Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175573 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nathania Orlana Halim
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh volume penerbitan green bonds, sebagai proksi dari green finance, yang diterbitkan oleh beberapa pihak, yakni perusahaan, pemerintahan, instansi, organisasi supranasional serta non-US munis, secara signifikan mempengaruhi tingkat ecological footprint pada 25 negara di Kawasan Eropa dan 11 negara di Kawasan Asia dari tahun 2014 hingga 2022. Pengambilan periode sampel pada penelitian ini bergantung pada ketersediaan data mengenai green bonds, ecological footprint, serta energy consumption. Hasil penelitian dengan data panel balance dan metode pengolahan data OLS fixed-effect model dengan robust function menemukan bahwa penerbitan green bonds secara keseluruhan dapat mengurangi nilai ecological footprint. CBI Aligned green bonds dinilai sebagai jenis obligasi yang paling efektif dalam menurunkan ecological footprint karena “praktis” untuk emiten. Disisi lain, self-labeled green bonds tidak signifikan dalam menurunkan ecological footprint, memberikan indikasi adanya greenwashingdan signaling effect yang negatif. Corporate green bonds memaikan peranan yang lebih besar dalam pengurangan ecological footprint. Peneliti menguji robustness test dengan menggunakan emisi gas rumah kaca (GHG) sebagai pengukuran alternatif ecological footprint. Terlebih, temuan ini juga mendukung validitas teori hipotesis EKC berbentuk inverted U-shaped relationship. Penggunaan pengolahaan data dengan estimasi regresi OLS tidak dapat menjelaskan pengaruh green bonds pada ecological footprint di masing-masing negara sehingga memiliki implikasi penelitian yang terbatas.

This study aims to analyze the effect of green bonds issuance, as a proxy of green financing, issued by several parties, namely companies, governments, agencies, supernatural organizations, and non-US munis, which significantly influences the level of ecological footprint in 25 countries in the European Region and 11 countries in Asia region from 2014 to 2022. The sampling period for this study depends on the availability of data regarding green bonds, ecological footprint, and energy consumption. The results of research using panel balance data and the OLS fixed-effect model data processing method with robust functions found that the issuance of green bonds as a whole can reduce the value of the ecological footprint. CBI Aligned green bonds are considered the most effective type of bond in reducing the ecological footprint because they are "practical" for the issuer. On the other hand, self-labeled green bonds are not significant in reducing the ecological footprint, indicating the existence of greenwashing and negative signaling effects. Corporate green bonds play a greater role in reducing the ecological footprint. Researchers tested the robustness test by using greenhouse gas (GHG) emissions as an alternative measurement of ecological footprint. Moreover, these findings also support the validity of the EKC hypothesis theory in the form of an inverted U-shaped relationship. The use of data processing with OLS regression estimation cannot explain the influence of green bonds on the ecological footprint in each country so it has limited research implications."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Orlana Halim
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh volume penerbitan green bonds, sebagai proksi dari green finance, yang diterbitkan oleh beberapa pihak, yakni perusahaan, pemerintahan, instansi, organisasi supranasional serta non-US munis, secara signifikan mempengaruhi tingkat ecological footprint pada 25 negara di Kawasan Eropa dan 11 negara di Kawasan Asia dari tahun 2014 hingga 2022. Pengambilan periode sampel pada penelitian ini bergantung pada ketersediaan data mengenai green bonds, ecological footprint, serta energy consumption. Hasil penelitian dengan data panel balance dan metode pengolahan data OLS fixed-effect model dengan robust function menemukan bahwa penerbitan green bonds secara keseluruhan dapat mengurangi nilai ecological footprint. CBI Aligned green bonds dinilai sebagai jenis obligasi yang paling efektif dalam menurunkan ecological footprint karena “praktis” untuk emiten. Disisi lain, self-labeled green bonds tidak signifikan dalam menurunkan ecological footprint, memberikan indikasi adanya greenwashingdan signaling effect yang negatif. Corporate green bonds memaikan peranan yang lebih besar dalam pengurangan ecological footprint. Peneliti menguji robustness test dengan menggunakan emisi gas rumah kaca (GHG) sebagai pengukuran alternatif ecological footprint. Terlebih, temuan ini juga mendukung validitas teori hipotesis EKC berbentuk inverted U-shaped relationship. Penggunaan pengolahaan data dengan estimasi regresi OLS tidak dapat menjelaskan pengaruh green bonds pada ecological footprint di masing-masing negara sehingga memiliki implikasi penelitian yang terbatas.

