Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154351 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gema Paramesti Putri
"Pendahuluan: Interpretasi asimetri dentokraniofasial sangat penting dalam penegakkan diagnosis dan pembuatan rencana perawatan ortodonti. Walaupun sefalometri PA merupakan standar prosedur asimetri dentokraniofasial, namun memberi tambahan paparan radiasi bagi pasien, serta memerlukan biaya tambahan. Apabila OPG dapat digunakan sebagai interpretasi dentokraniofasial, maka akan lebih efektif dan efisien. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis perbedaan interpretasi asimetri dentokraniofasial antara OPG dan sefalogram PA dengan analisis linear vertikal dan angular. Metode: Interpretasi asimetri dentokraniofasial analisis linear vertikal dan angular menggunakan Winceph 11 dari 30 subjek penelitian didapatkan sesuai kriteria inklusi. Terdapat 5 parameter yang dianalisis, yaitu Orbitale, Condyle, Sigmoid Notch Point, Gonion, Menton. Uji McNemar digunakan untuk menguji perbedaan kedua metode. Bland-Altman plot dan Kappa digunakan untuk menguji reliabilitas antara kedua metode. Hasil: Interpretasi asimetri dentokraniofasial dengan parameter orbitale, condyle, dan sigmoid notch point tidak terdapat perbedaan bermakna pada pengukuran linear vertikal dan angular, namun pada parameter gonion dan menton didapatkan berbeda bermakna (p<0.05) antara gambaran OPG dan Sefalometri PA pada analisis angular. Seluruh parameter menunjukkan kesepakatan hampir sempurna antara kedua metode (Kappa>0.81). Kesimpulan: OPG dapat digunakan sebagai alat bantu interpretasi awal asimetri dentokraniofasial, namun untuk penegakan interpretasi asimetri dentokraniofasial utamanya menggunakan sefalogram PA.

Introduction: Interpretation of dentocraniofacial asymmetry is crucial in establishing the orthodontic diagnosis and treatment plans. Although PA cephalometry is the standard procedure for dentocraniofacial asymmetry, it provides additional radiation exposure for patients and requires additional costs. If OPG can be used as a dentocraniofacial interpretation, it will be more effective and efficient. Objective: This study aims to analyze the differences in dentocraniofacial asymmetry interpretation between OPG and PA cephalogram with vertical and angular linear analysis. Methods: Interpretation of dentocraniofacial asymmetry vertical and angular linear analysis using Winceph 11 of 30 subjects were obtained according to the inclusion criteria. The parameters are Orbitale, Condyle, Sigmoid Notch Point, Gonion, and Menton. McNemar test was used to evaluate the differences between the two methods. Bland-Altman plot and Kappa were used to evaluate the reliability between the two methods. Results: Interpretation of dentocraniofacial asymmetry with orbitale, condyle, and sigmoid notch point parameters presented no significant differences in vertical linear and angular measurements, but in gonion and menton parameters, there was a significant difference (p<0.05) between OPG and PA cephalometry in angular analysis. All parameters showed almost perfect agreement between the two methods (Kappa> 0.81). Conclusion: OPG can be used as an aid in the initial interpretation of dentocraniofacial asymmetry, but PA cephalogram is mainly used to enforce the interpretation of dentocraniofacial asymmetry."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Yastani
"Pendahuluan: mengetahui perbedaan ukuran angular dentokraniofasial antara anak dengan celah bibir dan langit-langit unilateral dan bilateral komplit pasca labiopalatoplasti dibandingkan dengan anak tanpa celah bibir dan langit-langit. Material dan metode: Subyek penelitian terdiri dari 16 anak dengan celah bibir dan langit-langit unilateral komplit pasca labiopalatoplasti, 16 anak dengan celah bibir dan langit-langit bilateral komplit pasca labiopalatoplasti, 16 anak tanpa celah bibir dan langit-langit yang berada pada status maturasi vertebra servikalis I dan II. Tahap maturasi vertebra servikalis ditentukan dengan metode oleh Baccetti dkk (2002). Uji statistik yang dilakukan meliputi uji untuk distribusi data yang normal, uji t berpasangan, dan anova dengan tingkat signifikansi p < 0,5. