Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119157 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anyta Hera Wahyuni
"Penurunan fungsi paru berperan pada peningkatan insiden PPOK  pada lansia. Penurunan fungsi kognitif dapat mempengaruhi ketepatan penggunaan inhaler dapat berdampak negatif terhadap prognosis. Tujuan Penelitian mengetahui hubungan fungsi kognitif dengan ketepatan penggunaan inhaler pada lansia PPOK. Metode penelitian menggunakan cross sectional dengan lokasi penelitian di poliklinik Paru Asma-PPOK. Sampel pada penelitian dipilih melalui teknik consecutive sampling berjumlah 96 responden lansia PPOK. Analisis data terdiri dari analisis univariat, analisis bivariat menggunakan uji Chi-square dan analisis multivariat menggunakan uji Regresi Logistik. Hasilnya responden mengalami gangguan fungsi kognitif dengan kategori tidak tepat dalam penggunaan inhaler sebanyak 46 responden (55.2%). Uji statistik regresi logistik didapatkan variabel fungsi kognitif berhubungan dengan ketepatan penggunaan inhaler (p=0,001; OR=40,524; CI 95% 12,537- 130,984). Kesimpulan ada hubungan antara fungsi kognitif dengan ketepatan penggunaan inhaler pada lansia PPOK setelah dilakukan uji statistik. Lansia mengalami gangguan fungsi kognitif tidak optimal dalam penggunaan inhaler. Pemberian edukasi pada lansia serta keluarga/caregiver dengan metode disesuaikan kemampuan kognitif lansia, seperti demonstrasi langsung, video instruksional, dan materi visual.

Decreased lung function contributes increased incidence of COPD in older adults. Impairment cognitive function affect accuracy of inhalers could have bad prognosis. Aim of study was to determine relationship between cognitive function with accuracy of inhaler usage in older adults with COPD. The research method used cross sectional location at polyclinic Asma-PPOK. The respondents were selected method through consecutive sampling technique, totalling 96 older adults with COPD. Data analysis consisted of univariate analysis, bivariate analysis using the Chi-square / Pearson Chi-square test, and multivariate analysis using the Logistic Regression test. Result respondents impaired cognitive function with inappropriate  use of inhalers as many as 46 respondents (55.2%). Logistic regression statistical obtained cognitive function correlated with accuracy of inhaler use (p=0.001; OR=40.524; CI95% 12.537- 130.984). Conclusion there correlation between cognitive function with accuracy of inhaler usage in older adults with COPD after statistical analysis. Older adults with impaired cognitive function are not optimal use inhalers. Providing education to older adults and caregivers by methods adjusted cognitive function, such as direct demonstrations, instructional videos, and visual materials."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Yandinoer Moelamsyah
"Latar belakang: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu masalah di Indonesia dan dunia. Kepatuhan pasien PPOK dalam menggunakan inhaler ditemukan relatif buruk dengan tingkat ketidakpatuhan berkisar antara 50 dan 80%. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri faktor-faktor yang dapat memengaruhi kepatuhan pasien PPOK dalam penggunaan inhaler. Metode: Penelitian ini adalah potong lintang menggunakan total 75 subjek yang dilakukan di poli asma-PPOK di RSUP Persahabatan Jakarta. Kuesioner yang digunakan merupakan adaptasi dari kuesioner test of adherence to inhaler (TAI) yang telah dilakukan alih bahasa,uji validitas, dan reliabiliatas. Hasil: Dari total seluruh subjek, 57,3% memiliki kepatuhan baik, 26,7% memiliki kepatuhan sedang, dan 16% memiliki kepatuhan buruk. Sebanyak 68% subjek memiliki ketidakpatuhan sporadis, 46,7% subjek memiliki ketidakpatuhan disengaja, dan 56% subjek memiliki ketidakpatuhan tidak disengaja. Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan subjek adalah jumlah device yang digunakan (p=0,025), jumlah eksaserbasi per tahun (p=0,002), durasi kontrol (p=0,009), lama pengobatan (p=0,013), nilai mMRC (p=0,011), dan nilai CAT (p=0,030). Kesimpulan: Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien PPOK terhadap penggunaan inhaler adalah jumlah device inhaler yang digunakan, durasi saat kontrol, dan lama pengobatan yang telah dijalani. Kepatuhan terhadap penggunaan inhaler berhubungan dengan jumlah eksaserbasi per tahun, nilai mMRC, dan nilai CAT. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih luas serta kuesioner yang lebih objektif.

