Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167431 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jonathan William Shatner
"Penelitian ini akan berfokus pada pandangan Mohammad Hatta terhadap situasi politik tahun 1956-1965. Perubahan sistem pemerintahan Indonesia dari masa Demokrasi Parlementer menuju masa Demokrasi Terpimpin menyebabkan situasi politik menjelang Demokrasi Terpimpin menjadi panas dan terjadi banyak penyalahgunaan kekuasaan baik oleh para elit politik, partai politik maupun dari Sukarno. Situasi politik yang tidak kondusif dan pemerintahan yang mengabaikan kesejahteraan rakyat serta demokrasi yang tidak dilaksanakan sesuai dengan esensinya membuat Hatta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia pada 1 Desember 1956. Hatta kemudian mengemukakan pandangannya terhadap pelaksanaan sistem Demokrasi Terpimpin yang dianggapnya tidak sesuai dengan demokrasi yang sebenarnya karena Hatta melihat bahwa Demokrasi Terpimpin lebih memunculkan sifat kediktatoran dari Sukarno. Penelitian ini akan menggunakan metode sejarah dari Kuntowijoyo yang terdapat 5 tahap yaitu pemilihan topik, heuristik dari berbagai sumber primer yakni arsip dari Arsip Nasional serta buku, artikel, jurnal yang mendukung penelitian, kritik, interpretasi dan historiografi. Kesimpulan penelitian ini adalah Hatta tidak menyetujui kebijakan-kebijakan politik yang diterapkan oleh Sukarno karena sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang tidak sesuai dengan esensi asli dari demokrasi yang Hatta yakini.

This research will focus on Mohammad Hatta's views (criticism & thoughts) on the political situation in 1956-1965. The change in Indonesia's government system from the Parliamentary Democracy period to the Guided Democracy period caused the political situation before Guided Democracy to become hot and there were many abuses of power both by political elites, political parties and Sukarno himself. The political situation that was not conducive and the government that ignored the welfare of the people and democracy that was not implemented in accordance with its essence made Hatta resign from his position as Vice President of the Republic of Indonesia on 1 December 1956. Hatta then expressed his views on the implementation of the Guided Democracy system which he considered incompatible with true democracy because Hatta saw that Guided Democracy gave rise to Sukarno's dictatorship. This research will use Kuntowijoyo's historical method which has 5 stages, namely topic selection, heuristics from various primary sources, namely archives from the National Archives as well as books, articles, journals that support research, criticism, interpretation and historiography. The conclusion of this research is that Hatta did not approve of the political policies implemented by Sukarno because the Guided Democracy government system was not in accordance with the original essence of democracy that Hatta believed in."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rose, Mavis
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991
923.259 8 ROS i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003
321.809 73 DEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fukuyama, Francis
New York : Farrar, Straus and Giruox, 2012
320.9 FUK o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
U. Maman Kh.
"Terdapat dua pemikiran global tentang sistem demokrasi, sekaligus sistem kabinet di Indonesia, yang muncul sejak tahun 1930-an sampai tahun 1950-an, yaitu: yang cenderung menginginkan sistem demokrasi parlementer dan yang tidak menginginkan sistem demokrasi parlementer dan yang tidak menginginkan sistem demikian. Dalam sidang-sidang BPUPKI dan dalam masa peralihan dari RIS ke Negara Kesatuan terjadi perdebatan antara dua kelompok tersebut. Soekarno, Supomo, dan Mansyuni memiliki pendapat yang sama _ atau hampir sama _ dalam hal bentuk kabinet: cenderung non-parlementer. Sementara Hatta dan Syahrir menginginkan sistem parlementer, yaitu system pertanggungjawaban kabinet kepada parlemen. Mereka _ yang memiliki titik temu pendapat itu _ seringkali berangkat dari kerangka dasar pemikiran yang berbeda. Dalam sidang-sidang BPUPKI, kelompok non- parlementer Nampak mendapat kemenangan. Kemenangan ini ditunjang oleh: Indonesia masih berada di bawah pemerintahan Jepang dan belum membuka hubungan dengan Barat; partai-partai politik yang cenderung ingin memperoleh kekuasaan belum terbentuk; posisi Sukarno dan Supomo sangat efektif untuk memperjuangkan cita-cita politiknya dalam penyusunan UUD 1945. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, keadaan berubah. Pengaruh Barat boleh dikatakan besar, dan RI menunjukkan hasrat ingin berunding dengan Belanda. Keadaan demikian dimanfaatkan oelh Syahrir untuk memperjuangkan cita-cita politiknya dengan alas an untuk menyelamatkan negara dari kesulitan. Titik temu pemikiran antara Hatta dengan Syahrir menyebabkan usaha Syahrir berhasil dengan mudah. Maka, terjadilah sistem demokrasi parlementer walaupun UUD 1945 _ yang menginginkan non-parlementer _ masih tetap berlaku. Sukarno tidak bekeberatan terhadap perubahan ini karena ia menginginkan diplomasi dengan dunia Barat. Perubahan yang diusulkan oelh Syahrir itu menimbulkan akibat yang besar. Yaitu : elit politik Indonesia menjadi terbiasa dengan sistem parlementer; Indonesia mengenal sistem banyak partai. Mereka _ partai-partai politik _ tentunya memiliki kepentingan masing-masing. Dan sistem parlementer melicinkan jalan bagi mereka untuk memperjuangkan kepentingan mereka _ atau berkuasa. Dalam Konferensi Inter-Indonesia dan perundingan RIS-RI, ketika membentuk negara kesatuan, arus parlementer Nampak mengalir dengan derasnya. Tampilnya Hatta sebagai perdana menteri bahkan dianggap menghalangi untuk melaksanakan sistem parlementer secara penuh. Dalam perundingan RIS-RI, Masyumi mencoba menentang arus sistem parlementer tetapi tidak berhasil. Setelah tidak berhasil, Masyumi pun harus memperjuangk.an kepentingan mereka. Oleh karena itu, Natsir -- yang semula tidak setuju terhadap sistem Parlementer -- menerima mandat menjadi formatur kabinet. Dengan denikian, terwujudlah sistem demokrasi parlementer bedasarkan UUDS 1950, yang di awali oleh Kabinet Natsir."
Depok: Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saifullah Yusuf
Jakarta: Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor , 2000
320.959 8 SAI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Hatta, 1902-1980
Jakarta: Yayasan Idayu, 1981
320.598 MOH k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Darul Arqam (DA) , Negara Islam Indonesia (NII) and hizbut Tahrir Indonesia (HTI) are the Islamic movement (Harakah Islamiyah) which posses its own view on democration and deliberation, clearly distinctive from the view of common Indonesian and world people....
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Purwoko
Yogyakarta: Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UGM, 2006
321.8 BAM d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>