Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95714 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hafiyya Izzah Aini
"Beton adalah material utama dalam industri konstruksi untuk struktur yang memerlukan daya dukung tinggi, namun kualitasnya dapat terpengaruh oleh lingkungan, terutama salinitas air laut yang dapat menyebabkan kerusakan melalui reaksi kimia dan fisika. Penelitian ini mengevaluasi pengaruh salinitas terhadap kekuatan beton yang menggunakan semen tipe PCC, yang memiliki emisi CO2 sebesar 32% lebih rendah dibandingkan OPC, dengan target mutu beton 41.4 MPa. Uji dilakukan untuk mengukur kuat tekan, kuat tarik, dan permeabilitas beton pada umur 7, 28, dan 42 hari dengan berbagai tingkat salinitas dan durasi curing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salinitas tidak secara signifikan mempengaruhi kuat tekan beton, namun ada perbedaan dalam kekuatan tarik dan permeabilitas tergantung pada kondisi salinitas. Beton PCC terbukti efektif pada salinitas rendah tetapi tidak cocok untuk paparan langsung oleh air laut dalam jangka panjang. Temuan ini menunjukkan bahwa PCC merupakan alternatif ramah lingkungan dengan kinerja yang memadai untuk aplikasi konstruksi di daerah rawan salinitas, namun memerlukan perhatian khusus untuk kondisi paparan air laut secara langsung.

Concrete is a primary material in the construction industry for structures requiring high load-bearing capacity, but its quality can be affected by environmental factors, particularly the salinity of seawater, which can cause damage through chemical and physical reactions. This study evaluates the impact of salinity on the strength of concrete using Portland Composite Cement (PCC), which has 32% lower CO2 emissions compared to Ordinary Portland Cement (OPC), with a target strength of 41.4 MPa. Tests were conducted to measure compressive strength, tensile strength, and permeability of the concrete at 7, 28, and 42 days of age under various salinity levels and curing durations. The results show that salinity does not significantly affect the compressive strength of the concrete, though there are differences in tensile strength and permeability depending on salinity conditions. PCC concrete is found to be effective in low salinity environments but is not suitable for direct exposure to seawater over the long term. These findings suggest that PCC is an environmentally friendly alternative with adequate performance for construction applications in saline-prone areas, but requires special consideration for direct seawater exposure"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putra Mahendra Kusuma Aji
"Penelitian material beton ini bertujuan untuk mengetahui dampak perendaman garam pada beton fc' 41,4 MPa dengan menggunakan semen hidrolik tipe HE (High-Early). Penyelidikan dilakukan dengan dua metode curing dengan bantuan empat (4) kolam salin dengan tingkat salinitas berbeda berkisar antara 0,1-3,5 ppt. Faktor cacat Fisik: cacat kualitas permukaan yang semakin parah karena paparan salinitas yang lebih tinggi menghasilkan permukaan yang lebih gelap, lembap, dan kasar – dengan warna putih yang lebih sedikit. Kekuatan Tekan: 7 hingga 28 hari menunjukkan peningkatan kekuatan secara keseluruhan, namun efek salinitas baru dapat diamati setelah 28 hari. Sampel yang diuji diturunkan untuk kelompok IV dari 9,23% menjadi 12,89%, masing-masing pada 28 hari dan 42 hari. Kuat tarik: Beton dengan semen jenis HE menunjukkan kuat tarik yang lebih tinggi dibandingkan PCC dan OPC, yaitu antara 2,41-3,11 MPa. Permeabilitas: Cenderung menurun dengan meningkatnya salinitas, kriteria beton kedap air menunjukkan HE berada dalam batas 50 mm; rata-rata antara 22,67-45,52 mm. Uji Kecepatan Denyut Ultrasonik (UPV): Metode pengawetan B memiliki kecepatan denyut yang sedikit lebih tinggi di semua kelompok, dengan penurunan yang lebih signifikan pada Kelompok IV. Hubungan antara DIC yang tinggi terhadap permeabilitas dapat ditemukan, namun tidak untuk UPV terhadap tingkat salinitas. DIC: Mampu mengidentifikasi strain mayor dan strain minor; serta tegangan vs regangan yang digambarkan dengan keandalan data yang tinggi. Penelitian lebih lanjut mungkin mempertimbangkan lingkungan dalam ruangan yang terkendali, meningkatkan jumlah sampel yang diuji, dan memperpanjang durasi pengawetan dapat direkomendasikan untuk penelitian lebih lanjut.