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada sudut insisif atas – bidang maksila antara kelompok unilateral dan normal; terdapat perbedaan bermakna pada sudut ANB, sudut SN/MP, dan sudut insisif atas – bidang maksila antara kelompok bilateral dan normal; terdapat perbedaan bermakna pada sudut SNA, sudut insisif atas – bidang maksila antara kelompok unilateral dan bilateral. Kesimpulan: Inklinasi insisif atas paling terpengaruh oleh celah bibir dan langit-langit. Inklinasi maksila ditemukan sedikit retrusif untuk kelompok celah bibir dan langit-langit unilateral komplit, sedangkat sedikit protrusif untuk kelompok celah bibir dan langit-langit bilateral komplit. Hubungan sagital kelompok bilateral ditemukan paling protrusif, diikuti kelompok normal, dan selanjutnya kelompok unilateral. Kecuraman bidang mandibula ditemukan pada kelompok bilateral

Introduction: To evaluate dentocraniofacial morphology of children with complete unilateral and bilateral cleft lip and palate following labioplasty and palatoplasty. Analysis was made when the children were at first and second stages of cervical vertebral maturation stage, before the peak of maxillary growth. Materials and methods: Sixteen digital cephalometric images of subjects with complete unilateral and bilateral cleft lip and palate following labioplasty and palatoplasty were compared with 16 normal stage-matched controls. Cervical vertebral maturation stage was determined by Method of Baccetti et al (2002). Statistics included tests for normal distribution, paired t test, and anova with the significance level p < .05. Results: There were significant cephalometric differences in UI/MxPl angle between unilateral and normal group; ANB angle, SN/MP angle, UI/MxPl angle between bilateral and normal group; SNA angle, UI/MxPl angle between unilateral and bilateral group. Conclusion: The inclination of upper incisor was most affected by cleft lip and palate. The maxilla inclination was found a little retrusive for unilateral cleft lip and palate, while a little protrusive for bilateral. Sagittal relationship of bilateral was found the most protrusive followed by normal and unilateral group. Mandibular steepness was found for bilateral cleft lip and palate."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruthy Yulianti
"Latar Belakang : Sefalometri lateral merupakan pemeriksaan radiograf penunjang yang menjadi standar utama dalam mengetahui kelainan kompleks kraniofasial anak terutama pada kelainan pola skeletal serta menegakkan diagnosis dan penentuan rencana perawatan. Sefalometri memiliki efek paparan radiasi yang kumulatif dan dapat menginduksi kematian sel sehingga dapat merusak fungsi organ. Sekarang ini, terdapat pergeseran paradigma tujuan perawatan ortodontik yang lebih mengutamakan penilaian jaringan lunak. Fotometri lateral telah digunakan sebagai alat diagnostik non-invasif dan dapat memprediksi nilai keselarasan skeletal. Analisis fotometri dinilai lebih efektif, andal, dan ekonomis dalam menilai morfologi kraniofasial profil wajah. Tujuan : Menganalisa perbedaan jarak dan sudut radiografi sefalometri terhadap fotometri lateral pada anak dengan maturasi vertebra servikal tahap dua dan tiga ras Deutro Melayu sebagai landasan dalam penentuan diagnosis dan rencana perawatan. Metode Penelitian: Penelitian potong lintang dengan total subyek 38 anak dengan CVS 2 – CVS 3 ras Deutro Melayu. Pengambilan radiograf sefalometri lateral dan fotometri lateral serta dianalisis menggunakan aplikasi perangkat lunak (Webceph). Hasil : Tidak terdapat perbedaan signifikan antara sudut SNA, jarak NA, dan jarak FHP pada sefalometri lateral dengan sudut TrgNA, jarak N’A’, dan jarak FHP’ pada fotometri lateral. Kesimpulan : Fotometri lateral dapat dipertimbangkan menjadi alternatif dalam mengevaluasi kelainan kraniofasial yang lebih sederhana, eknomis, dapat dilakukan berulang dan bersifat radioproteksi.

