Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176715 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Ristiani Hariastuti
"Acute Lymphocytic Leukemia (ALL) masih menjadi penyebab utama kematian pada pasien kanker anak, dengan prognosis yang buruk. Pasien ALL yang didiagnosis pada masa bayi memiliki kelangsungan hidup terendah, sedangkan pasien yang didiagnosis antara usia 1 dan 9 tahun memiliki peluang bertahan hidup tertinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui probabilitas kesintasan secara keseluruhan maupun berdasarkan kelompok usia saat diagnosis serta hubungan antara usia saat diagnosis dengan kesintasan pasien ALL pada anak. Penelitian ini merupakan studi cohort retrospective dengan menggunakan data rekam medik pasien ALL anak di RS Fatmawati yang didiagnosis pada periode tanggal 1 Januari 2017-31 Desember 2022, kemudian dianalisa dengan menggunakan cox proportional hazard. Hasil penelitian menunjukkan bahwa probabilitas kesintasan pasien ALL anak di RS Fatmawati secara keseluruhan sebesar 44,34%, probabilitas kesintasan anak yang saat diagnosis berusia 1-5 tahun lebih tinggi daripada pasien ALL anak yang saat diagnosis berusia > 5 tahun yaitu sebesar 49,87%. Secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara usia saat diagnosis dengan kesintasan pasien ALL pada anak, dimana pasien ALL anak yang usia saat didiagnosisnya > 5 tahun dan yang mempunyai efek samping selama pengobatan memiliki risiko kematian 2,74 kali lebih besar (HR: 2,74; 95%CI: 1,104-6,808, pvalue: 0,03) dibandingkan dengan pasien ALL anak yang saat diagnosis berusia 1-5 tahun. Diharapkan dilakukan penerapan pola hidup sehat serta memberi edukasi tentang deteksi leukemia serta dilakukannya deteksi dini/skrining leukemia secara berjenjang untuk mengurangi risiko kematian pada pasien ALL anak.

Acute Lymphocytic Leukemia (ALL) remains the main cause of death in pediatric cancer patients, with a poor prognosis. ALL patients diagnosed in infancy had the lowest survival, followed by children diagnosed between the ages of 15 and 19 years. Meanwhile, patients diagnosed between the ages of 1 and 9 years have the highest chance of survival. This study aims to determine the overall probability of survival based on age group at diagnosis and the relationship between age at diagnosis and survival of ALL patients in children. This research is a retrospective cohort study using medical record data from pediatric ALL patients diagnosed in the period 1 January 2017-31 December 2022 at Fatmawati Hospital which was then analyzed using Cox Proportional Hazard. The results of the study showed that the overall probability of survival for pediatric ALL patients at Fatmawati Hospital was 44.34%, the probability of survival for children aged 1-5 years at diagnosis was higher than those > 5 years at diagnosis, namely 49.87%. Statistically there is a significant relationship between age at diagnosis and survival of childhood ALL patients, where pediatric ALL patients who were aged > 5 years at diagnosis and who had side effects during treatment had a 2.74 times greater risk of death (HR: 2.74; 95%CI: 1.104 – 6.808, pvalue=0,03) compared with pediatric ALL patients aged 1-5 years at diagnosis. It is hoped that healthy lifestyle will be implemented and education will be provided about leukemia detection as well as early detection/leukemia screening in stages to reduce the risk of death in pediatric ALL patients."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Levi Dhynianti