Background: Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a non-communicable disease that is a problem in Indonesia and the world. COPD patients' compliance in using inhalers was found to be relatively poor with non-compliance rates ranging between 50 and 80%. This study aims to explore factors that may influence COPD patients' adherence in using inhalers. Methods: This study was a cross-sectional study using a total of 75 subjects conducted at the asthma-COPD clinic at Persahabatan Central General Hospital Jakarta. The questionnaire used was an adaptation of the test of adherence to inhaler (TAI) questionnaire which had been translated, tested for validity, and tested for reliability. Results: Of the total subjects, 57.3% had good compliance, 26.7% had moderate compliance, and 16% had poor compliance. A total of 68% of subjects had sporadic noncompliance, 46.7% of subjects had deliberate noncompliance, and 56% of subjects had unintentional noncompliance. Factors associated with adherence were the number of devices used (p=0.025), number of exacerbations per year (p=0.002), duration of control (p=0.009), length of treatment (p=0.013), mMRC score (p=0.011), and CAT score (p=0.030). Conclusion: Factors associated with COPD patients' adherence to inhaler use were the number of inhaler devices used, duration at control, and length of treatment. Adherence is associated with the number of exacerbations per year, mMRC scores, and CAT scores. Further research needs to be done with a wider sample and a more objective questionnaire."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Badriaturrahmah
"PPOK merupakan penyakit kronis yang memerlukan manajemen jangka panjang terhadap farmakoterapi. Salah satu faktor kunci yang mendukung keberhasilan obat inhalasi adalah kemampuan pasien untuk menggunakan perangkat dengan benar. Namun, banyak pasien PPOK tidak mencapai hasil yang optimal dari perawatannya karena teknik penggunaan inhaler yang salah dan pelatihan perangkat yang tidak memadai. Ulasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran teknik edukasi terkini mengenai penggunaan inhaler pada pasien PPOK, menganalisis hambatan, efektivitas, dan mengidentifikasi faktor utama keberhasilan teknik edukasi yang digunakan. Pencarian literatur dilakukan secara sistematis dengan melakukan pencarian artikel pada database seperti Sciencedirect, Scopus dan PubMed yang diterjemahkan dari Januari 2016 hingga Juni 2020. Berdasarkan hasil pencarian literatur terdapat 10 jurnal yang sesuai dengan kriteria. Kriteria artikel yang direview adalah artikel dengan subjek subjek penelitian pasien PPOK, mencantumkan luaran berupa skor inhaler dan juga peningkatan jumah pasien yang mengunakan inhaler secara benar. Berdasarkan beberapa jurnal yang ditemukan dapat disimpulkan bahwa teknik peninggunaan inhaler meningkat secara signifikan pada edukasi yang dilakukan secara berulang, dan dievaluasi secara berkala. Selain itu, edukasi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan lebih berpengaruh terhadap perbaikan cara penggunaan inhaler jika dibandingkan edukasi yang dilakukan selain tenaga kesehatan. Kemampuan kognitif pasien yang menurun sesuai usia dan beragamnya jenis inhaler menjadi hambatan dalam pemberian edukasi.

