Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66068 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anastasia Asylia Dinakrisma
"Latar Belakang: Delirium pasca operasi merupakan salah satu komplikasi yang paling sering terjadi dan berdampak pada banyak luaran buruk. Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri (P3G) dan stratifikasi risiko perioperatif pasien geriatri diperlukan sebagai strategi awal pencegahan serta model prediktor prognosis yang efisien dan aplikatif.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui angka kejadian delirium pasca operasi dan mengembangkan model prediksi delirium pasca operasi elektif mayor non kardiak pada pasien lanjut usia berdasarkan faktor prediktor.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian kohort retrospektif menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien lanjut usia rawat inap yang menjalani pembedahan mayor elektif non kardiak di RS Cipto Mangunkusumo periode Januari 2020-Juni 2023.
Hasil: Didapatkan 370 subjek memenuhi kriteria dan dilakukan analisis. Kejadian delirium pasca operasi pada penelitian ini adalah 6,8% (IK 95%, 4,4%-9,8%). Faktor prediktor yang dianalisis yakni usia (HR=3,43; IK95% 1,544-7,635), status kognitif (HR=2,74; IK95% 1,156-6,492), dan status nutrisi (HR=3,35; IK95% 1,459-7,679). Model prediksi komplikasi delirium pasca operasi memiliki kalibrasi yang baik (p>0,05) dan performa skor sedang untuk memprediksi kejadian delirium pasien geriatri [AUC 0,750 (p<0,001; IK 95% 0,640-0,860)].
Simpulan: Usia, status kognitif, dan status nutrisi merupakan prediktor kuat delirium pasca operasi pada pasien lanjut usia yang menjalani pembedahan elektif mayor non kardiak.

Background : Postoperative delirium is one the most common complications and will impact many adverse outcomes. Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) and perioperative risk stratification of geriatric patients are needed as an initial prevention strategy as well as an efficient and applicable prognosis predictor model.
Objective: This study aims to determine the incidence of post-operative delirium and develop a prediction model for delirium in elderly patients after major non-cardiac elective surgery based on predictor factors.
Methods: This research is a retrospective cohort study using secondary data from medical records of elderly inpatients who underwent major elective non-cardiac surgery at Cipto Mangunkusumo Hospital between January 2020-March 2023.
Result: Total of 370 subjects that met the criteria were analyzed. The incidence of post-operative delirium was 6.8% ( 95% CI, 4,4% - 9,8%). The predictor factors analyzed were age (HR=3.43; 95%CI 1.544-7.635), cognitive status (HR=2.74; 95%CI 1.156-6.492), and nutritional status (HR=3.35; 95%CI 1.459- 7,679). The postoperative delirium complication prediction model had good calibration (p>0.05) and moderate score performance for predicting the incidence of delirium in geriatric patients [AUC 0.750 (p<0.001; 95%CI 0.640-0.860)].
Conclusion: Age, cognitive status, and nutritional status are strong predictors of postoperative delirium in elderly patients undergoing major non-cardiac elective surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mely Mudjahidah
"Persentase penduduk usia lanjut di Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat dalam lima dekade terakhir. Pasien usia lanjut yang akan menjalani pembedahan mempunyai risiko mengalami komplikasi pascabedah. Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri (P3G) dan klasifikasi ASA dapat digunakan untuk mengevaluasi kesehatan pasien geriatri. Program prehabilitasi yang direkomendasikan oleh berbagai guideline perioperatif untuk memperbaiki kesehatan fisik dan status fungsional preoperatif dapat meningkatkan pemulihan pascabedah dan luaran klinis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komponen P3G, status ASA dan prehabilitasi preoperatif terhadap komplikasi pascabedah 30 hari pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan artroplasti panggul dan lutut elektif dan untuk mengembangkan model prediksi komplikasi pascabedah 30 hari berdasarkan faktor prediktor tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kohort retrospektif yang menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan artroplasti panggul dan lutut elektif di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode Januari 2017 – Oktober 2022. Performa pengembangan model prediksi komplikasi pascabedah 30 hari dilakukan dengan menentukan nilai kalibrasi (uji Hosmer-Lemeshow) dan diskriminasi (Area Under the Curve [AUC]). Didapatkan 144 pasien yang telah memenuhi kriteria dan dapat dianalisis. Angka komplikasi pascabedah 30 hari sebesar 29,2%. Faktor yang dianalisis sebagai prediktor komplikasi di antaranya status depresi (HR=5,11; IK95% 2,549-10,244), status frailty (HR=2,44; IK95% 1,329-4,473), komorbiditas (HR=1,53; IK95% 0,786-2,982) serta prehabilitasi preoperatif (HR=1,77; IK95% 0,906-3,459). Model prediksi komplikasi pascabedah 30 hari memiliki kualitas kalibrasi dan diskriminasi yang baik dan cukup kuat [AUC 0,690 (p<0,001; IK 95% 0,586-0,794)]. Status depresi, status frailty, komorbiditas dan prehabilitasi preoperatif berhubungan dengan komplikasi pascabedah 30 hari  pada pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan artroplasti panggul dan lutut elektif. Model prediksi komplikasi pascabedah 30 hari memiliki kualitas kalibrasi dan diskriminasi yang baik dan cukup kuat.