This study aims to analyze the effect of green bonds issuance, as a proxy of green financing, issued by several parties, namely companies, governments, agencies, supernatural organizations, and non-US munis, which significantly influences the level of ecological footprint in 25 countries in the European Region and 11 countries in Asia region from 2014 to 2022. The sampling period for this study depends on the availability of data regarding green bonds, ecological footprint, and energy consumption. The results of research using panel balance data and the OLS fixed-effect model data processing method with robust functions found that the issuance of green bonds as a whole can reduce the value of the ecological footprint. CBI Aligned green bonds are considered the most effective type of bond in reducing the ecological footprint because they are "practical" for the issuer. On the other hand, self-labeled green bonds are not significant in reducing the ecological footprint, indicating the existence of greenwashing and negative signaling effects. Corporate green bonds play a greater role in reducing the ecological footprint. Researchers tested the robustness test by using greenhouse gas (GHG) emissions as an alternative measurement of ecological footprint. Moreover, these findings also support the validity of the EKC hypothesis theory in the form of an inverted U-shaped relationship. The use of data processing with OLS regression estimation cannot explain the influence of green bonds on the ecological footprint in each country so it has limited research implications."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Dwi Yulianto
"DKI Jakarta sebagai ibu kota sekaligus pusat perekonomian di Indonesia memiliki dampak terhadap sektor transportasi khususnya pada mobilitas pekerja di Kota dan Kabupaten Bekasi. Mobilitas pekerja komuter yang terjadi menghasilkan jejak karbon yang diemisikan setiap harinya. Penelitian ini bermaksud membandingkan jejak karbon yang dihasilkan pada periode sebelum dan selama Pandemi COVID-19. Perbandingan tersebut akan menganalisis rata-rata jejak karbon pekerja komuter, hotspot jejak karbon berdasarkan jenis kendaraan, mengegidentifikasi faktor yang mempengaruhi jejak karbon komuter, serta memberikan rekomendasi reduksi jejak karbon pekerja komuter yang dihasilkan. Metode perhitungan jejak karbon yang digunakan merupakan penyesuaian terhadap kondisi di Indonesia dari persamaan IPCC oleh World Research Institute (WRI) yang berdasarkan faktor emisi bahan bakar. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat tiga jenis pergantian kendaran oleh pekerja komuter, yakni satu, dua, tiga kendaraan. Secara keseluruhan, dihasilkan rata-rata jejak karbon pekerja komuter untuk periode sebelum dan selama Pandemi COVID-19, yakni sebesar 106,8 Kg CO2eq/Orang-Bulan dan 81,2 Kg CO2eq/Orang-Bulan atau mengalami penurunan sebesar ±24%. Berdasarkan uji korelasi yang dilakukan faktor yang paling berkorelasi terhadap jejak karbon yang dihasilkan untuk pergantian satu, dua, dan tiga kendaraan yang dinyatakan dalam koefisien korelasi (r), yakni jarak berkendara (0,621), jenis kendaraan (-0,59), dan frekuensi berkendara (0,811).

DKI Jakarta, as the Capital of Indonesia and the center of the economy, impacts the transportation sector, especially the commuting workers in the City and Regency of Bekasi. The commuting workers are known for the carbon footprint emitted daily. This study aims to contrast the carbon footprint generated by commuting workers in the period before and during the Pandemic COVID-19. The contrast to analyze the average carbon footprint of commuter workers, hotspot carbon footprint by type of vehicle, identify factors that affect commuter’s carbon footprints, and provide recommendations for reducing the carbon footprint of the commuting workers. The method quantification carbon footprint used is an adjustment to conditions in Indonesia from the IPCC equation by the World Research Institute (WRI), which is based on the fuel emission factor. This study found that there are three types of vehicles used by commuter workers that is one, two, and three vehicles. Overall, the average carbon footprint generated by commuting workers for the period before and during the Pandemic COVID-19 is 106.8 Kg CO2eq/Person-Month and 81.2 Kg CO2eq/Person-Month or decreased by ±24%. Based on the correlation test, factors that are most correlated to the carbon footprint generated for the use of one, two, and three vehicles are expressed in the correlation coefficient (r), which is driving distance (0.621), vehicle type (-0.59), and frequency of driving (0.811).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfandri Trisraditya Adhiwijaya
"Komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon sebesar 31,89% pada tahun 2030 adalah dengan pengaplikasian energi bersih dan terbarukan, seperti gas alam. Namun, gas alam yang diperoleh dari reservoir bawah tanah mengandung beberapa komponen pengotor seperti karbon dioksida. Penanganan terhadap emisi CO2 dapat dilakukan dengan penangkapan dan penyimpanan karbon dioksida (Carbon Capture and Storage) menggunakan pelarut amina. Penelitian ini mempelajari efek penggunaan jenis amina (MEA, MDEA, dan MDEA/MEA) dan variasi komposisi CO2 (5, 10, 15, dan 20%) dalam umpan gas terhadap konsumsi energi dan jejak karbon pada proses penangkapan dan transportasi CO2. Model unit pemrosesan gas amina dikembangkan menggunakan simulator Aspen HYSYS V10. Komposisi CO2 20% pada umpan gas di setiap variasi amina menunjukkan nilai konsumsi energi terendah dengan nilai berturut-turut 4,73 GJ/ton CO2, 5,27 GJ/ton CO2, dan 3,34 GJ/ton CO2. Teknologi CCS layak digunakan pada suatu gas plant dengan menggunakan MEA untuk umpan gas yang memiliki komposisi CO2 minimal 20% dan MDEA/MEA untuk umpan gas yang memiliki komposisi CO2 minimal 10% CO2 karena menghasilkan net negative emissions dengan nilai berturut-turut -1.056,20 ton CO2 dan -1.343,06 ton CO2

Indonesia's commitment to reducing carbon emissions by 31.89% by 2030 is through the application of clean and renewable energy, such as natural gas. However, natural gas obtained from underground reservoirs contains several impurity components such as carbon dioxide. Handling CO2 emissions can be done by capturing and storing carbon dioxide (Carbon Capture and Storage) using amine solvents. This research studied the effect of using amine types (MEA, MDEA, and MDEA/MEA) and variations in CO2 composition (5, 10, 15, and 20%) in gas feed on energy consumption and carbon footprint in the CO2 capture and transportation process. The amine gas processing unit model was developed using the Aspen HYSYS V10 simulator. The composition of 20% CO2 in the gas feed in each amine variation shows the lowest energy consumption values ​​with values ​​respectively 4.73 GJ/ton CO2, 5.27 GJ/ton CO2, and 3.34 GJ/ton CO2. CCS technology is suitable for use in a gas plant by using MEA for feed gas that has a CO2 composition of at least 20% and MDEA/MEA for feed gas that has a CO2 composition of at least 10% CO2 because it produces net negative emissions with a value of -1,056.20 respectively. tons of CO2 and -1,343.06 tons of CO2."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Khairunnisa
"Jejak karbon merupakan jumlah karbon atau gas emisi dari beberapa jenis kegiatan manusia dalam kurun waktu tertentu. Kegiatan commuting dari mahasiswa Universitas Indonesia yang berdomisili di Jakarta Selatan dan Bogor menjadi salah satu penyumbang jejak karbon. Studi ini dilakukan untuk menghitung jejak karbon yang dihasilkan mahasiswa Universitas Indonesia yang berdomisili di Jakarta Selatan dan Bogor, menentukan hotspot jejak karbon, menganalisis faktor yang mempengaruhi jejak karbon dan memberikan rekomendasi untuk mengurangi jejak karbon yang dihasilkan oleh mahasiswa Universitas Indonesia yang berdomisili di Jakarta Selatan dan Bogor. Perhitungan jejak karbon dilakukan dengan metode fuel- based dari World Resources Institute Indonesia dan menggunakan faktor emisi dari UK Department for Business, Energy, & Industrial Strategy. Data primer, yang mencangkup jarak tempuh, jenis kendaraan, frekuensi penggunaan kendaraan, jumlah penumpang, dan jenis bahan bakar, diperoleh dengan pengisian kuesioner online dengan target responden mahasiswa UI yang berdomisili di Jakarta Selatan dan Bogor. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, rata-rata jejak karbon yang dihasilkan oleh aktivitas commuting oleh mahasiswa komuter UI dari Jakarta Selatan dan Bogor adalah 102,352 kg CO2eq/tahun-orang dan 214,292 kg CO2eq/tahun-orang. Faktor yang mempengaruhi nilai jejak karbon tersebut adalah jarak tempuh (r=0,747), jenis kendaraan (r=-0,532) dan frekuensi penggunaan kendaraan (r=0,535). Maka, nilai ini menunjukkan jejak karbon akan meningkat jika terjadi penggunaan kendaraan tidak ramah lingkungan dan peningkatan jarak tempuh beserta frekuensi penggunaan kendaraan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang berharga terkait upaya pengurangan jejak karbon dalam sektor transportasi, yang akan bermanfaat bagi universitas, mahasiswa, dan pemerintah.

