Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170496 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sabrina Munggarani Yusuf
"Latar belakang: Tingginya insidensi penyakit saluran cerna, bilier, dan pankreas pada pasien usia lanjut membuat kebutuhan endoskopi tinggi. Komplikasi kardiopulmoner intra- dan pascatindakan endoskopi pada pasien usia lanjut lebih tinggi dari kelompok usia lebih muda. Penilaian faktor-faktor risiko komplikasi penting untuk menimbang risiko dan manfaat endoskopi pada pasien usia lanjut. Tujuan: Mengetahui insidensi dan faktor-faktor yang memengaruhi komplikasi kardiopulmoner intra- dan pascatindakan endoskopi pada pasien usia lanjut. Metode: Studi kohort prospektif dilakukan terhadap subjek berusia ≥60 tahun yang menjalani endoskopi di PESC RSUPN-CM sejak Agustus-Oktober 2023. Dilakukan analisis bivariat antara usia, komorbiditas, kelas ASA, status nutrisi, status fungsional, durasi tindakan, jenis sedasi, jenis tindakan, dan tingkat kompleksitas tindakan terhadap komplikasi kardiopulmoner intra- dan pascatindakan endoskopi. Selanjutnya, analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor risiko independen. Hasil: Dari 194 subjek, sebanyak 49,52% subjek mengalami komplikasi kardiopulmoner. Komplikasi tersering adalah takikardia (23,20%), hipoksemia (15,03%), dan hipotensi (6,20%). Hasil analisis multivariat menemukan bahwa tingkat kompleksitas tindakan ASGE kelas ≥3 merupakan faktor independen dengan RR 1,505 (IK 95% 1,039 – 2,179), p=0,03; sedangkan sedasi ringan-sedang memiliki RR 0,668 (IK 95% 0,458 – 0,975), p=0,037 terhadap komplikasi kardiopulmoner intra- dan pascatindakan endoskopi pada pasien usia lanjut. Kesimpulan: Insidensi komplikasi kardiopulmoner intra- dan pascatindakan endoskopi pada pasien usia lanjut adalah 49,52%. Tingkat kompleksitas tindakan tinggi menjadi faktor independen, sedangkan sedasi ringan-sedang menurunkan risiko komplikasi kardiopulmoner intra- dan pascatindakan endoskopi. Sementara itu, usia lanjut, komorbiditas banyak, kelas ASA buruk, durasi tindakan lama, status nutrisi buruk, status fungsional buruk, dan jenis tindakan tidak berpengaruh.

Background/Aims: High incidence of gastrointestinal and pancreaticobiliary diseases in elderly prompts high need of endoscopy. Intra- and post-endoscopy cardiopulmonary complications were higher in elderly compared to younger population. This study aimed to investigate the incidence and affecting factors of intra- and post-endoscopy cardiopulmonary complications in elderly population. Methods: This prospective cohort study was conducted in endoscopy subjects aged ≥60 years at Gastrointestinal Endoscopy Center in Cipto Mangunkusumo National General Hospital, Jakarta, Indonesia from August-October 2023. Results: Among 194 subjects, 49.52% experienced cardiopulmonary complications. The most common complications included tachycardia (23.20%), hypoxemia (15.03%), and hypotension (6.20%). Multivariate analysis revealed that complexity of procedure ASGE level ≥ 3 (RR 1.505 [95% CI 1.039 – 2.179]; p=0.03) and mild-moderate sedation (RR 0.668 [95% CI 0.458 – 0.975]; p=0.037) were significantly related to intra- and post-endoscopy cardiopulmonary complications. Conclusion: The incidence of intra- and post-endoscopy cardiopulmonary complications in elderly in Indonesia is high. Complexity of procedure ASGE level ≥ 3 is an independent factor, whereas mild-moderate sedation reduces the risk of intra- and post-endoscopy cardiopulmonary complications. On the contrary, old age, multicomorbidities, high ASA class, long duration of procedure, poor nutritional status, poor functional status, and type of procedure have no impacts."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aji Muharrom
"Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di dunia maupun di Indonesia. Terdapat berbagai faktor risiko stroke baik yang dapat dimodifikasi maupun yang tidak. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang paling penting yang dapat dimodifikasi. Namun demikian, masih belum jelas karakteristik hipertensi seperti apa yang paling berisiko terkena stroke. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara lamanya hipertensi, tekanan darah sistolik tertinggi yang pernah dicapai, serta kategori hipertensi dengan terjadinya stroke. Penelitian dilakukan menggunakan desain studi kohort retrospektif pada pasien usia lanjut penderita hipertensi di Poliklinik Geriatri RSUPN-Ciptomangunkusumo tahun 2012-2016. Terdapat 207 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini, dengan 40 di antaranya tercatat menderita stroke. Analisis bivariat menunjukkan hubungan antara lamanya hipertensi dengan stroke p=0.046 , sementara tidak ada hubungan p>0.05 antara tekanan darah sistolik tertinggi yang pernah dicapai maupun kategori hipertensi. Hasil uji multivariat dengan penyesuaian terhadap variabel perancu mendapatkan hubungan antara lamanya hipertensi dan stroke dengan OR 2.019 1.004 ndash; 4.063;IK 95 . Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berhubungan dengan terjadinya stroke adalah lamanya hipertensi.

