Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89108 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rozan Firdaus Permana
"Hubungan India dan Pakistan telah diwarnai dengan dinamika yang fluktuatif selama hampir 80 tahun lamanya. Kehadiran identitas seakan-akan bersifat integral dalam dinamika ini. Hal ini pun dapat ditilik dari peristiwa Partisi 1947 yang merupakan titik puncak dari perpecahan antara komunitas Hindu dan Muslim sebagai awal kelahiran India dan Pakistan sebagai entitas berbeda. Kedua entitas terus menaruh imajinya terhadap Kashmir melalui simbolisme identitas. Kontestasi antara entitas ini juga termanifestasi dalam perbatasan kedua negara tersebut. Perbatasan sendiri memiliki dimensi yang kompleks dalam konteks kontestasi identitas antara India dan Pakistan. Tinjauan literatur ini mengulas 36 literatur mengenai identitas dalam hubungan India-Pakistan dengan menggunakan pengorganisasian metode Taxonomi. Secara garis besar topik ini memiliki empat tema, 1).Tinjauan Historis Pertautan Identitas India dan Pakistan, 2). Signifikansi Partisi 1947 dalam Dinamika Hubungan India–Pakistan, 3). Kompleksitas Isu Kashmir dalam Hubungan India-Pakistan, dan 4). Dinamika Identitas dalam Isu Perbatasan India-Pakistan. Dalam tinjauannya, penulis menemukan bahwa tercipta relasi antara identitas yang bersifat predatorik dalam konteks dinamika India-Pakistan. Komunalisme komunitas identitas telah menjadi salah faktor dalam melanggengkan relasi ini. Hal ini pun juga tecermin dalam kasus Kashmir dan Perbatasan yang turut menjadi wahana terjadinya konstruksi dan marginalisasi identitas.

India-Pakistan relations have been volatile for nearly 80 years, heavily influenced by identity dynamics. The 1947 Partition, marking the division between Hindu and Muslim communities, led to the formation of India and Pakistan. This event set the stage for ongoing conflicts, particularly over the disputed Kashmir region, where both countries project their identities. The border itself is a site of complex identity contestation, impacting both state policies and border communities. This literature review examines 36 sources on identity in India-Pakistan relations using a taxonomy method, categorizing the findings into four themes: 1). Historical Review of the Identity Linkage of India and Pakistan, 2). The Significance of the 1947 Partition in the Dynamics of India–Pakistan Relations, 3). The Complexity of the Kashmir Issue in India-Pakistan Relations, and 4). Identity Dynamics in the India-Pakistan Border Issue. The review reveals a relationship of predatory identities between the two nations, sustained by communitarian identity politics. This dynamic is evident in both the Kashmir issue and border interactions, where identity construction and marginalization are ongoing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gupta, Sisir
Bombay: Asia Publishing House, 1966
327.9 GUP k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dixit, J.N. (Jyotindra Nath), 1936-2005
London: Routledge, 2002
954 DIX i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Purwito Hidayat
"Konflik horizontal di Poso Sulawesi Tengah yang terjadi dalam kurun waktu 1998-2001 mengakibatkan perubahan tatanan sosial dalam masyarakat Poso. Penelitian ini ingin melihat proses-proses komunikasi antar budaya masyarakat Pamona dan Bugis pasca konflik khususnya manajemen konflik, proses facework dalam negosiasi wajah, identitas, stereotipe, prasangka dan etnosentrisme serta aspek-aspek sosial, ekonomi dan budaya dalam interaksinya. Dengan paradigma interpretif, pendekatan kualitatif dan metoda etnografi dimana peneliti terjun langsung dan tinggal bersama-sama masyarakat Poso di beberapa daerah. Pada proses negosiasi dan rekonsiliasi konflik jika dilihat menggunakan face negotiation theory maka kedua komunitas cenderung bersifat kolektivistik dan menyelesaikan konflik dengan menjaga ‘wajah’ kelompok lainnya. Gaya penyelesaian konflik antar kedua komunitas cenderung sebagian menggunakan compromising style, pasca konflik justru negosiasi yang banyak digunakan adalah avoiding style. Stereotipe, Prasangka dan Etnosentrisme yang berkembang dari masing-masing kelompok dapat menjadi hambatan dalam proses-proses komunikasi antar budaya serta kerentanan dan kerawanan akan potensi konflik berikutnya.