COPD is a chronic disease that requires long-term management of pharmacotherapy. One key factor that supports the success of inhalation drugs is the patient's ability to use the device properly. However, many COPD patients do not achieve optimal results from their therapy due to incorrect use of inhalers and inadequate device training. This review aims to provide an overview of the latest educational techniques using inhalers in COPD patients to analyze their obstacles, effectiveness, and to observe the main factors of their success. The literature search was conducted systematically by conducting research articles searches on databases such as ScienceDirect, Scopus, and PubMed, which were published from January 2016 to June 2020. Ten journals meet the criteria. The criteria are the article with the subject is COPD patients, and the outcome is the score of the inhaler and the increase in the patient using the inhaler correctly. Based on several journals found, it can be concluded that the inhaler technique increased significantly in education carried out repeatedly, and evaluated periodically. Also, education carried out by health workers is superior to the improvement of inhaler techniques when compared to education carried out other than health workers. Decreased patient's cognitive ability and diverse types of inhaler devices are barriers in education delivery."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kusumawati Susanti
"Aplikasi kesehatan berbasis selular yang memungkinkan penggunanya untuk mengetahu rencana dan manajemen terapi, diharapkan dapat menjadi sarana monitoring dan evaluasi terapi pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kornis). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh aplikasi kesehatan seluler terkait penggunaan obat inhalasi dan kualitas hidup pada pasien PPOK. Penelitian dilakukan dengan desain kuasi-eksperimental dengan pretest dan post test pada 88 reponden yang terdiri dari kelompok intervensi (n=46 orang), yang mendapatkan konseling oleh apoteker dan akses aplikasi Pharcare dan kelompok kontrol yang hanya mendapatkan konseling oleh apoteker (n=42 orang). Hasil uji beda rerata menunjukan perbedaan yang signifikan pada nilai ketepatan dan kualitas hidup antar kedua kelompok. Hasil uji T menunjukan adanya perbedaan yang bermakna pada kelompok interveni pada nilai kualitas hidup sebelum dan sesudah intevensi diberikan (P<0.001). Hasil analisi multivariat memperlihatkan bahwa intervensi mengggunakan aplikasi menyebabkan perbaikan kualitas hidup 5 kali dibanding pemberian konseling saja (95% CI 1,803-15,254). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan aplikasi kesehatan berbasis seluler mengenai penggunaan obat inhalasi dapat meningkatkan ketepatan penggunaan obat inhalasi dan kualitas hidup pasien.

A cellular-based health application that allows its users to know about therapy plans and management, is expected to be a means of monitoring and evaluating therapy for COPD (Cornis Obstructive Pulmonary Disease) patients. This study aims to evaluate the effect of mobile health applications on the use of inhaled drugs and quality of life in COPD patients. The study was conducted using a quasi-experimental design with pretest and posttest on 88 respondents consisting of the intervention group (n=46 people), who received counseling by pharmacists and access to Pharcare applications and the control group who only received counseling by pharmacists (n=42 people).). The mean difference test results showed a significant difference in the value of accuracy and quality of life between the two groups. The results of the T test showed that there was a significant difference in the intervention group in the value of quality of life before and after the intervention was given (P<0.001). The results of the multivariate analysis showed that the intervention using the application resulted in an improvement in quality of life 5 times compared to counseling alone (95% CI 1.803-15.254). From this study it can be concluded that the use of mobile-based health applications regarding the use of inhaled drugs can improve the accuracy of using inhaled drugs and the patient's quality of life."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alyanisa Ulfathinah
"Penyakit paru obstruktif kronik dapat menyebabkan seseorang mengalami keluhan pernapasan seperti sesak napas, batuk, sputum berlebih. Keluhan pernapasan dan berbagai faktor dapat mempengaruhi kualitas tidur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas tidur pada pasien PPOK. Desain penelitian menggunakan cross sectional dengan purposive sampling. Sebanyak 200 sampel diambil di tiga rumah sakit daerah jakarta pada Mei-Juni 2018. Kuesioner menggunakan COPD Assesment Test dan Pittsburgh Sleep Quality Index.
