Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121450 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harvika Millenia Latief
"Latar Belakang: Cryptococcosis adalah infeksi oportunistik yang berpotensi mengancam jiwa. Ini dapat terjadi pada pasien immunocompromised. Kemunculan resistensi jamur C. neoformans terhadap obat sangat mengkhawatirkan. Akibatnya, pengobatan alternatif harus dipertimbangkan. Kandungan fitokimia pada cengkeh diduga memiliki aktivitas antijamur. Berdasarkan hal itu, peneliti ingin mengetahui efek antijamur cengkeh terhadap C. neoformans.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental in vitro dengan metode difusi sumur agar dan metode mikrodilusi. Jamur akan dipisahkan menjadi tiga kelompok, yang terdiri dari kelompok perlakuan, menggunakan ekstrak cengkeh dengan lima konsentrasi yang berbeda, dan kelompok kontrol menggunakan amfoterisin B dan flukonazol sebagai kontrol positif dan DMSO sebagai kontrol negatif. Setiap percobaan dilakukan tiga kali. Analisis statistik hasil dilakukan dengan menggunakan SPSS.
Hasil: Dari penelitian ini, kami mendapatkan bahwa amfoterisin B membentuk zona hambat terhadap jamur dengan pengukuran rata-rata mencapai 20,667 mm, sedangkan tidak ada zona hambat yang terbentuk pada cengkeh dan flukonazol. Berdasarkan uji mikrodilusi, kami menemukan bahwa rata-rata optical density naik dari konsentrasi cengkeh 100-400 mg/mL dan menurun pada konsentrasi 800-1600 mg/mL. Ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antar konsentrasi cengkeh (uji normalitas, uji Kruskal-Wallis, dan uji Dunn).
Kesimpulan: Cengkeh belum terbukti memiliki bukti dapat menghambat pertumbuhan cryptococcus neoformans in vitro.

Background: Cryptococcosis is a potentially and opportunistic life-threatening infection. It can occur in immunocompromised patients. It has become alarming that C. neoformans is developing drug resistance. As a result, alternative treatment must be taken into account. The presence of phytochemicals in clove may have been related to the antifungal activity. Therefore, the purpose of this study is to discover clove’s antifungal effects on C. neoformans.
Methode: This study used an experimental in vitro research design using agar well- diffusion method and broth microdilution method. The fungi will then be separated into groups consisting of treatment groups, using extracted clove with five different concentrations, and control groups using amphotericin B and fluconazole as positive control and DMSO as negative control. All of the experiment was carried out in triplicate. Statistical analysis of the result was conducted using SPSS.
Result: From this study, we identify that amphotericin B formed an inhibition zone against the fungi with agar well-diffusion as the average measurement reach 20.667 mm, while no inhibition zone was formed with clove and fluconazole. Based on the broth microdilution test, we found that the average optical density rises from the clove concentration of 100—400 mg/mL and decrease at the concentration of 800—1600 mg/mL. It was found that there were no significant differences between concentrations of the clove using statistical analysis (normality test, Kruskal-Wallis test, and Dunn’s test).
Conclusion: Clove has not proven to give significant evidence to inhibit the growth of Cryptococcus neoformans in vitro.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Rivai
"Pengobatan alternatif denganjumlah dan nama yang beragam merupakan realita yang ada di masyarakatsejak dahulu. Keberadan pengobatan alternatif di masyarakat memang pada masa pembangunan yang mementingkan layanan sarana seperti Puskesmas dan Posyandu sepertitidakterdengar. Pendirian sarana kesehatanoleh pemerintah yang selama bertahun-tahun dilakukan untuk menjangkau masyarakat agar dapat menjangkau akses layanan kesehatan ternyata tidak menyebabkan keberadaan pengobatan alternatif hilang. Krisis moneter yang berlangsung pada tahun 1997 merupakan contoh bagaimana keberadan pengobatan alternatif justru berkembang dan populer. Di tengah perkemangandan popularitas pengobatan-pengobatan alternatif yang adaternyata ada sebuah pengobatan yang dalam perkembangannya didasari oleh semangatuntuk menjalankan kembali ajaran-ajaran Islam. Semangat untuk mempromosikan ajaran Islam dalam bidang pengobatankepada masyarakatinilahyangdapat menjadi motivasiuntukterus bertahan dan berkembang. Pengobatan itu adalah bekam.
