai Ciliwung tanpa pengolahan apapun Dalam penelitian ini ada empat alternatif yang dibuat dan pemilihan berdasarkan pertimbangan kebutuhan lahan volume dry cake pengoperasian dan biaya Alternatif yang terpilih adalah alternatif 1 terdiri dari 1 bak ekualisasi 1 gravity thickening 1 sludge conditioning tank 1 belt filter press 1 bak penampung lumpur dan 1 bak supernatan dengan menerapkan resirkulasi air cucian filter dan supernatan menjadi air baku sehingga lumpur yang diolah hanya berasal dari unit sedimentasi Debit lumpur dari instalasi konvensional sebesar 382 87 m3 hari sedangkan debit lumpur dari instalasi heksakoloidal sebesar 191 43 m3 hari Perkiraan kebutuhan lahan yang diperlukan adalah sebesar 420 m2.

Based on Government Regulation Number 16 Year 2005 waste produced from water treatment process must be treated before discharging Legong Water Treatment Plant under PDAM Tirta Kahuripan discharge the sludge directly into stream water Ciliwung without any treatment In this research there are four alternatives sludge treatment made and the choosing done based on land area dry cake volume operational and maintenance and financial criteria The choosen alternative is first alternative consists of 1 equalization tank 1 gravity thickener 1 sludge conditioner tank 1 belt filter press 1 dry cake tank and 1 supernatant tank by applying filter backwash waste recycle into raw water so the sludge that flows into treatment unit only comes from sedimentation unit Sludge generation from conventional installation is 382 87 m3 day and from hexacoloidal installation is 191 43 m3 day Land area needed for sludge treatment approximately is 420 m2
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zalfa Ulayyah Qoriroh Zeilin
"Mikroplastik merupakan emerging contaminant yang semakin banyak diteliti dampak dan persebarannya di lingkungan. Studi terdahulu menyimpulkan bahwa IPAL penting dalam mencegah mikroplastik masuk ke badan air, tetapi masih melepaskannya dalam jumlah besar melalui air dan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas IPAL Domestik RPTRA Dahlia dalam menyisihkan mikroplastik dari greywater. Prosedur penelitian meliputi pengambilan sampel lumpur di 1 titik dan sampel air di 6 titik IPAL, yang kemudian diuji di laboratorium. Hasilnya, IPALD RPTRA Dahlia memiliki efektivitas penyisihan mikroplastik sebesar 92,85%, dengan variasi efisiensi penyisihan per titik sampel. Efisiensi penyisihan kumulatif tertinggi diketahui terdapat pada unit biologis yaitu 81,08% dengan mekanisme penyisihan berupa pengendapan partikel pada unit-unit sebelumnya. Data karakteristik mikroplastik termasuk bentuk, warna, ukuran, dan material. Persentase bentuk dari terbanyak adalah fragmen (59,6%), microbead (29,1%), fiber (5,9%), film (3,9%), dan foam (1,6%). Warna mikroplastik dominan adalah hitam (33,5%), biru (27,5%), merah (23,9%), dan kuning (6,9%), dengan sebagian kecil hijau (4,2%), dan putih-bening (4,0%). Ukuran partikel bervariasi: fragmen (12 μm - 1,425 mm), microbead (6-75 μm), fiber (112 μm - 4,737 mm), film (37 μm - 1,518 mm), dan foam (63 μm - 1,053 mm). Material mikroplastik yang teridentifikasi di antaranya: PVFM, PVB, PVC, Polyester Film, FEP, PEI, PC/PBT.