Background: Lateral cephalometry is a supporting radiograph examination that is the main standard in finding out the abnormalities of the pediatric craniofacial complex, especially in skeletal pattern abnormalities and establishing a diagnosis and determining a treatment plan. Cephalometry has the effect of cumulative radiation exposure and can induce cell death that damage organ function. Currently, there is a paradigm shift in orthodontic treatment goals that prioritizes soft tissue assessment. Lateral photometry has been used as a non-invasive diagnostic tool and can predict skeletal alignment. Photometric analysis is considered more effective, reliable, and economical in assessing the craniofacial morphology of the facial profile. Objective: To analyze the difference in distance and angle of cephalometric radiographs to lateral photometry in children with stage two and three cervical vertebra maturation of the Deutro Malay race as a basis for determining the diagnosis and treatment plan. Methods: A cross-sectional study with a total of 38 subjects with CVS 2 - CVS 3 of Deutro Malay race. Lateral cephalometry and lateral photometry radiographs were taken and analyzed using a software application (Webceph). Results: There is no significant difference between SNA angle, NA distance, and FHP distance in lateral cephalometry with TrgNA angle, N'A' distance, and FHP' distance in lateral photometry. Conclusion: Lateral photometry can be considered as an alternative in evaluating craniofacial abnormalities that are simpler, economical, repeatable and radioprotective."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranda Adriani
"Pengukuran inklinasi insisif atas dan pola skeletal vertikal menggunakan berbagai bidang referensi sefalometri seperti bidang SN, FHP, dan maksila. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil pengukuran dan skor interpretasi sudut inklinasi insisif atas antara sudut I?SN dengan I?MxP dan pola skeletal vertikal antara sudut FMPA, SNMP, dan MMPA. Pengukuran dilakukan pada 25 sefalogram. Terdapat perbedaan hasil pengukuran dan skor interpretasi yang bermakna (p<0,05) antara sudut I?SN dan I?MxP, dan antara FMPA, SNMP, dan MMPA. Pengukuran inklinasi insisif dan pola skeletal vertikal dengan menggunakan bidang referensi sefalometri berbeda dapat memberikan hasil interpretasi yang berbeda.

Upper incisor inclination and vertical skeletal pattern measurements use various cephalometric reference planes such as SN plane, FHP, and maxillary plane. This study aims to analyze the difference of measurement results and interpretation scores of upper insicor inclination between I?SN and I?MxP and vertical skeletal pattern between FMPA, SNMP, and MMPA. Measurements were conducted on 25 cephalograms. There was significant measurement results and interpretation scores difference (p<0.05) between I?SN and I?MxP, and between FMPA, SNMP, and MMPA. Upper incisor inclination and vertical skeletal pattern measurements using various cephalometric reference planes can give different interpretation results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S45244
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunny Indriani Kurnia
"[ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kebiasaan mengunyah dan asimetri vertikal kondilus pada pasien TMD. Dilakukan penelitian potong lintang di klinik Prostodonsia RSKGM FKG UI menggunakan data sekunder dari empat puluh rekam medik dan gambaran radiografik pasien TMD. Tracing gambaran radiografi panoramik dilakukan untuk menilai asimetri vertikal kondilus pada subjek menggunakan Indeks Asimetri Habets dan Simetri Indeks Kjellberg.Hasil penilaian asimetri vertikal kondilus kemudian dihubungkan dengan kebiasaan mengunyah, Indeks Helkimo, dan DC/TMD. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kebiasaan mengunyah dan asimetri vertikal kondilus pada pasien TMD.