Hasil penelitan menunjukkan 66 pasien PPOK memiliki kualitas tidur buruk dengan masalah tertinggi yaitu durasi tidur. Kualitas tidur buruk ditemukan rata-rata pada usia 62 tahun, berjenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan SD/SMP, pendapatan kurang lebih Rp.2.000.000, menikah, IMT normal, memiliki >1 penyakit penyerta, terdiagnosis PPOK 12 bulan. Pasien PPOK yang mengalami kualitas tidur buruk mayoritas memiliki keluhan pernapasan sedang-berat. Tingkat keluhan pernapasan memiliki hubungan dengan kualitas tidur p = 0,016;OR:2,28. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan dapat memperbaiki atau meningkatkan kualitas tidur pasien PPOK.

Chronic obstructive pulmonary disease can cause someone experience respiratory complaints such as shortness breath, coughing, excessive sputum. Respiratory complaints and many factors can influence sleep quality. This study purpose to describe sleep quality in COPD. Design used cross sectional purposive sampling in May June 2018. Respondents was 200 at three hospitals in Jakarta. Questionnaire used COPD Assesment Test and the PSQI.
Results showed that 66 COPD had poor sleep quality, the highest problems was sleep duration. Poor sleep quality was found average at 62 years old, male, education level in elementary junior high school, income Rp.2.000.000, married, had normal BMI and 1 comorbidities, diagnosed COPD for 12 months. Most of COPD who experience poor sleep had moderate severe respiratory complaints. There was relationship between respiratory complaints and poor sleep quality in COPD p 0.016 OR 2,28 . Nurses as caregivers is expected to correct or improve sleep quality in COPD.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Antono
"Latar Belakang: PPOK adalah penyakit yang penting di seluruh dunia baik di negara maju maupun berkembang. Penyapu jalan raya terpajan oleh partikel debu, bioaerosol dan berbagai gas berbahaya. Penelitian ini mengevaluasi prevalens PPOK pada penyapu jalan raya di Jakarta.
Metode : Penelitian potong lintang pada 153 subjek penyapu jalan raya di Jakarta, berusia lebih dari 40 tahun dengan masa kerja lebih dari 2 tahun. Pengumpulan subjek menggunakan metode cluster sampling berdasarkan lokasi kerja daerah kotamadya di Jakarta. Diagnosis PPOK berdasarkan kuesioner COPD Assessment Test CAT, The Modified British Medical Research Council mMRC, pemeriksaan spirometri berdasarkan Pneumobile Project Indonesia dan dilakukan uji bronkodilator bila didapatkan hasil obstruktif.
Hasil : Prevalens PPOK pada penyapu jalan raya di Jakarta adalah 10 dari 153 subjek 6,5 . Enam subjek laki-laki 60 , tidak menggunakan masker 80 , bekerja lebih dari 10 tahun 70 , perokok 60 dan indeks massa tubuh le;25 kg/m2 80. Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara usia dan PPOK.

Background: Chronic obstructive pulmonary disease COPD is an important disease worldwide in both high income and low income countries. Dust has been known to increase COPD risk. During sweeping activity, sweepers are exposed to dust. The street sweepers are exposed to dust particles, bioaerosols, and various harmful gases. In this study we evaluates the prevalence of COPD among street sweepers in Jakarta.
Method: This is a cross sectional study among 153 street sweepers in Jakarta, Indonesia with age more than 40 years old with working period more than 2 years. Subjects were collected by cluster sampling method based on working location correlated with Jakarta regional district area. COPD was diagnosed by using questionnaires of COPD Assessment Test CAT, The Modified British Medical Research Council mMRC, spirometry examination based on Pneumobile Project Indonesia, and bronchodilator test if there was obstructive results.
