Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163638 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Clarissa Stellavania
"Mengikuti perkembangan industri kendaraan listrik di Indonesia, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) telah menyediakan 52 unit bus listrik untuk beroperasi dengan suplai listrik yang disediakan oleh PLN seluruhnya. Sayangnya, 86,95% dari total produksi listrik di Indonesia pada tahun 2020 berasal dari bahan bakar fosil. Untuk mengatasi permasalahan emisi gas rumah kaca dan cadangan energi fosil yang menipis, Kementerian ESDM mencanangkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menargetkan pencapaian EBT sebesar 23% pada tahun 2025. Sayangnya, pemenuhan target tersebut masih cukup jauh dengan pemanfaatan energi surya sebagai PLTS di Indonesia masih sangat kecil, yaitu sekitar 0,2 GW dari potensi yang mencapai lebih dari 200 GW. Implementasi yang minim ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kebutuhan lahan dan kebutuhan modal. Salah satu solusi terhadap permasalahan ini adalah pemasangan PLTS pada kendaraan listrik. Hasil analisis teknis didukung oleh hasil perhitungan ekonomi dan analisis risiko dengan metode Monte Carlo menunjukkan bahwa pemasangan PLTS pada bus listrik Transjakarta dengan modul monocrystalline layak untuk dilaksanakan. Kelayakan investasi menghasilkan Net Present Value sebesar Rp54.777.292, Internal Rate of Return sebesar 13,02%, Payback Period sebesar 6,41 tahun, dan Profitability Index sebesar 1,47 untuk menghasilkan daya 12,275 MWh/tahun dengan derajat keyakinan parameter NPV, IRR, PBP, dan PI > 50%.

As Indonesia's electric vehicle market grew, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) provided 52 electric bus units that run solely on PLN power. However, fossil fuels contributed to 86.95% of Indonesia's entire electricity output in 2020. In fact, 2.3% of the world's total greenhouse gas emissions came from Indonesia, where 1.24 gigatons of carbon dioxide were emitted. The Ministry of Energy and Mineral Resources proposed the National Energy Policy (KEN), which aims to reach a 23% share of renewable energy by 2025, in order to address the issues of greenhouse gas emissions and the dwindling amount of fossil fuel reserves. Unfortunately, this objective is still a long way off. One example is the relatively low adoption of solar energy as solar power plant in Indonesia, which currently at about 0.2 GW out of a potential of over 200 GW. There are a few reasons for this minimum implementation, including capital and land requirements. A potential solution to solve this issue is to install rooftop solar power systems on top of electric buses. The results of the technical analysis supported by the results of economic calculations and risk analysis with the Monte Carlo method show that the installation of PLTS on Transjakarta electric buses with monocrystalline modules is feasible to implement. The investment feasibility resulted in a Net Present Value of IDR 54,777,292, an Internal Rate of Return of 13.02%, a Payback Period of 6.41 years, and a Profitability Index of 1.47 to produce 12.275 MWh/year of power with a degree of confidence in the NPV, IRR, PBP, and PI parameters > 50%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marini Altyra Fakhri
"Indonesia dikenal dengan negara yang berada pada garis khatulistiwa yang memiliki potensi sinar matahari yang besar sehingga bisa di manfaatkan sebagai salah satu sumber energi baru terbarukan di Indonesia, yaitu PLTS Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Guna meningkatkan perkembangan energi baru dan terbarukan, maka diperlukan pihak swasta untuk dapat menjalin kerjsama dan bersedia menanamkan modalnya atau investasi dalam pengembangan energi baru dan terbarukan. Penelitian ini secara umum secara analisis keekonomian menggunakan metode NPV, IRR, Payback Periode, dan WACC terhadap tiga skenario yang berbeda, skenario pertama sesuai dengan harga yang sesuai power purchase agreement PPA pada tahun 2014, skenario kedua melakukan financing scheme dengan diberikannya isentif terhadap perubahan harga beli listrik oleh pemerintah pada tahun 2017, dan skenario ketiga melakukan penyesuain terhadap teknologi solar panel terhadap fluktuatif itensitas radiasi matahari.