Stroke is the second highest leading cause of death both in the world and in Indonesia. There are various modifiable and non modifiable risk factors of stroke. Among them, hypertension is a well established important stroke risk factor that is modifiable. However, it is unclear which characteristics of hypertension contributes most to the incidence of stroke. This study aimed to determine the association between duration of hypertension, highest systolic blood pressure, and hypertension stages with stroke incidence. A cohort retrospective study was done among elderly hypertensive patients in Geriatric Polyclinic of Ciptomangunkusumo National General Hospital between 2012 and 2016. From 207 subjects, there are 40 stroke incidences. Bivariate analysis showed association between duration of hypertension and incidence of stroke p 0.046 , while there is no association between stroke and either highest systolic blood pressure or hypertension stages. Multivariate analysis with adjustments for confounding variables showed association between duration of hypertension and stroke with OR 2.019 1.004 ndash 4.063 95 CI . From this result, it is concluded that duration of hypertension has the strongest association to stroke.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhaneswara Adhyatama Wicaksono
"Latar belakang: Insidensi dan faktor risiko karsinoma hepatoseluler (KSH) pada pasien hepatitis C virus (HCV) yang sudah mencapai sustained virological response (SVR) pasca terapi direct acting antiviral (DAA) belum banyak diketahui. Mengingat terdapat perbedaan jenis DAA, genotype virus, dan profil pasien di Indonesia, dilakukan studi untuk menilai insidensi dan faktor-faktor yang memengaruhi KSH pada pasien HCV pasca SVR post terapi DAA.
Tujuan: Mengetahui insidensi dan faktor-faktor yang memengaruhi kejadian KSH pada pasien HCV yang mencapai SVR pasca pengobatan DAA.
Metode: Desain penelitian kohort retrospektif di RSUPN Cipto Mangunkusumo, sampel pasien HCV yang SVR pasca DAA tahun 2017 – 2019, diikuti hingga 2024. Pasien dilakukan skrining USG abdomen, alpha-fetoprotein (AFP) dan CT Scan abdomen 3 fase apabila terdapat indikasi. Dilakukan analisis deskriptif, bivariat dengan Fisher’s exact, dan multivariat dengan regresi logistik bila terdapat faktor risiko di analisis bivariat (p <0,25).
Hasil: Dari 180 subjek penelitian, insidensi dan rasio insidensi KSH pada seluruh populasi mencapai 4,4% (rasio insidens 0,91/100PY). Terdapat hubungan signifikan dari analisis bivariat variabel sirosis hepatis (RR 10,5; IK 95% (1,32 – 83,5); p =0,0073) dan DM tipe 2 (RR 8,47; IK 95% (2,3 – 31,1) p = 0,0048). Terdapat hubungan signifikan dari analisis multivariat variabel DM tipe 2 (aRR 3,1; IK 95% (0,86 – 3,83); p=0,002).
Kesimpulan: Insidensi KSH mencapai 4,4% dari total populasi. DM tipe 2 memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian KSH pada pasien HCV yang mencapai SVR pasca pengobatan DAA.

Background: The incidence and risk factors for hepatocellular carcinoma (HCC) in hepatitis C (HCV) patients who have achieved sustained virological response (SVR) after direct-acting antiviral (DAA) therapy are not well established. Considering there are differences in DAA types, virus genotypes, and patient profiles in Indonesia, this study was conducted to assess the incidence and factors influencing HCC in HCV patients after SVR post DAA therapy.
Objective: To determine the incidence and factors influencing HCC in HCV patients achieving SVR after DAA treatment.
Method: Retrospective cohort study conducted at Cipto Mangunkusumo National General Hospital, sample of HCV patients had SVR after DAA therapy in 2017 – 2019, followed until 2024. Patients were screened for abdominal ultrasound, alpha-fetoprotein (AFP) and 3-phase abdominal CT scan, if indicated. Descriptive, bivariate analysis with Fisher's exact, and multivariate analysis with logistic regression were conducted.
