Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64427 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faiqah Farras Syahirah
"Penelitian ini menelusuri bagaimana representasi nostalgia Hindia Belanda melalui memori kolektif pada program televisi ‘The Late Late Lien Show’, sebuah program televisi yang ditujukan untuk mengenang warisan budaya serta sejarah Hindia Belanda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap bagaimana sensory inputs di dalam program ini berhasil menghidupkan memori kolektif yang mengaktifkan perasaan nostalgia Hindia Belanda di antara audiensnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menganalisis sensory inputs berdasarkan konsep nostalgia Routledge (2016) dan teori memori kolektif Halbwachs (1980). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ‘The Late Late Lien Show’ berhasil menciptakan sebuah narasi nostalgia Hindia Belanda dengan cara menghidupkan kembali memori tentang masa lalu Hindia Belanda melalui bahasa, interaksi antar pemain, dekorasi, pakaian, serta musik dan lagu. Penelitian ini memberikan kontribusi pada kesusastraan Belanda dengan memperlihatkan bagaimana elemen-elemen budaya dan sejarah Hindia Belanda yang diintegrasikan dalam narasi media populer dapat mengaktifkan nostalgia melalui memori kolektif.
This research explores how Dutch East Indies nostalgia is represented through collective memory in 'The Late Late Lien Show', a television program aimed at remembering the cultural heritage and history of the Dutch East Indies. The purpose of this research is to reveal how the sensory inputs in the program succeed in bringing to life the collective memory that activates feelings of Dutch East Indies nostalgia among its audience. This research uses a qualitative descriptive method by analyzing the sensory inputs based on Routledge's (2016) concept of nostalgia and Halbwachs' (1980) collective memory theory. The results showed that 'The Late Late Lien Show' succeeded in creating a nostalgic narrative of the Dutch East Indies by reviving memories of the Dutch East Indies past through language, interaction between performers, decorations, clothing, and music and songs. This research contributes to Dutch literature by showing how elements of Dutch East Indies culture and history integrated into popular media narratives can activate nostalgia through collective memory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Antonio Beniah Hotbonar
"Alih kode dan campur kode merupakan istilah umum untuk menyebut pergantian pemakaian dua bahasa atau lebih. Penelitian ini akan membahas penggunaan campur kode berbahasa Indonesia dalam tayangan televisi berbahasa Belanda The Late Late Lien Show episode ldquo;De Verhuizing rdquo;. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif, dengan menyaksikan tayangan tersebut kemudian menganalisis campur kode yang muncul. Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan gejala-gejala campur kode yang terjadi serta menjelaskan tujuan penggunaanya. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat penggunaan campur kode yang digunakan untuk tujuan berbeda-beda.
Code mixing and code switching are the general terms to refer to mixing two or more languages. This research examines the use of Indonesian code mixing on Dutch television program The Late Late Lien Show episode De Verhuizing . The method used in this research was the descriptive qualitative, by watching the whole show then analyzing every code mixing that occured. The goal of this research is to explain symptoms of code mixing, along with explaining the purpose. The result of this research proves that code mixing might apply for various purposes."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Regita Larasati
"Novel grafis berjudul Meine freie deutsche Jugend (2020) karya Thomas Henseler dan Susanne Buddenderg yang diangkat dari novel biografi karya Claudia Rusch menggambarkan kehidupan sehari-hari dan pengalaman masa kecilnya di Jerman Timur. Penggambaran Jerman Timur oleh Claudia dan juga dampak yang diberikan oleh pemerintah terhadap para tokoh, terutama Claudia, menjadi fokus dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menggunakan teknik analisis tekstual dengan menganalisis monolog dan dialog para tokoh. Penelitian ini juga menganalisis simbol dan gambar dengan teori semiotika Roland Barthes sebagai landasannya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggambaran Jerman Timur oleh Claudia dalam novel grafis Meine freie deutsche Jugend menggambarkan rasa trauma yang dirasakan oleh warga eks Jerman Timur. Dengan penggambaran yang cukup mendetail, para pembaca juga bisa ikut merasakan dan membayangkan rasanya tinggal dan menjalani kehidupan sehari-hari di Jerman Timur. Dampak yang diberikan oleh pemerintahan Jerman Timur terhadap Claudia dan orang-orang terdekatnya cukup buruk, baik secara fisik maupun psikis.

