Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119638 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adrian Khrisna Muda
"Air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi seluruh makhluk hidup di seluruh belahan muka bumi. Perkembangan dunia industri yang sangat pesat memberikan dampak yang serius terhadap lingkungan sekitar dimana aktivitas manusia sering menghasilkan pencemaran air sehingga menyebabkan turunya kualitas air. Oleh karena itu, pengelolaan terhadap kualitas air sangat diperlukan sebagai parameter untuk menjaga kestabilan kualitas air terhadap lingkungan sekitar. Pengukuran kebutuhan oksigen dalam air dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan metode COD dimana metode ini dilakukan dengan cara mengukur jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Salah satu metode pengukuran oksigen kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan metode fotoelektrokimia (Photoelectrocatalytic Chemical Oxygen Demand, PeCOD). Penelitian ini merupakan pengembangan dari metode yang sudah ada saat ini dalam penentuan nilai COD berbasis fotoelektrokatalisis. Sistem yang diusulkan saat ini adalah untuk menguji kekuatan arus cahaya photocurrent yang lebih baik dibandingkan penelitian sebelumnya. Proses penentuan nilai COD dilakukan menggunakan sistem batch yang berbasis metode fotoelektrokimia dengan cara mencelupkan elektroda yang terdiri dari elektroda counter yaitu dengan stainless steel dan elektroda kerja titanium dioksida berbentuk nanotube yang dibuat dari metode anodisasi pada 50V selama 1 jam. Senyawa yang digunakan adalah beberapa senyawa organik yang terdiri dari kalium hidrogen Ptalat (KHP), asam benzoat, fenol dan metanol dimana pengujian dengan sistem batch dapat bekerja secara optimal di konsentrasi yang rendah (10-200 ppm), namun tidak dapat bekerja secara optimal di konsentrasi yang tinggi (300-500 ppm). Selama proses pengukuran, terjadi proses reaksi degradasi senyawa organik pada permukaan elektroda kerja titanium dioksida nanotube menunjukan bahwa senyawa KHP memiliki arus serapan yang sangat besar dibandingkan senyawa organik lainnya. Hasil pengujian standar adisi dilakukan untuk mengamati perubahan arus cahaya akumulasi respon zat kimia seperti analit dan gangguan kimia. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beberapa senyawa yang memiliki persentase kesalahan relatif diatas 5% sehingga melebihi batas normal kesalahan dimana terdapat kurva kalibrasi yang kurang akurat. Penentuan metode fotoelektrokimia dengan sistem batch sebagai sensor COD diperoleh rentang nilai COD 0-70 mg/L dan mengindikasikan ketidakmampuannya dalam mendegradasi seluruh senyawa sampel selama waktu pengukuran 100 detik dari hasil plot grafik COD teoritis vs COD hasil percobaan. Hal tersebut dibuktikan dengan perbandingan metode bias antara metode konvensional dan metode fotoelektrokatalisis dengan persentase yang besar menggunakan sampel limbah air danau.

Water is one of the main needs for all human life in all parts of the earth. The rapid development of the industrial world seriously impacts the surrounding environment where human activities often cause water pollution, causing a decrease in water quality. Therefore, water quality management is vital as a parameter to maintain the stability of water quality in the surrounding environment. Water quality measurement with oxygen demand in water can be used by using the COD method, where this method is carried out by measuring the amount of oxygen needed to decompose all materials contained in water. One method of measuring chemical oxygen can be used by the photoelectrochemical method (Photoelectrocatalytic Chemical Oxygen Demand, PeCOD). This research is the further development of the existing methods for determining COD values based on photoelectrocatalysis. The current system proposed to test the strength of the photocurrent light current which is better than previous research. The process of determining the COD value is carried out using a photoelectrochemical method based on a batch system by dipping electrodes consisting of counter electrode, namely stainless steel, and a working electrode in the form of titanium dioxide nanotubes made from the anodization method at 50V for 1 hour. The compounds used are several organic compounds consisting of potassium hydrogen phthalate (KHP), benzoic acid, phenol, and methanol where testing with a batch system can work optimally at low