ABSTRACT
This study was performed to analize the relationship betweenchewing preferences and condylar asymmetry in patients with TMD. A cross-sectional study at Prosthodontic Clinic, Faculty of Dentistry, University of Indonesia using secondary data obtain from forty TMD patients's medical record and panoramic radiograph was conducted. The panoramic radiograph were traced on tracing paper to evaluate condylar asymmetry using Asymmetry Index of Habets and Symmetry Index of Kjellberg. The evaluation of condylar asymetry were then related to chewing preference, Helkimo?s Index, and DC/TMD.There was no relationship found between chewing preference and condylar asymmetry in patients with TMD. , This study was performed to analize the relationship betweenchewing preferences and condylar asymmetry in patients with TMD. A cross-sectional study at Prosthodontic Clinic, Faculty of Dentistry, University of Indonesia using secondary data obtain from forty TMD patients’s medical record and panoramic radiograph was conducted. The panoramic radiograph were traced on tracing paper to evaluate condylar asymmetry using Asymmetry Index of Habets and Symmetry Index of Kjellberg. The evaluation of condylar asymetry were then related to chewing preference, Helkimo’s Index, and DC/TMD.There was no relationship found between chewing preference and condylar asymmetry in patients with TMD. ]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Avi Aisyah Ramadini
"Latar Belakang: Perlu dilakukan penelitian untuk melihat perbedaan gambaran jaringan lunak wajah pria dan wanita khususnya ras Deutro-Melayu. Profil wajah lurus dipilih karena profil wajah lurus tidak mengindikasikan adanya disproporsi dental dan fasial sehingga individu dengan profil wajah lurus diindikasikan memiliki oklusi normal serta penampilan wajah dan dental yang dapat diterima. Tujuan: Mengetahui gambaran jaringan lunak wajah pasien pria dan wanita ras Deutro-Melayu dengan profil wajah lurus di RSKGM FKG UI beserta perbedaannya. Metode: Penelitian ini menggunakan 56 rekam medis dan sefalogram lateral pasien pria dan wanita berusia 18-25 tahun ras Deutro-Melayu sebelum perawatan ortodonsia. Analisis dilakukan menggunakan uji T tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney. Hasil: 8 parameter pengukuran menunjukkan perbedaan bermakna antara pria dan wanita (p<0,05) yakni pada kecembungan fasial, kecembungan fasial total, sudut nasofrontal, sudut mentolabial, sudut servikomental, posisi hidung terhadap bidang fasial, posisi bibir atas terhadap bidang fasial, dan posisi bibir bawah terhadap bidang fasial. Pria menunjukkan hasil pengukuran yang lebih besar dibandingkan dengan wanita, kecuali pada sudut nasofrontal yang secara statistik menunjukkan nilai rerata wanita lebih besar dibandingkan pria. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna antara gambaran jaringan lunak wajah pria dan wanita ras Deutro-Melayu dengan profil wajah lurus.

Background: It is necessary to conduct research to see the difference of facial soft tissue profile in male and female especially Deutro-Malay race. Straight face profile is selected because it does not indicate any dental and facial disproportions, so that individuals with straight facial profiles are indicated to have normal occlusion and acceptable facial and dental appearance. Objective: To compare the difference of facial soft tissue image in Deutro-Malay male and female with straight facial profile. Method: This study used medical records and lateral cephalograms of 56 male and female patients aged 18-25 with Deutro-Malay race before orthodontic treatment. Measurement performed with independent sample T-test and Mann-Whitney test. Result: 8 measurement parameters showed significant difference (p<0,05) those are facial convexity, total facial convexity, nasofrontal angle, mentolabial angle, cervicomental angle, position of nose to facial plane, position of upper lip to facial plane, and position of lower lip to facial plane. Male showed larger measurements than female, except in nasofrontal angle that statistically showed that female's mean score was greater than male. Conclusion: There is a significant difference between facial soft tissue image in Deutro-Malay male and female with straight facial profile.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Prabu Alfarikhi
"Latar Belakang: Profil wajah lurus merupakan profil wajah yang dianggap ideal dan menarik secara estetika. Perlu diketahui gambaran skeletal wajah pria dan wanita yang memiliki profil wajah lurus sebagai acuan dalam perawatan ortodonti. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran skeletal wajah antara pria dan wanita ras Deutro-Melayu yang memiliki profil wajah lurus beserta perbedaanya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain potong lintang. Penelitian ini menggunakan 58 sefalogram lateral dari rekam medik pasien berusia 18-25 tahun, sebelum dilakukan perawatan ortodontik di RSKGM FKG UI. Dilakukan uji T tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney Hasil: Pria menunjukan nilai rerata sudut Y-axis, FMIA, IMPA, dan sudut interinsisal lebih besar daripada wanita. Nilai rerata sudut SNA, SNB, ANB, sudut fasial, sudut kecembungan, FMA, dan I-SN pada pria lebih kecil daripada wanita. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara gambaran skeletal wajah pria dan wanita ras Deutro-Melayu dengan profil wajah lurus.