Graphic novel with the title Meine freie deutsche Jugend (2020) by Thomas Henseler and Susanne Buddenderg which is based on the biographical novel by Claudia Rusch depicts Claudia's daily life and her childhood experiences in East Germany. The depiction of East Germany by Claudia and the impact that was given by the government on the characters, especially Claudia, are the main focus of this research. This study used qualitative methods and textual analysis techniques by analyzing monologues and dialogues of the characters. This study also analyzes symbols and images with Roland Barthes' semiotic theory as the basis. The results of this study indicate that Claudia's depiction of East Germany in the graphic novel Meine freie deutsche Jugend depicts the trauma which was felt by the former East German citizen. With a fairly detailed depiction, readers can also feel and imagine what it's like to stay and live everyday life in East Germany. The impact that the East German government had on Claudia and those closest to her was quite bad, both physically and psychologically."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Melodya Apriliana
"Penelitian etnografi ini bertujuan untuk menganalisis respons masyarakat Pulau Gili, Bawean, terhadap rencana masuknya proyek infrastruktur listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Meski proyek tersebut pada faktanya tidak riil (fiksi), masyarakat membangun narasi tentang rencana proyek tersebut sebagai sebuah kenyataan. Respons masyarakat ini perlu dipahami dengan melihat relasi sosial yang terbentuk di antara mereka dan sejarah konflik yang ada. Lewat proyek PLN yang fiksi, kita dapat mengungkapkan fragmentasi yang terjadi dalam masyarakat Gili akibat adanya perbedaan agensi dan sejarah konflik masa lalu yang terekam dalam memori kolektif. Studi kasus ini menunjukkan bahwa masyarakat memaknai kehadiran listrik dari negara sebagai hal yang dapat membebaskan mereka dari keterikatan sosial terhadap sejumlah tokoh yang mereka anggap merugikan. Keinginan kuat masyarakat untuk mendapatkan listrik agar terbebas dari jeratan hubungan sosial yang tidak diinginkan berkontribusi pada munculnya konstruksi sosial yang membayangkan proyek PLN yang fiksi sebagai sebuah realitas. Dari kasus ini, kita dapat belajar bahwa proyek infrastruktur bukanlah sebuah objek fisik belaka, tetapi juga sesuatu yang dapat menciptakan imajinasi dan harapan tertentu bagi masyarakat, serta terkadang membuka kembali luka lama sejarah konflik yang dikenang oleh masyarakat secara kolektif.

This ethnographic research aims to analyze the response of the people of Gili Island, Bawean, towards the presence of an electricity infrastructure project from Perusahaan Listrik Negara (PLN or state electricity company). While the project itself is in fact unreal (fictional), Gili people develop the narrative of the project plan as a reality. The response needs to be understood by looking at the social relations formed between them and the history of the existing conflicts. Through the fictional PLN project, we can uncover the social fragmentation which occurs due to differences in social agencies and the history of the past conflicts that are recorded in their collective memory. This case study shows that society interprets the presence of electricity from the state as something that can liberate them from social attachment to figures which they consider detrimental. The community's strong desire to access electricity to be free from unwanted social relations has contributed to the emergence of social construction that imagines the fictional PLN project as something real. From this case, we can conclude that an infrastructure project is not a mere physical object, but also something that can generate a certain imagination and hope in the community, and sometimes reopen old wounds of the history of the past conflicts that are collectively remembered by the people."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agseora Ediyen
"Tesis ini menganalisa proses pemaknaan dari memorialisasi pemerintah kota dalam mengkonstruksi citra Kota Sawahlunto yang diartikulasikan dalam Museum Goedang Ransoem dan Lubang Tambang Mbah Soero. Penelitian memfokuskan pada persilangan pemaknaan dari ingatan masyarakat, memorialisasi pemerintah kota, dan penulisan sejarah. Data diperoleh dari pendekatan etnografi di Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat dari bulan Januari 2016 sampai dengan Februari 2017. Penelitian menggunakan konsep memori kolektif dan warisan budaya.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kompleksitas pemaknaan memorialisasi pemerintah sebagai pemaknaan dominan. Pemerintah membentuk makna dominan melalui penamaan situs pariwisata, dan benda material museum yang ditanggapi secara beragam oleh masyarakat. Masyarakat menggunakan justifikasi kedekatan dengan keseharian dan sejarah lisan. Penulis menemukan pemaknaan dominan pemerintah kota berbeda dengan penulisan sejarah. Pemegang otoritas memiliki kuasa dalam mengkonstruksi memori kolektif menjadi pemaknaan dominan. Kompleksitas dari pemaknaan dominan memperlihatkan bahwa tidak ada wacana dominan yang mutlak. Penelitian ini menunjukkan akan selalu ada pemaknaan berbeda yang terbentuk.