The research on concrete material intends to investigate the impacts of saline immersion of fc’ 41.4 MPa concrete using hydraulic cement type HE (High-Early). The investigation carried out two curing methods with the aid of four (4) saline pools with different salinity levels ranging from 0.1-3.5 ppt. Physical Defects: increasingly severe surface quality defects due to higher levels of salinity exposure producing darker, damper, and rougher surfaces – with less white efflorescence. Compressive Strength: 7 to 28 days showed an overall increase in strength, but effects of salinity could only be observed after 28 days. The samples tested lowered for pool IV from 9.23% to 12.89%, at 28 days and 42 days respectively.  Tensile strength: Concrete with cement type HE showed higher tensile strength compared to both PCC and OPC, between 2.413.11 MPa. Permeability: Tends to decrease as salinity increases, criteria for watertight concrete showed HE was well within 50 mm limit; averaging between 22.67-45.52 mm.  Ultrasonic Pulse Velocity (UPV) Test: Curing method B had all pools marginally higher pulse speeds, with a more significant reduction in Pool IV. A relationship between high DIC to permeability can be found, but not for UPV to salinity levels.  DIC: Were able to identify strain major and strain minor; as well as stress vs strain that were graphed with high reliability of data. Further research may consider controlled indoor environments, increasing the number of samples tested, and extended curing durations could be recommended for further research. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasson Alexander Tanko
"Penelitian ini menyelidiki dampak salinitas pada Beton Semen Komposit Portland. Dengan menggunakan empat kolam dengan tingkat salinitas yang bervariasi (0,2-3,5%) dan dua metode curing, penelitian ini mengeksplorasi perubahan sifat beton. Temuan utama meliputi: - Degradasi permukaan pada beton yang terpapar air laut. - Kekuatan tekan bervariasi dengan salinitas; lebih tinggi di kolam dengan salinitas 0,2-0,7%, lebih rendah di kolam dengan salinitas 3,0-3,5% dibandingkan kolam air tawar. - Kekuatan tarik awalnya lebih tinggi dalam kondisi salin tetapi menurun seiring waktu. - Permeabilitas menurun di lingkungan salin karena kristalisasi dalam pori-pori. - Tes Kecepatan Pulsa Ultrasonik menunjukkan struktur internal yang lebih solid pada sampel yang direndam secara periodik. Hasil-hasil ini memberikan wawasan tentang daya tahan beton dalam kondisi salin, menyoroti interaksi yang rumit antara salinitas, metode curing, dan sifat-sifat beton.

This research investigates the impact of salinity on Portland Composite Cement Concrete. Using four pools with varying salinity levels (0.2-3.5%) and two curing methods, it explores changes in concrete properties. Key findings include: - Surface degradation in seawater-exposed concrete. - Compressive strength varies with salinity; higher in pools with 0.2-0.7% salinity, lower in 3.0-3.5% salinity compared to the freshwater pool. - Tensile strength initially higher in saline conditions but decreases over time. - Permeability decreases in saline environments due to crystallization in pores. - Ultrasonic Pulse Velocity tests show a more solid internal structure in periodically submerged samples. These results offer insights into concrete's durability in saline conditions, highlighting the nuanced interplay between salinity, curing methods, and concrete properties."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Rahmadhanti
"Cangkang kelapa sawit merupakan limbah hasil sektor pertanian yang memiliki potensi produksi yang tinggi namun belum dimanfaatkan secara maksimal di Indonesia. Penggunaan cangkang kelapa sawit sebagai pengganti agregat kasar pada beton telah banyak dilakukan. Dengan berat isi yang cukup ringan, cangkang kelapa sawit dapat menghasilkan beton ringan dengan berat jenis ±1900 kg/m3. Portland Composite Cemen (PCC) merupakan semen umum yang digunakan dipasaran. Semen ini memiliki butiran yang lebih halus sehingga menghasilkan panas hidrasi yang lebih rendah. Pada penelitian ini akan dilakukan studi eksperimen pada balok yang menggunakan cangkang kelapa sawit dari berbagai campuran jenis dan semen PCC sebagai pengikatnya. Pengujian yang dilakukan adalah uji kerakteristik beton (uji kuat tekan, kuat tarik belah, kuat lentur, permeabilitas, dan susut) serta pengujian pembebanan terhadap balok berukuran 300 x 15 x 25 cm3 menggunakan four-point loading serta pengamatan dengan metode Digital Image Correlation (DIC). Analisis yang dilakukan meliputi respon struktur balok akibat pembebanan, pola retak yang dihasilkan, serta bukaan retak yang terjadi selama proses pembebanan dilakukan. Hasil eksperimen menunjukkan karakteristik beton yang kurang memuaskan dimana hanya diperoleh kuat tekan sebesar 12,41 MPa. Balok beton bertulang cangkang kelapa sawit pada penelitian ini mampu menerima beban hingga 7000 kg. Pola retak yang terbentuk sudah sesuai dengan pembebanan yang dilakukan dan evolusi dari pembukaan retak yang diamati dapat terlihat dengan baik menggunakan metode DIC. Bukaan retak yang dihasilkan berkisar antara 100-300 μm. Meskipun menghasilkan respon struktur yang cukup baik, balok beton bertulang cangkang kelapa sawit tidak dapat dijadikan sebagai komponen struktural karena kecilnya kuat tekan yang dihasilkan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan penggunaan cangkang kelapa sawit sebagai pengganti agregat kasar dalam campuran beton untuk komponen non-struktural.