Dalam penelitian ini, Bekam dan Ruqyah Center (BRC) Jakarta merupakan contoh sebuah lembaga pengobatan yang mendasarkan pengobatannya dengan klaim sebagai lembaga yang melaksanakanpengobatan sesuai sunnah ajaran Islam. Niat ini nampaknya cukupberalasan, sebab BRC bukan hanya sekedar hadir di masyarakat tetapijuga sebagai wujud dan upaya mereka untuk menjadi lawanpengobatan yang menurut mereka tidak Islami dan menyimpang dari ajaran Islam. Peneliti mendapatkan bahwa dalam perkembangannya mereka melakukan suatu upaya inovasi yang dalamcontoh dalam tiga informan bukan hanya mampu mendapat pasien pelanggan dari kalangan Muslim saja, namun juga kalangan non-muslim sebagai pasien setia mereka.
Alternative medicine with varying number and its name is a reality inthe society. The availability of alternative treatment in the community was at the time of development that emphasizes services of healthfacilities by the government over the years done to reach the public in order to reach access to health services does not make the existence of alternative medicine is lost. The monetary crisis which took place in 1997 is an example of how the existence ofalternative medicinebecame popular. In the popularity of some alternative treatments for some people there is one of them which has a spirit to promote Islamic teachings in the field of the treatment. That spirit take a momentwhen reformation era which jus has started and always show their existence in society. The treatment is bekam (cupping).
Research study by mein Bekam and Ruqyah Center (BRC) in Jakarta in this case is an example of an institution that bases its treatment with bekam. As an institutionwhichclaimsimplementappropriatetreatment Sunnah Islamic teachings seems quite reasonable, becausethe BRC is not just present in society but also as beings and their attempts to become the opposite treatment that they think is un-Islamic and deviated from Islamic teachings. Researchers found that in their efforts to promote bekam assharia are not only able to receive patients from Muslim customers, but also among non-Muslims as their patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S8276
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Abdi Hakim
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S8207
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Murni
"Pengobatan beiiatnt sentiyu merupakan pengobatan alternatif dari sejumlah pengobatan yang dikenal oleh orang Dayak Benuaq. Pengobatan ini dilandasi oleh pengetahuan orang dayak Benuaq mengenai konsep sakit - sehat, penyebab dan klasifikasi penyakit. konsep betiatnt sentiyu, proses dan pelaku yang terlibat dalam pengobatan serta faktor predisposisi sehingga pengobatan ini masih dipraktekkan.
Penelitian yang mengambil lokasi di Desa Tanjung Isuy, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur dilakukan pada 25 Oktober - 4 November 1999. Pengumpulan data menggunakan pendekatan kualitatif melalui pengamatan, pengamatan terlibat, dan wawancara mendaiam. Penyakit yang diderita oleh seseorang bagi orang Dayak Benuaq adalah akibat perilaku individu tersebut dalam menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan Penciptanya, manusia dengan alam lingkungan sekitar tempat tinggalnya, atau hubungan antara manusia dengan sesamanya. Ketidakharmonisan hubungan akan menyebabkan penyakit di derita oleh seseorang atau sekelompok orang. Oleh sebab itu, pelt' dilakukan pengobatan beliatnt sentiyu sebagai upaya penyembuhan penyakit tersebut Penyakit (illness) oleh orang Dayak Benuaq dibagi dalam dua klasifikasi yakni penyakit berat (rotate tahapt) dan penyakit ringan. (rotatn ele).