This thesis analyzes the process of how the dominant meaning by the city government in constructing Sawahlunto rsquo s branding articulated in Museum Goedang Ransum and Lubang Tambang Mbah Soero. There are various meanings encoded in the museums, which are the society rsquo s memory, how the government constructs memory, and the writing of history. The data were obtained through ethnographic research in Sawahlunto, West Sumatera Province, from January 2016 to February 2017. Exploring the dynamics of the construction of the dominant meaning reflects how collective memory, representation, and cultural heritage could be further problematized in these case studies.
The results of this study indicate the complexity of how the government constructs memory as a dominant forces in the transformation of Sawahlunto. The government enforce a dominant meaning through, for example, naming of tourism sites and museum representation, which is responded differently by the society. Society uses the justification of stheir daily life and also its oral history. The dominant meaning is increasingly visible when compared to the writing of history and this reveals its position in the construction of the city 39 s branding. The government has the power to construct a particular collective memory as the dominant meaning. The complexity of the chosen studies shows that there is no absolute dominant discourse. This study shows that there will always be other different meanings."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
T49109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rizki
"Memori kolektif dan masyarakat sama-sama bersifat dinamis. Berbeda dengan sejarah yang dibentuk secara kronologis dan memiliki akhir, memori kolektif berkembang terus-menerus tergantung dengan situasi yang terjadi di masyarakat. Kedinamisannya turut membentuk identitas masyarakat itu sendiri. Dengan menggunakan konsep pengukuhan identitas dari Jan dan Aleida Assmann, film Груз 200 mencoba merekonstruksi identitas Uni Soviet menjadi tiga kelas sosial (1) kelas aparatur negara; (2) kelas inteligensia; (3) kelas marginal untuk memunculkan narasi-narasi yang heterogen dalam memori identitas nasional Rusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kognisi Balabanov dalam menyampaikan narasi baru melalui film secara tidak langsung merupakan upaya konsolidasi sinema kontemporer dengan memori kolektif untuk terus memperbaharui pengetahuan dan referensi tentang masa lalu. Ini mengungkapkan fakta bahwa memori kolektif tidak hanya terbatas pada representasi masa lalu saja, tetapi juga mendukung koalisi komunitas dan situasi politiknya untuk merangkul suara-suara minoritas sebagai bentuk kritik populis kepada pemerintah saat ini.