Results: Among 180 subjects, the incidence and incidence ratio of HCC is 4.4% (0.91/100PY). Significant correlation in bivariate analysis from the variables liver cirrhosis (RR 10.5; CI 95% (1. 32 – 83.5); p = 0.0073) and type 2 DM (RR 8.47; CI 95% (2, 3 – 31.1) p = 0.0048). In multivariate analysis, there was significant correlation from type 2 DM variable (aRR 3.1; CI 95% (0.86 – 3.83); p=0.002).
Conclusion: The incidence of HCC reaches 4.4% of the total population. Type 2 DM has significant correlation with the incidence of HCC in HCV patients who achieve SVR after DAA treatment.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mario Abet Nego
"Pendahuluan: Berbagai studi menyatakan bahwa pencapaian kadar terapeutik vankomisin pada pasien sakit kritis sangat rendah. Hal ini terjadi karena perubahan farmakokinetik pada pasien kritis akibat proses penyakit dan berbagai intervensi medis. Vankomisin mempunyai indeks terapeutik yang sempit, oleh karena itu pencapaian target kadar terapeutik sangat penting dievaluasi. Saat ini, pemberian vankomisin pada pasien sakit kritis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia berdasarkan pedoman penggunaan antibiotik tahun 2022. Namun, evaluasi pencapaian target kadar terapeutik vankomisin pada pasien kritis belum pernah dilakukan. Evaluasi pencapaian target kadar terapeutik vankomisin ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk membuat pedoman pemberian dosis vankomisin yang lebih adekuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pencapaian kadar terapeutik vankomisin pada pasien sakit kritis. Metode: Penelitian ini merupakan studi pendahuluan dengan desain potong lintang. Rekrutmen subjek penelitian dilakukan dengan metode consecutive sampling. Subjek penelitian adalah pasien sakit kritis yang menggunakan vankomisin. Pemeriksaan kadar vankomisin dilakukan dengan metode ELISA pada sampel darah subjek yang diambil saat trough concentration. Data-data klinis dan laboratorium lain didapatkan dari rekam medis subjek. Hasil: Jumlah subjek penelitian ini adalah 20 orang. Target kadar terapeutik vankomisin tercapai pada 45% subyek penelitian. Median kadar vankomisin pada penelitian ini adalah 17,43 mg/L (3,07 – 25,11 mg/L). Kadar terapeutik vankomisin lebih banyak tercapai pada subyek yang tidak mengalami overload cairan (61,5%) dan yang mendapat vankomisin dengan cara infus yang diperpanjang (64,3%). Pada penelitian didapatkan 3 (15,8%) subyek mengalami cidera ginjal akut setelah penggunaan vankomisin, dengan kadar vankomisin 17,37 mg/L, 11,16 mg/L, dan 13,64 mg/L. Kesimpulan: Capaian target kadar terapeutik vankomisin terjadi hanya pada sebagian pasien sakit kritis. Keadaan subyek yang tidak overload cairan dan pemberian infus vankomisin yang diperpanjang menjadi faktor yang mungkin mempengaruhi tercapainya target kadar terapeutik vankomisin. Kata kunci: trough concentration, vankomisin, pasien sakit kritis, farmakokinetik, kadar terapeutik

Introduction: Various studies have stated that the achievement of vancomycin therapeutic levels in critically ill patients is very low. This condition occurs because of pharmacokinetic changes in critically ill patients due to the disease process and various medical interventions. Vancomycin has a narrow therapeutic index, therefore it is important to evaluate the drug concentration. Currently, the administration of vancomycin in critically ill patients at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia is based on local antibiotic guidelines 2022. However, an evaluation of vancomycin concentration in critically ill patients has never been carried out. Evaluation of vancomycin concentration can be considered as a basis for making adequate vancomycin dosing guidelines. Aim of this study was to describe the vancomycin concentration in critically ill patients. Methods: This research is a preliminary study with a cross-sectional design. Subjects recruitment was done by consecutive sampling method. Subjects were critically ill patients who taking vancomycin. Examination of vancomycin concentration was conducted using ELISA method on subjects' blood samples taken during trough concentration. Other clinical and laboratory data were obtained from the subject's medical record. Result: Sample size of this study was 20 subjects. The target therapeutic level of vancomycin was achieved in 45% of the study subjects. The median of vancomycin concentration on this study was 17.43 mg/L (3.07 – 25.11 mg/L). Therapeutic levels of vancomycin were achieved more in subjects who did not experience fluid overload (61.5%) and received vancomycin by extended infusion method (64.3%). There were 3 subjects (15.8%) experienced acute kidney injury after using vancomycin, with vancomycin concentration of 17.37 mg/L, 11.16 mg/L, and 13.64 mg/L. Conclusion: Achievement of target therapeutic levels of vancomycin occurs in only a minority of critically ill patients. The condition of the subjects who are not fluid overload and the prolonged administration of vancomycin infusion are factors that may affect the achievement of the target therapeutic level of vancomycin. Keywords: trough concentration, vancomycin, critically ill patients, pharmacokinetics, therapeutic concentration"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mely Mudjahidah