"Tesis ini membahas kesiapan Puskesmas di DKI Jakarta dalam mengimplementasikan transformasi layanan primer pada tahun 2024. Kesiapan implementasi sangat menentukan efektivitas dan keberhasilan suatu kebijakan sehingga analisis kesiapan dilakukan guna mengidentifikasi sumber daya pendukung yang perlu disiapkan, faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan (tantangan dan pendukung) serta faktor kondisi di internal organisasi puskesmas perlu dipersiapkan agar upaya transformasi yang akan dilaksanakan dapat berjalan optimal. Penelitian ini adalah operational research dengan pendekatan kuantitatif yang selanjutnya diperjelas dengan kualitatif. Data diperoleh melalui 2 tahap yaitu kuisioner dan dilanjutkan dengan wawancara mendalam untuk memperjelas data yang tidak dapat dijelaskan secara kuantitatif. Hasil penelitian pada penelitian ini diperoleh data bahwa terdapat 18 puskesmas(47%) puskesmas telah siap dan 20 puskesmas (53%) belum siap meengimplementasikan transformasi layanan primer. Aspek input (Pelayanan Kesehatan, SDM, Sistem Informasi, Sarana Prasarana dan Alat), aspek proses (tatakelola dan kebijakan) serta aspek output (akses, cakupan, mutu dan keselamatan pasien) menjadi faktor penentu kesiapan. Adanya komitmen antar stakeholder, strategi berupa kebijakan baru dalam layanan, serta karakteristik puskesmas yang berstatus BLUD serta kondisi akses, cakupan dan keselamatan pasien yang baik saat pelaksanaan implementasi merupakan faktor pendorong yang dapat mendukung implementasi layanan primer. Sementara belum jelasnya status kader dan insentif kader, serta dashboard pelaporan yang belum maksimal menjadi tantangan dalam pelaksanaan implementasi. Oleh karena itu dukungan dari Kementerian Kesehatan, fasilitasi dari Dinas Kesehatan Provinsi serta upaya maksimal dari puskesmas perlu dilakukan maksimal sehingga implementasi transformasi layanan primer dapat terlaksana sesuai dengan tujuan dan target.

This thesis discusses the readiness of community health centers (Puskesmas) in DKI Jakarta to implement primary health care transformation in 2024. The readiness of implementation significantly determines the effectiveness and success of a policy, hence an analysis of readiness is conducted to identify the supporting resources that need to be prepared, the factors influencing policy implementation (challenges and supports), as well as the internal conditions of the Puskesmas that need to be prepared to ensure the transformation efforts can be carried out optimally. This research is operational research with a quantitative approach, which is further clarified with qualitative methods. Data was obtained through two stages: questionnaires followed by in-depth interviews to clarify data that cannot be explained quantitatively. The results of this study indicate that 18 Puskesmas (47%) are ready, and 20 Puskesmas (53%) are not yet ready to implement the primary health care transformation. Input aspects (Health Services, Human Resources, Information Systems, Facilities and Equipment), process aspects (governance and policies), and output aspects (access, coverage, quality, and patient safety) are the determining factors of readiness. The commitment among stakeholders, strategies in the form of new policies in services, the characteristics of Puskesmas with BLUD status, as well as good access, coverage, and patient safety during the implementation are supporting factors that can aid the implementation of primary services. Meanwhile, unclear status and incentives for cadres, as well as suboptimal reporting dashboards, pose challenges in the implementation. Therefore, support from the Ministry of Health, facilitation from the Provincial Health Office, and maximum efforts from the Puskesmas are necessary to ensure that the implementation of primary health care transformation can be carried out in line with the objectives and targets."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ati Fadhilah
"ABSTRAK
Leukemia limfositik akut merupakan jenis kanker yang paling banyak dialami anak-anak. Penyakit tersebut membutuhkan kemoterapi jangka panjang yang dalam prosesnya seringkali menyebabkan fatigue atau kelelahan. Salahsatu cara untuk menurunkan kelelahan adalah aktivitas terstruktur atau latihan yang biasanya dilakukan di rumah sakit. Padahal, anak dengan leukemia limfositik akut pun diharuskan pulang beberapa kali diantara jeda diberikannya agen kemoterapi. Tujuan penelitian ini adalah mencari tahu hubungan antara aktivitas di rumah dengan kelelahan. Desain penelitian ini menggunakan crossectional dan metode consequtive sampling dengan besar sampel 45 anak. Ditemukan hubungan yang bermakna antara tingkat aktivitas fisik dan kelelahan dengan p 0,001 atau p.