Collective memory and society are dynamics. Unlike history whose paths are shaped chronologically and has its ending, collective memory evolves perpetually in the determination on the current state of the society itself. Its dynamic contributes to sculpt the society’s identity. By employing Jan and Aleida Assmann’s concretion of identity concept, Груз 200 tries to reconstruct the identity of the Soviet Union into three social classes (1) state apparatus class; (2) intelligence class; (3) marginal class as they conducive to emerge the heterogeneous narrations in the Russian national memory identity. It shows that Balabanov’s cognition to convey new narratives through film is indirectly an attempt to consolidate contemporary cinema with collective memory in order to continuously renew knowledge and references about the past as well. This bares the fact that collective memory is not limited to the representations of the past, but also supports the community coalitions and their political situation to embrace minority voices as a form of populist criticism to the current government."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Akmalie
"Memori kolektif Jepang mengalami kontestasi dikarenakan adanya inkonsistensi dari narasi yang selalu digaungkan dan proses edukasi yang dilakukan secara repetitif dan berubah-ubah. Novel The Memory Police dapat dikategorikan sebagai situs memori yang merepresentasikan isu pembentukan memori kolektif Jepang. Metode kualitatif sebagai alat untuk mendapat data dengan sumber data studi pustaka dalam rangka mengkaji proses pembentukan memori kolektif Jepang serta keterlibatan elit di dalam prosesnya. Pembentukan memori kolektif Jepang dikaji dengan kerangka konseptual memori kolektif dengan pendekatan instrumentalisme dan determinisme historis. Pembentukan memori kolektif Jepang merupakan hasil dari berbagai peristiwa yang melibatkan proses mengingat dan melupakan. Kedua proses ini dipengaruhi oleh bagaimana elit membentuk narasi dan melimitasi informasi apa saja yang dianggap membahayakan moral bangsa Jepang. Namun demikian, pembentukan memori kolektif Jepang tidak hanya bersifat top-down oleh elit penguasa tetapi juga memiliki sifat bottom-up yang merupakan bentuk kontestasi terhadap narasi resmi pihak otoritatif. The Memory Police hadir sebagai situs memori yang merepresentasikan kontestasi pembentukan memori kolektif Jepang. The Memory Police mengonfrontasi pembentukan memori kolektif Jepang yang selama ini merupakan konstruksi dari elit penguasa Jepang.

Japan's collective memory experiences contestation due to the inconsistency of the narratives that are always echoed and carried out in a repetitive and changing manner. The novel The Memory Police can be classified as a memory site that represents the issue of the shaping of Japan’s collective memory. Qualitative methods as a tool for obtaining data using literature review to examine the process of memory construction and the involvement of the elite in the process. The shaping of Japanese collective memory is examined using conceptual framework of collective memory using instrumentalism and historical determinism approaches. The formation of Japanese collective memory is the result of events involving remembering and forgetting process. These two processes were influenced by how the elite formed narratives and limited any information deemed harmful to the morale of the Japanese people. However, the shaping of Japanese collective memory is not only top-down in nature created by the ruling elite but also has a bottom-up nature which is a form of contestation against the official narrative. The Memory Police exists as a memory site that represents the contestation for the formation of Japan’s collective memory. The Memory Police confronts the official narration which has been a construction of the Japan’s ruling elite."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pujia Nuryamin Akbar
"Tesis ini merupakan penelitian mengenai bagaimana memori sebuah peristiwa Sejarah di Sukabumi berkembang dan menjadi landasan dalam pola kehidupan masyarakat yang didokumentasikan pada sebuah monumen kesejarahan di wilayah tersebut. Penelitian ini bertujuan mendokumentasikan memori kolektif Peristiwa Bojongkokosan dalam kurun waktu tahun 1992 sampai dengan tahun 2022 melalui museum. Untuk mencegah hilangnya sejarah lokal yang berharga, langkah-langkah konkret harus diambil untuk memperkenalkan dan memperkuat memori kolektif masyarakat terhadap peristiwa-peristiwa bersejarah seperti peristiwa Bojongkokosan. Pembangunan Museum Palagan Perjuangan 1945 Bojongkokosan menjawab kebutuhan akan pelestarian sejarah lokal dan memori kolektif. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi strukturis. Leirissa menjelaskan bahwa metode strukturis bertolak dari teori strukturisme yang ditulis oleh Anthony Giddens. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan pendekatan studi memori, dengan wawancara mendalam sebagai sumber data utama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bangunan Monumen Palagan Bojongkokosan memegang peranan dalam pembentukan memori kolektif peristiwa heroik Bojongkokosan bagi kesadaran akan sejarah pada masyarakat Sukabumi. Identifikasi tersebut menemukan adanya unsur memori kolektif yang terdapat dalam bangunan museum tersebut. Memori ini mencakup memori masyarakat Islami, pejuang, dan cinta akan seni budaya. Memori ini digunakan untuk membangun kesadaran sejarah masyarakat sekitar Bojongkokosan Sukabumi dengan mengaitkan ingatan masyarakat, budaya, dan kelompok masyarakat. Dengan demikian, bangunan Museum Palagan Perjuangan 1945 Bojongkokosan bukan sekadar bangunan tanpa makna. Bangunan tersebut merefleksikan kondisi sosial masyarakat di masa lalu dan menjadi potret kehidupan manusia pada masa tersebut, dapat dijadikan sebagai sarana berkelanjutan identitas dan menumbuhkan kesadaran sejarah masyarakat.

