Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2499 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinda Khodijah Damayanti
"Tesis ini menganalisis tanggung jawab terhadap APHTyang dipalsukan dan pelindungan hukum terhadap kreditur akibat APHT dipalsukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Magelang Nomor 56/Pid.B/2022/PN.Mgg. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal dengan melakukan studi kepustakaan guna mengumpulkan data sekunder yang selanjutnya dianalisis dan dipaparkansecara eksplanatoris analisis. Hail Penelitian ini menunjukkan bahwa seorang yang melakukan tindak pidana pemalsuan surat terhadap suatu akta autentik yaitu akta pemberian hak tanggungan bertanggungjawab atas perbuatannya sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 264 KUHP. Tanggung jawab tersebut dengan cara menghukum secara pidana terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana pemalsuan. Adapun berkenaan dengan pelindungan hukum terhadap kreditur akibat APHT yang dipalsukan berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata pelindungannya yaitu debitur harus melunasi hutang-hutangnya kepada kreditur dengan cara kebendaan siberutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. APHT yang merupakan akta autentik seharusnya dibuat dengan jujur dan tidak melanggar peraturan yang ada sehingga APHT yang dibuat dengan cara jujur tersebut tidak merugikan orang lain
Abstrak Berbahasa Inggris:
This thesis analyzes the liability for forged APHT and the legal protection for creditors due to forged APHT in the Magelang District Court Decision Number 56/Pid.B/2022/PN.Mgg. This study employs a doctrinal research method by conducting a literature review to collect secondary data, which is then analyzed and presented in an explanatory manner. The results of this research indicate that an individual who commits the criminal act of document forgery regarding an authentic deed, specifically a deed of mortgage grant, is liable for their actions as regulated in Article 264 of the Indonesian Criminal Code. This liability is enforced by criminally punishing the individual who has committed the forgery. Regarding the legal protection for creditors affected by forged APHT, based on Article 1131 of the Indonesian Civil Code, the protection stipulates that the debtor must settle their debts to the creditor through the assets that are subject to the debt, whether movable or immovable, existing or future, becoming collateral for all personal obligations. APHT, an authentic deed, should be made honestly and not in violation of existing regulations so that an honestly made APHT does not harm others."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adri Rusyadi
"Tesis ini meneliti mengenai pemalsuan akta kuasa menjual yang dilakukan oleh notaris dan karyawan notaris. Notaris adalah pejabat umum yang diberi kewenangan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam membuat akta autentik. Akta Autentik merupakan akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang serta bentuk dan susunannya telah ditentukan undang undang dan mempunyai pembuktian yang sempurna. Tetapi di masa kini banyak sekali ditemukan notaris yang dalam pembuatan akta autentik tidak sesuai dengan kaidah hukum yang ada atau dengan kata lain membuat akta autentik palsu. Rumusan Masalah yang diangkat di dalam penelitian ini yaitu mengenai keabsahan akta kuasa menjual palsu pada kasus Putusan Nomor (1209 K/Pid/2022) dan pertanggung jawaban pidana karyawan notaris dalam pembuatan akta kuasa menjual palsu pada kasus Putusan Nomor (1209 K/Pid/2022) Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dan tipologi penelitiannya adalah deskriptif analitis. hasil penelitiannya adalah Mengenai keabsahan akta kuasa menjual palsu yang terjadi pada kasus putusan Nomor 1209/K/Pid/2022 tersebut bila merujuk pada pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata akta kuasa menjual tersebut dinyatakan cacat hukum yang mengakibatkan akta tersebut dapat dibatalkan karena tidak memenuhi syarat subjektif yang menyebabkan perjanjian tersebut batal yang mengakibatkan kesepakatan secara tertulis tidak mengikat secara hukum saat permohonan pihak dikabulkan oleh Putusan Hakim di Persidangan dan untuk karyawan notaris dalam kasus tersebut tidak berhak dikenakan sanksi pidana karena melakukan tindak pidana membuat akta kuasa menjual palsu disuruh oleh notaris dengan kata lain melakukan tindak pidana atas perintah jabatan dan tidak berhak dimintai pertanggung jawab pidana sebagaimana yang tercantum dalam pasal 51 ayat (1) Kitab Undang-Undang hukum pidana