concentrations (10-200 ppm) but cannot work optimally at high concentrations (300-500 ppm). During the measurement process, a degradation reaction of organic compounds occurs on the surface of the titanium dioxide nanotube working electrode, this shows that the KHP compound has a large absorption current compared to other organic compounds. The result of the standard addition test was carried out to observe changes in the light current accumulation of chemical responses such as analyst and chemical interference. The result shows that several compounds had a relative error percentage above 5% so organic compounds exceeded the normal error limit and had a less accurate calibration curve. Determination of the photoelectrochemical method with a batch system as a COD sensor obtained a COD value range 0-70 mg/L and indicates its ability to degrade all sample compounds during a measurement time of 100 seconds from the result of the theoretical COD vs experimental graph plot. This is proven by comparing the bias methods between the conventional method and the photoelectrocatalysis method with a large percentage using lake water sample waste."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiur Elysabeth
"Hidrogen merupakan bahan bakar alternatif yang bersih dan ramah lingkungan. Beberapa penelitian telah mengembangkan produksi hidrogen dari dekomposisi amoniak. Hal ini cukup menjanjikan, karena metode ini tidak menghasilkan CO2 dan mampu mengatasi permasalahan limbah. Amoniak merupakan sumber potensial untuk peningkatan permintaan hidrogen. Fotoelektrokatalisis merupakan teknologi alternatif untuk menghasilkan hidrogen dari dekomposisi amoniak dengan energi rendah dan ramah lingkungan. Namun, bagian terpenting pada metode ini yaitu fotoanoda yang berbasis titania nanotube perlu dimodifikasi untuk mendapatkan fotoanoda yang lebih efesien dan efektif dalam mendegradasi amoniak dan produksi hidrogen secara simultan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan fotoanoda berbasis titania nanotube yang memiliki performa yang tinggi dalam mendegradasi amoniak dan memproduksi hidrogen secara fotoelektrokatalisis. Modifikasi dilakukan dengan menambahkan dopan nitrogen secara insitu saat anodisasi dan sensitasi CuO yang menggunakan dua metode yaitu insitu saat anodisasi dan successive ionic layer adsorption reaction (SILAR), kemudian menentukan loading nitrogen dan CuO yang optimal dan mengkombinasi keduanya pada titania nanotube untuk membuktikan efek sinergis dari keduanya. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan mengajukan mekanisme yang terjadi pada proses degradasi amoniak dan produksi hidrogen secara simultan dengan metode fotoelektrokatalisis.
Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi morfologi, spektrum serapan cahaya, kristalografi titania nanotube, bilangan oksidasi elemen penyusun fotoanoda, gugus fungsi yang terbentuk masing-masing menggunakan FESEM-EDX dan TEM, UV-Vis DRS, XRD, XPS, dan FTIR. Besar energi bandgap dan ukuran kristal dihitung menggunakan fungsi Kubelka Munk dan persamaan Scheerrer. Respon fotoelektrokimia diamati menggunakan Potensiostat dan diagnostic perubahan respon material yang dimodifikasi disajikan dalam bentuk Applied Bias Photon to current Eficiency (ABPE). Reaktor fotoelektrokatalisis (PEC) yang digunakan untuk proses degradasi amoniak dan produksi hidrogen secara simultan terdiri dari sel fotoelektrokimia yang dimodifikasi. Sel fotoelektrokimia dilengkapi dengan sumber sinar foton lampu Mercury 250W, dan jaringan yang menghubungkan reaktor dengan GC TCD untuk mengukur gas hidrogen yang terbentuk. Konsentrasi amoniak diukur menggunakan spektrofotometer dengan metode Nessler. Senyawa intermediet yang terbentuk diukur menggunakan spektrofotometer dengan metode SNI 6989-74-2009.
Hasil penelitian membuktikan bahwa titania nanotube yang dimodifikasi dengan dopan N diperoleh penyisihan amoniak dan produksi hidrogen maksimum sebesar 74.4% dan 561 mmol/m2 oleh 3N-TiNTAs. Pada perbandingan metode deposisi CuO diperoleh penyisihan amoniak maksimum sebesar 50,1% dan produksi hidrogen sebesar 392.85 mmol/m2 menggunakan CuO-TiNTAs SILAR. Produksi hidrogen tertinggi pada variasi loading CuO dicapai oleh 7CuO-TiNTAs sebesar 910.14 mmol/m2. Namun, uji kinerja pada modifikasi TiNTAs dengan kombinasi dopan N dan sensitiser CuO hanya dapat menyisihkan amoniak dan produksi hidrogen yang dihasilkan hanya sebesar 28.03% dan 66.61 mmol/m2.