"Persentase penduduk usia lanjut di Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat dalam lima dekade terakhir. Pasien usia lanjut yang akan menjalani pembedahan mempunyai risiko mengalami komplikasi pascabedah. Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri (P3G) dan klasifikasi ASA dapat digunakan untuk mengevaluasi kesehatan pasien geriatri. Program prehabilitasi yang direkomendasikan oleh berbagai guideline perioperatif untuk memperbaiki kesehatan fisik dan status fungsional preoperatif dapat meningkatkan pemulihan pascabedah dan luaran klinis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komponen P3G, status ASA dan prehabilitasi preoperatif terhadap komplikasi pascabedah 30 hari pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan artroplasti panggul dan lutut elektif dan untuk mengembangkan model prediksi komplikasi pascabedah 30 hari berdasarkan faktor prediktor tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kohort retrospektif yang menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan artroplasti panggul dan lutut elektif di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode Januari 2017 – Oktober 2022. Performa pengembangan model prediksi komplikasi pascabedah 30 hari dilakukan dengan menentukan nilai kalibrasi (uji Hosmer-Lemeshow) dan diskriminasi (Area Under the Curve [AUC]). Didapatkan 144 pasien yang telah memenuhi kriteria dan dapat dianalisis. Angka komplikasi pascabedah 30 hari sebesar 29,2%. Faktor yang dianalisis sebagai prediktor komplikasi di antaranya status depresi (HR=5,11; IK95% 2,549-10,244), status frailty (HR=2,44; IK95% 1,329-4,473), komorbiditas (HR=1,53; IK95% 0,786-2,982) serta prehabilitasi preoperatif (HR=1,77; IK95% 0,906-3,459). Model prediksi komplikasi pascabedah 30 hari memiliki kualitas kalibrasi dan diskriminasi yang baik dan cukup kuat [AUC 0,690 (p<0,001; IK 95% 0,586-0,794)]. Status depresi, status frailty, komorbiditas dan prehabilitasi preoperatif berhubungan dengan komplikasi pascabedah 30 hari  pada pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan artroplasti panggul dan lutut elektif. Model prediksi komplikasi pascabedah 30 hari memiliki kualitas kalibrasi dan diskriminasi yang baik dan cukup kuat.

The percentage of the geriatric population in Indonesia has roughly doubled in the last five decades. Elderly patients who will undergo surgery are at risk of experiencing postoperative complications. The Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) and ASA Classification can be used to evaluate the health of geriatric patients. Prehabilitation programs that various preoperative guidelines suggest to improve physical health and preoperative functional status may increase the rate of postoperative recovery and clinical outcomes. This study aims at determining the relationship between the CGA components, ASA status, and preoperative prehabilitation on complications within 30 days after the surgery in elderly patients undergoing elective hip and knee arthroplasty, as well as developing a prediction model for 30-day postoperative complications. This research is a retrospective cohort study using secondary data from medical records and interviews with elderly patients who underwent elective hip and knee arthroplasty at Cipto Mangunkusumo Hospital between January 2017 and October 2022. The performance of the 30-day postoperative complication predictor model was measured by determining the calibration (Hosmer-Lemeshow test) and discrimination (Area Under the Curve [AUCC]) value. 144 patients who met the criteria were analyzed. The 30-day postoperative complication rate was 29.9%. The factors analyzed as complication predictors including depression status (HR=5.11; 95%CI 2.549-10.244), frailty status (HR=2.44; 95%CI 1.329-4.473), comorbidity (HR=1.53; 95%CI 0.786-2.982) and preoperative prehabilitation (HR=1.77; 95%CI 0.906-3.459). The 30-day postoperative complication prediction model has good and strong enough calibration and discrimination qualities [AUC 0.690 (p<0.001; 95% CI 0.586-0.794)]. Depressive status, frailty status, comorbidity, and preoperative prehabilitation were significantly associated with 30-day postoperative complications in elderly patients undergoing elective hip and knee arthroplasty surgery. The 30-day postoperative complication prediction model has good and strong enough calibration and discrimination qualities."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Alfian
"Latar Belakang: Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, sebagian besar masyarakat Indonesia termasuk lansia menjalani puasa pada bulan Ramadhan. Dalam mengevaluasi keamanan berpuasa Ramadhan pada populasi lansia, dilakukan berbagai penilaian, salah satunya adalah profil fungsi ginjal. Profil fungsi ginjal, dinilai dari laju filtrasi glomerulus (LFG), merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan kesehatan lansia. Namun, belum terdapat penelitian mengenai profil fungsi ginjal dan faktor-faktor yang memengaruhi pada lansia berpuasa.