Oil palm shells are agricultural waste with high production potential that has not been fully utilized in Indonesia. The use of oil palm shells as a replacement for coarse aggregates in concrete has been widely explored. With its relatively low density, oil palm shells can produce lightweight concrete with a density of approximately 1900 kg/m3. Portland Composite Cement (PCC) is a commonly used cement in the market. It has finer particles, resulting in lower hydration heat. This study aims to conduct experimental studies on beams using oil palm shells in various mixtures and PCC as the binder. The testing includes characterization of the concrete (compressive strength, splitting tensile strength, flexural strength, permeability, and shrinkage), as well as load testing on 300 x 15 x 25 cm3 beams using four-point loading and observation using Digital Image Correlation (DIC) method. The analysis includes studying the structural response of the beams under loading, crack patterns, and crack opening during the loading process. The experimental results indicate unsatisfactory characteristics of the concrete, as only a compressive strength of 12.41 MPa was obtained. The reinforced concrete beams with oil palm shells in this study can sustain loads up to 7000 kg. The crack patterns formed are consistent with the applied loading, and the evolution of crack opening can be well observed using the DIC method. The crack openings range from 100 to 300 μm. Although the beams exhibit satisfactory structural response, they cannot be used as structural components due to their low compressive strength. Further research is needed regarding the use of palm kernel shells as a substitute for coarse aggregate in concrete mixtures for non-structural components."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Yuris K.
"Industri konstruksi di Indonesia saat ini terus berkembang, sehingga konsumsi akan material pun kian bertambah. Salah satu material yang sangat banyak digunakan dan terus bertambah permintaannya pada konstruksi adalah semen, khususnya semen tipe 1 (Ordinary Portland Cement). Padahal dari tahun ke tahunnya produksi klinker, yaitu campuran utama pembuat semen, semakin menurun seiring bahan baku yang berkurang. Permasalahan ini coba dipecahkan oleh produsen semen dengan membuat berbagai semen dengan campuran bahan-bahan baru, seperti semen pozzolan, semen dengan silica fume, semen komposit dan lainnya.
Portland Composite Cement (PCC) salah satu dari semen tadi merupakan produk yang saat ini telah beredar dan banyak digunakan. PCC dianggap memiliki karakter yang mirip, bahkan lebih baik dibandingkan dengan OPC. Akan tetapi, pada penggunaanya mix design untuk PCC masih sama dengan OPC. Selain itu, belum diketahui pasti karakteristik beton yang dihasilkan dengan menggunakan PCC.
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui salah satu karakteristik beton dengan semen PCC yaitu kuat lentur (modulus of rupture) dan susut, dimana mix design yang digunakan tetap menggunakan aturan ACI yang berlaku bagi beton dengan OPC. Jika benar PCC mempunyai kualitas yang lebih baik dibanding OPC, seharusnya kuat lentur (modulus of rupture) juga lebih baik. Kekuatan lentur atau tarik beton akan dipengaruhi oleh perubahan volume, yang dapat mengakibatkan retak. Penggunaan material tambahan seperti fly ash, pozolan dan lainnya, akan mempengaruhi terhadap perubahan susut beton, dimana penggunaan fly ash seharusnya akan mengurangi penyusutan.