Berdasarkan hasil perhitungan keekonomian diperoleh untuk skenario pertama didaptakan IRR sebesar 14,47 dan NPV sejumlah 2.821.177 dengan masa pengembalian selama 6,37 tahun, skenario kedua IRR sebesar 12,27 dan NPV sejumlah 1.304.373 dengan masa pengembalian selama 7,65 tahun, dan skema ketiga dengan IRR sebesar 14,89 dan NPV sejumlah 3.056.457 dengan masa pengembalian selama 6,23 tahun. Untuk Analisis risiko menggunakan metode analisis sensitivitas dan teridentifikasi risiko yang berpotensi dapat menggangu parameter resiko investasi IRR, NPV, dan Payback Periode adalah political risk dan natural and climate risk.

Indonesia is known as a country that is on the equator which has great sunlight potential so that it can be utilized as one of renewable energy source in Indonesia, that is Solar Power Plant. This study is generally analyzed economically using the NPV, IRR, Payback Period, and WACC methods against three different scenarios, the first scenario corresponds to the appropriate power purchase agreement PPA price in 2014, the second scenario financing scheme with the incentive Changes in electricity purchase price by the government in 2017, and the third scenario is adjusting the solar panel technology to fluctuating solar radiation itensity.
Based on the economic calculations obtain for the first scenario is obtain IRR of 14.47 and NPV of 2,821,177 with a payback period of 6.37 years, the second scenario is obtain IRR of 12.27 and NPV of 1,304,373 with a payback period of 7.65 years and the third scenario is obtain IRR of 14.89 and NPV of 3,056,457 with a payback period of 6.23 years.For risk analysis using sensitivity analysis methods and identified risks that could potentially disrupt investment risk parameters IRR, NPV, and Payback Period are political risk and natural and climate risk."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S66805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raffles Chrisostomus
"Indonesia memiliki target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan menggunakan lebih banyak energi terbarukan. Dari berbagai opsi energi terbarukan, energi surya adalah opsi yang memiliki potensi terbesar. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kelayakan investasi pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) ground mounted di Sulawesi Utara menggunakan metode Value at Risk (VaR). Metode ini dipilih untuk mengidentifikasi dan mengukur risiko finansial yang mungkin terjadi dalam investasi tersebut. Proses penelitian melibatkan desain PLTS menggunakan Helioscope, pembuatan model finansial dengan Excel, dan simulasi Monte Carlo untuk analisis risiko menggunakan Python. Dengan menggunakan teknik Simulasi Monte Carlo, penelitian ini mempertimbangkan tiga faktor ketidakpastian utama, yaitu biaya investasi awal, biaya operasional dan pemeliharaan, serta tarif penjualan listrik. Sesudah mempertimbangkan seluruh faktor ketidakpastian, proyek pemasangan PLTS ground mounted layak untuk dilakukan dengan nilai NPV at Risk sebesar Rp7.040.913.100, IRR at Risk sebesar 16,93%, dan DSCR at Risk sebesar 3,77 dengan tingkat kepercayaan 95% dan jangka waktu simulasi selama 20 tahun.

Indonesia aims to reduce greenhouse gas emissions by utilizing more renewable energy. Among various renewable energy options, solar energy has the greatest potential. This study aims to evaluate the feasibility of investing in the installation of ground mounted solar power plants (PLTS) in North Sulawesi using the Value at Risk (VaR) method. This method is chosen to identify and measure the financial risks that may occur in such investments. The research process involves designing the PLTS using Helioscope, creating financial models with Excel, and performing Monte Carlo simulations for risk analysis using Python. By employing Monte Carlo simulation techniques, this study considers three main uncertainty factors: initial investment costs, operational and maintenance costs, and electricity sales tariffs. After considering all uncertainty factors, the ground mounted PLTS installation project is deemed feasible with an NPV at Risk value of Rp7.040.913.100, an IRR at Risk of 16,93%, and a DSCR at Risk of 3,77, with a confidence level of 95% over a simulation period of 20 years."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzaky Musyaffa Salman
"Indonesia akan melakukan pemindahan ibukota dari DKI Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) pada tahun 2024. Sistem kelistrikan di IKN direncanakan akan disuplai oleh PLTS 50 MW. IKN yang berperan sebagai ibu kota, memerlukan sistem kelistrikan yang andal, efisien, dan berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Sistem kestabilan kelistrikan akibat penetrasi Penyimpanan Energi Baterai (BESS). Simulasi membandingkan sistem keslistrikan IKN dengan dan tanpa BESS menggunakan software Electrical Transient and Analysis Program (ETAP). Analisis dilakukan terhadap perbandingan hasil simulasi pada aspek aliran beban, hubung singkat, stabilitas transien (loss of load & loss of generation). Sistem kelistrikan IKN dirancang dengan 12 gardu induk yang disuplai oleh 10 pembangkit utama dengan total kapasitas 482 MW hingga 522 MW, termasuk PLTS 10 MW yang direncanakan untuk pengembangan hingga 50 MW. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan BESS dengan kapasitas 10,8 MWh mampu menjaga stabilitas frekuensi dalam rentang 49,5 Hz–50,5 Hz pada skenario stabilitas transien. Meningkatkan persentase tegangan pada setiap Gardu Induk sistem. Namun, penambahan BESS meningkatkan arus hubung singkat, sehingga diperlukan perancangan ulang komponen proteksi.