Tujuan: Mengetahui profil dan faktor risiko perubahan fungsi ginjal pada usia lanjut yang berpuasa Ramadhan.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dengan menggunakan data primer pada subyek usia > 60 tahun yang menjalani puasa Ramadhan di kelurahan Jatinegara sejak April 2019 hingga Juli 2019. Profil fungsi ginjal dihitung menggunakan pemeriksaan (LFG) pada 1 minggu sebelum berpuasa, 3 minggu berpuasa, dan 2 minggu pasca berpuasa. Faktor risiko yang dinilai adalah usia, indeks massa tubuh, diabetes melitus, hipertensi, kebiasaan merokok, konsumsi protein, dan konsumsi cairan. Analisa bivariat dilakukan menggunakan uji chi-square atau Fisher. Analisis multivariat dilakukan menggunakan regresi logistik.
Hasil: Pada penelitian ini, tidak ditemukan adanya faktor risiko yang secara signifikan berpengaruh terhadap perubahan fungsi ginjal selama puasa bulan Ramadhan pada lanjut usia. Beberapa farktor dapat mempengaruhi fungsi ginjal pada usia lanjut yang berpuasa Ramadhan, salah satunya adalah usia. Mayoritas lanjut usia yang mengalami penurunan GFR selama bulan Ramadhan berusia 60-70 tahun berjumlah 89 orang atau 68,5%. Sisanya berjumlah 10 orang atau 58,8% berusia >70 tahun. Namun, setelah dilakukan analisis, hubungan antara usia dengan penurunan GFR selama puasa Ramadhan tidak bermakna (p=0,426).
Kesimpulan: Tidak ditemukan adanya perubahan signifikan pada fungsi ginjal dengan usia lanjut yang menjalankan puasa dibulan Ramadhan.

Background. As a country with a majority Muslim population, most Indonesians, including the elderly, fast during the month of Ramadan. To evaluate the safety of fasting during Ramadan in the elderly population, various assessments were carried out, one of which is kidney function profile. Kidney function profile, assessed using glomerular filtration rate (GFR), is one of the important parameters in determining the health of the elderly. However, there has been no research on kidney function profile and its affecting factors on fasting elderly in Indonesia.
Aim:. To determine the profile and risk factors for changes in kidney function in elderly who fast during Ramadan.
Methods. This study used prospective cohort design using primary data on subjects aged > 60 years who were undergoing Ramadan fasting in Jatinegara village from April 2019 to July 2019. The kidney function profile was calculated using glomerular filtration rate (GFR) examination on 1 week before fasting, 3 weeks fasting, and 2 weeks post fasting. The risk factors assessed were age, body mass index, diabetes mellitus, hypertension, smoking habits, protein consumption, and fluid consumption. Bivariate analysis was performed using the chi-square or Fisher test. Multivariate analysis was performed using logistic regression.
Result. In this study, no risk factors were found significantly influencing changes in kidney function during the Ramadan fasting in the elderly. Some factors can affect kidney function in elderly who fasted in Ramadan, one of which is age. The majority of elderly who experienced a decrease in GFR during the month of Ramadan aged 60-70 years amounted to 89 people or 68.5%. The rest amounted to 10 people or 58.8% aged> 70 years. However, after analysis, the relationship between age and decreased GFR during Ramadan fasting was not significant (p = 0.426).
Conclusion. There was no significant changes in kidney function on fasting elderly during Ramadan.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andika Indrarespati
"Latar Belakang. Semakin meningkatnya rerata usia harapan hidup penduduk Indonesia akan menyebabkan populasi orang usia lanjut yang frail meningkat. Sindrom frailty merupakan prediktor semua penyebab kematian pada orang usia lanjut di panti wreda. Selain itu, faktor yang berhubungan terhadap frailty antara orang usia lanjut di panti wreda dengan di komunitas juga berbeda. Sampai saat ini, belum ada penelitian mengenai faktor ini pada orang usia lanjut di panti wreda di Indonesia.