The percentage of the geriatric population in Indonesia has roughly doubled in the last five decades. Elderly patients who will undergo surgery are at risk of experiencing postoperative complications. The Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) and ASA Classification can be used to evaluate the health of geriatric patients. Prehabilitation programs that various preoperative guidelines suggest to improve physical health and preoperative functional status may increase the rate of postoperative recovery and clinical outcomes. This study aims at determining the relationship between the CGA components, ASA status, and preoperative prehabilitation on complications within 30 days after the surgery in elderly patients undergoing elective hip and knee arthroplasty, as well as developing a prediction model for 30-day postoperative complications. This research is a retrospective cohort study using secondary data from medical records and interviews with elderly patients who underwent elective hip and knee arthroplasty at Cipto Mangunkusumo Hospital between January 2017 and October 2022. The performance of the 30-day postoperative complication predictor model was measured by determining the calibration (Hosmer-Lemeshow test) and discrimination (Area Under the Curve [AUCC]) value. 144 patients who met the criteria were analyzed. The 30-day postoperative complication rate was 29.9%. The factors analyzed as complication predictors including depression status (HR=5.11; 95%CI 2.549-10.244), frailty status (HR=2.44; 95%CI 1.329-4.473), comorbidity (HR=1.53; 95%CI 0.786-2.982) and preoperative prehabilitation (HR=1.77; 95%CI 0.906-3.459). The 30-day postoperative complication prediction model has good and strong enough calibration and discrimination qualities [AUC 0.690 (p<0.001; 95% CI 0.586-0.794)]. Depressive status, frailty status, comorbidity, and preoperative prehabilitation were significantly associated with 30-day postoperative complications in elderly patients undergoing elective hip and knee arthroplasty surgery. The 30-day postoperative complication prediction model has good and strong enough calibration and discrimination qualities."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Radityo Prabowo
"Latar Belakang : Major Adverse Cardiac Events (MACE) adalah penyebab penting morbiditas dan mortalitas perioperatif pasien usia lanjut yang menjalani operasi non kardiak. Geriatric Sensitive Cardiac Risk Index diketahui memiliki akurasi yang baik dalam memprediksi kejadian henti jantung dan infark miokardium pada usia lanjut yang menjalani operasi non kardiak. Namun, belum pernah dilakukan uji performa index tersebut di Indonesia dengan perbedaan karakteristik usia dan komorbiditas yang berbeda.
Tujuan: Mengetahui performa index GSCRI dalam memprediksi kejadian MACE (Major Adverse Cardiac Event) pada pasien usia lanjut yang menjalani operasi non kardiak dengan karakteristik usia lanjut pada populasi geriatri Indonesia.
Metode : Studi retrospektif berbasis uji prognostik dengan data rekam medis pasien usia > 60 tahun yang menjalani operasi non kardiak di poliklinik perioperatif dan rawat Inap Gedung A yang menjalani operasi pada tahun 2021-2022 di RSCM dengan memasukkan data-data determinan sesuai kalkulator GSCRI dengan luaran berupa persentase kejadian dan dilihat luaran berupa henti jantung dan infark miokardium pasca operasi. Studi ini dianalisa dengan uji diskriminasi dengan Area Under the Curve (AUC).