Konsep pengobatan beliatnt sentiyu berawal dari kerasukan (sentiyu = kerasukan) mengenal sejumlah pelaku yakni : pemeliatnt (penyembuh tradisional), rotatn ("pasien"), penu'ung (pemusik), dan pengugu/pengegugu garu (orang yang membantu pemeliatnt menyiapkan segala perlengkapan upacara). Pengobatan beliatnt sentiyu erat terkait dengan sistem religi asli orang Dayak Benuaq.
Tahapan dalam proses pengobatan beliatnt sentiyu diawali dengan pemeriksaan terhadap rotant oleh pemeliatnt dengan cara : (i) kakaap (meraba tubuh rotatn yang dirasakan sakit); (ii) nyegook (mengisap bagian kepala rotatn); (iii) nyentaau ("mendiagnosa" dengan menggunakan Jilin di dalam mangkuk untuk mengetahui penyakit rotatn); (iv) tafsir mimpi (menanyakan mimpi yang pernah dialami oleh rotatn atau keluarganya); (v) ngentaas (memanggil roh kelelungan para pengentaas ); (vi) melihat hati dan limpa babi. Ramuan-ramuan tumbuhan dan hewan digunakan bersamaan atau terpisah dari pengobatan beliatnt sentiyu.
Pelaksanaan pengobatan beliatnt sentiyu dapat dilakukan pada pagi, slang, sore, maupun malam hari, balk di lou (rumah panjang) maupun di rumah rotatn. Lamanya waktu pengobatan tergantung pads tingkat keparahan suatu penyakit. Demikian pula, jumlah pemeliatnt yang terlibat dalam sebuah pengobatan beliatnt sentiyu. Biaya yang dikeluarkan untuk suatu penyelenggaraan pengobatan beliatnt sentiyu tergantung pada ringan atau beratnya penyakit den lamanya proses pengobatan.
Beliatnt sentiyu merupakan fakta pengobatan tradisional yang masih dipraktekkan oleh orang Dayak Benuaq dengan segala segi positif mauptm negatifnya. Penelitian laboratorium terhadap sejumlah ramuan tumbuhan dan hewan yang digunakan dalam pengobatan nil perlu dilakukan, sehingga dapat diketahui manfaat atau bahayanya bagi kesehatan. Kerjasama lintas sektoral antara Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Departemen Pariwisata dan Kebudayaan, dan Departemen Pendidikan Nasional perlu diupayakan agar pengobatan beliatnt sentiyu dapat dikembangkan sebagai aset pariwisata dengan retail melakukan pembinaan guna meningkatkan derajat kesehatan pada Orang Dayak Benuaq.

Beliatnt Sentiyu : Alternative Medicine of the Dayak Benuaq People (A Study of the Dayak Benuaq People at Tanjung Isuy village, Jempang Subdistrict, West Kutai District, East Kalimantan 1999)
One of the healing systems among the Dayak Benuaq is beliatnt sentiyu. Concepts of illness and health, the classification of disease and their causes, the actors involved in the healing process and predisposition factors are elements of this healing system.
The study was carried out at Tanjung Isuy village, Jempang subdistrict, East Kalimantan from 25 OCtober to 4 November 1999. Participant observation and in-depth interviews were used as data collection method.
An illness is perceived as a result of a person's behavior in maintaining a hatsnonious relationship between said person and his/her's creator, the natural environment ar his/her fellow man. An inharmonious relationship will cause one or a group of people to suffer illness. Among the Dayak Benuaq, illness is divided into `severe' illness (rotatn tahapt) and `light' illness (rotatn ele).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T4611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muria Herlina
"Salah satu dampak krisis ekonomi adalah obat dan pengobatan oleh dokter menjadi mahal yang menyebabkan masyarakat beralih ke pengobatan alternatif. Pada kenyataannya, ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan belum sepenuhnya mampu menangani masalah-masalah kesehatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemilihan jenis pengobatan alternatif dan faktor-faktor yang berhubungan dengan hal tersebut di Kota Bengkulu. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional untuk menyelidiki hubungan antara umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, keyakinan dan sikap terhadap pemilihan jenis pengobatan alternatif. Responden adalah 100 orang kepala keluarga yang berdomisili lebih dari 3 tahun dilokasi penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sikap dan variabel pekerjaan yang berhubungan dengan pemilihan jenis pengobatan alternatif, sementara umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan dan keyakinan tidak berhubungan dengan pemilihan jenis pengobatan alternatif. Dari variabel-variabel tersebut, yang paling dominan hubungannya dengan pemilihan jenis pengobatan alternatif adalah sikap dengan nilai OR = 3,2937 (CI = 1,3511-8,0297).