Indonesia plans to relocate its capital from Jakarta to Ibu Kota Nusantara (IKN) in 2024. The electrical system in IKN is planned to be supplied by a 50 MW Solar Power Plant (PLTS). As the capital city, IKN requires a reliable, efficient, and sustainable electrical system. This study aims to analyze the stability of the electrical system due to the penetration of a Battery Energy Storage System (BESS). Simulations compare the IKN electrical system with and without BESS using the Electrical Transient and Analysis Program (ETAP) software. The analysis focuses on load flow, short circuit, and transient stability aspects (loss of load and loss of generation). The IKN electrical system is designed with 12 substations supplied by 10 main power plants with a total capacity of 482 MW to 522 MW, including a planned PLTS expansion from 10 MW to 50 MW. The results show that using a BESS with a capacity of 10.8 MWh can maintain frequency stability within the range of 49.5 Hz–50.5 Hz during transient stability scenarios. It also improves voltage percentages at each substation in the system. However, the addition of BESS increases short-circuit current, necessitating a redesign of protection components."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kania Putri Aurora
"Permintaan listrik di Indonesia terus tumbuh 4,9% per tahun. Dalam menyukseskan Net-Zero Emission, bauran energi terbarukan di Indonesia ditingkatkan. Energi surya adalah salah satu energi baru dan terbarukan (EBT) yang jumlahnya berlimpah di Indonesia dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasil listrik melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Permasalahan utama saat ini adalah dibutuhkan lahan yang luas. Sudah terdapat beberapa solusi, salah satunya adalah implementasi PLTS atap. Salah satu lokasi menarik untuk pemasangan PLTS atap adalah di atas bangunan SPBU. Surabaya merupakan kota yang memiliki potensi besar untuk pemasangan PLTS atap pada SPBU karena memiliki global horizontal irradiation yang cukup tinggi dan jumlah SPBU cukup banyak, yaitu 120 unit SPBU. Penelitian ini membahas tentang analisis risiko investasi PLTS atap pada SPBU di Kota Surabaya, Indonesia. Hasil perhitungan tarif biaya listrik menghasilkan LCOE sekitar 5 cent/kWh untuk setiap SPBU. Hasil perhitungan ekonomi dengan NPV, IRR, PBP, dan PI menunjukkan hasil bahwa pemasangan PLTS atap pada kelima SPBU, yaitu bp, Shell, Pertamina COCO, Pertamina CODO, Pertamina DODO, layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis risiko dengan Monte Carlo menunjukkan bahwa derajat keyakinan parameter NPV, IRR, PBP, dan PI lebih dari 50% untuk kelima SPBU sehingga pemasangan PLTS atap layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, penghematan energi listrik dan biaya panel surya yang termasuk dari CAPEX adalah komponen yang paling berpengaruh terhadap nilai IRR dan PBP sedangkan WACC dan penghematan energi listrik adalah komponen yang paling berpengaruh terhadap nilai NPV dan PI.