Hydrogen is a clean and environmentally friendly alternative fuel. Several studies have developed hydrogen production from ammonia decomposition. It is promising because this method does not produce CO2 and can overcome waste problems. Ammonia is a potential source for increasing hydrogen demand. Photoelectrocatalytic is an alternative technology to produce hydrogen from ammonia decomposition with low energy and is environmentally friendly. However, the most important part of this method is the photoanode based on titania nanotubes needs to be modified to get the more efficient and effective photoanode in simultaneously degrading ammonia and producing hydrogen. The main objective of this research is to obtain a photoanode based on titania nanotubes, which have high performance in photoelectrocatalytic ammonia degradation and hydrogen production. Modifications were conducted by adding nitrogen dopants by in situ during anodization and CuO sensitization using two methods, namely in situ anodization and successive ionic layer adsorption reaction (SILAR), then determining the optimal loading of nitrogen and CuO and combining both on titania nanotubes to prove the synergistic effect of both of them. Additionally, this study also proposes a mechanism that occurs in the simultaneously degradation of ammonia and hydrogen production by the photoelectrocatalytic method.
In this study, the characterization of morphology, light absorption spectrum, crystallography of titania nanotubes, the oxidation number of photoanode constituent elements, functional groups formed using FESEM-EDX and TEM, UV-Vis DRS, XRD, XPS, and FTIR, respectively, were conducted. Bandgap energy and crystal size were calculated using the Kubelka–Munk function and Scherrer equation. The photoelectrochemical response was observed using a potentiostate and diagnostic changes in the response of the modified material were presented in the form of Applied Bias Photon to Current Efficiency (ABPE). The photoelectrocatalytic reactor (PEC) used for the simultaneously degradation of ammonia and hydrogen production consists of a modified photoelectrochemical cell. The photoelectrochemical cell is equipped with 250 W Mercury lamp as a photon beam source and a network connecting the reactor with GC TCD to measure the hydrogen gas formed. Ammonia concentration was measured using a spectrophotometer with the Nessler method. The intermediate compounds formed were measured using a spectrophotometer using the SNI 6989-74-2009 method.
The results showed that titania nanotubes modified with N-dopants obtained maximum ammonia removal and hydrogen production of 74.4% and 561 mmol/m2 by 3N-TiNTAs. In the comparison of the CuO deposition method, the maximum ammonia removal was 50.1% and hydrogen production was 392.85 mmol/m2 using CuO-TiNTAs SILAR. The highest hydrogen production in the CuO loading variation was achieved by 7CuO-TiNTAs of 910.14 mmol/m2. However, the performance test on modified TiNTAs with a combination of N dopants and CuO sensitizer could only remove ammonia and the resulting hydrogen production was only 28.03% and 66.61 mmol/m2, respectively.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalisa Nurfajri
"Nanopartikel TiO2 (Titanium dioksida) merupakan senyawa aktif yang banyak digunakan pada sediaan tabir surya beberapa tahun belakangan ini karena dianggap lebih efektif sebagai senyawa aktif serta lebih disukai oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk membuat nanopartikel TiO2 menggunakan metode sol-gel, mengkarakterisasi nanopartikel TiO2 dengan spektroskopi UV-Vis diffuse reflectance transmittance (UV-Vis DRS) dan X-ray diffraction (XRD) serta memformulasikan nanopartikel TiO2 ke dalam sediaan krim kemudian menguji nilai Sun Protection Factor (SPF) dari sediaan tersebut.
Hasil karakterisasi dan pengujian nilai SPF akan dibandingkan dengan TiO2 ruah dan nanopartikel TiO2 komersial (P-25 Degussa). Hasil karakterisasi XRD menunjukkan nanopartikel TiO2 memiliki ukuran kristal rutile 2,541 nm dan ukuran kristal anatase 7,222 nm. Ukuran kristal tersebut lebih kecil dibandingkan dengan dua pembandingnya. Fase kristal dominan pada nanopartikel TiO2 adalah rutile sementara TiO2 ruah dan P-25 Degussa memiliki fase kristal dominan anatase.