Hasil : Analisa dilakukan pada 225 subjek dengan median usia 65 tahun dengan proporsi MACE sebesar 3.1% (7 subjek) yang mengalami kejadian MACE pasca pembedahan non kardiak. Performa diskriminasi yang baik (AUC 0.888, IK95% 0.831-0.944).
Kesimpulan : Index GSCRI memiliki performa diskriminasi baik dalam memprediksi kejadian MACE pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan non kardiak.

Background : Major Adverse Cardiac Events (MACEs) is an important cause of perioperative morbidity and mortality in elderly patients undergoing non-cardiac surgery. The Geriatric Sensitive Cardiac Risk Index is known to have good accuracy in predicting cardiac arrest and myocardial infarction in the elderly undergoing non-cardiac surgery. However, this performance index has never been tested in Indonesia with different age characteristics and different comorbidities.
Objective: We aimed to determine the performance of the GSCRI index predicting the incidence of MACE (Major Adverse Cardiac Event) in elderly patients undergoing non-cardiac surgery with elderly characteristics in the Indonesian geriatric population.
Methods : Retrospective study based on prognostic test with medical record data of patients aged > 60 years who underwent non-cardiac surgery at the perioperative outpatient and inpatient who underwent surgery in 2021-2022 at RSCM by entering determinant data according to the GSCRI calculator with outcomes form of cardiac arrest and myocardial infarction postoperative. This study was analyzed by discrimination test with Area Under the Curve (AUC).
Results : The analysis was carried out on 225 subjects with an median age of 65 years with a proportion of MACE of 3.1% (7 subjects) who experienced MACE events after non-cardiac surgery. GSCRI had good discrimination performance (AUC 0.888, CI95% 0.831-0.944).
Conclusion: GSCRI index has good discriminatory performance in predicting the incidence of MACE in elderly patients undergoing non-cardiac surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hanif Rahim
"Salah satu komplikasi pascabedah yang sering dialami pasien geriatri adalah delirium. Insiden delirium pascabedah sangat beragam berkisar 3,6-28,3% dari seluruh pembedahan elektif. Delirium pascabedah berkaitan erat dengan komorbiditas, mortalitas dan peningkatan biaya serta lama perawatan di Rumah Sakit, oleh karena itu pencegahan terhadap kejadian delirum merupakan hal yang penting. Tekanan darah yang rendah dapat menyebabkan hipoperfusi area korteks dan subkorteks serebral. Keadaan ini diduga dapat menyebabkan terjadinya delirium. Adanya abnormalitas perfusi lobus frontal dan parietal otak juga diduga berhubungan erat dengan timbulnya delirium. Masih terdapat kontroversi terhadap pengaruh dari hipotensi intrabedah terhadap kejadian delirium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hipotensi intrabedah terhadap kejadian delirium pascabedah pada pasien geriatri.Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif terhadap 134 subjek penelitian selama Januari-April 2022 yang dialokasikan ke dalam kelompok dengan hipotensi (n=67) dan tanpa hipotensi (n=67) dikaji dari nilai tekanan darah, durasi hipotensi, dan pemberian topangan kardiovaskular. Penelitian menggunakan uji fungsi kognitif berupa CAM (Confusion Assesment Method) yang dilakukan 24 jam pascabedah.
Hasil : Pada penelitian ini didapatkan proporsi kejadian delirium pascabedah  dikaji dari nilai tekanan darah (Tekanan darah sistolik <90 mmHg dan Tekanan darah rerata <65 mmHg), durasi, dan pemberian topangan kardiovaskular bermakna secara statistik (p <0.05). Insidens kejadian delirium pascabedah pada pasien geriatri adalah 36.5%.
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara hipotensi intrabedah terhadap kejadian delirium pascabedah pada pasien geriatri dikaji dari nilai tekanan darah, durasi, dan pemberian topangan kardiovaskular.