Electricity demand in Indonesia continues to grow 4.9% per year. In order to achieve net-zero emissions, Indonesia is increasing its renewable energy mix. Solar energy is one of the most abundant new and renewable energies in Indonesia and can be used as a source of electricity through solar power plants (Solar PV Systems). The main problem is solar PV requires a large area of land. There are already several solutions, one of which is the implementation of a rooftop solar PV. One of the interesting locations for installing a rooftop solar PV is on top of a petrol/gas station building. Surabaya is a city that has great potential for installing rooftop solar PV at gas stations because it has quite high global horizontal irradiation and a large number of gas stations, namely 120 gas stations. This study discusses the risk analysis of rooftop solar PV investment at gas stations in the city of Surabaya, Indonesia. The results of the calculation of the electricity cost rate yield an LCOE of around 5 cents/kWh for each gas station. The results of economic calculations with NPV, IRR, PBP, and PI show that the installation of rooftop solar PV at the five gas stations, namely bp, Shell, Pertamina COCO, Pertamina CODO, Pertamina DODO, is feasible. The results of the risk analysis with Monte Carlo show that the degree of confidence for the NPV, IRR, PBP, and PI parameters is more than 50% for the five gas stations so that the installation of a rooftop PLTS is feasible. Based on the results of the sensitivity analysis, electricity savings and solar panel costs included in CAPEX are the components that have the most influence on the IRR and PBP values, while WACC and electricity savings are the components that have the most influence on the NPV and PI values."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dianita Fitriani Pogram
"PLTS merupakan pembangkit jenis EBT dengan peringkat kapasitas kedua terbesar yang akan dibangun hingga tahun 2030. Tingginya nilai investasi pembangunan pembangkit EBT perlu diimbangi dengan optimalisasi operasi pembangkit sehingga memberikan manfaat yang maksimal. Faktor penentu optimalisasi operasi PLTS diantaranya yaitu masa operasi dan Capacity Factor (CF) dari sebuah PLTS. Perhitungan investasi PLTS didesain untuk dapat beroperasi hingga 25 Tahun dengan CF minimal 17%. Data histori menunjukkan, adanya kerusakan permanen pada PLTS yang terjadi pada masa operasi 0 sampai dengan 18 tahun dan nilai CF dibawah 17% sebesar 94%. Metode failure mode and effect analysis (FMEA) yang diintegrasikan dengan regresi logistik digunakan untuk menghasilkan peringkat penanganan risiko yang perlu diprioritaskan oleh manajemen. Dari hasil penelitian didapatkan 10 risiko potensial yang teridentifikasi dalam hal optimalisasi operasi PLTS untuk menghindari kegagalan/kerusakan PLTS dari 5 tahapan proses operasi, perencanaan dan pengadaan, instalasi/pemasangan, operasi dan maintenance. Dihasilkan peringkat risiko serta rekomendasi mitigasi agar dapat menjadi rekomendasi prioritas penanganan dalam meminimalkan terjadinya kegagalan/kerusakan serta rendahnya capacity factor pada PLTS bagi manajemen.

Photovoltaic power system is a renewable energy type generator with the second largest capacity which will be built by 2030. The high investment value in building an renewable energy generator needs to be balanced with optimizing plant operations so that it provides maximum benefits. The determining factors for optimizing PV power system operations include the operating period and Capacity Factor (CF) of a solar panel. The PV power system investment calculation is designed to operate for up to 25 years with a minimum CF of 17%. Historical data shows that there is permanent damage to PV power system that occurs during the operating period of 0 to 18 years and the CF value is below 17% by 94%. The failure mode and effect analysis (FMEA) method integrated with logistic regression is used to produce risk mitigation that need to be prioritized by management. Based on the research findings, a total of 10 potential hazards were discovered in relation to optimising the operations of a photovoltaic (PV) power system to prevent any failures or damages. These risks are associated with the five stages of the operation process, including planning and procurement, installation, operation, and maintenance. Risk ratings and mitigation recommendations are generated to prioritise the mitigation of failures and minimise damage and low capacity factors in PV power system management."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Tasya Aulia Putri
"Perkembangan teknologi yang terus-menerus membuat penggunaan energi listrik menjadi hal krusial dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Penggunaan energi listrik yang tiada hentinya membuat sumber energi fosil yang terbatas semakin sedikit. Oleh sebab itu, transisi energi berkelanjutan menjadi isu penting untuk menjaga ketersediaan energi di masa mendatang. Pemerintah Indonesia telah menetapkan taget pencapaian bauran energi nasional sebesar 23% pada tahun 2025 dengan tujuan dapat mempercepat transisi energi berkelanjutan. Bentuk upaya untuk mencapai target bauran nasional adalah dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Penelitian ini membahas mengenai penerapan sistem PLTS atap on-grid tanpa baterai pada gedung pabrik PT. CT untuk mengetahui sistem PLTS atap yang optimal dan potensi penggunaan listrik PLN yang lebih efisien. Sistem PLTS atap dengan sudut kemiringan 11°mampu memproduksi energi sebesar 1969890 kWh/tahun, sedangkan sudut kemiringan 15°hanya dapat memproduksi sebesar 1949709 kWh/tahun. Dalam 25 tahun, sistem PLTS atap dengan sudut kemiringan 11° memiliki potensi penghematan sebesar 34,29%, sedangkan sistem PLTS atap dengan sudut kemiringan 15° memiliki potensi penghematan sebesar 33,94%. Dengan perbedaan modal awal sebesar Rp436.792.000,00 diperoleh payback period dari kedua sistem PLTS atap selama 9 tahun. Berdasarkan beberapa faktor tersebut, sistem PLTS atap on-grid tanpa baterai pada PT.CT yang lebih optimal untuk digunakan adalah sistem PLTS atap dengan sudut kemiringan 11°.