This thesis examines the forgery of power of attorney deeds of sale committed by notaries and notary employees. A notary is a public official who is authorized by the Ministry of Law and Human Rights to make authentic deeds. An authentic deed is a deed made by an authorized public official and its form and structure have been determined by law and have perfect proof. However, nowadays there are many notaries who in making authentic deeds do not comply with existing legal rules or in other words make fake authentic deeds. The formulation of the problem raised in this research is regarding the validity of a fake power of attorney to sell in the case of Decision Number (1209 K/Pid/2022) and the criminal liability of notary employees in making a fake power of attorney to sell in the case of Decision Number (1209 K/Pid/2022). ) This research uses a doctrinal method and the research typology is analytical descriptive. The results of the research are: Regarding the validity of the fake power of attorney deed that occurred in the case of decision Number 1209/K/Pid/2022, when referring to Article 1320 of the Civil Code, the power of attorney deed to sell was declared null and void because it did not meet the subjective requirements that led to the agreement. This can be canceled which results in the written agreement not being legally binding when the party's request is granted by the Judge's Decision at the Trial and the notary employee in that case is not entitled to be subject to criminal sanctions for committing a crime in making a power of attorney deed. selling counterfeit goods ordered by a notary, in other words, committing a criminal act on orders from the office and not having the right to be held criminally responsible as stated in article 51 paragraph 1 of the Criminal Code "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Wulandari
"Penelitian ini menganalisis tanggung jawab notaris terhadap akta autentik yang memuat keterangan palsu, dengan fokus pada kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 898/Pid.B/2022/PN.JKT.BRT. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik sebagai alat bukti yang sah dalam hukum perdata. Namun, pelanggaran terhadap kode etik dan undang-undang sering kali menimbulkan permasalahan hukum, seperti dalam kasus ini, di mana notaris menyuruh menempatkan keterangan palsu dalam akta. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif untuk mengkaji tanggung jawab pidana, perdata, dan administratif yang melekat pada notaris, serta akibat hukum dari akta yang memuat keterangan palsu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelanggaran oleh notaris dapat mengakibatkan sanksi pidana sebagaimana yang telah diputuskan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yaitu 1 tahun pidana penjara, sanksi perdata, dan terkait sanksi administrasinya yang berakibat kepada pencabutan kewenangan jabatan. Serta akta yang dibuat oleh notaris tersebut dianggap tidak memenuhi persyaratan formal dan materiil sesuai dengan UUJN dan UUPT. Temuan ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi notaris dalam meningkatkan kehati-hatian, kejujuran, dan ketaatan terhadap hukum dalam menjalankan tugasnya.

This research analyzes the responsibility of notaries for authentic deeds containing false information, focusing on the case of West Jakarta District Court Decision Number 898/Pid.B/2022/PN.JKT.BRT. Notaries are public officials authorized to make authentic deeds as valid evidence in civil law. However, violations of the code of ethics and the law often lead to legal problems, such as in this case, where the notary ordered to place false information in the deed. This research uses a normative juridical approach to examine the criminal, civil, and administrative responsibilities attached to notaries, as well as the legal consequences of deeds containing false information. The results show that violations by notaries can result in criminal sanctions as decided by the panel of judges of the West Jakarta District Court, namely 1 year imprisonment, civil sanctions, and related administrative sanctions which result in revocation of official authority. As well as the deed made by the notary is considered not to meet the formal and material requirements in accordance with the UUJN and UUPT. These findings are expected to be a guide for notaries in increasing prudence, honesty, and obedience to the law in carrying out their duties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariman Satria
"ABSTRACT
Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 1554 K/PID.SUS/2015 menghukum terdakwa PT KA yang diwakili oleh SR selaku direktur utama, karena melakukan pembakaran hutan yang merusak lingkungan hidup, dengan pidana denda sebesar Rp3.000.000.000,- Permasalahan yang timbul adalah bagaimanakah penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup, kaitannya dengan pidana tambahan berupa pemulihan kerugian akibat kerusakan lingkungan yang terjadi? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertanggungjawaban pidana korporasi belum dilakukan secara maksimal karena didasari oleh tiga alasan. Pertama, terdakwa dipidana denda dengan menggunakan ancaman pidana minimal sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 108 Undang- Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kedua, terdakwa tidak dikenai pidana tindakan tata tertib seperti perbaikan akibat tindak pidana guna memulihkan kerugian keuangan negara. Ketiga, terdakwa juga tidak dikenai pidana tambahan. Tegasnya putusan a quo belum maksimal baik dilihat dari sisi pemulihan kerugian keuangan negara, maupun dari sisi sanksi pidana denda kepada pelaku. "
Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2017
353 JY 10:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hamzah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"This volume reflects on the program of research undertaken by members and associates of the International sociological association's Joint session of research commitee 10 on participation and research commitee 51 on sociocybernetics and the graduates and contributors to the Flinders University research cluster on user centric design to enhance representation and accountability for a sustainable future."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Chairul Huda
"Kesalahan dan Penanggungiawaban Pidana masih menyisakan berbagai persoalan. Misalnya, dalam praktek hukum belum terdapat kesamaan pola penentuan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana. Antara putusan pengadilan yang satu dengan putusan pengadilan yang lain, kerapkali terdapat perbedaan dalam menentukan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana terdakwa. Hal ini dapat saja bersumber dari adanya kecenderungan melihat penentuan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana semata-mata sebagai bagian dari tugas hakim daiam memeriksa, mengadili dan memutus perkara. Kecederungan demikian, juga terlihat dari minimnya ketentuan peraturan pemndang-undangan pidana mengenai hal itu. Undang-undang pidana umumnya hanya menentukan tentang perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana beserta ancaman pidana bagi pembuatnya. Pada sisi tain, hai ini membuka kemungkinan para akademisi memberi kontribusi teoretis mengenai hal ini.
Pada tahun 1955 Prof. Moejatno, SH mengemukakan pandangannya mengenai tindak pidana dan pertanggungiawaban pidana. Dalam lirteratur teori ini dikena! dengan ajaran dualistis, yang dalam disertasi ini disebut dengan Teori Pemisanan Undak Pidana dan Peftanggungjawaban Pidana.
Teori ini menempatkan masalah pertanggungjawaban pidana terpisah dari masalah tindak pidana, sehingga dapat dipandang sebagai koreksi atas ajaran monistis yang memandang kesalahan semata-mata sebagai unsur subyektif tindak pidana. Selain itu, teori ini telah menjadi fundamen dasar penyusunan Rancangan KUHP, sehingga sangat bemilai strategis dalam usaha pembaharuan hukum pidana Indonesia. Namun demikian, hasil penelitian dalam disertasi ini menunjukkan teori ini umumnya tidak diterapkan, sekalipun harus diakui terdapat beberapa putusan pengadilan yang dapat dipandang sejalan dengan teori tersebut. Hal ini menyebabkan elaborasi Iebih iauh tentang pola penentuan kesalahan dan penanggung-jawaban pidana berdasar pada teori dualistis, sangat diperlukan guna menunjang praktek peradilan ketika KUHP baru diberlakukan.
Berdasarkan teori ini kesalahan dikeluarkan dari rumusan tindak pidana. Hal ini dapat menimbulkan berbagai persoalan dalam praktek. Misalnya, atas dasar apa penentuan kesalahan terdakwa, jika Penuntut Umum hanya berkewajiban membuktikan rumusan tindak pidana yang didalamnya tidak memuat unsur kesalahan. Apabila tidak mendapat pengaturan lebih Ianjut, balk dalam hukum pidana materil (KUHP) maupun hukum pidana formil (KUHAP), maka penentuan kesaiahan dan pertanggungjawaban pidana cenderung ke arah feit materiel. Hal ini terakhlr ini merupakan pola penentuan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana yang telah ditinggalkan sejak Water en Melk Arrest Hoge-Raad 1916. Dengan kata lain, hal ini akan membuat pertanggungjawaban pidana cenderung dilakukan secara strict liability, yang oleh sementara kalangan dipandang sebagai pertanggungjawaban tanpa -kesalahan (liabiiity without fault). Dalam disertasi ini dikemukakan konsepsi tentang 'penentuan kesalahan dan pertangungjawaban pidana berdasar teori dualistis, tgnpa terjebak pada kecendengan menerapkannya sebagai fait material atau strict Bability.
Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungiawaban Pidana yang menjadi fundamen penyusunan Rancangan' KUHP belum sepenuhnya terimplementasi dalam berbagai ketenluanhya. Sejauh mengenal perumusan tindak pidana hal ini hanya mempengaruhi dikeluarkannya kesengajaan dari rumusan tindak pidana. Sementara kealpaan tetap menjadi bagian rumusan tindak pidana. Hal ini pun akan menimbulkan persoalan dalam praktek. Tldak terbuktinya kealpaan yang menjadi bagian rumusan tindak pidana menyebabkan terdakwa dibabaskan. Sebaliknya, jika dipandang tidak terdapat kesengajaan ketika melakukan tindak pidana, maka terdakwa akan dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Baik kesengajaan maupun kealpaan keduanya bentuk-bentuk kesalahan, sehingga kurang tepat jika tidak terdapatnya hal ini menimbulkan konsekuensi yang berbeda. Disertasi ini mengemukakan konsepsi yang clengan itu perbedaan sebagaimana tersebut di atas dapat dihindari.

Fault and criminal liability still leaving some problems. For example, in practical law there is no similarity pattern of deciding the criminal fault and criminal liability yet. We often find that a verdict of a court is different with another court even they handled the same cases, it is usually often causes by the diherences in determined the defendant fault and criminal liability. lt could be caused by the inclination of some opinions said that the determination of the fault and criminal liability is part of the judges job in diagnose, judging and deciding a case. We can also say that the inclination caused bythe minimum regulations of the crime legislations. In generai the criminal legislations are only deciding the crime that is Stated as a crimutal act and the punishment for the doer. ln the other hand it opens the possibility for the academician to contribute their theoretical knowledge for this case.
In 1955, Prof. Moejatno, SH made an opinion about criminal act and criminal liability. ln a literature, this theory is known as the dualistic theory and it is called as the separation theory of criminal act and criminal liabihty in this dissertation. This theory placed the criminal liability problem (mens rea) separate from the criminal act problem (actus reus), so that we can see it as the correction of the monistrc theory that say that fault is part of the physiological element of criminal act. Beside that, this theory has become the basic concept of the Bill of Criminal Code for it would become strategic value in the Indonesian law development. However; result of the research this dissertation shows that this theory isn't always used, even though there are some court decisions used it. lt causes a further elaboration ofthe pattern of criminal act and criminal liability based on the dualistic theory that is very important to support the practical law when it is issued to the public.
Based on this theory, fault is not a part of criminal act. And it can causes problems in the law practice. For example, there will be a question about the basic determination of defendants fault, if the General Prosecutor only has an obligation to proof an criminal act concept that isn't consist of fault. lf there isn't any further regulation, neither in the substantive criminal law (Criminal Code) or procedure criminal law (Criminal Code Procedure), then the determination between fault and criminal liability will disposed to the feit materiel doctrine. And this is the pattern of the determination of fault and criminal liability that had been left since Water en Melk Arrest Hoge Read 1916. ln the other word, it can be said that the pattern can make the criminal liability disposed done by strict liability. The last one by some authors as a pattem the determination of criminal liability without fault. This dissertation tells a conception ofthe determination of fault and criminal liability based on dualistic theory without trapped on the leaning on using it as feit materiel doctrine or strict liability.