One of the postoperative complications that are often experienced by geriatric patients is delirium. The incidence of postoperative delirium varies widely, ranging from 3.6 to 28.3% of all elective surgeries. Postoperative delirium is closely related to comorbidities, mortality and increased costs and length of hospital stay, therefore prevention of delirium is important. Low blood pressure can cause hypoperfusion of the cerebral cortex and subcortical areas. This situation is thought to cause delirium. The presence of perfusion abnormalities of the frontal and parietal lobes of the brain is also thought to be closely related to the onset of delirium. There is still controversy about the effect of intraoperative hypotension on the incidence of delirium. This study aims to determine the relationship between intraoperative hypotension and the incidence of postoperative delirium in geriatric patients.
Methods : This study is a prospective cohort study of 134 study subjects during January-April 2022 who were allocated to groups with hypotension (n=67) and without hypotension (n=67) assessed from the value of blood pressure, duration of hypotension, and cardiovascular support. The study used a cognitive function test in the form of CAM (Confusion Assessment Method) which was carried out 24 hours after surgery.
Results : In this study, the proportion of postoperative delirium incidence was assessed from the value of blood pressure (systolic blood pressure <90 mmHg and mean blood pressure <65 mmHg), duration, and the provision of cardiovascular support was statistically significant (p <0.05). The incidence of postoperative delirium in geriatric patients is 36.5%.
Conclusion : There is a relationship between intraoperative hypotension and the incidence of postoperative delirium in geriatric patients assessed from the value of blood pressure, duration, and the provision of cardiovascular support.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Mudiarnis
"Tujuan.Mendapatkanserta menentukan performa model prediksi delirium pasca-operasi pasien usia lanjut yang akan menjalani operasi.
Metode. Penelitian dengan desain kohort prospektif pada pasien usia lanjut yang akan menjalani operasi dari Gedung A dan PJT RSCM, dari 1 Februarisampai 30 April 2018. Prediktor yang dianalisis yaitu usia, frailty, komorbiditas, status nutrisi, kadar albumin, status kognitif, status depresi, polifarmasi dan jenis operasi. Analisis multivariat dengan cox regression untuk mendapatkan Hazzard Ratio dilakukan pada prediktor yang bermakna. Model prediksi dibuat dari prediktor yang bermakna pada analisis multivariat. Kemampuan kalibrasi model prediksi ditentukan dengan uji Hosmer Lameshow dan kemampuan diskriminasinya ditentukan dengan menghitung AUC dari kurva ROC.
Hasil.Terdapat187 pasien dengan median usia 67 tahun rentang 60-69 tahun . Kejadian Delirium pasca-operasi didapatkan sebesar 20,3 . Analisis multivariat mendapatkan usia HR 1,739;IK95 0,914-3,307 , polifarmasi HR 2,125 ;IK95 1,117-4,043 , dan status nutrisi HR 3,044 ; IK95 1,586-5,843 , sebagai prediktor model prediksi. Model Prediksi Delirium berdasarkan jumlah skor dari usia skor 1 , polifarmasi skor 1 , dan status nutrisi skor 2 , distratifikasikan menjadi kelompok risiko rendah skor le; 1 , risiko sedang skor 2-3 , dan risiko tinggi skor 4 . Uji Hosmer-Lemeshow menunjukan kalibrasi yang baik p=0,885 dan AUC menunjukan kemampuan diskriminasiyang cukup baik [ 0,71 IK95 0,614-0,809 ].
Kesimpulan. Model prediksi delirium pasca-operasi pasien usia lanjut menggunakan usia, status nutrisi dan polifarmasi, distratifikasi menjadi 3 kelas risiko rendah, sedang, dan tinggi Model ini memiliki kalibrasi yang baik dan diskriminasi yang cukup."
Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Adanya perubahan pada struktur dan fungsi tubuh, penurunan kemampuan individu berfungsi atau berperan dal am komunitas akan mempengaruhi kehidupan lansia pada umumnya. Faktor internal yaitu usia, perubahan fisik dan perubahan psikososial dan faktor ekstemal yaitu keluarga dengan Iansia dan lingkungan Sosial akan rnempengaruhi alasan lansia tinggal di panti. Penelitian ini bertuj uan rnengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi lansia tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW). Penelitian ini menggunakan desain deskriptif sederhana. Sampel penelitian adalah semua lansia yang berusia 60 tahun atau lebih yang berjumlah 30 responden (N=30) dengan menggunakan kuesioner dan metode random sampling, dengan kriteria dapat membaca, menulis dan dapat berkomunikasi dengan baik serta tidak mengalami gangguan mental dan proses fikir. Penelitian ini bertempat di PSTW RIA Pembangunan Cibubur-Jakarta Timur. Kuesioner berisi data demografi yang melipuli usia, jenis kelamin, pendidikan, lama tinggal di pami, penyakit yang pernah diderita dan adakah gangguan pergerakan (lumpuh), dan penanyaan zentang alasan lansia linggal di PSTW, sebanyak IS pertanyaan. Data diolah dengan mcnggunakan metode 5!&iiSl;k iendensi scntral yaitu mean. Hasil perhitungan diperoleh faktor-faktor yang menjadi alasan lansia tinggal di PSTW adalah pengaruh faktor keluarga rata-rata 2O,50, faktor psikologis diperoleh rata-rata 24,97 dan faktor lingkungan Sosial rata-rata 13;80. Hasil persentasenya faktor keluarga 35,68%, faktor psikologis 41,43% dan faktor Iingkungan sosial 22,89%. Jadi kesimpulannya adalah faktor yang sangat mempengaruhi alasan lansia tinggal di PSTW RIA Pembangunan Cibubur - Jakarta Timur adalah faktor psikologis"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5122
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hildebrand Hanoch Victor
"Latar Belakang. Pneumonia nosokomial adalah infeksi paru yang terjadi setelah pasien dirawat di rumah sakit setelah lebih dari 48 jam, tanpa adanya tanda dari infeksi paru pada saat perawatan. Jika dibandingkan dengan individu usia muda, pada individu usia lanjut lebih sering didapatkan adanya penyakit infeksi yang bersumber dari komunitas dan nosokomial dengan hasil akhir yang lebih buruk. Penilaian domain Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri (P3G) diharapkan dapat menjelaskan faktor yang berperan terhadap pneumonia nosokomial pada pasien usia lanjut.
Tujuan. Mengetahui proporsi pasien usia lanjut yang dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan mengalami pneumonia nosokomial dan apakah domain P3G merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia nosokomial.
Metode. Kohort retrospektif dengan melihat rekam medis pasien usia ≥ 60 tahun yang menjalani rawat inap dalam rentang waktu Januari-September 2019 di ruang rawat medis Ilmu Penyakit Dalam Geriatri RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan mengambil data sekunder dari penelitian divisi geriatri. Sampel yang diambil adalah pasien yang dirawat inap dengan usia ≥ 60 tahun yang mengalami pneumonia nosokomial. Pengolahan data menggunakan aplikasi Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.0. 
Hasil. Dari 228 subjek, proporsi pneumonia nosokomial pada pasien usia lanjut yang menjalani rawat inap adalah 31,14%. Rerata usia adalah 69 tahun dengan rentang usia subjek antara 60-89 tahun. Status nutrisi (RO 2,226, IK95% 1,027-4,827) dan status fungsional (RO 3,578, IK95% 1,398-9,161) merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia nosokomial pada pasien usia lanjut yang menjalani rawat inap di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Simpulan. Proporsi pasien usia lanjut yang mengalami pneumonia nosokomial adalah 31,14%. Status nutrisi dan status fungsional merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia nosokomial pada pasien usia lanjut yang dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

Background. Nosocomial pneumonia is a lung infection that occurs after the patient is hospitalized for more than 48 hours, without any signs of pulmonary infection at the time of treatment. When compared with young individuals, elderly individuals are more likely to have community-sourced and nosocomial infections with worse outcomes. Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) domains are expected to explain the factors that contribute to nosocomial pneumonia in elderly patients.
Objective. To determine the proportion of elderly treated at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital and experienced nosocomial pneumonia and whether the CGA domains influence nosocomial pneumonia.