ABSTRACT
Acute lymphocytic leukemia is the most common type of cancer among children. The disease requires long term chemotherapy which in the process often leads to fatigue. One way to reduce fatigue is a structured activity or exercise that is usually performed in a hospital. In fact, children with acute lymphocytic leukemia were required to go home several times between pauses given chemotherapy agents. The purpose of this study is to find out the relationship between activity at home with fatigue. The design of this study using crossectional and consequtive sampling method with a large sample of 45 children. There was a significant relationship between physical activity level and fatigue score with p 0,001 or p
"
Lengkap +
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Yulianti
"Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah jenis kanker yang disebabkan oleh akumulasi limfoblas di sumsum tulang yang mempengaruhi banyak anak. Keberhasilan pengobatan pada pasien leukemia dapat dinilai berdasarkan tingkat kelangsungan hidup pasien LLA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kelangsungan hidup 5 tahun, faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan nilai skor prediktor kelangsungan hidup pada anak usia 1-18 tahun yang didiagnosis dengan leukemia limfoblastik akut (LLA) di RSAB Harapan Kita. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik yang menggunakan desain penelitian kohort retrospektif. Sampel adalah 130 pasien LLA yang didiagnosis pada tahun 2013-2014 yang diperoleh dari teknik pengambilan sampel non-probabilitas jenis consecutive sampling. Data dikumpulkan dengan melacak rekam medis pasien. Data dianalisis menggunakan analisis Kaplan-Meier dan Regresi Cox. Hasil penelitian menunjukkan bahwa probabilitas tingkat kelangsungan hidup pasien LLA tahun 2013-2014 adalah 92,25% dengan tingkat kelangsungan hidup rata-rata 60 bulan. Berdasarkan analisis multivariat menggunakan model interaksi regresi Cox, faktor yang paling berpengaruh pada tingkat kelangsungan hidup pasien LLA adalah komorbiditas (p = 0,002; HR = 10,76 CI; 2,38-48,55), remisi (p = 0,001; HR = 13,28 CI2,98- 59,73) dan kambuh (p = 0,014; HR = 7,92 CI; 1,53-41,12).

Acute lymphoblastic leukemia (LLA) is a type of cancer caused by the accumulation of lymphoblasts in the bone marrow that affects many children. The success of treatment in leukemia patients can be assessed based on the survival rate of LLA patients. The aims of this study were to identify 5-year survival, the factors that influence it, and the scoring value of predictors of survival in children aged 1-18 years diagnosed with acute lymphoblastic leukemia (LLA) in RSAB Harapan Kita. This study is an analytic observational study that used retrospective cohort study design. The sample was 130 LLA patients diagnosed in 2013-2014 who were obtained from a non-probability sampling technique consecutive sampling. Data were collected by tracking the patient's medical records. Data were analyzed using Kaplan- Meier analysis and Cox Regression. The results show that the LLA patient's survival rate probability from 2013-2014 was 92.25% with a median survival rate of 60 months. Based on multivariate analysis using Cox regression interaction models, the most influential factors on survival rate of LLA patients were comorbidity (p = 0.002; HR = 10.76 CI; 2.38-48.55), remission (p = 0.001; HR = 13.28 CI2.98-59.73) and relapse (p = 0.014; HR = 7.92 CI; 1.53- 41.12)"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Dina Maritha
"Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan yang paling sering terjadi pada anak-anak. Angka kesembuhan yang besar terjadi akibat terapi kanker saat ini, namun respon toksik yang terkait dan pembentukan radikal bebas meningkatkan angka kematian akibat pengobatan daripada kematian akibat penyakitnya itu sendiri. Komplikasi kemoterapi meningkatkan rasa ingin tahu dokter untuk mempelajari penggunaan antioksidan sebagai pengobatan tambahan pada kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran N-asetilsistein ​​(NAS) sebagai terapi antioksidan pada anak-anak dengan LLA SR (standard risk) selama fase induksi kemoterapi, dan kemungkinan peran mereka dalam pencegahan dan pengendalian komplikasi hati terkait dengan penggunaan agen kemoterapi. Sebuah uji klinis acak tersamar tunggal NAS dibandingkan dengan plasebo yang dilakukan