Hasil karakterisasi UV-Vis DRS menunjukkan nanopartikel TiO2 memiliki energi celah pita terkecil dibandingkan TiO2 ruah dan P-25 Degussa yaitu sebesar 3,08 ev dan dapat mengabsorbsi radiasi pada panjang gelombang 200-402 nm. Namun formulasi dengan nanopartikel TiO2 dalam sediaan krim berwarna abu-abu dan tidak homogen dibandingkan dengan formulasi dengan TiO2 ruah dan formulasi dengan P-25 Degussa yang berwarna putih dan homogen. Nilai SPF dari formulasi krim tabir surya dengan nanopartikel TiO2, TiO2 ruah, dan P-25 Degussa berturut-turut adalah 4,468; 6,721; dan 7,198. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk meningkatkan penggunaan naopartikel TiO2 sebagai senyawa aktif tabir surya.

Titanium dioxide (TiO2) nanoparticle is an active ingredients in sunscreen commonly used in recent years because its effectiveness as active ingredients and preferred by consumer. This study is aimed at synthesizing TiO2 nanoparticle using sol-gel method, followed with characterizing TiO2 nanoparticle using X-ray diffraction (XRD) and UV-Vis diffuse reflectance transmittance spectroscopy (UV-Vis DRS), and formulating TiO2 nanoparticle into sunscreen cream and finally determining its Sun Protection Factor (SPF) value.
The result of characterization and SPF determination of TiO2 nanoparticles are compared with bulk TiO2 microparticle and commercial TiO2 nanoparticle (P-25 Degussa). According to XRD characterization result, the synthesized TiO2 nanoparticle has smallest rutile crystallite size of 2,541 nm and smallest anatase crystallite size of 7,222 nm as compared with bulk TiO2 and P-25. In addition, it has been confirmed that TiO2 nanoparticle has rutile phase while bulk TiO2 and P-25 Degussa have anatase phase.
The UV-Vis DRS characterization showed that TiO2 nanoparticle has smallest band gap energy of 3,08 eV and can absorb radiation from wavelength range of 290-402 nm. However, the incorporated TiO2 nanoparticle in cream formulation has gray color and not homogeneous when applied in skin as compared with bulk TiO2 and P-25 Degussa formulations that have white color and well-distributed. The result of SPF value determination showed that TiO2 nanoparticle formulation has smallest SPF value of 4,468 as compared with bulk TiO2 and P-25 Degussa which are 6,721 and 7,198 respectively. Further investigation should be carried out in order to improve the use of TiO2 nanoparticle for sunscreen application.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S57068
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Wardatul Jannah
"Kristal TiO2 anatase dipreparasi dengan proses hidrotermal pada suhu 240°C dari prekursor titanium tetraisopropoksida (TTIP) dalam larutan alkohol/air pada suasana asam. TiO2 hasil sintesis dikarakterisasi dengan X-Ray Diffractometer (XRD), Diffuse Reflectance Spectrophotometry (DRS), Particle Size Analyzer (PSA) dan Fourier Transform Infra Red Spectrophotometry (FTIR). Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa TiO2 yang dipreparasi secara hidrotermal mempunyai bentuk kristal anatase dengan ukuran kristal 10 nm, celah energy sebesar 3,33 eV dan distribusi ukuran partikel (0,726m - 1,47 6m dan 15,30 6m - 111,09 6m). Proses kalsinasi terhadap TiO2 hidrotermal mengakibatkan pertumbuhan inti dan menginduksi transformasi dari fasa kristal anatase menjadi rutile. Akibatnya proses kalsinasi menghasilkan campuran kristal anatase dan rutile, masing-masing dengan ukuran kristal 11 nm dan kristal rutile 12 nm, celah energy sebesar 3,29 eV dan distribusi ukuran partikel (0,576m - 1,51 6m dan 31,32 6m - 170,28 6m). Serbuk TiO2 hasil sintesis dihaluskan dan didispersikan dalam air. Evaluasi dispersi TiO2 dilakukan dengan variasi pH, variasi konsentrasi PEG 1000, dan variasi pH pada konsentrasi PEG 1000 tertentu. Absorbansi hasil dispersi TiO2 setelah 24 jam diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Kestabilan dispersi TiO2 optimum dengan mekanisme sterik dicapai pada konsentrasi PEG 1000 0,05%, sedangkan berdasarkan mekanisme elektrostatik didapatkan kestabilan optimum pada pH 9. Dispersi TiO2 digunakan untuk menyiapkan immobilisasi film TiO2 pada pelat kaca dengan cara spraying dan digunakan untuk evaluasi aktivitas fotokatalitik. Evaluasi aktivitas fotokatalitik TiO2 hasil sintesis dilakukan dengan cara melihat kemampuan degradasinya terhadap larutan Methylene blue. Pengukuran dilakukan dengan tiga kondisi yang berbeda yaitu fotokatalisis, fotolisis, dan katalisis. Hasil dari ketiga kondisi ini membuktikan bahwa degradasi terbesar terjadi pada kondisi fotokatalisis dengan pseudo orde pertama dimana laju reaksinya, k, sebesar 9,68.10-3 menit-1.