Dari penelitian ini didapatkan bahwa kuat lentur beton PCC mengalami kenaikan yang lebih lambat dibanding beton OPC, trend yang dihasilkan berupa grafik logaritma yang setelah lewat 28 hari lambat laun menjadi asimtotis. Nilai kuat lentur beton PCC pada umur 28 hari dan setelahnya, lebih tinggi dibanding beton normal. Penggunaan PCC tidak terlalu berpengaruhi terhadap nilai susut beton dibanding beton normal.

Indonesia construction industry growing fast, that is why the needs for construction material keep growing. One of them is cement that used a lot for many construction applications and its demand increase from time to time, especially for Ordinary Portland Cement (OPC). On the other side, clinker productivity had been decreasing every year. To solve this problem, cement producer making many variation of composite cement, such as, pozzolan cement, cement with silica fume, PCC, etc.
Portland Composite Cement (PCC) is one of the product that used by many people and project. PCC have similar characteristic and even better quality than OPC. Even PCC used the same way with OPC, but the true characteristic of PCC not known yet.
This research has objective to study flexural strength and shrinkage of concrete using PCC. If PCC has better quality, its flexural strength should be better than OPC. Flexural strength influenced by volume alteration that cause concrete crack. Fly ash in PCC has property that influencing concrete volume alteration. Fly ash should be able to reduce concrete shrinkage.
The research shows that PCC concrete flexural strength increasing slower than OPC concrete. The graph of PCC concrete flexural strength increasing on logarithmic equation those after 28 days by degrees become asymptotic. The PCC concrete flexural strength after 28 days is higher than OPC concrete. Using PCC in concrete does not give significant effect for the concrete shrinkages."
2008
S35323
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Yuris K.
"Industri konstruksi di Indonesia saat ini terus berkembang, sehingga konsumsi akan material pun kian bertambah. Salah satu material yang sangat banyak digunakan dan terus bertambah permintaannya pada konstruksi adalah semen, khususnya semen tipe 1 (Ordinary Portland Cement). Padahal dari tahun ke tahunnya produksi klinker, yaitu campuran utama pembuat semen, semakin menurun seiring bahan baku yang berkurang. Permasalahan ini coba dipecahkan oleh produsen semen dengan membuat berbagai semen dengan campuran bahan-bahan baru, seperti semen pozzolan, semen dengan silica fume, semen komposit dan lainnya. Portland Composite Cement (PCC) salah satu dari semen tadi merupakan produk yang saat ini telah beredar dan banyak digunakan. PCC dianggap memiliki karakter yang mirip, bahkan lebih baik dibandingkan dengan OPC. Akan tetapi, pada penggunaanya mix design untuk PCC masih sama dengan OPC. Selain itu, belum diketahui pasti karakteristik beton yang dihasilkan dengan menggunakan PCC.
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui salah satu karakteristik beton dengan semen PCC yaitu kuat lentur (modulus of rupture) dan susut, dimana mix design yang digunakan tetap menggunakan aturan ACI yang berlaku bagi beton dengan OPC. Jika benar PCC mempunyai kualitas yang lebih baik dibanding OPC, seharusnya kuat lentur (modulus of rupture) juga lebih baik. Kekuatan lentur atau tarik beton akan dipengaruhi oleh perubahan volume, yang dapat mengakibatkan retak. Penggunaan material tambahan seperti fly ash, pozolan dan lainnya, akan mempengaruhi terhadap perubahan susut beton, dimana penggunaan fly ash seharusnya akan mengurangi penyusutan. Dari penelitian ini didapatkan bahwa kuat lentur beton PCC mengalami kenaikan yang lebih lambat dibanding beton OPC, trend yang dihasilkan berupa grafik logaritma yang setelah lewat 28 hari lambat laun menjadi asimtotis. Nilai kuat lentur beton PCC pada umur 28 hari dan setelahnya, lebih tinggi dibanding beton normal. Penggunaan PCC tidak terlalu berpengaruhi terhadap nilai susut beton dibanding beton normal.

Indonesia construction industry growing fast, that is why the needs for construction material keep growing. One of them is cement that used a lot for many construction applications and its demand increase from time to time, especially for Ordinary Portland Cement (OPC). On the other side, clinker productivity had been decreasing every year. To solve this problem, cement producer making many variation of composite cement, such as, pozzolan cement, cement with silica fume, PCC, etc. Portland Composite Cement (PCC) is one of the product that used by many people and project. PCC have similar characteristic and even better quality than OPC. Even PCC used the same way with OPC, but the true characteristic of PCC not known yet.