pada pasien anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Hematologi dan Onkologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada 11 pasien anak-anak usia mereka berkisar antara 2 dan 10 tahun dengan LLA SR yang menjalani kemoterapi fase induksi dan memenuhi kriteria inklusi. Pasien secara acak dialokasikan ke dalam dua kelompok, NAS atau kelompok plasebo. Mereka dievaluasi secara klinis untuk terjadinya komplikasi dan sampel darah dikumpulkan sebagai parameter laboratorium (plasma malondialdehid (MDA), enzim transaminase, dan bilirubin). Sebanyak 11 subjek dilakukan analisis yang terdiri dari 6 pada kelompok n-asetilsistein dan 5 pada kelompok plasebo. Karakteristik subjek didominasi oleh anak laki-laki dengan status gizi kurang. Kadar rerata MDA cenderung mengalami penurunan, sebanyak tiga subjek dari enam subjek pada kelompok perlakuan dan tiga subjek dari lima subjek pada kelompok plasebo. Insidens peningkatan kadar enzim transaminase sebesar 25%. Tidak terjadi kejadian kolestasis pada subjek penelitian. Pengobatan NAS ​​berdasarkan dosis antioksidan cenderung menurunkan kadar MDA, dan mencegah peningkatan enzim transaminase, dan bilirubin.

Acute lymphoblastic leukemia (ALL) is the most commonly malignancy in children. Cancer therapies have experienced great success nowadays, yet the associated toxic response and free radicals formation have resulted in significant number of treatment-induced deaths rather than disease-induced fatalities. Complications of chemotherapy increases physicians curiosity to study antioxidant use as adjunctive treatment in cancer. This study aims to evaluate the role of N-acetylcysteine (NAC) as antioxidant therapy in children with ALL during the induction phases of chemotherapy, and their possible role in prevention and control of hepatic complications associated with the use of chemotherapic agents. A randomized single-blind clinical trial of NAC in comparison with placebo conducted in hematology and oncology pediatric patient of Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. The study was performed in 11 pediatric patients with ALL with their ages ranging between 2 and 10 years, undergoing induction phase chemotherapy that fulfilled the inclusion criteria consecutively. Patient were randomly allocated into of two groups, NAC or placebo group. They were evaluated clinically for the occurance of complications and blood samples were collected as the laboratory parameters (plasma malondyaldehide (MDA), transaminase enzyme, and bilirubin). A total 11 participants were included in analysis consisted of 6 in n-acetylcysteine group and 5 in placebo group. Characteristics of subject were predominated by boys and moderate malnourished. Mean MDA levels tended to decrease, as many as three subjects from six subjects in the NAC group and three subjects from five subjects in the placebo group. Incidence of increased levels of the transaminase enzyme by 25%. There was no cholestasis events in the study subjects. NAS treatment based on antioxidant doses tends to reduce MDA levels, and prevent the increase in the transaminase enzyme and bilirubin."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Dwi Darmayanti
"Leukemia limfoblastik akut (ALL) adalah jenis kanker yang paling umum pada anak-anak. Nyeri dan kelelahan berhubungan dengan faktor-faktor kanker dan perawatannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan hubungan antara kualitas nyeri dan kelelahan pada anak-anak dengan ALL 1-3 hari setelah kemoterapi. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dan menggunakan teknik consequtive sampling. Total sampel adalah 44 anak-anak dengan ALL (7-18 tahun) di Jakarta. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner Simple Pain Inventory (BPI) untuk mengukur kualitas nyeri dan Kelelahan Onkologi Anak-Allen (FOA-A) untuk mengukur kelelahan. Nilai rata-rata kualitas nyeri adalah 1,63932 dan nilai rata-rata kelelahan adalah 9,25.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kualitas nyeri dan kelelahan (p = 0,006), status kambuh dan kelelahan (p = 0,058), dan antara seseorang yang menemani anak-anak dan kelelahan (p = 0,016). Hasil penelitian ini merekomendasikan pentingnya penilaian nyeri lebih lanjut dan pengobatan kombinasi antara farmakologi dan nyeri non-farmakologi setelah kemoterapi untuk mengurangi kelelahan pada anak-anak dengan kanker.