This thesis is a study on how the memory of a historical event in Sukabumi develops and becomes a foundation in the community's way of life, as documented in a historical monument in the region. The research aims to document the collective memory of the Bojongkokosan Event from 1992 to 2022 through a museum. To prevent the loss of valuable local history, concrete steps must be taken to introduce and strengthen the community's collective memory of historical events like the Bojongkokosan Event. The establishment of the 1945 Bojongkokosan Struggle Monument Museum addresses the need for the preservation of local history and collective memory. This research employs a structuralist methodology. Leirissa explains that the structuralist method is based on the theory of structuralism written by Anthony Giddens. The research method used in this study is the historical method with a memory studies approach, using in-depth interviews as the primary data source. The findings show that the Bojongkokosan Struggle Monument plays a significant role in forming the collective memory of the heroic Bojongkokosan event, enhancing historical awareness among the people of Sukabumi. This identification reveals the presence of collective memory elements within the museum building. This memory includes the memory of the Islamic community, warriors, and a love for arts and culture. This memory is used to build historical awareness among the surrounding community of Bojongkokosan Sukabumi by connecting community memory, culture, and social groups. Thus, the 1945 Bojongkokosan Struggle Monument Museum is not merely a building without meaning. It reflects the social conditions of the past and serves as a portrait of human life during that period, making it a continuous medium for identity and fostering historical awareness in the community."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dudy Syafruddin
"Globalisasi yang berkembang Pascaperang Dunia II telah meningkatkan mobilitas manusia dan informasi secara masif serta menyebabkan pertukaran budaya yang semakin luas dan intens. Masifnya pergerakan dan pertukaran tersebut mengubah paradigma dalam memandang ruang, waktu, dan budaya. Semua itu tidak lagi dianggap sebagai entitas yang homogen dan statis melainkan cair dan heterogen. Transkulturalitas menjadi salah satu fenomena yang muncul sebagai pembacaan ulang atas postkolonialisme yang telah berkembang sejak dua dekade akhir abad ke-20. Transkulturalitas melihat pertemuan budaya lebih dicirikan oleh porositas, pertukaran, keterjeratan, dan hibriditas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konstruksi wacana kolonial dalam novel Sturm über Südwest-Afrika, karya Ferdinand May (1962) yang terbit di Jerman Timur dan Morenga karya Uwe Timm (1978) yang terbit di Jerman Barat Pascaperang Dunia II melalui pendekatan transcultural. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis representasi dan rekonstruksi memori kolonial Jerman Pascaperang Dunia II dalam kedua novel tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan transkultural yang mencoba mendekonstruksi konsep-konsep pertemuan budaya dan memori budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di ruang koloni terjadi relasi yang saling terjerat dan meresap sehingga memungkinkan adanya kesalingtergantungan di antara pendatang Jerman dan penduduk pribumi di Afrika Barat Daya. Kompleks pemukiman dan lahan pertanian menunjukkan adanya kesaling tergantungan tersebut. Sementara pertemuan spiritualitas kristen dan animisme menunjukkan adanya pori yang memungkinkan menyerapnya pengaruh ke dalam ajaran Kristen. Demikian pula dengan kapal dan pelabuhan yang menunjukkan keterjeratan antara metropolitan dan pinggiran melalui komoditas kolonial. Pertemuan budaya di ruang koloni tersebut telah berusaha dijembatani oleh para perantara budaya. Namun demikian, transkulturalitas secara makro tidak terbentuk karena transkulturalitas secara mikro masih belum dimiliki oleh kebanyakan pendatang Jerman. Sementara itu, konstruksi memori kolonial dalam kedua novel menunjukkan adanya pergerakan dan kesalingpengaruhan dalam memaknai memori kolonial. Kedua novel dibangun oleh kesamaan ideologi antikapitalisme dan antifasisme. Namun demikian terdapat perbedaan dalam mengungkapkan keduanya. Di Jerman Timur konstruksi memori kolonial terbentuk karena batasan yang dibuat oleh negara, Sementara di Jerman Barat memori kolonial lebih tampak sebagai memori yang dipengaruhi secara terbuka oleh berbagai pihak.