Proporsi pengobatan alternatif yang memilih jenis keterampilan adalah 62% yang terdiri dari 49% ditolong oleh tukang pijat, 10% oleh pijat refleksi dan 3% oleh sinshe akupuntur. Sementara itu proporsi yang memilih pengobatan alternatif jenis ramuan obat adalah 38% yang terdiri dari ramuan (19%), penjual jamu (16%), tabib (2%), dan pengobatan dengan pendekatan agama yang dipadukan dengan ramuan (1%).
Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pengobatan alternatif dimasa yang akan datang maka disarankan untuk melakukan pengawasan dan pelatihan disamping memberikan sertifikat khususnya kepada tukang pijat, tukang pijat refleksi, penjual jamu dan pengobatan yang menggunakan ramuan. Disamping hal ini juga disarankan untuk meningkatkan kerjasama antara pengobatan altematif dengan para dokter sesuai bidang keahlian masing-masing.

One of the impact of economic crisis was the medicine as well as medication by doctor became expensive therefore many of the community turn to alternative medication. In fact, the science and technology of medication couldn't fully handle all health problems.
The purpose of this research to know the description choosing kind of alternative medication usage and factors related it in Bengkulu City. The design of this research was cross sectional to investigate relationship between ages, education, occupation, income, knowledge, believe and attitude with choosing kind of alternative medication. The respondents are 100 head of families who had lived more than three years in the location of the research.
The result of the research showed that attitude and occupation variables had relationship with choosing kind of alternative medication while age, education, occupation, income, and knowledge have no relationship. From those variables, the most dominant variable to alternative medication choosing kind was attitude with OR = 3, 2937 (CI = 1, 3511 - 8, 0297 ).
The proportion of alternative medication who choose kind skilled was 62% which consist of 49% helped by message attendant, 10% by reflection message and 3% by sinshe acupuncture (Chinese healer). Meanwhile, the proportion who choose kind of alternative medication using compounds was 38% which consist of compounds (19%), jamu seller (16%), tabib (traditional healer) 2% as well as medication by using religious approach combined with compound (1%).
In order to increase the quality of alternative medication choosing kind in the future, it was suggested to hold supervision and training and giving certificate especially to message attendants, reflection messenger, jamu sellers as well as medication using herbal compound. Besides this, it was also recommended to enhance the cooperation between alternative healers with doctors according to their skill respectively.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurazizah Putri
"Resistensi antimikroba semakin sulit diatasi karena keterbatasan obat sehingga dibutuhkan sumber lain untuk dijadikan pengobatan alternatif. Telah diketahui bahwa ekstrak daun Averrhoa carambola (A. carambola) atau belimbing manis memiliki aktivitas antibakteri dan antifungi. Penelitian ini bertujuan menguji potensi antimikroba dari fraksi etil asetat daun A. carambola terhadap tiga mikroorganisme yang berasal dari golongan yang berbeda, yaitu Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Candida krusei. Penelitian dilakukan dengan menentukan nilai konsentrasi hambat minimal dan konsentrasi bunuh minimal. Selain itu, dilakukan pengujian efek kombinasi antara fraksi etil asetat daun A. carambola dan obat yang sudah ada. Metode yang digunakan adalah mikrodilusi. Berdasarkan hasil penelitian ini, fraksi etil asetat daun A. carambola tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa ketika digunakan sebagai zat tunggal. Ditemukan efek indifferent ketika fraksi etil asetat daun A. carambola dikombinasikan dengan gentamisin terhadap Staphylococcus aureus pada konsentrasi 15,625 µg/ml dan 31,25 µg/ml dan efek antagonis ketika melebihi konsentrasi tersebut. Efek indifferent juga diamati pada kombinasi fraksi etil asetat daun A. carambola terhadap Pseudomonas aeruginosa. Aktivitas antifungi fraksi etil asetat daun A. carambola terhadap Candida krusei masih belum dapat disimpulkan.