This research has objective to study flexural strength and shrinkage of concrete using PCC. If PCC has better quality, its flexural strength should be better than OPC. Flexural strength influenced by volume alteration that cause concrete crack. Fly ash in PCC has property that influencing concrete volume alteration. Fly ash should be able to reduce concrete shrinkage. The research shows that PCC concrete flexural strength increasing slower than OPC concrete. The graph of PCC concrete flexural strength increasing on logarithmic equation those after 28 days by degrees become asymptotic. The PCC concrete flexural strength after 28 days is higher than OPC concrete. Using PCC in concrete does not give significant effect for the concrete shrinkages.
"
2008
R.01.08.47 Yur k
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Liany Kartika
"Semakin berkembangnya dunia pembangunan, maka kebutuhan infrastruktur akan semakin meningkat. Perkembangan ini mempengaruhi secara langsung terhadap perkembangan semen di Indonesia. Semakin meningkatnya kualitas semen akhir-akhir ini dilatarbelakangi meningkatnya dalam hal perkonstruksian yaitu dalam pelaksanaan kecepatan pelaksanaan, jaminan mutu, kebutuhan standarisasi, mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan konstruksi, mengurangi kemungkinan adanya bahan terbuang sehingga secara tidak langsung menunjang program kelestarian lingkungan, serta alasan ekonomi dan teknik lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut maka diadakan penelitian yang berhubungan dengan semen yang sekarang ini beredar di pasaran yaitu PCC (Portland Composite Cement). Penelitian diawali dengan menentukan kekuatan beton yang akan dipakai yakni fc = 30 MPa. Kemudian dilanjutkan dengan menguji agregat yang akan digunakan (pasir dan split). Dilakukan Trial Mix dan uji pada umur tertentu saja (7, 14, dan 21 hari) kemudian dikoreksi dengan faktor konversi, sehingga kekuatan beton mencapai 30 MPa. Jika sudah memenuhi target strength maka dilakukan pembuatan 265 benda uji silinder dalam beberapa tahap untuk umur beton dari 1 hari sampai 56 hari. Penelitian dengan metode uji tekan dan uji belah dengan waktu umur beton yang berbeda selama 56 hari. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah dapat menentukan perkembangan kuat tekan berupa umur konversi sampai beton umur 56 hari. Serta menentukan korelasi dari kekuatan tekan beton ke kekuatan tarik beton yang nilainya berkisar 9% - 15% dari kekuatan tekannya. Analisis dilakukan dengan metode statistik (Chi-Square dan Uji T). Kedua uji ini memiliki nilai batas atas dan nilai batas bawah yang dipakai untuk umur 3, 7, 14, 21, 28, dan 56 hari. Sisa hari lainnya dipilih sesuai dengan nilai yang mendekati garis trendline yang sudah dibatasi. Dengan pemilihan nilai-nilai ini dapat dibuat persamaan logaritmik yang dapat memenuhi faktor konversi beton untuk umur tertentu. Dapat mententukan faktor konversi kekuatan beton untuk umur tertentu dan mengetahui korelasi antara kuat tekan dan kuat tarik beton."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S35165
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Kartika
"By expanding science and technology, hence in concrete technology also experiencing of many change effect of finding of new materials like addition of fly ash, silica fume as admixture mineral, addition of organic fibre to improve the tensile strength, etcetera, addressed all to obtain the nature of special behavior according to target its use, despitefully environmental factor become one of the aspect which must be paid attention. To reach this, cement industry innovate to utilize to get cement product able to support concrete have high performance with process of friendly environment. 