Tujuan. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan terhadap sindrom frailty pada orang lanjut usia di panti wreda
Metode. Studi ini menggunakan metode potong lintang. Menggunakan data sekunder dari penelitian besar mengenai performa fisik dan status nutrisi orang usia lanjut di panti wreda di provinsi Banten. Penelitian tersebut dilakukan di 5 panti wreda di Tangerang. Variabel independen terdiri dari usia, tingkat aktivitas fisik, status kognitif, status nutrisi, gejala depresi, komorbiditas, dan kualitas hidup terkait kesehatan. Sistem skor frailty berdasarkan CHS untuk menentukan fit, pre-frail dan frail. Hubungan variabel independen dengan frailty dianalisis secara bivariat menggunakan uji Chi-Square dan secara multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil. Didapatkan 105 subjek dengan rerata usia 74,88 (SB 7,61) tahun, median skor PASE 170 kkal/minggu, kekuatan genggam tangan 16 kg, indeks EQ-5D 76, EQ-5D VAS 70, dan rerata kecepatan berjalan 0,66 (SB 0,34) m/s. Proporsi subjek yang tergolong fit/ robust 1%, pre-frail 52,4% dan frail 46,7%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom frailty adalah malnutrisi OR 4,81 (IK 95% 1,93 – 12,00) dan kualitas hidup OR 4,79 (IK 95% 1,92 – 11,98).
Kesimpulan. Proporsi kelompok orang usia lanjut di panti wreda, yang tergolong fit/ robust 1%, pre-frail 52,4% dan frail 46,7%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom frailty adalah malnutrisi dan kualitas hidup terkait kesehatan.

Background. Along with the increasing average life expectancy of the Indonesian population, the elderly population who are frail will increase too. Frailty syndrome is a predictor of the all caused mortality in the elderly in nursing homes. In addition, there are also differences in factors related to frailty between the elderly in nursing homes and the elderly in the community. Until now, there has been no research on the factors associated with frailty syndrome in the elderly in nursing homes in Indonesia.
Objective. Knowing the factors associated with frailty syndrome in the elderly in nursing homes.
Methods. This study uses a cross-sectional method. Using secondary data from large studies of the physical performance and nutritional status of the elderly in nursing homes in Banten province. The study was conducted at 5 nursing homes in Tangerang. Independent variables consist of age, physical activity level, cognitive status, nutritional status, depressive symptoms, comorbidities, and health-related quality of life. The frailty score system is based on the CHS to determine fit, pre-frail and frail. The relationship between independent variables with frailty was analyzed bivariately using the Chi-Square test and multivariately using logistic regression.
Results. There were 105 subjects with a mean age of 74.88 (SD 7.61) years, median score of PASE 170 kcal/week, handgrip strength 16 kg, EQ-5D 76, EQ-5D VAS 70, and average walking speed 0,66 (SD 0,34) m/s. Proportion of subjects classified as fit/ robust 1%, pre-frail 52.4 % and 46.7% frail. Factors associated with frailty syndrome are malnutrition OR 4.81 (95% CI 1.93 - 12,00) and health-related quality of life OR 4.79 (95% CI 1,92 - 11,98).
Conclusion. Proportion of elderly groups in nursing homes, which are classified as fit/robust 1%, pre-frail 52.4% and frail 46.7%. Factors associated with frailty syndrome are malnutrition and health-related quality of life."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Thereatdy Sandi Susyanto
"Tetralogy of Fallot (TOF) merupakan salah satu kelainan jantung kongenital sianotik paling umum, dengan insiden sekitar empat dari setiap 10.000 kelahiran hidup. Operasi koreksi TOF dapat diperberat dengan cedera ginjal akut yang berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Prevalensi cedera ginjal akut pada populasi pasien pascaoperasi koreksi TOF belum banyak diketahui. Penelitian ini menggunakan metode kohort restrospektif. Data diambil secara sekunder dari rekam medis RSPJNHK terhadap semua pasien TOF yang di lakukan koreksi TOF pada tahun 2019 -2023.Terdapat 520 pasien yang dianalisis dalam penelitian ini. Terdapat hubungan bermakna antara kelompok cedera ginjal akut dan kelompok tidak cedera ginjal akut pada variabel lama CPB (p=0.000; MD =-35.78; IK 95% -51.21 - -20.35) dan lama klem silang aorta (p=0.000;MD =-13.68(IK 95% -21.42 - -5.94). Terdapat hubungan bermakna secara antara lesi residual pulmonary regurgitation (p=0.024; RR=1.56; IK 95% 1.07 – 2.28, dan lesi residual pulmonary stenosis dan kejadian cedera ginjal akut (p=0.035; RR =1.49; IK 95% 1.03 – 2.15). Dapat disimpulkan bahwa lama CPB, klem silang aorta dan adanya lesi residual yakni pulmonary regurgitation dan pulmonary stenosis berhubungan dengan kejadian cedera ginjal akut pada pasien yang menjalani koreksi TOF.