Acute lymphoblastic leukemia (ALL) is the most common type of cancer in children. Pain and fatigue are related to cancer factors and their treatments. The aim of this study was to find an association between pain quality and fatigue in children with ALL 1-3 days after chemotherapy. This research uses cross sectional design and uses consequtive sampling technique. The total sample was 44 children with ALL (7-18 years) in Jakarta. The measuring instrument used in this study was a Simple Pain Inventory (BPI) questionnaire to measure the quality of pain and Fatigue Oncology of Children-Allen (FOA-A) to measure fatigue. The average value of pain quality is 1.63932 and the average value of fatigue is 9.25.
The results of this study indicate that there is a significant relationship between quality of pain and fatigue (p = 0.006), relapse and fatigue status (p = 0.058), and between someone who accompanies children and fatigue (p = 0.016). The results of this study recommend the importance of further pain assessment and combination treatment between pharmacology and non-pharmacological pain after chemotherapy to reduce fatigue in children with cancer.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrye Fernandes
"Kemoterapi memiliki dampak terjadinya kelelahan pada anak yang menderita leukemia limfoblastik akut. Kelelahan pada anak dapat diperberat oleh masalah tidur yang dialami anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan masalah tidur dengan kelelahan pada anak dengan leukemia limfoblastik akut yang menjalani satu siklus kemoterapi fase induksi. Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pengukuran berulang masalah tidur dan kelelahan pada anak berumur 7-18 tahun (n=62). Pengambilan data dilakukan selama 7 hari yaitu, satu hari sebelum, lima hari selama, dan satu hari setelah kemoterapi.
Hasil analisis data menggunakan uji korelasi Pearson dengan tingkat kemaknaan 95% menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0,001) antara masalah tidur dengan kelelahan. Kesimpulannya masalah tidur menjadi penyebab beratnya kelelahan pada anak sehingga penting untuk dilakukan pengkajian dan memberikan intervensi mengatasi masalah tidur untuk mengurangi kelelahan pada anak. Pelatihan manajemen masalah tidur dan kelelahan menjadi penting untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan perawat dalam mengatasi kelelahan pada anak leukemia limfoblastik akut yang menjalani kemoterapi fase induksi.

Chemotherapy had an impact of disruption in sleep patterns and fatigue in children who suffer from acute lymphoblastic leukemia. Fatigue in children can be exacerbated by sleep problems experienced by children. This study aimed to analyze the relationship of sleep problems with fatigue in children with acute lymphoblastic leukemia who underwent a cycle of induction phase chemotherapy. The design of this research used descriptive analytic with repeated measurements of sleep problems and fatigue in children aged 7-18 years (n = 62). The data were taken for 7 days, consist of one day before, five days during, and one day after chemotherapy.
The result of data analysis using Pearson correlation test with significance level 95% showed significant relationship (p <0.001) between sleep problems with fatigue. The conclusion were sleep problems cause severe fatigue in children so it is important to do the assessment and provide intervention to overcome sleep problems to reduce fatigue in children. Training on sleep problems and fatigue management becomes important to improve knowledge and abilities of nurses in overcoming fatigue in children with acute lymphoblastic leukemia undergoing chemotherapy on induction phase.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juan Felix Samudra
"Latar Belakang
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan darah tertinggi pada anak dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi di negara berkembang. Saat ini berkembang berbagai upaya tatalaksana LLA dan respons terhadap pengobatan tersebut salah satunya dilihat melalui karakteristik dan data hematologi pasien. Interleukin 10 (IL-10) merupakan marker potensial terapi LLA karena perannya dalam mekanisme progresivitas kanker. Akan tetapi, hubungan konsentrasi IL-10 terhadap karakteristik dan data hematologi pasien dalam menentukan respons pasien terhadap pengobatan belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengukur konsentrasi IL-10 dan melihat hubungannya terhadap karakteristik dan data hematologi pasien yang sedang berada dalam kemoterapi fase pemeliharaan.