Background: Straight facial profile is considered as a profile that ideal and aesthetically attractive. The facial skeletal image of male and female with straight facial profile is used as a reference in orthodontic treatment. Objective: This research’s aim is to understand the facial skeletal image of Deutro-Malay male and female with straight facial profile and its difference. Method: This research is an analytic observational research with cross sectional design. This research used 58 lateral cephalograms from medical records of patients within 18-25 years old, before the orthodontic treatment is applied in RSKGM FKG UI. Independent T test and Mann-Whitney test are conducted. Result: Male’s facial skeletal image shows the average point of Y-axis, FMIA, IMPA dan interincisal angle is bigger than female’s. The angle’s average point of SNA, SNB, ANB, facial angle and convexity angle, FMA and I-SN angle of male’s facial skeletal image are smaller than found in female. Conclusion: There is no significant differences between facial skeletal image of Deutro-Malay male and female race with straight facial profile.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayudatia Nurazizah
"Pendahuluan: Analisis hasil pengukuran baik linier dan angular pada parameter kesimetrisan dentokraniofasial merupakan hal yang penting dalam perawatan ortodonti dan bedah ortognati. Radiografik metode dua dimensi dan tiga dimensi dapat dijadikan pilihan dalam menganalisa hasil pengukuran kesimetrisan. Hasil pengukuran ini berfungsi dalam diagnosis, rencana perawatan, hingga evaluasi hasil perawatan. Belum ada penelitian mengenai perbedaan hasil pengukuran dengan kedua metode tersebut.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil pengukuran linier dan anguler parameter kesimetrisan dentokraniofasial secara dua dimensi menggunakan sefalogram posteroanterior pada dari rekonstruksi CBCT dan secara tiga dimensi dari hasil CBCT.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada enam belas hasil CBCT pasien Asimetri. Sefalogram posteroanterior didapatkan dari hasil rekonstruksi CBCT. Pengukuran linier dan angular dilakukan pada radiograf Posteroanterior dan CBCT yang sama menggunakan 18 parameter. Uji Interclass correlation coefficient (ICC) dilakukan untuk melihat reliabilitas interobserver dan intraobserver. Uji T berpasangan digunakan untuk melihat perbedaan kedua metode.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada hasil pengukuran seluruh parameter menggunakan kedua metode kecuali pada parameter Puncak Cusp Molar Pertama Atas (U6CP) ke Orbita Line.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan hasil pengukuran hampir pada seluruh parameter kesimetrisan dentokraniofasial dengan metode dua dan tiga dimensi.

Introduction: Analysis of linear and angular measurement of dentocraniofacial asymmetry parameters is essential in orthodontic treatment and orthognatic surgery. The results of these mesurements can be used for diagnosis, treatment plan and evaluation of treatment. Two dimensional and three dimensional radiographic methods may be an option in analyzing asymmetry measurement results and there is no recent study about this matter.
Objective: This study was to determine the differences in linear and angular measurements of dentocraniofacial symmetry parameters in two dimensions on reconstructed posteroanterior cephalograms from CBCT and in three dimensions from CBCT itself.
Methods: This study was cross-sectional on sixteen CBCT of Asymmetry patients. A posteroanterior cephalogram was reconstructed from the CBCT. Linear and angular measurements were performed on the same Posteroanterior and CBCT radiographs using 18 parameters. The Interclass correlation coefficient (ICC) test was carried out to see interobserver and intraobserver reliability. The Pair T-Test is used to see the differences between the two methods.
Results: There are significant differences in measurement results of all parameters using those two methods except for the U6CP to Orbita Line parameters.