Results A total of 153 subjects was selected for spirometry examination. The prevalence of COPD among street sweepers in Jakarta, Indonesia was 10 of 153 subject 6.5. Six of them were males 60, do not use face mask 80 , working years 10 years 70, smokers 60, and BMI le 25 kg m2 80 .There was a statistically significant relationship between age and COPD p 0,05.
Conclusion Prevalence of COPD among street sweepers in Jakarta is 6.5 . Factor related to the occurrence of COPD is age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Fatimah
"PPOK merupakan penyakit yang bersifat kronis, irreversible, dan progresif lambat semakin lama semakin memburuk. Hal tersebut membuat pasien PPOK mengalami ketergantungan terhadap obat dan orang lain, sehingga rentan mengalami gangguan status emosional. Maka, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan status emosional pada pasien PPOK. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik consecutive sampling. Data diolah menggunakan perangkat lunak dengan menggunakan uji statistik Chi Square.
Hasil analisis hubungan antara dukungan sosial dengan status emosional pada pasien PPOK menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan status emosional depresi p=0.921, status emosional kecemasan p=0.184, dan status emosional stress p=0.795. Namun, peneliti menyarankan pada rumah sakit agar melakukan skrinning status emosional pada setiap pasien, khususnya pasien PPOK agar dapat mencegah terjadinya perburukan.

COPD is a chronic disease, irreversible, slow progressive disease progressively worsens. This makes the COPD patient dependent on drugs and others, so vulnerable to emotional status disorders. So, researchers interested to know the relationship between social support with emotional status in patients with COPD. The sampling technique used in this research is consecutive sampling technique. Data is processed using software using Chi Square statistical test.
The analysis of the relationship between social support and emotional status in COPD patients showed no association between social support with emotional status depression p 0.921, emotional status anxiety p 0.184, and emotional status stress p 0.795 . Horever, investigators suggest that the hospital should screen for the emotional status of each patient, especially in the case of COPD to prevent worsening.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ihsan Azizi
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penurunan tekanan pada kabin pesawat dapat mencetuskan gejala hipoksia pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Saat ini belum ada laporan mengenai profil gejala hipoksia saat penerbangan dan gambaran penilaian kelaikan terbang berdasarkan kemungkinan kejadian hipoksia saat penerbangan pada jemaah haji dengan PPOK. Tujuan: Mengetahui profil pasien PPOK yang mengalami gejala hipoksia saat penerbangan dan penilaian kelaikan terbang tanpa menggunakan oksigen berdasarkan fungsi faal paru, saturasi oksigen dan aktifitas berjalan lebih dari 50 meter pada jemaah haji dengan PPOK. Metode: Studi kohort prospektif yang dilakukan pada jemaah haji Embarkasi Jakarta dengan PPOK saat pelaksanaan ibadah haji tahun 2011. Hasil: Pada studi ini didapatkan 36 subyek jemaah haji dengan PPOK. Pada penilaian pra-keberangkatan didapatkan 33 subyek yang dinilai laik terbang tanpa menggunakan oksigen. Saat penerbangan didapatkan tiga subyek mengalami gejala hipoksia. Dua orang berasal dari kelompok yang dinilai laik terbang tanpa menggunakan oksigen dan satu orang dari kelompok yang dinilai laik terbang dengan menggunakan oksigen. Karakterisitik subyek yang mengalami gejala hipoksia didapatkan pada perokok aktif (10,5%), tidak terdiagnosis PPOK sebelumnya (8,8%), PPOK derajat sedang (9,5%), usia lebih dari 60 tahun (5,3%) dan adanya komorbiditas (4,2%). Kesimpulan: Sebagian besar penderita PPOK dapat melakukan penerbangan tanpa menggunakan oksigen.