The continuous development of technology makes the use of electricity a crucial part of our daily life. The endless consumption of electricity leads to a decrease in limited fossil energy sources. Therefore, sustainable energy transition becomes an important issue to ensure energy availability in the future. The Indonesian government has set a national energy mix target of 23% by 2025 to accelerate the transition to sustainable energy. One effort to achieve this target is by building a Solar Power Plant. This research discusses the implementation of an on-grid rooftop solar power plant system without batteries in the factory building of PT. CT to determine the optimal rooftop solar power plant system and potential for more efficient use of PLN electricity. The rooftop rooftop solar power plant system with an 11° tilt angle can produce energy of 1969890 kWh per year, while the 15° tilt angle can only produce 1949709 kWh per year. In 25 years, the rooftop solar power plant system with an 11° tilt angle has a potential cost savings of 34.29%, while the system with a 15° tilt angle has a potential cost savings of 33.94%. With a difference in initial capital of IDR436,792,000.00, the payback period for both rooftop solar power plant systems is 9 years. Based on these factors, the more optimal on-grid rooftop solar power plant system without batteries to be used in PT.CT is the system with an 11° tilt angle."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annika Nafirah
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan investasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) ground-mounted di Kalimantan Timur dengan menggunakan metode Value at Risk (VaR). Metode ini digunakan untuk mengukur potensi kerugian dari proyek investasi dengan mempertimbangkan faktor ketidakpastian seperti tarif Power Purchase Agreement (PPA) dan biaya Operasional dan Pemeliharaan (O&M). Analisis dilakukan melalui model keuangan Discounted Cash Flow (DCF) dan simulasi Monte Carlo untuk mengevaluasi indikator kelayakan investasi seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum mempertimbangkan faktor ketidakpastian, proyek ini memiliki NPV sebesar Rp6,967,654,946, IRR sebesar 15%, dan DSCR sebesar 3,55, yang mengindikasikan kelayakan investasi. Setelah mempertimbangkan seluruh faktor ketidakpastian, investasi pemasangan PLTS ground- mounted memiliki NPV at Risk sebesar Rp5,315,929,980 IRR at Risk sebesar 11.36%, dan DSCR at Risk 2.98. Dengan tingkat kepercayaan 95% dan periode simulasi selama 20 tahun, proyek PLTS ground-mounted ini masih layak untuk diinvestasikan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi Independent Power Producers (IPP) dan investor dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko pada proyek PLTS di Indonesia.

This study aims to analyze the investment feasibility of a ground-mounted Solar Power Plant (PLTS) in East Kalimantan using the Value at Risk (VaR) method. This method is used to measure the potential loss of investment projects by considering uncertainties such as Power Purchase Agreement (PPA) tariffs and Operational and Maintenance (O&M) costs. The analysis was conducted through a Discounted Cash Flow (DCF) financial model and Monte Carlo simulation to evaluate investment feasibility indicators such as Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), and Debt Service Coverage Ratio (DSCR). The results of the study indicate that before considering uncertainties, the project has an NPV of Rp6,967,654,946, an IRR of 15%, and a DSCR of 3.55, indicating investment feasibility. After considering all of the uncertainties, the NPV at Risk is Rp5,315,929,980, the IRR at Risk is 11.36%, and the DSCR at Risk is 2.98. With a confidence level of 95% and a simulation period of 20 years, the ground- mounted PLTS project is still feasible to invest in. This study is expected to be a reference for Independent Power Producers (IPP) and investors in identifying and managing risks in PLTS projects in Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosi Ohira
"Pemilihan pembangkit listrik di usaha hulu migas sangat tergantung dengan ketersediaan gas dari produksi sendiri untuk digunakan sebagai sumber energi pembangkit listrik kebutuhan sendiri. Wilayah kerja migas yang pada umumnya berada di daerah terpencil sangat jauh dari infrastruktur umum seperti jaringan listrik, sehingga apabila sumber energi dari sumur migas tidak mencukupi untuk digunakan sebagai bahan bakar pembangkit, maka pilihan pembangkit listrik cenderung kepada pembangkit listrik tenaga diesel.