Horizontal conflicts in Poso, Central Sulawesi, which occurred in the period 1998-2001 resulted in changes in the social order in the society Poso. This study wanted to see the processes of intercultural communication between Pamona society and Bugis post-conflict especially conflict management, negotiation process in the face facework, identity, stereotypes, prejudice and ethnocentrism as well as social aspects, economic and cultural interaction. Using interpretive paradigm, qualitative approaches and of ethnography method, the researcher directly involved and lived together people of Poso in some areas. In the negotiation process and conflict reconciliation when viewed using face negotiation theory, the two communities tend to be collectivistic and resolve conflicts by keeping the 'face' of others. Style of conflict resolution between the two communities tend to mostly use the compromising style, post-conflict negotiations are widely used it is avoiding style. Stereotypes, prejudice and ethnocentrism that developed from each group can be a bottleneck in the processes of intercultural communication as well as the vulnerability and insecurity will be the next potential conflict.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35566
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parsudi Suparlan, 1938-2007
Jakarta: Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, 2004
300 PAR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas W
"In Ethnic Identity and Minority Protection: From Designation to Brutalization, Thomas W. Simon examines a new framework for considering ethnic conflicts. In contrast to the more traditional theories of justice, Simon?s theory of injustice shifts focus away from group identity toward group harms, effectively making many problems, such as how to define minorities in international law, dramatically more manageable"
Machine generated contents note: Preface -- Part I : Stories of Designation -- Chapter One : Balkan Tales -- Part II : A Theory of Injustice -- Chapter Two : Injustice Trumps Justice -- Part III : Group Types -- Chapter Three : The Problems of Race -- Chapter Four : Ethnicity, An Outsider?s View -- Chapter Five : Minorities Defined -- Chapter Six : Citizenship as a Weapon -- Part Four : Institutions and Solutions -- Chapter Seven : The Judiciary versus the Legislature -- Chapter Eight : The United Nations on Minorities -- Chapter Nine : Remedial Secession -- Part Five : Case Studies -- Chapter Ten : Malays in Malaysia, South Africa, and the Philippines -- Part Six : Stories of Brutalization -- Chapter Eleven : Hate Debates -- Bibliography -- Index -- About the Author."
New York: Lexington Books, 2012
323.11 SIM e (1);323.11 SIM e (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muharto Toha
"Berangkat dari sisi budaya, bahwa setiap etnik sangat terikat kepada flowkways, yang berhunungan dengan cara manusia hidup. Manusia terikat kepada pengalaman, keyakinan, nilai, sikap, makna, waktu, dan lainnya. Budaya tersebut menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan penyesuaian diri dan gaya berkomunikasi, sesuai dengan cara membuat persepsi-persepsi kognitif dan afektif. Dengan kata lian, folkways tersebut mengatur hubungan atau komunikasi intraetnik maupun antaretnik. Keterikatan intraetnik atas nilai-nilai budayanya semakin memperkuat rasa ingroup. Perasaan ini kemudia mengakibarkan etnisentrisme, yang dapat terwujud dalam stereotip dan prasangka kepada anggota etnik lain.
Organisasi PERTAMINA unit Pengolahan (PUP)-VI balongan mempunyai anggota yang berasal dari pelbagai etnik dengan budaya dan folkways sendiri. Mengacu pada uraian di atas, diduga para anggotanya mempunyai masalah yang sama. Masalah-masalah komunikasi antaretnik tersebut mempunyai dampak pada pembentukkan iklim komunikasi, yang akhirnya berhubungan dengan pembentukkan budaya organisasi yang unggul.
Penelitian terhadap masalah stereotip, prasangka dan iklim komunikasi dilakukan dengan metode kualitatif terhadap empat etnik, yaitu Jawa, Sunda, Palembang dan Batak yang mempunyai posisi staf dan nonstad. Hasil-hasilnya dibahas dan diuraikan dengan analisis domain dan rangkuman inti dan rinci, sehingga dapat digambarkan masalah stereotip, prasangka dan iklim komunikasi secara menyeluruh.