Tetralogy of Fallot (TOF) is one of the most common cyanotic congenital heart defects, with an incidence of approximately four per 10,000 live births. Corrective surgery for TOF is often complicated by acute kidney injury (AKI), which is associated with significant morbidity and mortality. The prevalence of AKI in patients undergoing postoperative TOF correction is not well established. A retrospective cohort study was conducted using medical records from PJNHK Hospital. Data was collected for TOF patients who underwent corrective surgery between 2019 and 2023. A total of 520 patients were analysed. There was a significant difference between the AKI group and the non-AKI group in terms of cardiopulmonary bypass (CPB) duration (p = 0.000; MD = -35.78; 95% CI: -51.21 to -20.35) and aortic cross-clamp time (p = 0.000; MD = -13.68; 95% CI: -21.42 to -5.94). Residual pulmonary regurgitation lesions were significantly associated with AKI incidence (p = 0.024; RR = 1.56; 95% CI: 1.07–2.28), as were residual pulmonary stenosis lesions (p = 0.035; RR = 1.49; 95% CI: 1.03–2.15). In conclusion, CPB duration, aortic cross-clamp time, and the presence of residual lesions, such as pulmonary regurgitation and pulmonary stenosis, are significantly associated with the incidence of acute kidney injury in patients undergoing TOF corrective surgery."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Riviati
"Latar Belakang: Peningkatan populasi usia lanjut di Indonesia diiringi dengan meningkatnya masalah kesehatan pada populasi tersebut, yang merupakan salah satu dampak proses menua. Dampak serius proses menua terjadi pada otot rangka, yaitu terdapat penurunan massa dan kekuatan otot yang disebut sarkopenia. Kekuatan otot lebih berperan dari massa otot sebagai prediktor hendaya dan mortalitas, sehingga penilaian kekuatan otot menjadi penting. Kekuatan genggam tangan dapat mewakili keseluruhan kekuatan otot dan pemeriksaannya sederhana, murah, serta mudah dilakukan. Berbagai faktor yang mempengaruhi kekuatan genggam tangan, faktor IMT dan lingkar pinggang masih kontroversi dan faktor penyakit kronik terhadap kekuatan genggam tangan belum pernah diteliti sehingga perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kekuatan genggam tangan.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara: usia, jenis kelamin, lingkar pinggang, status gizi dan penyakit kronik (DM, HT, stroke, PJK, PPOK) dengan kekuatan genggam tangan pada pasien usia lanjut.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan bulan Agustus 2015 di poliklinik geriatri RSCM Jakarta dan RSMH Palembang . Subjek adalah pasien usia lanjut berusia  60 tahun, yang kontrol rutin. Pemeriksaan meliputi anamnesis, pengukuran lingkar pinggang, lingkar lengan, lingkar betis, tinggi lutut, berat badan, dan kekuatan genggam tangan. Uji analisis Cochran Mantel Haenzel digunakan untuk menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan kekuatan genggam tangan pada penelitian ini.
Hasil: Dari 352 subjek ,didapatkan jenis kelamin terbanyak perempuan 212(60,2)% rerata usia 69,7 (SB 6,3) tahun, rerata lingkar pinggang 90,6 (SB10,7), Status gizi yang terbanyak adalah status gizi normal (86,4%), komorbiditas tertinggi hipertensi (44,3%), rerata kekuatan genggam tangan perempuan 19,8 (SB 5,1) dan laki=laki 29,1 (SB 6,9). Terdapat usia (p=<0,001, PR=3,6) dan status gizi /MNA (p<0,001, PR=2,8) berhubungan dengan kekuatan genggam tangan.
Simpulan: Faktor yang berhubungan dengan kekuatan genggam tangan pada usia lanjut adalah usia dan status gizi.

Background: The increasing of the elderly population in Indonesia is accompanied by increasing health problems in the population, which is one of impact of the aging process. Serious affect of the ageing process is occured in skeletal muscle. There is a decreasing of mass and muscle strength, called sarcopenia. Muscle strength is more instrumental than muscle mass as predictors of mortality and frailty status, so assessment of muscle strength becomes important. Handgrip strength can represent the overall muscle strength. The examination of handgrip strength is simple, inexpensive, and easy to do. There are many determinand factors that can influence handgrip strength. Body mass index and waist circumference still on controversy. Chronic diseases is still not observed yet. This aim of this research is to obtain determinant factors that can influence handgrip strength in elderly.
Objective: To obtain association of age, gender, waist circumference, nutrional status, and chronic disease with handgrip strength in elderly patient.