ABSTRACT
Background: The decreased pressure in aircraft cabins may cause hypoxia symptoms in patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Currently, there is no publication known to have reported the profile in-flight hypoxia symptoms and pre-flight medical screening to predict the need for oxygen supplementation in COPD pilgrims. Objective: To obtain profile of in-flight hypoxia and pre-flight assessment for fitness to fly without oxygen supplementation based on pulmonary function test, oxygen saturation, and the ability to walk more than 50 meters among pilgrims with COPD. Methods: This is a cohort-prospective study which was conducted during pilgrimage season during hajj year of 2011. Results: Thirty three COPD patients were identified and subsequently recruited to this study. Pre-flight medical assesment concluded that 33 subject were fit to fly without supplemental oxygen. Nevertheless, three subject developed in-flight hypoxia symptoms i.e. two of them were fit to fly without supplemental oxygen, while another subject was recommended to have supplemental oxygen. Characteristics of subjects with in-flight hypoxia were as follows: (10.5%) current smokers, (8.8%) not known to have COPD prior to health examination, (9.5%) moderate COPD category, (5,3%) above 60 years of age, and (4,2%) with comorbidity. Conclusion: Most pilgrims with COPD were fit to fly without oxygen supplementation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Prilia Damaranti
"PPOK merupakan penyakit pernapasan kronis penyebab morbiditas dan mortalitas terbanyak dengan dampak pembiayaan yang cukup tinggi di Indonesia. Clinical Pathway (CP) adalah bagian dari pelaksanaan tata kelola klinis rumah sakit dan salah satu tools dalam mewujudkan sistem kendali mutu dan kendali biaya di era JKN. Efektivitas kepatuhan penerapan clinical pathway (CP) terhadap luaran klinis pasien pada beberapa penelitian menunjukkan hasil yang positif. RS Paru Respira Yogyakarta telah menetapkan CP PPOK sebagai CP prioritas, namun dalam proses evaluasi kepatuhan CP belum menggunakan seluruh komponen PPA seperti yang diatur dalam Permenkes Nomor 30 Tahun 2022. Paradigma pelayanan kesehatan saat ini adalah value-based healthcare sehingga perlu dilakukan evaluasi dampak kepatuhan CP terhadap luaran klinis pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan CP terhadap luaran klinis pasien PPOK, dan proses penerapan kepatuhan CP PPOK di RS Pusat Paru Respira Yogyakarta tahun 2022. Desain penelitian adalah observasional (cross sectional) dengan pendekatan mix method. Pengambilan data metode kuantitatif menggunakan rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosis utama PPOK tahun 2022 (n=57) dan metode kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Hasil penelitian kuantitatif didapatkan tingkat kepatuhan CP PPOK sebesar 87,7%, ada hubungan yang signifikan antara beban kerja DPJP dengan kejadian komplikasi (p value=0,003) dan antara kepatuhan CP dengan luaran klinis yaitu komplikasi (p value=0,05 dan OR=6,75), faktor yang paling berpengaruh pada luaran klinis pasien adalah kepatuhan terhadap CP. Metode kualitatif, berdasarkan perspektif 10 variabel dalam teori Gibson dan Mathis-Jackson, didapatkan hasil yang baik pada variabel sikap. Untuk variabel pengetahuan, supervisi, komunikasi, pelatihan, SDM, standar kinerja, sarana prasarana, insentif dan struktur organisasi masih perlu peningkatan. Untuk meningkatkan kepatuhan CP diperlukan komunikasi yang efektif antara pembuat dan pelaksana CP, pemahaman dan komitmen penuh para PPA, dukungan manajemen untuk rutin meninjau ulang tata laksana CP, meningkatkan sosialisasi, pelatihan, sarana prasarana, kebutuhan SDM, fasilitas IT penunjang serta regulasi terkait pelaksanaan CP.