Globalization developing after World War II has increased human mobility and massive information. In addition, it also contributes to cultural encounter which becomes wider and more intensive. This massive movement and exchange change paradigm in viewing space, time, and culture. All of those are no longer viewed as homogeny and static, but fluid and heterogenic. Transculturality has become one of the phenomena appearing as re-reading of post-colonialism which has developed since the last two decades at the end of the 20th century. Transculturality perceives that cultural encounter is marked as porosity, exchange, entanglement, and hybridity. This research aimed to analyze colonial discourse construction in the novel Sturm über Südwest-Afrika by Ferdinand May (1962) published in East German and Morenga by Uwe Timm (1978) published in West German after World War II through a transcultural approach. Moreover, this research also analyzed the representation and reconstruction of German colonial memory after World War II in those both novels. Furthermore, this research employed a transcultural approach attempting to deconstruct concepts of cultural encounters and cultural memory. The research result proved that in colonial space, entanglement might have happened, and then it was absorbed. As a result, it allowed interdependence among the German immigrants and native people of Southwest Africa. As a matter of fact, settlement complex and farming land identified the interdependence. On the other hand, Christian spirituality and animism showed a space allowing the influence to be absorbed in Christian values. Likewise, ships and harbors also indicated entanglement between metropolitan and suburban through colonial commodities. That cultural encounter in colonial space had been bridged by cultural agents. Nevertheless, macro transculturality was not established since micro transculturality was not owned by most German immigrants. Colonial memory construction in both novels identified movement and interdependence in interpreting the colonial memory. Both novels were created by similar ideologies; anti-capitalism and anti-fascism. Nonetheless, there are differences in expressing those terms. In East Germany, colonial memory construction was shaped due to restrictions made by the state. On the other hand, in West Germany it was viewed as a memory influenced openly by various parties."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Yolanda Clara
"Fokus dalam skripsi ini adalah bagaimana interaksi dan kegiatan yang terjadi pada sebuah tempat melahirkan memori kolektif, dan bagaimana keberadaannya pada tempat tersebut. Karena satu dan lain hal seiring dengan berjalannya waktu, memori tersebut dapat memudar. Yang menjadi pertanyaan adalah ada atau tidaknya usaha untuk melestarikannya dan bagaimana bentuk usaha tersebut, sebab ada atau tidaknya usaha berpengaruh terhadap keberadaan dari memori. Pasar Baru dan Shek Kip Mei, Hong Kong menjadi studi kasus dalam skripsi ini. Pembahasan dilakukan dengan cara studi literatur, studi lapangan dan mencari referensi dari jurnal-jurnal serta artikel terkait.

Interaction and activities happen among people in a place that create collective memory and also its presence at that place, become the focus of this paper. Since time goes by and many things happen, memory of a place can be decrease. Were there any efforts or not, and if any, how it was done to continue and maintain the memory, become one of the question because any efforts or no effort will influent the presence of memory. This study was done by literature study, surveying the area and looking for any related journals and articles."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42457
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>