Titanium tetraisopropoxide (TTIP) precursor in acidic ethanol/water solution was used to prepare TiO2 anatase crystal by hydrothermal reaction at 240°C. Prepared TiO2 was characterized by X-Ray Diffractometer (XRD), Diffuse Reflectance Spectrophotometry (DRS), Particle Size Analyzer (PSA) and Fourier Transform Infra Red Spectrophotometry (FTIR). Characterization results indicate that prepared TiO2 has an anatase form (crystallite size 10 nm), band gap of 3.33 eV, and an aggregate nature (0.726m - 1.47 6m dan 15.30 6m - 111.09 6m). A calcinations process to the TiO2 powder leads to grain growth and induce phase transformation from anatase to rutile. As consequence, calcinations process produced anatase phase (crystallite size 11 nm) and rutile phase (crystallite size 12 nm), band gap 3.29 eV, and an aggregate nature (0.576m - 1.51 6m dan 31.32 6m - 170.28 6m). The TiO2 hydrothermal powder was subjected to a ball milling and dispersed in water. The TiO2 dispersion stability was evaluated under variations of pH, PEG 1000 concentration, and pH at a certain PEG 1000 concentration. The turbidity of dispersions were observed by UV-Vis spectrophotometer after 24 hours. Optimum stability of TiO2 dispersion by steric mechanism was obtained at PEG 1000 0.05%, while by electrostatic mechanism at pH 9. This water base TiO2 dispersion was used to prepared TiO2 film on glass plate by spraying method and was used for photocatalytic activity evaluation toward methylene blue degradation The observations were conducted at three experimental conditions, namely photocatalytic, photolytic, and catalytic. The results revealed that the highest degradation was obtained at photocatalytic condition, with rate constant, k, is 9.68 x 10-3 min-1, and apparently follows pseudo-first-order reaction."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S30714
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Darmawan
"Poliuretan banyak digunakan dalam aplikasi cat karena memiliki sifat yang memuaskan yaitu daya tahan yang baik terhadap perubahan cuaca dan serangan bahan kimia. Poliuretan adalah senyawa makromolekul atau polimer yang terbentuk melalui reaksi antara poliisosianat dan suatu polimer lain, umumnya merupakan poliol yang mengandung atom hidrogen yang labil (OH, COOH, dll). Polimer yang digunakan dalam aplikasi cat secara umum kental apabila diaplikasikan secara langsung. Campuran polimer tersebut harus dilarutkan dengan pelarut supaya dapat dikuas, atau disempot. Larutan poliisosianat yang dilarutkan dengan komposisi pelarut dinamakan hardener karena kombinasinya dengan poliol dapat menghasilkan lapisan film yang keras. Hardener memiliki tingkat kestabilan yang rendah karena tingginya reaktifitas poliisosianat. Dua jenis poliisosianat dalam pembuatan hardener dipelajari yaitu Coronate HXR 90 B dan Basonate HI 190 B/S. Hardener yang dibuat menggunakan coronate HXR 90 B memiliki tingkat kestabilan yang rendah dimana setelah 6 bulan masa penyimpanan di temperatur ruang menghasilkan endapan putih (gel) yang melayang dalam larutan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan gel ini diakibatkan karena reaksi poliisosianat dengan air. Dua jenis rutile titanum dioksida berskala nano (KRONOS 2160 dan UV TITAN L 531) di formulasikan dalam cat putih berbasis acrilic poliol, dimana hasil reaksi silangnya dengan hardener menghasilkan cat putih poliuretan. Analisa mikroskopi terhadap sampel menggunakan alat Transmission Electron Microscopy menunjukkan bahwa ukuran rata-rata partikel UV titan L 531 lebih rendah sekitar 35 nm jika dibandingkan KRONOS 2160 sekitar 200 nm. Efek fotokatalitik titanium dioksida dipelajari berdasarkan aktivitasnya terhadap degradasi zat warna perylene dalam lapisan cat. Degradasi warna terukur berdasarkan perubahan warna setelah terkena paparan sinar UV secara visual ataupun menggunakan alat ukur kolorimeter. Tidak terdapat perbedaan yang nyata dari efek fotokatalitik diantara kedua variasi ukuran partikel, akan tetapi ditemukan lapisan film yang lebih kuning pada cat putih yang menggunakan titanium dioksida berukuran partikel lebih besar akibat degradasi langsung radiasi sinar ultra violet.