Penelitian ini membahas tentang pembangkit listrik tenaga surya sebagai alternatif pasokan listrik di usaha hulu migas dengan memanfaatkan ruang terbuka yang kosong di area sumur migas sebagai tempat pemasangan panel surya. Dengan strategi proyek mengikuti jadwal pengembangan dari lapangan migas, sehingga pembangkit listrik tenaga surya mampu memberikan keuntungan lebih besar kepada Kontraktor Production Sharing dan pendapatan Negara dari sektor migas dibandingkan apabila menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel maupun pembangkit listrik hybrid.

The selection of power plants in upstream oil and gas business is highly dependent on the availability of gas from its own production to be used as a source of energy for its own power plants. Oil and gas working areas which are generally located in remote areas are very far from general infrastructure such as power grids, so if the energy source of oil and gas wells is not sufficient to be used as fuel for power plants, then the choice of power plants tend to diesel power plants.
This study discusses about solar power generation as an alternative of electricity supply in upstream oil and gas business by utilizing empty open space in area of oil and gas well as place of installation of solar panel. With the project strategy following the development schedule of the oil and gas field, the solar power plant can provide greater benefits to Production Sharing Contractors and State revenues from the oil and gas sector than when using diesel and hybrid power plants.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T49750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisha Rachma Salsabila
"Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat beriringan dengan target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Dengan potensi energi terbarukan yang mencapai 3.687 GW, didominasi oleh tenaga surya sebesar 3.294 GW, pemanfaatan saat ini hanya mencapai 0,3% dari total potensi. Salah satu langkah strategis yang telah dilakukan adalah pembangunan PLTS Terapung Cirata, PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara, dengan kapasitas 192 MWp dan rencana ekspansi hingga 500 MWp. Efisiensi sistem PLTS sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk sudut kemiringan dan orientasi modul surya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sudut kemiringan dan orientasi yang optimal menggunakan tiga pendekatan data: perhitungan teoritis (clear sky model), data sekunder dari Meteonorm, dan data primer dari weather station lokal. Simulasi clear sky model merekomendasikan konfigurasi orientasi ke utara dengan sudut kemiringan 8°, menghasilkan produksi energi sebesar 400.482 MWh/tahun. Data Meteonorm menunjukkan konfigurasi optimal dengan orientasi ke utara dan sudut kemiringan 10°, menghasilkan produksi energi 290.154 MWh/tahun. Sementara itu, data primer dari weather station lokal memberikan rekomendasi konfigurasi serupa orientasi ke utara dan sudut kemiringan 10°, namun dengan produksi energi yang lebih tinggi, yaitu 303.414 MWh/tahun. Data dari weather station lokal memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi karena mencerminkan kondisi aktual di lokasi PLTS. Penelitian ini menegaskan pentingnya penggunaan data primer dalam meningkatkan akurasi simulasi dan perancangan sistem, terutama untuk proyek besar seperti PLTS Terapung Cirata.

Indonesia faces significant challenges in meeting its growing energy needs, especially with the target of achieving Net Zero Emission (NZE) by 2060. With renewable energy potential reaching 3,687 GW, dominated by solar energy at 3,294 GW, current utilization only accounts for 0.3% of the total potential. A strategic initiative undertaken is the development of the Cirata Floating Solar Power Plant, the largest floating solar power plant in Southeast Asia, with a capacity of 192 MWp and plans for expansion to 500 MWp. The efficiency of solar power systems is greatly influenced by various factors, including the tilt angle and orientation of solar modules. This study aims to evaluate the optimal tilt angle and orientation configuration using three data approaches: theoretical calculation (clear sky model), secondary data from Meteonorm, and primary data from a local weather station. Simulations using the clear sky model recommend north orientation and a tilt angle of 8°, resulting in an energy yield of 400,482 MWh/year. Meteonorm data suggest an optimal configuration of north orientation and 10° tilt, with an energy yield of 290,154 MWh/year. Meanwhile, primary data from the local weather station also recommend north orientation and 10° tilt, yielding a higher energy production of 303,414 MWh/year. Primary data from the weather station offer the highest accuracy as they reflect the actual conditions at the site. This study highlights the importance of using primary data to enhance simulation accuracy and system design, particularly for large- scale projects such as the Cirata Floating Solar Power Plant. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>