Methods. A retrospective cohort by looking at the medical records of patients aged 60 years or older who were hospitalized in the medical ward of Geriatric Internal Medicine at Dr. Cipto Mangunkusomo National Central General Hospital in January-September 2019 and taking secondary data from the geriatric division research. The samples were taken from hospitalized patients aged 60 years or older who had nosocomial pneumonia. Data processing using the application of Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.
Result. From 228 subjects, the proportion of nosocomial pneumonia in elderly patients who were hospitalized was 31,14%. The mean age was 69 years with the subject's age range between 60-89 years. Nutritional status (OR 2.226, CI 95% 1.027-4.827) and functional status (OR 3.578, 95% CI 1.398-9.161) are factors that influence the incidence of nosocomial pneumonia in elderly patients who are hospitalized at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital.
Conclusion. The proportion of elderly patients with nosocomial pneumonia was 31.14%. Nutritional status and functional status are factors that influence the incidence of nosocomial pneumonia in elderly patients who are hospitalized at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Supriadi
"Latar Belakang. Sindrom delirium memberikan dampak yang sangat besar yaitu dengan mengakibatkan bertambahnya lama perawatan, timbulnya komplikasi dan angka ketergantungan serta kematian yang tinggi. Beberapa penelitian di luar negeri mengenai faktor prognosis berupa retrospektif dan prospektif telah dilakukan dengan hasil yang bervariasi.
Tujuan. Mengetahui hubungan antara risiko kematian pada penderita sindrom delirium pada geriatri dengan pneumonia, skor APACHE II tinggi, klasifikasi ADL ketergantungan total, hipoalbuminemia dan anemia.
Metodologi. Desain penelitian prospektif kohort dari bulan Desember 2004 sampai dengan agustus 2005 di ruang rawat inap penyakit dalam RSUPNCM Jakarta. Subyek pada pasien usia >60 tahun yang memenuhi kriteria inklusi. Sindrom delirium dinilai dari anamnesis dengan menggunakan Confusion Assessment Method (CAM).
Hasil. Didapatkan dari 96 sampel, 49 orang pria (51%) dan 47 orang wanita (49%), 38 meninggal di rumah sakit. Kisaran umur antara 60 hingga 89 tahun dengan rerata 70,50 tahun. Angka kematian sindrom delirium di rumah sakit adalah 39,60%, dengan variabel bebas pneumonia angka kematian 68,40%, klasifikasi ADL ketergantungan total 34,30%, hipoalbumin 65,80% dan anemia 76,30%. Berdasarkan analisis bivariat didapatkan antara pneumonia dengan risiko kematian RR 1,32 (IK 95% 0,51-3,45)p= 0,67, rerata skor APACHE II tinggi dengan risiko kematian 20,2 +SB 5, p= 0,001, ldasifikasi ADL ketergantungan total dengan risiko kematian RR 8,23 (IK 95% L60-47,88) p= 0,001, hipoalbuminemia < 2,50 g/dL dengan risiko kematian RR 2,71 (1K 95% 1,32-8,79) p= 0,001 dan anemia dengan risiko kematian RR 3,22 (1K 95% 1;19-8,87) p= 0,01. Berdasarkan regresi logistik didapatkan skor APACHE II dengan titik potong ? 16, anemia dan tingkat ketergantungan total yang berhubungan dengan risiko kematian pada sindrom delirium dengan RR masingmasing adalah 30,80 (IK 95% 7,79-122,12) p= 0.001, 4,80 (IK 95% 1,25-18,36) p-0.02 dan 1,59 (IK 95% 1,05-2,40)p= 0,03.
Simpulan. Skor APACHE II > 16, anemia dan ADL ketergantungan total merupakan faktor prognosis kematian yang paling berperan pada pasien sindrom delirium pada geriatri.

Backgrounds. Delirium syndrome can give very big impact such as prolonged hospitalization, complication, high number of dependence and increasing the mortality rate. Some researches on prognostic factors of delirium syndrome in the form of retrospective and prospective studies have been done with vary result.
Objectives. Knowing death risk relation between delirium syndrome patient with 'pneumonia, high score of APACHE II, ADL total dependence classification, hypo albumin and anemia.