Polyurethane is widely used in paint application due to their outstanding properties and especially for their exceptional resistance to weathering and chemical attack. Polyurethanes are macromolecules or polymers formed by the reaction between a polyisocyanate and another polymer, generally called a polyol, which contains a labile hydrogen atom (OH,COOH, etc). The polymers used in coating applications are generally too viscous to be applied directly. The polymer (mixture) must therefore be diluted with solvent(s) in order to be brush or spray. We call the diluted of polyisocyanate with various solvent composition as hardener, due to result hard film while combined with poliol. The stability of hardener is less due to high reactivity of polyisocyanate. Two typed of polyisocyanate on processing hardener are studied: Coronate HXR 90 B and Basonate HI 190 B/S. Hardener which was processed using coronate HXR 90 B is less stable after 6 months storage in a room temperature, indicated a white floating residue (gel) on the solution.
Investigation results show that the gel formation is caused by reaction of polyisocyanate with water. Two typed of nanosized rutile titanium dioxide (KRONOS 2160 and UV TITAN L 530) is formulated using acrylic polyol based, and the cross linked with the hardener results white polyurethane paint. Microscopic analysis using Transmission Electron Microscope (TEM) into sample shows that average particle size of UV TITAN L531 about 35 nm is less than KRONOS 2160 about 200 nm. The photocatalytic effects of titanium dioxide were studied on their activities toward dye degradation of perylene on surface coating. Dye degradation was observed by the color change after UV exposure as visually and measured with colorimeter. There is no significant different of catalytic activity on variation of particle sized titanium dioxide but the more yellowing film was observed on white paint using higher particle size caused by direct degradation of UV radiation.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T20226
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Fajria
"Indonesia saat ini masih memiliki ketergantungan terhadap negara lain dalam pengimporan titanium dioksida. Untuk mengurangi ketergantungan impor dari negara lain, perlu digunakan pasir besi yang terdapat dalam negeri untuk diproses dengan metode yang lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan. Metode yang umum dan mudah dilakukan adalah metode hidrometalurgi dengan melibatkan proses pelindian.
Penelitian ini memanfaatkan pasir besi lokal yang berasal dari Cipatujah, Tasikmalaya, dan dilakukan untuk mengetahui kadar titanium dioksida yang dapat dihasilkan dari pasir besi Tasikmalaya dengan kadar Ti yang termasuk rendah yaitu 4,43%. Selain itu, karena sifat Ti yang amfoter, kondisi ideal saat proses pelindian masih belum jelas, sehingga diharapkan kondisi pH ideal saat proses pelindian dapat diketahui dengan adanya penelitian ini.
Variabel yang digunakan adalah dengan melakukan pelindian dalam kondisi pH yang beragam, yaitu kondisi asam dengan pH 3, kondisi netral, dan kondisi basa dengan pH 9. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan %recovery Ti pada setiap perbedaan kondisi tersebut. %Recovery yang dihasilkan dalam kondisi pelindian pH 3 adalah sebesar 50,82%, pH 7 sebesar 25,82%, dan pH 9 sebesar 21,39%.

Indonesia currently still has a dependency on other countries in importing titanium dioxide. To reduce dependence on imports from other countries, it is necessary to use iron sand in Indonesia to be processed by methods that are more effective in fulfilling the needs. The method that general and easy to do is a hydrometallurgical method using leaching process.
This study using the local iron sands derived from Cipatujah, Tasikmalaya, to determine the content of titanium dioxide that can be produced from iron sand Tasikmalaya which are has low content of Ti, 4.43%. In addition, because of the natural properties of Ti is amphoteric, the ideal conditions for the leaching process is still unclear, so this study will determined the ideal conditions of pH for the leaching process.
Leaching process carried out in various conditions of pH, ie acidic conditions with pH 3, neutral, and alkaline conditions with pH 9. The results showed a difference %recovery of Ti. The result of %Recovery in t...