'Blended Cement' representing one of the solution, where with process of certain can support concrete have high performance and effectively lessen CO2 emission into the air. And in this time which used by many in marketing is this type cement that is Portland Composite Cement ( PCC). At this research, the characteristic of compressive strength of concrete is analysed by using PCC ( Portland Composite Cement) with base on the target strength K-368 ( fc' 30 MPa). The mix desain method is ACI method. From this research we got the target strength after day-17, and trend of the curve over 28 day is going up and by degrees become asimtotis. The compressive strength value of PCC compared to normal concrete is higher. Compressive strength conversion from object test cube to cylinder at this PCC concrete is about 0.88.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dalam teknologi beton juga banyak mengalami perubahan akibat ditemukannya bahan-bahan pembentuk baru seperti penambahan fly ash dan silica fume sebagai mineral admixture, penambahan serat organik untuk mempertinggi kekuatan tarik, dan sebagainya, yang semuanya ditujukan untuk memperoleh sifat-sifat khusus sesuai tujuan penggunaannya, disamping itu faktor lingkungan menjadi salah satu aspek yang harus diperhatikan. Untuk mencapai ini, industri semen melakukan inovasi guna mendapatkan produk semen yang dapat mendukung beton berkinerja tinggi dengan proses pembuatan yang ramah lingkungan. 'Blended Cement' merupakan salah satu solusi, dimana dengan proses pembuatan tertentu dapat mendukung beton berkinerja tinggi dan secara efektif mengurangi emisi CO2 ke udara. Dan saat ini yang banyak digunakan di pasaran adalah semen tipe ini yaitu Portland Composite Cement (PCC). Pada penelitian ini dianalisa karakteristik kuat tekan beton dengan menggunakan semen tipe PCC (Portland Composite Cement) dengan berdasarkan kuat tekan rencana K-368 (fc' 30 MPa). Metode mix desain yang digunakan adalah metode ACI. Dari penelitian ini didapatkan bahwa kuat tekan rencana beton dicapai setelah hari-17, dan trend yang dihasilkan setelah lewat 28 hari adalah naik dan lambat laun menjadi asimtotis. Nilai kuat tekan beton PCC lebih tinggi dibanding beton normal. Konversi kuat tekan dari benda uji kubus ke silinder pada beton PCC ini adalah sekitar 0.88."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S35249
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramudia Widaryanto
"Portland Composite Cement (PCC) merupakan campuran clinker dan bahan mineral tambahan seperti fly ash, pozzolan, dll. Produksi semen PCC yang lebih sedikit mengandung clinker ini dapat mengurangi ketergantungan terhadap clinker yang produksinya semakin berkurang. Seiring beredarnya semen PCC di pasaran, beton dengan semen PCC perlu diuji kekuatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai-nilai kuat tekan, kuat tarik belah, dan kuat lentur beton menggunakan semen PCC. Beton didesain dengan menggunakan faktor air semen 0,3; 0,35; 0,45; 0,55; 0,65; 0,75; dan 0,8. Pengujian dilakukan pada umur 7, 14 dan 28 hari.
Hasil pengujian diolah dengan metode rata-rata dan metode chisquare. Hasil pengolahan data menunjukkan metode chi-square menghasilkan data yang lebih akurat dengan jumlah error yang lebih sedikit. Grafik yang dihasilkan menunjukkan hubungan antara kuat tekan, kuat tarik belah dan kuat lentur dengan umur adalah berbanding lurus. Sedangkan hubungan antara kuat tekan, kuat tarik belah dan kuat lentur dengan FAS adalah berbanding terbalik. Dengan membandingkan kuat tekan, kuat tarik belah dan kuat lentur didapatkan hubungan kuat tekan dan kuat lentur adalah fr = 0,623 _ fc?, hubungan kuat tekan dan kuat tarik belah adalah ft = 0,656 _ fc?, dan hubungan kuat tarik belah dan kuat lentur adalah fr = 0,948 _ ft.

Portland Composite Cement (PCC) is a mixture of clinker and mineral additions such as fly ash, pozzolan, etc.. PCC's production which contain fewer clinker, can reduce the dependence on clinker, whose the production has decreased. Along the spread of PCC in the market, concrete using PCC need to be tested. This study aimed to obtain the values of compressive strength, splitting tensile, and flexural strength of concrete using PCC. Concrete is designed with water cement ratio 0,3; 0,35; 0,45; 0,55; 0,65; 0,75; dan 0,8. Tests are performed at the age of 7, 14 and 28 days.