Microplastics are one of emerging contaminants that are increasingly being studied for their impact and distribution in the environment. Previous studies have concluded that WWTPs are important in preventing microplastics from entering water bodies, but still release them in large quantities through water and soil. This study aims to assess the effectiveness of the RPTRA Dahlia Domestic WWTP in removing microplastics from graywater. The research procedure included sampling of sludge at 1 point and water at 6 points of the WWTP, which were then tested in the laboratory. As a result, the RPTRA Dahlia WWTP has a microplastic removal effectiveness of 92.85%, with variations in removal efficiency per sample point. The highest cumulative removal efficiency is known to be found in the biological unit at 81.08% with a removal mechanism in the form of particle deposition in the previous units. Data on microplastic includes shape, color, size, and material. The highest percentage of shapes were fragments (59,6%), microbeads (29,1%), fiber (5,9%), film (3,9%), and foam (1,6%). The dominant microplastic colors were black (33,5%), blue (27,5%), red (23,9%), dan yellow (6,9%), dengan sebagian kecil green (4,2%), dan white-transparent (4,0%). Particle sizes varied: fragments (12 μm - 1.425 mm), microbeads (6-75 μm), fiber (112 μm - 4.737 mm), film (37 μm - 1.518 mm), and foam (63 μm - 1.053 mm). The microplastic materials identified include PVFM, PVB, PVC, Polyester Film, FEP, PEI, PC/PBT."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurannisa Shaleha
"Kebutuhan air minum di Kota Depok yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang juga semakin meningkat setiap tahunnya. Dalam memenuhi kebutuhan air minum dibutuhkan pengolahan air minum yang bekerja dengan baik serta pengembangan pengolahan air minum itu sendiri. Dalam pengembangan ini memerlukan evaluasi dan pengoptimalan kinerja dari Instalasi Pengolahan Air IPA di Kota Depok, salah satu yang perlu ditinjau adalah IPA Legong yang melayani kebutuhan air minum wilayah Kota Depok bagian Timur.
Evaluasi dilakukan dengan meninjau kualitas dan kuantitas air baku dan air produksi serta kapasitas pengolahan IPA yang digunakan. Langkah pertama yang dilakukan yaitu pengumpulan data primer dan sekunder, observasi lapangan, wawancara, dan diskusi dengan pengelola IPA Legong sistem Kedasih. Kemudian, tahap evaluasi kinerja unit pengolahan dengan menghitung dimensi setiap unit berdasarkan parameter kriteria desain yang tersedia dan membandingkannya. Tahap pengoptimalan kapasitas berdasarkan hasil evaluasi kinerja dengan memberikan solusi alternatif permasalahan.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa IPA Legong sistem Kedasih dapat meningkatkan kapasitas pengolahan sebesar 40 dari 300 l/dt menjadi 420 l/dt. Selain itu, hasil analisis penyisihan kualitas air juga menyimpulkan dair beberapa parameter yang diuji masih memenuhi syarat dalam Permenkes 429/2010 serta unit pengolahan IPA Legong masih bekerja dengan baik dan belum terdapat kendala akan melampaui syarat kualitas air minum.

The increasing demand for drinking water in Depok City is growing as the population grows every year. In meeting the needs of drinking water water treatment is required to work well and the development of drinking water itself. In this development and Performance optimization of Water Treatment Plant WTP in Depok City, one of the things to be considered is Legong WTP that serves the drinking water needs of East Depok City.
The evaluation is done by measuring the quality and quantity of air and air production and processing capacity of WTP. The first step is to dig primary and secondary data, interviews and discussions with Legong WTP Kedasih system manager. Then, the evaluation stage of the performance of the processing unit by calculating the unit of each parameter based on the available design parameters and compare them. Stage of capacity based optimization based on results with alternative solutions.
The results showed that Legong WTP system can increase processing capacity by 40 from 300 l dt to 420 l dt. In addition, the results of air quality allowance analysis also influenced some parameters that are still needed in Permenkes 429 2010 and Legong WTP processing unit still work well and no one will meet the drinking water quality requirements.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Fitria Utami
"Penelitian ini membahas mengenai penggunaan koagulan pendukung yang berasal dari pemulihan lumpur IPAM Legong. Pemulihan koagulan dilakukan dengan metode asidifikasi menggunakan asam sulfat hingga mencapai rentang pH 0,5 sampai 2,5. Efisiensi pemulihan aluminum dengan pH asidifikasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 berturut-turut adalah 46,7, 37, 28, 16, dan 12,7, sedangkan kinerja penurunan kekeruhan air baku oleh kelima koagulan berturut-turut adalah 92,36, 92,25, 92,20, 91,97, dan 91,82.
Hal ini menunjukkan bahwa koagulan hasil pemulihan lumpur IPAM dapat digunakan sebagai koagulan pendukung dalam proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi di IPAM. pH 2,5 dipilih sebagai pH optimum untuk asidifikasi karena kebutuhan asam sulfat untuk asidifikasi paling rendah namun kinerja penurunan kekeruhannya mencapai 91,82. Koagulasi dengan campuran koagulan PAC murni 10 ppm dan koagulan pemulihan 30 ppm mampu menurunkan kekeruhan air baku sebesar 95,74. Penggunaan skenario kaogulasi tersebut mampu mengurangi 50 penggunaan PAC murni sehingga IPAM Legong dapat menghemat biaya sebesar 581,4 juta rupiah per tahun.

This study discusses the use of a support coagulant that is produced from water treatment plant WTP sludge recovery. Recovery of coagulant uses acidification method with sulphuric acid until sludge pH drops under 2,5. Variation of pH, that is used as independent variable, are 2.5, 2.0, 1.5, 1.0, and 0.5. Aluminum recovery percentage of those variation pH are 46,7, 37, 28, 16, and 12,7 respectively. Meanwhile the efficiency of turbidity removal are 92,36, 92,25, 92,20, 91,97, and 91,82 respectively.
This result shows that that the WTP sludge recovery coagulant can be used as a supporting coagulant in the coagulation flocculation sedimentation process in WTP. pH 2.5 is chosen as the optimum pH for acidification because the sulfuric acid requirement for acidification was lowest but its turbidity removal performance reached 91.82. Coagulation with a mixture of 10 ppm pure PAC and 30 ppm recovery coagulant can reduce 95,74 of raw water turbidity. The use of this scenario can reduce 50 of the use of pure PAC so that WTP can save costs of 581.4 million rupiah per year.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>