Methods. Design of the research is prospective cohort study at the patient with delirium syndrome from December 2004 up to August 2005 which hospitalized in RSUPNCM Jakarta Subject of age patient > 60 years fulfilling criterion inclusion. Delirium syndrome is assessed from anamnesis by using Confusion Assessment Method (CAM).
Main Results. From 96 sample, 49 men (51%) and 47 women (49%), 38 are death in hospital. The age range is from 60 to 89 years of age, with mean 70.50 years. The mortality rate of syndrome delirium in hospital is 39.60%, with independent variable of pneumonia is got prevalence of death 68.40%, ADL total dependence classification 34.30%, hypo albumin 65.80% and anemia 76.30%. Based on bivariate analysis got result between pneumonia with risk of death RR 1.32 (Cl 95% 0.51-3.45) p= 0.67, between mean high score of APACHE II with risk of death 20.20 ± SD 5, p= 0.001, ADL total dependence classification with risk of death RR 8.23 (CI 95% 1.60-47.88) p= 0.001, between hypoalbumin < 2.50 gldL with risk of death RR 2.71 (CI 95% 1.32-8.79) p= 0.001, and between anemia with risk of death RR 3.22 (Cl 95% 1.19-8.87) p= 0.01. By logistics regression got score of APACHE II with cut of point 16, anemia and ADL total dependence classification which deal with death risk at delirium syndrome with RR each is 30,8 (CI 95% 7.79-122.12)p- 0.001, 4.08 (CI 95% 1.25-1836) p= 0.02 and 1.59 (CI 95% 1.05-2.40)p= 0.03.
Conclusions. APACHE II scores X16, anemia and the ADL total dependence classification represent factor of most prognosis death share at geriatric patient with delirium syndrome.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21423
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiffany
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui nilai titik potong tes SPPB sebagai tes performa fisik dalam mendiagnosa sarkopenia pada pasien lanjut usia di rawat jalan. Selain itu juga untuk mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas tes SPPB berdasarkan kecepatan jalan 6 meter untuk estimasi performa fisik sebagai komponen sarkopenia. Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien lanjut usia rawat jalan di RSUPN Ciptomangunkusumo. Pada penelitian ini didapatkan 100 subjek yang diminta melakukan uji SPPB, uji kecepatan jalan 6 meter, uji penilaian massa otot dengan BIA (Bio Impedance Analysis), dan penilaian kekuatan otot dengan menggunakan handgrip dynamometer. Dari hasil penilaian didapatkan nilai titik potong 7 untuk populasi total dan populasi perempuan. Sedangkan untuk populasi laki laki didapatakan nilai 8. Setelah didapatkan titik potong baru, dilakukan uji diagnostik antara nilai SPPB titik potong baru dengan status performa fisik menurun berdasarkan kecepatan jalan 6 meter. Dari penilaian didapatkan sensitivitas 81.5% dan spesifisitas 73.7% untuk populasi total. Pada populasi perempuan didapatkan sensitivitas 81.4% dan spesifisitas 66.7%. Sedangkan untuk populasi laki laki menggunakan titik potong 8 didapatkan sensitivitas 81.8% dan spesifisitas 71.4%. Kesimpulan penelitian ini adalah SPPB dengan nilai titik potong 7 untuk populasi perempuan dan 8 untuk populasi laki laki baik dipakai sebagai alat uji untuk screening dan diagnostik performa fisik sebagai komponen sarkopenia rawat jalan.