Methods: This cross sectional study was conducted to elderly outpatient age 60 years or above who visited Geriatric Clinic Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta and Mohammad Hoesin Hospital Palembang in August 2015. Data of age, gender, nutritional status, chronic diseases, waist circumference, arm circumference, calf circumference, and handgrip strength were collected. Cochran Mantel Haenzel was used to obtain determinant factors of handgrip strength.
Results: 352 subjects were recruited in this study. women which the most subject were 212 (60,2%), average of age was 69,7 years old (SB 6,3), average of waist circumference was 90,6 (SB 10,7), the most nutritional status was normal (86,4%), the highest comorbidity was hyptertension (44,3%), and average of handgrip strength were 19,8 (SB 5,1) in women and 29,1 (SB 6,9) in men. Determinant factors of handgrip strength were age (p=<0,001, PR=3,6) and nutritional status (p<0,001, PR=2,8).
Conclusions: Determinand factors of handgrip strength were comorbidity (hypertension, diabetes mellitus, stroke, coronary heart disase, chronic obstructive pulmonary disease), nutritional status, and increasing of age.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Syahrir Azizi
"Latar belakang: Penyakit kardiovaskular sangat umum ditemukan dan berakibat fatal pada pasien dengan usia lanjut. Disfungsi sistolik ventrikel kiri yang asimptomatik atau subklinis sering kali mendahului penyakit ini. Deteksi dini terhadap disfungsi sistolik ventrikel kiri dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular. Salah satu metode deteksi dini adalah dengan penilaian global longitudinal strain (GLS).
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai rerata GLS pada pasien usia lanjut dengan frailty maupun non frailty dan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada pasien usia lanjut diatas 60 tahun di poliklinik geriatri dan kardiologi Ilmu Penyakit Dalam RSCM. Data diperoleh dari wawancara, rekam medik dan pemeriksaan ekokardiografi transtorakal. Variabel penelitian berupa usia, frailty, hipertensi, penyakit jantung koroner, dislipidemia, dan diabetes melitus dianalisis sebagai determinan penurunan GLS. Analisis univariat terhadap masing-masing variabel. Analisis bivariat menggunakan uji chi kuadrat dengan tingkat signifikan p<0,25 dan interval kepercayaan (IK) sebesar 95%. Analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik.
Hasil: Sebanyak 194 subjek yang memenuhi kriteria pemilihan diikutkan dalam penelitian, rerata usia 66 tahun dengan 118 (60,8%) di antaranya perempuan. Penelitian ini mendapatkan beberapa determinan yang memiliki nilai p<0,25 yaitu frailty, hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus dengan hasil analisis multivariat, frailty memiliki OR sebesar 2,002 (95% IK 1,042-3,925), dan diabetes melitus memiliki OR sebesar 2,278 (95% IK 1,033-5,025).
Simpulan : Nilai median GLS pada usia lanjut secara umum adalah sebesar -21,6% (minimal -5,3% sampai dengan maksimal -29,9%). Faktor yang mempengaruhi penurunan GLS adalah frailty dan diabetes melitus.

Background: Cardiovascular disease is very common and can be fatal in elderly patients. It is often preceded by asymptomatic or subclinical left ventricular systolic dysfunction (LVSD). Early detection of LVSD can reduce morbidity and mortality due to cardiovascular disease. One method used in the early detection of LVSD is an assessment of global longitudinal strain (GLS).
Objective: To determine the mean value of GLS and GLS-related factors.
Methods: This cross-sectional study was conducted among elderly patients aged > 60 years in the geriatric and cardiology polyclinic, Internal Medicine, CMH Hospital. Data were obtained from interviews, medical records, and transthoracic echocardiography examination. The variables of age, frailty, hypertension, coronary artery disease, dyslipidemia, and diabetes mellitus were analyzed as the determinants of a decrease in GLS. Univariate analysis was conducted for each variable. Bivariate analysis was conducted using the chi-square test with a significance level of p<0.25 and confidence interval (CI) of 95%, and multivariate analysis used a logistic regression test.
Results: A total of 194 patients were admitted according to the study criteria, with a mean age of 66 years. The proportion of women was 60.8%. The study revealed that the determinants with p<0.25 are frailty, hypertension, dyslipidemia, and diabetes mellitus, with multivariate analysis frailty having an OR of 2.002 (95% CI 1.042-3.925) and diabetes mellitus having an OR of 2.278 (95% CI 1.033-5.025).
Conclusions : The median value of GLS in elderly is -21,6% (minimum value -5,3% and maximum value 29,9%). The factors that influence the decrease of GLS are frailty and diabetes mellitus."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55575
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>