Metode
Penelitian potong lintang menggunakan 74 sampel darah tersimpan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan pada bulan Januari sampai April 2024 di laboratorium Farmakokinetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pengukuran konsentrasi IL- 10 dilakukan dengan metode ELISA dan dibaca melalui spektrofotometer. Karakteristik dan data hematologi pasien didapatkan melalui repositori penelitian sebelumnya. Analisis deskriptif dilakukan pada konsentrasi IL-10, karakteristik, dan data hematologi pasien. Analisis bivariat dilakukan untuk mencari hubungan antara setiap variabel bebas terhadap konsentrasi IL-10 sebagai variabel terikat.
Hasil
Konsentrasi IL-10 pada pasien anak LLA dalam kemoterapi fase pemeliharaan berada dalam rentang 9,32-451,02 pg/ml. Ditemukan hubungan antara konsentrasi IL-10 dengan kelompok usia (p=0,001) dengan OR sebesar 8,667 (95% CI; 2,376-31,611), sedangkan terhadap jenis kelamin, status gizi, dan stratifikasi risiko tidak ditemukan hubungan. Tidak ditemukan hubungan antara konsentrasi IL-10 dengan data hematologi pasien berupa hemoglobin, leukosit, dan trombosit.
Kesimpulan
Konsentrasi IL-10 berhubungan dengan variabel usia pasien LLA anak dalam kemoterapi fase pemeliharaan, tetapi tidak berhubungan dengan variabel karakteristik lain dan data hematologi.

Introduction
Acute lymphoblastic leukemia is the most common hematologic malignancy in children, with a high mortality in developing countries. Treatment strategies are being developed for ALL. Patient characteristics and hematological data are considered when evaluating patient’s response. Interleukin-10 (IL-10) is a potential marker for ALL therapy for its role in cancer progression. However, the association between IL-10 levels those variables mentioned before has not yet been investigated. This study aims to measure IL-10 levels and their association with patient characteristics and hematological data in children undergoing maintenance phase chemotherapy.
Method
This cross-sectional study utilized 74 stored blood samples from a previous study and was conducted between January and April 2024 at the Pharmacokinetics Laboratory, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia. IL-10 concentrations were measured using the ELISA method. Patient characteristics and hematological data were obtained from the prior study. Descriptive analyses were performed on IL-10 concentrations, patient characteristics, and hematological data. Bivariate analysis was conducted to examine the association between IL-10 concentration and independent variables.
Results
IL-10 concentrations in pediatric ALL patients undergoing maintenance-phase chemotherapy ranged from 9.32 to 451.02 pg/ml. IL-10 concentration was associated with age group (p = 0.001) with an odds ratio of 8,667 (95% CI; 2,376-31,611). No associations were observed between IL-10 concentration and gender, nutritional status, risk stratification, hemoglobin, leukocytes, and platelets.
Conclusion
IL-10 concentration is associated with age in pediatric ALL patients undergoing maintenance-phase chemotherapy, but no associations were observed with other patient characteristics or hematological data.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf;S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Selvina Rosdiana
"Hematotoksisitas pada leukemia limfoblastik akut (LLA) anak selama terapi fase pemeliharaan, merupakan hal penting, karena dapat menyebabkan kondisi mengancam jiwa dan penghentian dini terapi, yang dapat meningkatkan risiko relaps. Untuk menghindari hematotoksisitas, American Society for Clinical Pharmacology and Therapeutics merekomendasikan penyesuaian dosis awal merkaptopurin (6MP) berdasarkan genotip enzim pemetabolisme 6MP yaitu thiopurine S-methyl transferase (TPMT), berdasarkan studi-studi sebelumnya polimorfisme enzim tersebut memengaruhi kadar metabolit aktif 6MP dan hematotoksisitas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi hematotoksisitas dan melihat hubungannya dengan genotip TPMT, fenotip TPMT, dan karakteristik pada pasien LLA anak di Indonesia. Studi potong lintang dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo dan RS Kanker Dharmais pada bulan Juni 2017–Oktober 2018 terhadap 106 pasien LLA anak yang sedang mendapatkan 6MP minimal 1 bulan pada terapi fase pemeliharaan.