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53344
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Arifiyanti
"Nanopartikel oksida besi dan coupled-nanomaterial oksida besi dan titanium dioksida dengan tiga variasi rasio molar telah disintesis dengan metode sol-gel. Keseluruhan sampel dikarakterisasi dengan pengukuran X-Ray Diffraction, Energy Dispersive X-Ray, Fourier-Transform Infrared, Field Emission Scanning Electron Microscopy, Vibrating Sample Magnetometer, dan UV-Visible Spectroscopy. Coupled-nanomaterial menunjukkan sifat feromagnetik, mempunyai morfologi spherical-like dan terdiri atas fase dan struktur kristal tunggal dari oksida besi magnetite dan titanium dioksida anatase dengan kehadiran unsur Fe, Ti dan O dalam bentuk ikatan Ti-O-Ti, Ti-O-O dan Fe-O-Fe. Perolehan aktivitas fotokatalitik optimum yang berbeda pada kondisi basa untuk pemaparan dengan cahaya ultraviolet dan cahaya visible berhubungan dengan nilai celah energi coupled-nanomaterial. Peran aktif hole dalam aktivitas fotokatalitik coupled-nanomaterial mendegradasi methylene blue tidak berbeda untuk pemaparan dengan cahaya ultraviolet maupun visible.

Iron oxide nanoparticles, iron oxide and titanium dioxide coupled-nanomaterials with three variation molar ratio were synthesized by sol-gel method. All samples were characterized by X-Ray Diffraction, Energy Dispersive X-Ray, FourierTransform Infrared, Field Emission Scanning Electron Microscopy, Vibrating Sample Magnetometer, and UV-Visible Spectroscopy measurements. The coupled-nanomaterials show ferromagnetic behavior, have spherical-like morphology and consist of individual crystal structure and phase of magnetite iron oxide and anatase titanium dioxide with the presence of Fe, Ti and O elements in the form of Ti-O-Ti, Ti-O-O dan Fe-O-Fe bonds. Different optimum photocatalytic activities under alkaline conditions with ultraviolet and visible light irradiation are associated with the value of the coupled-nanomaterials energy gap. Hole's active role on photocatalytic activities of methylene blue degraded by the coupled-nanomaterials is no different for both kinds irradiations of ultraviolet and visible light."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S57812
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulandani Liza Putri
"Latar belakang: Kolonisasi bakteri Streptococcus mutans di sekitar braket ortodonti sering terjadi dan menjadi penyebab terjadinya lesi white spot.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan efektivitas antibakteri nanopartikel titanium dioksida dan nanopartikel kitosan dalam adesif resin ortodonti terhadap jumlah koloni Streptococcus mutans.
Metode: Desain penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penelitian ini dilakukan di di Laboratorium Oral Biologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia pada bulan Agustus 2019. Penelitian ini melibatkan 30 sampel gigi yang terbagi atas tiga kelompok uji. Setiap kelompok dipasangkan bracket menggunakan adesif resin ortodonti/ adesif resin ortodonti yang dicampur nanopartikel titanium dioksida/ adesif resin ortodonti yang dicampur nanopartikel titanium dioksida. Sampel dimasukkan ke dalam suspensi bakteri dan setelah 24 jam dilakukan penghitungan jumlah koloni Streptococcus mutans di sekitar braket ortodonti menggunakan metode Total Plate Count. Kemudian data diolah dan dianalisis secara statistik.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna jumlah koloni Streptococcus mutans di sekitar braket yang direkatkan menggunakan adesif resin ortodonti, adesif resin ortodonti yang dicampur nanopartikel titanium dioksida, dan adesif resin ortodonti yng dicampur nanopartikel kitosan.
Kesimpulan: Tidak terlihat efektivitas antibakteri nanopartikel titanium dioksida dan nanopartikel kitosan dalam adesif resin ortodonti terhadap jumlah koloni Streptococcus mutans di sekitar braket ortodonti.

Background: Strepococcus mutans colonization around orthodontic bracket is the common thing and become white spot lesion.
Objective: The ojective of this researh is to analyse antibacterial effect of titanium dioxide nanoparticles and chitosan nanoparticles in orthodontic resin adhesive toward Streptococcus mutans colony.
Methods: This research was conducted in RSKGM University of Indonesia on August 2019. Thirty extracted premolars were randomly divided by three groups. Teeth bonded with orthodontic adhesive resin (Transbond XT), Titanium dioxide nanoparticles/ chitosan nanoparticles incorporated into orthodontic adhesive resin (Transbond XT). Each sample was submerged in bacterial suspension and was incubated for 24 hours. Streptococcus mutans colony around orthodontic bracket was counted with Total Plate Count methode and then analysed by statistical analysis.