The separation theory of criminal act and criminal liability that is used as the basic concept Bill of Criminal Code isn't fully implemented on some stipulations. As far as we know, this theoiyis only affected to the issued of the intention out a part of criminal act concept. In the mean time, faults still become a part ofthe criminal-ect concept, and it is become a- problem in the real practice. The unproven of intention that is a part of criminal act will release (ontslaag van -alle rechtvenrolging) 'the defendant. On the other hand, if a defendant seems to be had negligence in done the cnrninal act the law will let him free (vrijspraak). Both of intention and negligence are faults, so that it wouldn?t be appropriate if the unexcitable of them make different consequences. This dissertation tells about a conception that will show us if we can avoid the differences mentioned.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
D1022
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Shofie
"ABSTRAK
Fokus disertasi ini membahas pertanggung jawaban pidana korporasi dari sisi pengaturan dan praktiknya dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Sejak tahun 1955 sesudah berlakunya Undang-undang Tinclak Pidana Ekonomi 1955 (Undang-undang No 7/DRT/1955), hingga saat ini tidak satu pun korporasi dijatuhi pidana. Sementara itu Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999 (Undang-undang No.8/ 1999) juga membebani pertanggungiawaban pidana kepada korporasi atas tindak pidana (laku pidana) perlindungan konsumen. Tetapi hal yang sama masih juga terjadi dalam masa rezim perlindungan konsumen. 36 kasus tindak pidana pcrlindungan konsumen telah dikaji dengan menggunakan desain penelitian normatif. Tidak ada korporasi yang dijatuhi pidana. Isu kontroversial tersebut tidak membuat peneliti kccewa. Argumentasi-argumentasi pengadilan terkait ke-36 kasus tersebut dicermati dengan teliti. Hasilnya, yaitu: bahwa sejumlah argumentasi memberi ruang yang Iebih luas bagi pertanggung jawaban pidana korporasi. Sehubungan dengan hal ini, pengadilan masih tetap berperan memberikan argumentasi hukum tentang teori pelaku fungsional dalam tindak pidana. Penjelasan teoritis ini berpijak pada pandangan bahwa mens rea (schuld) pelaku fisik dapat diatribusikan kepada pelaku fimgsional. Pada tahap-tahap selanjutnya mens rea (schuld) tersebut diatribusikan kepada korporasi dengan meuggunakan doktrin agregasi. Dengan pendekatan teoritis ini, korporasi dipertanggungiawahkan secara pidana. Hal ini tidak berarti bahwa penjatuhan sanksi seyogyanya selalu dilakukan pengadilan. Ketika pengadilan menerapkan undang-undang dalam suatu kasus, pengadilan mengkongkritkan norma norma umum menjadi norma individual. Teknik hukum pidana menentukan suatu perilaku (tindak pidana) dengan penjatuhan sanksi terhadap pelanggannya. Menurut pandangan hukum yang sanksionis jika seseorang tidak berperilaku sesuai dengan suatu larangan tertentu, konsekuensinya pengadilan seharusnya menjatuhkan sanksi, apakah pidana ataupun perdata. Preskripsi berupa sanksi tidak selalu dijatuhkan, tergantung pada kondisi-kondisi tertentu, dalam hal suatu perangkat paksaan seyogyanya diterapkan. Pengadilan seyogyanya menjatuhkan sanksi kepada korporasi, jika suatu tindak pidana (laku pidana) menguntungkan korporasi. Sehubungan dengan ini, peneliti mengusulkan agar teori corporate vicarious criminal liability seyogyanya diterapkan dalam rezim perlindungan konsumen.

ABSTRACT
The focus study of this dissertation is the laws and practices of corporate criminal liability concerning consumer protection law in Indonesia. Since 1955 until now after enactment ofthe Law on Economic Crimes 1955 (Law of Republic of Indonesia No. 7/DRT/1955; UU TPE l955), corporation has not been liable for economic crimes in Indonesia. Meanwhile The Law on Consumer Protection 1999 (The Law of Republic of Indonesia No.8/1999; LCP 1999) also provides that a corporation may be criminally liable for consumer offences. But the similar circumstances still have been repeated in the consumer protection regime. 36 cases related to consumer offences have been analyzed with a normative research design. No corporation was made a sentence at all in these cases. The controversial issue does not make the researcher unsuccessfully. The arguments of courts related these 36 cases were examined carefully. The result is that some of them give a wider space for corporate criminal liability. ln regard to this, judicial role still give some legal argumentations on theory of functional perpetrator in criminal acts. This theoretical explanation hold that physical perpetrators mens rea (schuld) can be attributed to functional perpetrator. ln the further steps, the mans rea can be attributed to corporation. It is based on aggregation theory. According to this theoretical approach, corporation may be held criminally responsible. it does not mean that decreeing a sanction should always be taken by judicial. When the judiciary applies the statutory in a litigated case. it concrctizes the general norms which constitutes an individual norm. The penal technique makes conduct (offences) the condition of sanctions to the delinquent. According to sanctionist view of law is that if a person does not comply with a certain prohibition, the consequence is that the courts ought to inflict a penalty, whether criminal or civil. Prescribing a sanction is not always inflicted, it depends on the certain conditions, in which a coercive measure ought to be applied. The court should order a sanction to a corporation, ifa criminal act benefits the corporation. In regard to this, the researcher suggest that the theory of corporate vicarious criminal liability should be adopted in consumer protection regime."
Depok: 2010
D1106
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>