Prevalensi hematotoksisitas pada fase pemeliharaan pasien LLA anak di Indonesia 71,7%, dengan neutropenia 51,9%, anemia 44,3%, dan trombositopenia 6,6%. Neutropenia tingkat 3–4 sebesar 9,4%. Alel mutan yang ditemukan hanya TPMT*3C dengan frekuensi 0,95%. Kadar 6TGN, 6MeMP dan rasio kadar 6MeMP/6TGN sangat bervariasi, yaitu 6–234,04 pmol/8x108 eritrosit, 3,5–3167,01 pmol/8x108 eritrosit, dan 0,06–100,64 pmol/8x108 eritrosit, secara berurutan. Sebesar 76,4% pasien berusia antara 1–10 tahun dan > 95% pasien memiliki status gizi dan kadar albumin normal. Proporsi pasien berdasarkan stratifikasi risiko dan dosis harian 6MP sebanding. Tidak terdapat hubungan antara hematotoksisitas dengan genotip TPMT, usia, status gizi, kadar albumin, stratifikasi risiko, cara pemberian dosis harian 6MP, dan pemberian bersama kotrimoksazol. Faktor yang berhubungan dengan hematotoksisitas adalah fenotip TPMT: kadar 6MeMP (p = 0,004) dan rasio kadar 6MeMP/6TGN (p = 0,010). IMT ≤ 16,6 kg/m2 berhubungan dengan anemia dan kadar albumin serum ≤ 4,2 g/dL berhubungan dengan trombositopenia. Tidak terdapat hubungan antara genotip dengan fenotip TPMT pada pasien LLA anak di Indonesia.
Kesimpulan: Hematotoksisitas tidak berhubungan dengan genotip TPMT dan karakteristik pasien. Fenotip TPMT berhubungan dengan hematotoksisitas, namun kurang kuat untuk memprediksi hematotoksisitas.

Hematotoxicity in acute lymphoblastic leukemia (ALL) children during maintenance phase therapy is important, because it can cause life-threatening conditions and it is the major cause of drug discontinuation, which can increase the risk of relapse. To reduce hematotoxicity, American Society for Clinical Pharmacology and Therapeutics recommended to adjust starting dose of mercaptopurine (6MP) based on patient's genotype of thiopurine S-methyl transferase (TPMT), that affected 6MP active metabolite levels and hematotoxicity.
The aim of the study was to determine the prevalence of hematotoxicity and factors that affecting hematotoxicity, focus on genotype and phenotype of TPMT. A cross-sectional study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital and Dharmais Cancer Hospital in June 2017–October 2018 for 106 LLA patients who were receiving at least 1 month of 6MP during maintenance therapy.
The prevalence of neutropenia, anemia, and thrombocytopenia were 51.9%, 44.3%, and 6.6%, respectively. We found only TPMT *3C with a frequency of 0.95%. Erythrocyte levels of 6TGN, 6MeMP, and ratio of 6MeMP/6TGN levels vary greatly, 6–234,04 pmol/8x108 RBC, 3,5–3167,01 pmol/8x108 RBC, and 0,06–100,64 pmol/8x108 RBC. About 76.4% of patients aged 1–10 years, and > 95% of patients had normal nutritional status and serum albumin levels. The proportion of patients based on risk stratification and daily dose of 6MP were comparable. There was no association between hematotoxicity and genotype TPMT, age, nutritional status, serum albumin levels, risk stratification, daily dose of 6MP, and co-administration of cotrimoxazole. The factor associated with hematotoxicity was the TPMT phenotype: 6MeMP levels (p = 0.004) and the ratio of 6MeMP/6TGN levels (p = 0.010). BMI ≤ 16.6 kg/m2 was associated with anemia and serum albumin level ≤ 4.2 g/dL was associated with thrombocytopenia. There was no relationship between genotype and the TPMT phenotype in pediatric LLA patients in Indonesia.