COPD is a chronic respiratory disease that causes the most morbidity and mortality with a high cost impact in Indonesia. Clinical Pathway (CP) is part of the implementation of hospital clinical governance and one of the tools in quality and cost control system in JKN era. The effectiveness of clinical pathway (CP) compliance to patient clinical outcomes in several studies has shown positive results. Respira Pulmonary Hospital Yogyakarta has designated CP COPD as a priority CP, but in the process of evaluating CP compliance, it has not used all Profesional Caregiver components as stipulated in Health Ministerial Regulation No. 30 of 2022. The current paradigm of health services is value-based healthcare, so it is necessary to evaluate the impact of CP compliance on the patient's clinical outcome. This study aims to determine the association of CP compliance to the clinical outcome of COPD patients and the process of implementing COPD CP compliance at the Respira Pulmonary Hospital Yogyakarta in 2022. The research design is observational (cross sectional) with mix method approach. Quantitative method data collection using inpatient medical records with a primary diagnosis of COPD in 2022 (n=57) and qualitative method using with in-depth interviews, observation and document review. The results of quantitative study showed that COPD CP compliance rate is 87.7%, there is a significant relationship between doctor in charge of services workload with the incidence of complications (p value=0.003) and between CP compliance with clinical outcomes of complications (p value=0.05 and OR=6.75), factor that most influenced the patient's clinical outcome was CP compliance. Qualitative methods, based on the perspective of 10 variables in the theory of Gibson and Mathis-Jackson, showed good results on attitude variables. Knowledge, supervision, communication, training, human resources, performance standards, infrastructure, incentives and organizational structure variables still need improvement. To improve CP compliance, an effective communication between CP makers and implementer are required, full understanding and commitment of Profesional Caregivers, management support to regularly review CP governance, improve socialization, training, infrastructure, human resource needs, supporting IT facilities and regulations related to the implementation of CP are required."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cipuk Muhaswitri
"Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK adalah penyakit akibat stres oksidatif penyebab menurunnya fungsi paru sehingga mempengaruhi kualitas hidup penderitanya.Tes baku untuk mengukur kualitas hidup PPOK adalah COPD AssessmentTest CAT . Vitamin C sebagai antioksidan banyak terdapat di cairan pelapis epitel paru. Penelitian ini bertujuan mengetahui korelasi antara kadar vitamin C serum dan skor CAT pada PPOK. Penelitian potong lintang ini dilakukan di RSUP Persahabatan,Jakarta Timur, melibatkan 47 subjek dengan metode consecutive sampling. Data karakteristik subjek dan asupan vitamin C secara FFQ semikuantitatif didapatkan melalui wawancara. Data klasifikasi klinis, fungsi paru, komorbid, skor CAT didapatkan dari rekam medis dan wawancara. Status gizi ditentukan berdasarkan Indeks Masa Tubuh IMT , dan kadar vitamin C serum dengan spektrofotometer. Semua subjek laki-laki, rerata usia 66,6 tahun, sebagian besar bekas perokok berat dengan fungsi paru rendah. Status gizi kurang pada 25 subjek, skor CAT kategori ringan, asupan vitamin C cukup, dan kadar vitamin C rendah. Tidak didapatkan korelasi antara kadar vitamin C serum dan skor CAT.

COPD is a disease due to oxidative stress causing low pulmonary function, resulting in low quality of life. A standard test to measure the quality of life in COPD is COPD Assessment Test CAT . Vitamin C as antioxidant is widely available in the pulmonary epithelial fluid. This study aimed to investigate the correlation between serum vitamin C level and CAT score in COPD. This cross sectional study was conducted at Persahabatan Hospital, East Jakarta, involving 47 subjects using consecutive sampling method. Interview was used to assess subjects rsquo characteristics and vitamin C intake using semi quantitative FFQ. Clinical classification, lung function, comorbidity, and CAT scores were gathered from medical records or interview. BMI was used to determine nutritional status, while vitamin C serum level was assessed using spectrophotometry. All subjects were male, mean age was 66.6 years, mostly ex heavy smokers, with decreased lung function, and 25 were undernourished. Vitamin C intake was sufficient, but low in serum vitamin C level and CAT score. There was no correlation between serum vitamin C levels and CAT score. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>