Result: There is no difference in Streptococcus mutans colony around orthodontic brackets among three groups.
Conclusion: Titanium dioxide nanoparticles and chitosan nanoparticles incorporated into orthodontic adhesive resin are not effective in reduce colony Streptococcus mutans around orhodontic bracket.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Esther Indriati Budiman
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T40196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fajar Syafruddin
"

Penelitian ini membahas pemanfaatan Titanium Dioxide Nanorods (TNRs) yang disintesis melalui metode hidrotermal, sebagai fotoanoda dalam pemecah air fotoelektrokimia yang dimodifikasi melalui reduksi elektrokimia untuk meningkatkan kinerjanya. TiO2 dikenal memiliki stabilitas kimia yang tinggi, mudah dibuat, dan biaya produksi yang relatif rendah. Namun, karena celah pita yang cukup lebar dan rekombinasi cepat dari pembawa muatan terfotogenerasi, kondisi ini menyebabkan efisiensi pemisahan muatan yang tidak efektif dan penyerapan cahaya yang tidak optimal, sehingga membatasi efisiensi kinerjanya dalam pemecahan air fotoelektrokimia. Melalui proses reduksi elektrokimia, kekosongan oksigen terbentuk ketika Ti4+ direduksi menjadi Ti3+ didalam struktur TiO2, yang berguna untuk meningkatkan efisiensi pemisahan muatan dan mengurangi rekombinasi elektron dan hole. Hasil karakterisasi menunjukan, TNRs yang terbentuk memliki fasa TiO2 rutile dan tidak terjadi perubahan fasa setelah diberikan perlakuan reduksi elektrokimia, namun perlakuan tersebut menyebabkan perubahan morfologi yang menunjukkan penipisan. Penipisan ini dapat meningkatan sedikit penyerapan cahaya dan perubahan celah pita dari 3,02 eV menjadi 3,00 eV. Pengujian fotoelektrokimia menunjukkan hasil, bahwa perlakuan dari reduksi elektrokimia memiliki pengaruh pada sifat konduktivitas, dimana konduktivitas material menjadi jauh lebih baik dengan bentuk grafik Cyclic Voltammetry (CV) menyerupai persegi panjang. Peningkatan konduktivitas tersebut didukung juga oleh penurunan hambatan Rct dari 2812 Ω menjadi 1396 Ω. Sehingga, dihasilkan rapat arus tertinggi sebesar 0,55 mA/cm2 pada 1,23 V vs RHE dan nilai Applied Bias Photon-to-current Efficiency (ABPE) tertinggi sebsar 0,12%. Hasil menunjukkan TNRs yang diberikan perlakuan reduksi elektrokimia dapat meningkatkan kinerja pemecahan air fotoelektrokimia.


This research discusses the use of Titanium Dioxide Nanorods (TNRs) synthesized through the hydrothermal method as photoanodes in a photoelectrochemical water splitting system, which is modified via electrochemical reduction to enhance its performance. TiO2 is known for its high chemical stability, ease of fabrication, and relatively low production cost. However, due to its wide band gap and rapid recombination of photogenerated charge carriers, these conditions lead to ineffective charge separation efficiency and suboptimal light absorption, thus limiting its performance efficiency in photoelectrochemical water splitting. Through the electrochemical reduction process, oxygen vacancies are formed when Ti4+ is reduced to Ti3+ within the TiO2 structure, which helps improve charge separation efficiency and reduce electron-hole recombination. Characterization results show that the formed TNRs have a rutile TiO2 phase and no phase change occurs after the electrochemical reduction treatment, although the treatment causes morphological changes indicating thinning. This thinning can slightly enhance light absorption and change the band gap from 3.02 eV to 3.00 eV. Photoelectrochemical testing shows that the electrochemical reduction treatment affects the conductivity properties, making the material's conductivity significantly better, with the Cyclic Voltammetry (CV) graph resembling a rectangle. This conductivity improvement is also supported by a decrease in Rct resistance from 2812 Ω to 1396 Ω. Thus, the highest current density achieved is 0.55 mA/cm2 at 1.23 V vs RHE and the highest Applied Bias Photon-to-current Efficiency (ABPE) is 0.12%. The results indicate that electrochemically reduced TNRs can enhance the performance of photoelectrochemical water splitting."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>