Antimicrobial resistance has been increasingly difficult to treat because of limited drug choices. One of the natural resources known to possess antibacterial and antifungal activities is the leaf extract of Averrhoa carambola (A. carambola) or star fruit. This study aims to evaluate the potential of ethyl acetate fraction of the leaf extract of A. carambola as an antimicrobial against three distinguished microorganisms, which are Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, and Candida krusei. This is conducted by determination of minimal inhibitory concentration and minimal bactericidal/fungicidal concentration. The effect of the A. carambola leaves’ ethyl acetate fraction when combined with existing drugs is also evaluated. The method used is microdilution. Based on this study's results, the ethyl acetate fraction of A. carambola leaves does not possess antibacterial activity against Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa when used alone. When combined with gentamicin, the fraction showed indifference against Staphylococcus aureus at concentrations 15,625 µg/ml and 31,25 µg/ml, but showed antagonism when the concentration is higher than that. Indifference was also observed in the combination of the fraction and gentamicin against Pseudomonas aeruginosa. The antifungal activity of ethyl acetate fraction of A. carambola leaf's extract against Candida krusei could not be determined.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Rachmadila
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S8206
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Mun`im
Jakarta: Dee Publishing, 2021
615.321 ABD a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Arifatul Ulya
"Skripsi ini membahas mengenai studi sosiologi kesehatan tentang keputusan pemilihan pengobatan alternatif pada pasien patah tulang. Studi-studi terdahulu yang membahas mengenai faktor-faktor pemilihan pengobatan alternatif kebanyakan menggunakan faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor budaya untuk menjelaskan penyebabnya. Pada penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan pada pengobatan alternatif dan tingkat kepuasan pada pengobatan konvensional untuk melihat pengaruhnya terhadap keputusan pemilihan pengobatan alternatif patah tulang. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif eksplanatif untuk menjelaskan hubungan antar variabel dengan uji statistik Goodman and Kruskal Tau. Sampel pada penelitian ini berjumlah 160 responden, dengan kriteria yang pernah mengalami patah tulang, pernah melakukan pengobatan alternatif dan konvensional, berusia 15-64 tahun dan berdomisili di Jabodetabek. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kepercayaan pada pengobatan alternatif terhadap keputusan pemilihan pengobatan alternatif. Adapun dimensi kepercayaan paling tinggi yang mempengaruhi pemilihan pengobatan alternatif adalah cues to action, yaitu 71,25%. Namun, penelitian ini juga menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tingkat kepuasan pada pengobatan konvensional terhadap keputusan memilih pengobatan alternatif. Hal ini karena responden memiliki kepuasan yang tinggi terhadap pengobatan konvensional. Salah satu dimensi kepuasan yang tinggi adalah dimensi responsiveness, yaitu kesigapan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis sebesar 68,13%.

This thesis discusses the sociology of health regarding the decision to choose alternative medicine in fracture patients. Previous studies that discussed the factors for choosing alternative medicine mostly used economic factors, social factors, and cultural factors to explain the causes. This study uses the level of belief in alternative medicine and the level of satisfaction with conventional treatment to see the effect on the decision to choose alternative treatment for fractures. This study uses an explanatory quantitative method to explain the relationship between variables using the Goodman and Kruskal Tau statistical test. The sample in this study amounted to 160 respondents, with criteria that had experienced a fracture, had done alternative and conventional treatment, aged 15-64 years and lived in Jabodetabek. The results of this study indicate that there is a relationship between the level of trust in alternative medicine and the decision to choose alternative medicine. The highest dimension of trust that affects the choice of alternative medicine is cues to action, which is 71.25%. However, this study also shows that there is no relationship between the level of satisfaction with conventional treatment and the decision to choose alternative medicine. This is because respondents have high satisfaction with conventional treatment. One of the dimensions of high satisfaction is the dimension of responsiveness, namely the responsiveness of services provided by medical personnel by 68.13%."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Imanuella Zilver S.