Hasil penelitian menunjukkan hal-hal menarik. Pertama secara sadar dan eksplisit stereotip dan prasangka tidak begitu saja dapat diidentifikasi dengan mudah. Mereka berusaha menyembunyikan dengan alasan adanya paham yang sangat dihargai, yaitu "beraneka ragam tapi satu jua" (bhinneka tunggak ika). Kedua, secara tidak sadar dan implisit masih ada perasaan-perasaan stereotip dan prasangka meskipun dalam kadar intensitas yang rendah dan berada pada sisi positif. Ketiga, dapat diidentifikasi bahwa stereotip dan prasangka yang rendah intensitas dan berada pada sisi positif, atau bahkan tidak dimunculkan dapat disebabkan oelh adanya pengalaman berada di daerah lain, pendidikan yang tinggi, beberpa ditunjang oleh perkawinan antaretnik, seringnya membentuk ketergantungan satu sama lain dalam menyelesaikan tugas untuk berprestasi, dan adanya motivasi untuk bekerja sebaik mungkin agar memperoleh perhatian dari pimpinan terhadap prestasinya. Atau ada hal-hal lain, misalnya a) mereka saling menghormati budaya lain sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang dikehendaki, b) para pelaku komunikasi belajar menyenagi hidup bersama dari budaya lain dan c) selalu ada komuninikasi antara pribadi dan pribadi (antarpribadi) dengan strategi empati. Keempat iklim komunikasi yang positif terjadi karena adanya keterbukaan dari atasan dalam komunikasi secara formal dan nonformal, yang kemudian diikuti oeleh bawahan. Keadaan ini menjadikan persepsi dan pemaknaan terhadap pesan-pesan (informasi) yang mengalir dalam dua arah menjadi lebih baik, sehingga dapa tdicapai kesepahaman dan kesepakan (komitmen) terhadap penyelesaian tugas secara baik, atau kinerja yang tercapai tinggi.
Dari hasil tersebut dapat ditangkap adanya implikasi yang penting yaitu 1) saat ada faktor diluar etnisitas maka dapat diredam kemunculan streotip dan prasangka ataupun bila ada, maka itu terjadi pada alam ketidaksadaran para anggota, 2) persepsi, kesepahaman beersama yang positif menumbuhkan suasana iklim komunikasiyang positif dan berkenaan dengan budaya organisasi yang unggul 3) kemajemukan etnik para anggota organisasi mungkin dapat menimbulkan dampak negatif atau positif terhadap efektivitas manajemen dan organisasi, serta iklim komunikasi dan budaya organisasi yang unggul.
Secara singkat, implikasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu implikasi teoritis, metodologis dan praktis. Implikasi teoritis beupa adanya 1) ketidaksesuaian antar astereotip yang terbentuk pada alam ketidaksadaran dan perilakunya di dalam organsai yang terwujud di dalam alam ketidaksadarannya karena adanya kesadaran azaz Ke-bhinneka tunggal ika-an, adanya perasaan senasib sepenanggungan dalam memperjuangkan kebutuhan dan adanyanya saling ketergantungan; 2) persepsi dan kesamaan pemahaman terhadaap makna dalam komunikasi menumbuhkan iklim komunikasi yang kondusif terhadap budaya organisai yang unggul; 3) komunikasi antar budaya merupakan matrik tindakan sosial yang rumit, sehingga menimbulkan kesadaran bahwa perbedaan yang ada tidak perlu menimbulkan masalah, 4) penggunaan strategi komunikasi antarpribadi, seperti cost and reward, dalam komunikasi antar budaya mendatangkan hasil yang positif dan efektif dengan iklim komunikasi dan budaya organisasi.
Implikasi metodologis berkenaan dengan 1) penggunaan pelbagai teknik pengumpulan data dalam penelitian. Hal tersebut karena adanya jawaban yang lebih spontan dan teknik wawancara sehingga membentuk kesadaran seseorang; 2) studi mengenai komunikasi antar budaya dalam setting keorganisasian memberikan hasil positif secara holistik dan tetap menempatkan komunikasi dalam kerangka falsafah budya. Hal ini menunjukkan interaksi antar komponen komunikasi, budaya dan norma-norma organisasi.