This thesis aims to determine the cut-off point of the SPPB test as a physical performance test in diagnosing sarcopenia in elderly patients on an outpatient basis. In addition, to determine the sensitivity and specificity of the SPPB test based on a walking speed of 6 meters to estimate physical performance as a component of sarcopenia. This study is a cross-sectional study of elderly outpatients at Ciptomangunkusumo General Hospital. In this study, 100 subjects were asked to perform the SPPB test, 6 meter walking speed test, muscle mass assessment test using BIA (Bio Impedance Analysis), and muscle strength assessment using a handgrip dynamometer. From the results of the assessment, it was found that the cut-off point was 7 for the total population and the female population. As for the male population, a score of cut oof point is 8. After obtaining a new cut-off point, a diagnostic test was conducted between the SPPB value of the new cut-off point and the decreased physical performance status based on a 6-metre walking speed. From the assessment, sensitivity was 81.5% and specificity was 73.7% for the total population. In the female population, sensitivity was 81.4% and specificity was 66.7%. Meanwhile, for the male population using the 8 cut-off point, the sensitivity was 81.8% and the specificity was 71.4%.The conclusion of this study is that the SPPB with a cutoff value of 7 for the female population and 8 for the male population can be used as a test tool for screening and diagnostic of physical performance as a component of outpatient sarcopenia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridzqie Dibyantari
"Latar belakang: Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri (P3G) bermanfaat dalam pelayanan pasien lanjut usia. Domain yang sering dinilai adalah status fungsional, disabilitas, status nutrisi, dan kognitif. Namun, pengerjaan P3G membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga dikembangkan bentuk singkat P3G, di antaranya Geriatric 8 (G8). Belum ada publikasi mengenai kesahihan, keandalan, dan performa diagnosis G8 pada populasi umum lansia di Indonesia. Tujuan: mengetahui kesahihan, keandalan, dan performa diagnostik G8. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan di Poli Geriatri RSCM. Dilakukan pemeriksaan G8 dan P3G terhadap pasien yang memenuhi kriteria seleksi subjek penelitian, kemudian dilakukan uji kesahihan dengan mencari koefisien korelasi dan analisis kappa. Pasien dengan gangguan pada satu domain P3G dikatakan gangguan P3G, yaitu ADL  19, IADL  7, MoCA-INA  25, MNA < 24, atau timed up and go  10 detik. Hasil: terdapat 80 orang subjek penelitian dengan rerata usia 73,68 tahun, Interrater dan intrarater concordance masing-masing adalah 1 dan 0,904 (p<0,005). Interclass corelation coefficient berkisar antara 0,77 (0,412 – 0,913) sampai dengan 1 (1 – 1). Didapatkan nilai Cronbach 0,697. Titik potong acuan yang digunakan 14,25 menunjukkan sensitivitas 70,27 (58,82 – 80,34), spesifisitas 83,33 (35,88 – 99,58), dengan AUC 0,846 (p<0,005), IK95% 0,667- 1,0) Simpulan: G8 cukup sahih dan memiliki keandalan yang baik sebagai instrumen penapisan pasien rawat. Titik potong G8 yang disarankan adalah 14,5 sehingga pasien dengan skor lebih rendah disarankan untuk menjalani pemeriksaan P3G lengkap.

Background: Comprehensive geriatric assessment (CGA) has been proved to be beneficial for older adults care. Domains that usually assessed in CGA are functional status, disability, cognitive function, and nutrtion status. However, CGA takes more time to complete, hence shorter versions of CGA were developed, including Geriatric 8 (G8). G8 was developed to screen older adults with cancer who would benefit the complete CGA. There was no publication regarding validity, reliability, and diagnostic performance of G8 for general population of older adults in Indonesia. Objective: This study aimed to evaluate validity, reliability, and diagnostic performance of G8 in older adults. Methods: This is a cross-sectional study conducted in Geriatric Clinic of Cipto Mangunkusumo National Hospital. Both CGA and G8 were performed, concordance between these tests were analyzed to determine validity, reliability, and diagnostic performance of G8. Abnormal CGA is defined by at least one abnormal CGA domain is identified, i.e ADL  19, IADL  7, GDS  5, MoCA-INA  25, MNA < 24, or timed up and go  10. Commorbidities was assessed by CIRS-G. Results: We found strong inter-rater and intra-rater condordance (kappa=1 and kappa=0.904, p<0.005, respectively). Interclass Coefficient Corelation was ranged 0.77 (0.412 – 0.913) to 1 (1 – 1). We also found acceptable Cronbach of 0.697. For diagnostic performance, the sensitivity was 70.27 (58.82 – 80.34), specificity 83.33 (35.88 – 99.58), with AUC 0.846 (p<0.005), CI95% 0.667-1.0). Conclusion: G8 screening tool is valid and reliable to be used in older adults. G8 also demonstrated good diagnostic performance. We propose 14.5 as cut off point for older adults who need full form geriatric assessment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>