"Latar Belakang: Dengan meningkatnya kasus infeksi oportunistik pada pasien AIDS, insiden infeksi Cryptococcus neoformans, sebagai agen penyebab utama infeksi oportunistik jamur, meningkat secara signifikan. Cryptococcosis pada manusia saat ini diobati dengan pengobatan farmakologis antijamur yang terbatas pada amfoterisin B dan flukonazol. Namun, perawatan farmakologis ini juga memiliki kelemahan, seperti efek samping, peningkatan tingkat resistensi, dan kesulitan molekul antijamur yang saat ini tersedia untuk melintasi sawar darah-otak. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi sifat antijamur bahan alam khususnya propolis Brunei dalam menghambat pertumbuhan Cryptococcus neoformans secara in vitro. Propolis Brunei berbeda dari propolis jenis lain dalam banyak hal, termasuk kandungan lipidnya yang lebih besar, yang ditemukan 3-5 kali lipat dari propolis lebah madu Apis melifera. Metode: Sebuah studi eksperimental untuk menguji aktivitas antijamur ekstrak propolis Brunei dari tiga konsentrasi menggunakan difusi agar CLSI M44-A2 dan pengenceran microbroth dilakukan pada Cryptococcus neoformans ATCC 3487. Diameter zona hambat serta kerapatan optik diukur dengan ELISA dicatat dari kedua metode tersebut Hasil: Ada hubungan yang signifikan dan positif antara zona hambat propolis Brunei terhadap Amfoterisin B, Flukonazol, dan DMSO 10%. Brunei propolis dengan konsentrasi 70mg/mL memiliki diameter zona hambat tertinggi, dan Brunei propolis dengan konsentrasi 100mg/mL memiliki aktivitas paling optimal dalam menghambat pertumbuhan Cryptococcus neoformans berdasarkan pembacaan ELISA pada pengenceran microbroth. Kesimpulan: Brunei propolis memiliki efek penghambatan terhadap pertumbuhan Cryptococcus neoformans secara in vitro.

Introduction: As the number of opportunistic infections in AIDS patient grows, Cryptococcus neoformans infection, as the major causative agent for fungal opportunistic infection, also increase. Cryptococcosis in humans at the moment is treated by the antifungal pharmacological treatment that is limited to amphotericin B and fluconazole. However, these pharmacological treatments also have downsides, such as the adverse effects, elevated resistance rate, and the difficulty of the antifungal molecules currently available to cross the blood-brain barrier. Thus, this research is aimed to explore the antifungal properties of natural substances, specifically the Brunei propolis, on inhibiting the growth of Cryptococcus neoformans in vitro. Brunei propolis differs from other types of propolis in many ways, including its greater lipid content, which was found to be 3-5 times that of Apis melifera honeybee propolis. Methods: An experimental study to test the inhibitory activity Brunei propolis ethanol extract of three concentrations using CLSI M44-A2 agar diffusion and broth microdilution is performed on Cryptococcus neoformans ATCC 3487. The diameter of inhibition zone as well as the optical density measured by ELISA are recorded from these methods respectively. Result: There is significant and positive association between Brunei propolis inhibition zone with respect to Amphotericin B, Fluconazole, and DMSO 10%. Brunei propolis with 70mg/mL concentration possess the highest diameter of inhibition zone, and Brunei propolis with 100mg/mL concentration has the most optimal activity in inhibiting the growth of Cryptococcus neoformans based on ELISA reading on broth microdilution. Conclusion: Brunei propolis have an inhibitory effect on the growth of Cryptococcus neoformans in vitro. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>