The test results are processed by average method and chi-square method. Data processing results show chi-square method produces more accurate data with a smaller number of errors. The resulting graphs show the relationship between compressive strength, splitting tensile and flexural strength is directly proportional to the age. While the relationship between compressive strength, splitting tensile and flexural strength is inversely proportional to the water cement ratio. By comparing the compressive strength, splitting tensile and flexural strength, we can also obtain the relationship between compressive and flexural strength is fr = 0,623 _ fc?, the relationship between compressive and splitting tensile strength is ft = 0,656 _ fc?, and the relationship between splitting tensile and flexural strength is fr = 0,948 _ ft.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50641
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizal Darmawan
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permeabilitas, kuat lentur (fr), cepat rambat gelombang (v), serta perkembangan cepat rambat gelombang pada sampel roller compacted concrete (RCC), beton konvensional dengan portland slag cement (PSC), dan beton konvensional dengan portland composite cement (PCC). Penelitian ini dilakukan menggunakan metode observasi laboratorium meliputi pengujian permeabilitas untuk menentukan ketahanan beton terhadap penetrasi air, pengujian kuat lentur untuk menentukan ketahanan beton terhadap gaya lentur, serta pengujian cepat rambat gelombang dengan metode non-destruktif yaitu pengujian ultrasonic velocity pulse (UPV). Hasil penelitian didapatkan koefisien permeabilitas beton RCC sebesar 27.865×10-6 cm/s; koefisien permeabilitas beton konvensional PSC sebesar 1.037×10-6 cm/s; dan koefisien permeabilitas beton konvensional PCC sebesar 9.739×10-6 cm/s menunjukkan bahwa semakin rendah permeabilitas beton, maka semakin baik kemampuannya dalam menahan tekanan air. Hasil penelitian didapatkan kuat lentur beton RCC dengan target fc’ 15 MPa sebesar 0.70 MPa; kuat lentur beton konvensional PSC dengan target fc’ 30 MPa sebesar 4.17 MPa; dan kuat lentur beton konvensional PCC dengan target fc’ 30 MPa sebesar 4.02 MPa menunjukkan bahwa kuat lentur meningkat seiring dengan peningkatan mutu beton. Hasil penelitian beton umur 28 hari didapatkan cepat rambat gelombang beton RCC sebesar 3365.67 m/s; cepat rambat gelombang beton konvensional PSC sebesar 4627.48 m/s; dan cepat rambat gelombang beton konvensional PCC sebesar 4702.41 m/s menunjukkan bahwa semakin tinggi cepat rambat gelombangnya maka menyatakan bahwa beton semakin padat dan semakin sedikit porositas beton. Dalam penelitian ini ditemukan adanya korelasi antara kuat lentur dan kecepatan rambat gelombang dengan persamaan empiris pada beton RCC yaitu fr = 0.0002v; persamaan empiris pada beton konvensional dengan PSC yaitu fr = 0.0009v; dan persamaan empiris pada beton konvensional dengan PCC yaitu fr = 0.0009v.

This research aims to analyse the permeability, flexural strength (fr), ultrasonic pulse velocity (v) and ultrasonic pulse velocity evolution of roller compacted concrete (RCC), conventional Portland Slag Cement (PSC) and onventional Portland Composite Cement (PCC) samples. This research was carried out using laboratory observation methods, including permeability testing to determine the resistance of concrete to water penetration, flexural strength testing to determine the resistance of concrete to bending forces, and ultrasonic pulse velocity testing using a non-destructive method, namely ultrasonic pulse velocity (UPV) testing. The results showed that the permeability coefficient of RCC concrete was 27.865×10-6 cm/s, the permeability coefficient of conventional PCC concrete was 1.037×10-6 cm/s, and the permeability coefficient of conventional PCC concrete was 9.739×10-6 cm/s, indicating that the lower the permeability of concrete, the better its ability to resist water pressure. The results obtained flexural strength of RCC concrete with target fc' 15 MPa of 0.70 MPa; flexural strength of PSC conventional concrete with target fc' 30 MPa of 4.17 MPa; and flexural strength of PCC conventional concrete with target fc' 30 MPa of 4.02 MPa show that flexural strength increases with increasing concrete quality. The results of 28-day-old concrete research obtained ultrasonic pulse velocity of RCC concrete of 3365.67 m/s; ultrasonic pulse velocity of PSC conventional concrete of 4627.48 m/s; and ultrasonic pulse velocity of PCC conventional concrete of 4702.41 m/s show that the higher the wave propagation speed, it states that the denser the concrete and the less porosity of concrete. In this study it was found that there is a correlation between flexural strength and ultrasonic pulse velocity with the empirical equation for RCC concrete, fr = 0.0002v; the empirical equation for conventional concrete with PSC, fr = 0.0009v; and the empirical equation for conventional concrete with PCC, fr = 0.0009v."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>