Implikasi praktis terlihat bhawa 1) para manajer berperan baik sebagai komunikator dan strategi komunikasi cost and reward membuka jakur komunikasi vertikal du arah, baik dalam suasana formal maupun nonformal. Selain tiu, juga mengamati pola-pola tradisi masing-masing dan menerima secara jujur dan tulus bahwa pendirian kita tidak selamanya benar; 2) kebijakn dan kegiatan rotasi karyawan ke perlbagai daerah/unit kerja, pembinaan yang terus-menerus dan terencana melalui diklat telah memberikan hasil positif bagi terselenggaranya komunikasi antarbudaya oleh anggota organisasi yang berasal dari perlbagai latar belakang budaya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-9145
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Suratri
"

Orang Tengger menarik untuk diteliti karena mereka berbeda dengan masyarakat lain yang hidup di wilayah Provinsi Jawa Timur. Orang Tengger adalah mereka yang sangat patuh menjalankan upacara-upacara adat dan sangat menjunjung tinggi kejujuran. Masalah penelitian dalam disertasi ini adalah orang keturunan Madura lebih memilih identitas utamanya sebagai orang Tengger. Pengumpulan data menggunakan metode pengamatan terlibat dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ethnic boundary atau batas sosial orang Tengger adalah memiliki atribut-atribut seperti sarung, bahasa Tengger, masyarakat petani, dan patuh melaksanakan upacara adat. Orang Tengger adalah mereka yang tinggal di wilayah Tengger, pekerja keras, egaliter, cinta damai dan selalu berbuat baik, patuh pada pemimpin dan patuh menjalankan aturan adat, menjaga ikatan kekeluargaan dan dekat dengan dunia roh. Mereka yang keturunan Madura pada akhirnya melakukan proses ‘menjadi Tengger’ untuk mendapatkan berbagai akses karena hanya orang Tengger yang memiliki legitimasi untuk mendapatkan akses tersebut. Akses-akses yang didapatkan adalah akses identitas sosial, akses pasar, akses modal, akses pengetahuan, akses melalui negosiasi dari relasi sosial lain, akses kehidupan yang lebih baik dan juga termasuk akses otoritas bagi orang Tengger asli. Upaya kuat orang Tengger untuk mempertahankan batas sosial atau ethnic boundary menghasilkan konstruksi sosial yang menggambarkan wilayah Tengger sebagai wilayah sakral yang hanya orang-orang tertentu yang dapat hidup di dalamnya dan merupakan tempat yang aman dan tentram, yang pada akhirnya memberikan orang Tengger otonomi penuh untuk mengelola wilayahnya dengan intervensi minimal dari pihak luar


Tengger people are interesting to study because they are different from other communities living in the East Java Province. Tengger people are those who are very obedient in carrying out traditional ceremonies and highly uphold honesty. The research problem in  this dissertation is those who are of Madurese descent prefer their main identity as Tengger people. The data collection used the observation method involved and in-depth interviews. The results of the study concluded that the "ethnic boundary" of Tengger people are to have attributes such as sarong, Tengger language, farming community, and obediently carrying out traditional ceremonies. Tengger people are those who live in the Tengger region, are hard-working, egalitarian, peace-loving and always do good, obey the leader and obey the customary rules, maintain family ties and are close to the spirit world. Those who are of Madurese descent eventually carry out the process of 'becoming Tengger' to get various accesses because only Tengger people have the legitimacy to obtain such access. Accesses obtained are access to social identity, market access, access to capital, access to knowledge, access through negotiations from other social relations, access to a better life and also include access to authority for original Tengger people. The Tengger's strong efforts to maintain 'ethnic boundary' resulted in a social construction that depicted the Tengger region as a sacred area that only certain people could live in and is a safe and peaceful place, which then ultimately give Tengger people full autonomy to manage their territory with minimal intervention from outside parties.

 

"
2019
D2640
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suyatno
"Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang sangat rawan konflik antar wargalantar kampung. Frekuensi konflik antar warga antar kampung di Kabupaten Indramayu terutama selarna tahun 1997-2001 sangat tinggi. Konflik tersebut telah menimbulkan kondisi keamanan dan ketentraman yang tidak kondusif yang berdampak pada lemahnya ketahanan daerah dan terhambatnya pelaksanaan pembangunan daerah. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu memiliki kewajiban untuk memainkan peranannya sebaik mungkin dalam menyelesaikan dan mencegah konflik tersebut.
Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi faktor-faktor penyebab timbulnya konflik antar warga/antar kampung di Kabupaten Indramayu yang menyebabkan lemahnya ketahanan daerah Kabupaten Indramayu. Mengungkap upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu dalam menyelesaikan konflik antar warga antar kampung dalam rangka meningkatkan ketahanan daerah Kabupaten Indramayu. Mengungkap peranan Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu dalam mencegah konflik anlar warga antar kampung dalam rangka meningkatkan ketahanan daerah Kabupaten Indramayu. Data tentang hal tersebut, dikumpulkan dengan cara wawancara secara mencatat, observasi dan studi dokumentasi. Adapun jenis penelitian yang peneiili lakukan adalah metode kualitatif deskriptif dan metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualilatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendorong struktural yang mana yang menyebabkan konflik antar wargalantar kampung adalah karena penduduk Indramayu khususnya para pemudanya bersifat tempramental sehingga mudah melakukan tindakan kekerasan. Faktor lainnya adalah tingginya solidaritas antar selama warga masyarakat, serta ketidakpuasan dan kurangnya kepercayaan terhadap aparat pemerintah. Sifat tempramental atau agresivitas perilaku terutama disebabkan oleh pengaruh minuman keras dan pengangguran. Faktor lainnya yang juga turut menentukan adalah tingginya angka kemiskinan dan pendidikan yang rendah.
Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan konflik tersebut terutama dengan cara-cara konsiliasi (perdamaian). Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu juga telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah konflik tersebut dengan cara menekan dan meminimalisir faktor-Faktor determinan penyebab konflik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu memang cukup berhasil dalam menekan frekuensi konflik. Meskipun demikian, upaya pencegahan konflik belum optimal karena masih banyak menghadapi kendala dalam pelaksanaannya, sehingga potensi konflik antar warga/antar kampung di Kabupaten lndramayu masih besar.

The Regency of Indramayu is one of the Regencies in West Java which is prone to violence among members of the society/kampong. The frequency of the conflict among society members especially from 1997 until 2001 was very high. Those conflicts have created a non conducive situation for the safety and tranquility of the region, and they have weakened the resilience and hampered the development of the region. In that case, the government of Indramayu Regency has some obligations to perform their best in solving and preventing those conflicts.
The objectives of this research are :
To identify any factors causing the conflicts among society members/kampong which have weakened the resilience of Indramayu Regency. To reveal all the efforts done by the government of Indramayu Regency in preventing and solving the conflicts among the society members/kampong so that it can enhance the resilience of Indramayu Regency. To reveal the role of Government of Indramayu Regency in preventing conflicts among society members/kampong in order to enhance the resilience of Indramayu Regency. All data are gathered through interview, observation and documentation study. The researcher has conducted a descriptive qualitative research and the method used is qualitative method.
The result of the research shows that the main factors of the structural drive which have caused conflicts among people/kampong is that inhabitants of Indramayu, especially the young men are reckless so that they are easily provoked to commit violence. Other factors involve a high solidarity among society members, and the inability to trust, together with the dissatisfaction toward the local government. The reckless and aggressive behavior is mainly caused by alcoholic beverages and unemployment. Other important factors are the abject poverty and the low educational level of the inhabitants.
The local Government of Indramayu Regency has conducted many activities to solve the conflicts especially by using reconciliation to seek for peace. The local Government of Indramayu Regency has also done several efforts to prevent the conflicts by suppressing and minimizing the determined factors of the conflicts. The result of the research shows that the Local Government of Indramayu Regency has been successful in suppressing the frequency of the conflicts. Yet, the efforts in preventing the conflict have not really been optimum because there are still many obstacles in the process of achieving it. In that case, the potential conflicts among the society members/kampong in Indramayu Regency are still very high.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18368
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Impiani
"ABSTRAK
Kajian ini menganalisis eskalasi konflik militer yang terjadi antara India dan Pakistan
pada periode setelah perjanjian damai Deklarasi Lahore 1999. Setelah beberapa kali
terlibat perang besar, konflik militer di antara kedua negara ini terus berlangsung hingga
hari ini. Kajian terdahulu perihal konflik India-Pakistan hanya membahas perihal
penyebab konflik ini terjadi dan upaya penyelesaian konflik yang terbagi ke dalam tiga
sudut pandang besar yaitu keamanan, politik domestik dan ekonomi-politik, tetapi
belum ada yang menjelaskan bagaimana konflik ini nampaknya tetap bertahan. Dengan
menggunakan perspektif dilema keamanan sebagai kerangka analisis dan metode
penelitian causal-process tracing, kajian ini menunjukkan bahwa tindakan peningkatan
sistem pertahanan dan mengeluarkan kebijakan yang ofensif adalah pemicu kedua
negara terus terlibat dalam konflik militer. Analisis kajian ini juga menunjukkan
perjanjian damai Deklarasi Lahore 1999 tidak dapat menghentikan konflik militer dan
permusuhan antara keduanya, karena India dan Pakistan saling melihat perilaku satu
sama lain seperti pembangunan kekuatan pertahanan dan pengembangan nuklir sebagai
ancaman sehingga keduanya selalu berada dalam situasi dilema keamanan.

ABSTRACT
This study analyses the military conflict escalation between India and Pakistan in the
period after 1999 Lahore Declaration. After several major wars, military conflicts
between the two countries continued to this day. Previous studies on the India-Pakistan
conflict only discussed the causes of this conflict and efforts to resolve conflicts. The
studies are divided into three major perspectives, namely; security, domestic politics,
and political economy, but none has explained how this military conflict is relatively
lasting. By using security dilema as an analytical framework and causal-process
tracing on research method, this study shows that actions to improve the defense system
and an offensive policy are the triggers for the two countries to continue to be involved
in military conflicts. The analysis of this study also shows that the Lahore Declaration
1999 cannot stop military conflict and hostility between India and Pakistan, because
they see each other's behaviors-such as the development of military defense capability
and nuclear weaponry development-as threats so that they are always remains in the
security dilema situation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>