Conclusion: Even though there are significant differences in almost all linear and angular symmetry parameters measurements, the diagnostic results produced by both methods remain the same.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elliana Nadhira
"Latar Belakang: Sinus Frontalis merupakan salah satu tanda anatomis yang penting dalam forensik odontologi sebagai penentu jenis kelamin. Keunikan dan kekuatan sinus frontalis menjadi salah satu alasan bahwa sinus frontalis penting dalam menentukan jenis kelamin. Salah satu cara untuk menganalisisnya adalah dengan mengukur dimensi sinus frontalis melalui radiografi sefalometri posteroanterior (PA), sebagai radiografi kedua paling umum digunakan terutama pada perawatan ortodonsia.
Tujuan: Untuk menganalisis dimensi sinus frontalis dengan metode radiomorfometrik pada radiografi sefalometri posteroanterior nondigital untuk penentuan jenis kelamin.
Metode: Menganalisis dimensi sinus frontalis dengan 4 parameter yaitu tinggi maksimum sisi kiri dan kanan, serta lebar maksimum sisi kiri dan kanan pada 200 sampel radiografi sefalometri posteroanterior (PA).
Hasil: Parameter dimensi sinus frontalis berupa tinggi maksimum sisi kiri laki-laki 27.73 mm, perempuan 22.53 mm; lebar maksimum sisi kiri laki-laki 42.77 mm; perempuan 38.29 mm, tinggi maksimum sisi kanan laki-laki 23.19 mm; perempuan 19.86 mm, lebar maksimum sisi kanan laki-laki 40.18 mm; perempuan 36.04 mm.
Kesimpulan: Adanya perbedaan signifikan tinggi dan lebar maksimum sinus frontalis sisi kiri dan kanan pada laki-laki dan perempuan. Persamaan regresi probabilitas jenis kelamin dengan akurasi tertinggi pada penelitian ini yaitu dengan menggabungkan keempat parameter dimensi sinus frontalis dan memiliki akurasi sebesar 79%.

Background: Frontal sinus is one of the important anatomical landmark in Forensic Odontology as a gender determinant. The uniqueness and strength of the frontal sinus is one of the reasons that the frontal sinus is important in determining gender. One way to analyze it is to measure the dimension of the frontal sinus through cephalometry posteroanterior (PA) radiography, as the second most commonly used radiograph, especially in orthodontic treatment.
Objective: To analyze the dimensions of the frontal sinus using the radiomorphometric method on a non-digital posteroanterior cephalometric radiograph for gender determination.
Method: Analyzing the dimensions of the frontal sinus with 4 parameters, which are the maximum height of the left and right sides, and the maximum width of the left and right sides in 200 posteroanterior cephalometry samples.
Result: The dimensions of the frontal sinus are the maximum height of the left side for male 27.73 mm, female 22.53 mm; Maximum left side width for male 42.77 mm, female 38.29 mm; Maximum height of the right side for male 23.19 mm, female 19.86 mm; The maximum width of the right side for male is 40.18 mm, for female is 36.04 mm.
Conclusion: There is a significant differences in the height and maximum width of the left and right frontal sinus in men and women. The gender probability regression equation with the highest accuracy in this study is by combining the four parameters of the frontal sinus dimension and has an accuracy of 79%.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ripa Endriman
"Penelitian ini membahas pengaruh kinerja tanggung jawab sosial perusahaan terhadap asimetri informasi di pasar saham pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011. Penelitian ini menganalisis dampak perbedaan tingkat kepemilikan institusional terhadap hubungan antara kinerja tanggung jawab sosial perusahaan dan asimetri informasi. Sampel berjumlah 60 perusahaan yang diambil berdasarkan kriteria seleksi awal perhitungan Indeks SRI-KEHATI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh negatif terhadap asimetri informasi dan tingkat kepemilikan institusional memperlemah hubungan negatif antara kinerja tanggung jawab sosial perusahaan dan asimetri informasi.

This research discusses the influence of corporate social responsibility performance on stock market information asymmetry for listed firms in Indonesian Stock Exchange from 2009-2011. This research analyzes the effect of difference in institutional ownership level on the relation between corporate social responsibility performance and information asymmetry. Sample of 60 firms taken based on initial selection criteria for calculation of SRI-KEHATI Index. The result shows that corporate social responsibility performance has negative influence on information asymmetry and level of institutional ownership weakens negative relation between corporate social responsibility performance and information asymmetry."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S46065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>