Conclusion: Hematotoxicity is not associated with TPMT genotype and patient characteristics. The TPMT phenotype is associated with hematotoxicity but is not strong enough at predicting hematotoxicity.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Dina Maritha
"Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan yang paling sering terjadi pada anak-anak. Angka kesembuhan yang besar terjadi akibat terapi kanker saat ini, namun respon toksik yang terkait dan pembentukan radikal bebas meningkatkan angka kematian akibat pengobatan daripada kematian akibat penyakitnya itu sendiri. Komplikasi kemoterapi meningkatkan rasa ingin tahu dokter untuk mempelajari penggunaan antioksidan sebagai pengobatan tambahan pada kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran N-asetilsistein ​​(NAS) sebagai terapi antioksidan pada anak-anak dengan LLA SR (standard risk) selama fase induksi kemoterapi, dan kemungkinan peran mereka dalam pencegahan dan pengendalian komplikasi hati terkait dengan penggunaan agen kemoterapi. Sebuah uji klinis acak tersamar tunggal NAS dibandingkan dengan plasebo yang dilakukan pada pasien anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Hematologi dan Onkologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada 11 pasien anak-anak usia mereka berkisar antara 2 dan 10 tahun dengan LLA SR yang menjalani kemoterapi fase induksi dan memenuhi kriteria inklusi. Pasien secara acak dialokasikan ke dalam dua kelompok, NAS atau kelompok plasebo. Mereka dievaluasi secara klinis untuk terjadinya komplikasi dan sampel darah dikumpulkan sebagai parameter laboratorium (plasma malondialdehid (MDA), enzim transaminase, dan bilirubin). Sebanyak 11 subjek dilakukan analisis yang terdiri dari 6 pada kelompok n-asetilsistein dan 5 pada kelompok plasebo. Karakteristik subjek didominasi oleh anak laki-laki dengan status gizi kurang. Kadar rerata MDA cenderung mengalami penurunan, sebanyak tiga subjek dari enam subjek pada kelompok perlakuan dan tiga subjek dari lima subjek pada kelompok plasebo. Insidens peningkatan kadar enzim transaminase sebesar 25%. Tidak terjadi kejadian kolestasis pada subjek penelitian. Pengobatan NAS ​​berdasarkan dosis antioksidan cenderung menurunkan kadar MDA, dan mencegah peningkatan enzim transaminase, dan bilirubin.

Acute lymphoblastic leukemia (ALL) is the most commonly malignancy in children. Cancer therapies have experienced great success nowadays, yet the associated toxic response and free radicals formation have resulted in significant number of treatment-induced deaths rather than disease-induced fatalities. Complications of chemotherapy increases physicians curiosity to study antioxidant use as adjunctive treatment in cancer. This study aims to evaluate the role of N-acetylcysteine (NAC) as antioxidant therapy in children with ALL during the induction phases of chemotherapy, and their possible role in prevention and control of hepatic complications associated with the use of chemotherapic agents. A randomized single-blind clinical trial of NAC in comparison with placebo conducted in hematology and oncology pediatric patient of Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. The study was performed in 11 pediatric patients with ALL with their ages ranging between 2 and 10 years, undergoing induction phase chemotherapy that fulfilled the inclusion criteria consecutively. Patient were randomly allocated into of two groups, NAC or placebo group. They were evaluated clinically for the occurance of complications and blood samples were collected as the laboratory parameters (plasma malondyaldehide (MDA), transaminase enzyme, and bilirubin). A total 11 participants were included in analysis consisted of 6 in n-acetylcysteine group and 5 in placebo group. Characteristics of subject were predominated by boys and moderate malnourished. Mean MDA levels tended to decrease, as many as three subjects from six subjects in the NAC group and three subjects from five subjects in the placebo group. Incidence of increased levels of the transaminase enzyme by 25%. There was no cholestasis events in the study subjects. NAS treatment based on antioxidant doses tends to reduce MDA levels, and prevent the increase in the transaminase enzyme and bilirubin."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T57623
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>