Carbon footprint is the amount of carbon or emission gases produced from various human activities within a specific timeframe. Commuting activities of University of Indonesia students residing in South Jakarta and Bogor contribute significantly to the carbon footprint. This study aims to calculate the carbon footprint generated by University of Indonesia students residing in South Jakarta and Bogor, identify carbon footprint hotspots, analyze factors influencing the carbon footprint, and provide recommendations to reduce the carbon footprint produced by these students. The carbon footprint calculation was conducted using the fuel-based method from the World Resources Institute Indonesia and emission factors from the UK Department for Business, Energy, & Industrial Strategy. Primary data, including travel distance, vehicle type, frequency of vehicle use, number of passengers, and fuel type, were obtained through an online questionnaire targeting University of Indonesia students residing in South Jakarta and Bogor. Based on the calculations, the average carbon footprint generated by commuting activities of University of Indonesia students from South Jakarta and Bogor was 102,352 kg CO2eq/person-year and 214,292 kg CO2eq/person-year. The factors influencing the carbon footprint value were travel distance (r=0.747), type of vehicles (r=-0,532) and frequency of vehicle use (r=0.535). Therefore, this value indicates that the carbon footprint will increase in the event of the use of environmentally unfriendly vehicles and an increase in travel distance and frequency of vehicle usage. This research aims to provide valuable insights into carbon footprint reduction efforts in the transportation sector, benefiting universities, students, and the government.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati Amir
"Lingkungan hidup dengan seluruh komponennya yang saling bergantung satu sama lain haruslah selalu dalam keadaan seimbang. Upaya pemenuhan kebutuhan penduduk meningkatkan pembangunan gedung dan perkerasan di seluruh penjuru kota sehingga lugs lahan yang diperuntukkan bagi hutan, jalur hijau, taman, dan jenis RTH lainnya semakin berkurang. Ketidakseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan ini tentu mengakibatkan timbulnya masalah lingkungan, seperti iklim mikro yang tidak menyenangkan, karena Iuas permukaan yang menimbulkan suhu tinggi (struktur dan perkerasan) semakln bertambah sementara luas permukaan yang menimbulkan suhu rendah (tumbuhari dan air) semakin berkurang.
Karena nilai lahan di kawasan perkotaan semakin tinggi dan tidak nyaman untuk menjadi kawasan permukiman, maka semakin banyak kawasan permukiman dibangun dl pinggir kota, contohnya Kota Taman Bintaro Jaya (KTBJ), Tangerang, Banten. Walau banyak pengembang berlomba menawarkan konsep hunian yang ramah lingkungan, kenyataannya, perencanaan RTH masih memprioritaskan aspek estetika dibandingkan aspek ekologis. Untuk mengefektifkan fungsi ekologis dari RTH, khususnya fungsi pengendalian iklim mikro (biasa dlsebut fungsi klimatologis), maka kualitas RTH ini perlu ditingkatkan karena mempertimbangkan kecukupan dari aspek luas saja tidak memadai.
Dengan demikian, dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimana kondisi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis RTH di kawasan permukiman KTBJ?
Apa tanggapan warga KTBJ terhadap RTH yang sudah ada berkaitan dengan efektivitas fungsi ekologlsnya?
Bagaimana memperbaiki kondisi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis RTH di kawasan permukiman?
Mempertimbangkan keterbatasan sumberdaya waktu, tenaga, dan Jana fungsi ekologis yang akan diteliti dibatasi pada fungsi pengendalian iklim mikro (fungsi klimatologis) karena lebih sesuai dengan permasalahan yang ada di lokasi studi.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Mengevaluasi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis RTH (seperti luas, distribusi, struktur, bentuk tajuk, kerapatan potion, dan perkerasan) dengan membandingkan terhadap literatur yang ada.
Mengetahui tanggapan warga tentang kondisi RTH di kawasan permukiman yang diteliti berkaitan dengan efektivitas fungsi ekologisnya.
Mencari konsep penataan RTH yang bisa meningkatkan efektivitas fungsi ekologis yang sesuai bagi kawasan permukiman.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pemerintah dan pengembang dalam pengelolaan RTH di kawasan permukiman.
Penelitian ini adalah penelitian penilaian yang bertujuan untuk menilai suatu program, dalam hal ini adalah program pembangunan RTH di kawasan permukiman. Obyek yang akan dinilai RTH di kawasan permukiman balk secara keseluruhan maupun beberapa jenis RTH secara individu. Varlabel penelitian ini adalah faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis, khususnya fungsi klimatologis, yaitu Iuas, distribusi, struktur, bentuk tajuk, kerapatan pohon dan perkerasan. Penilaian akan mengacu pada kriteria penliaian yang dibuat berdasarkan literatur.
Lokasi penelitian adalah kawasan permukiman terencana yang akan berkembang menjadi permukiman berskala besar, yaitu Kota Taman 8intaro Jaya. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti jurnal, buku teks, laporan seminar, lembaga terkait, maupun data dart pengelola. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan lapangan dan wawancara (wawancara intensif dengan pihak pengelola kawasan permukiman, serta tenaga ahli yang berkaitan dengan studi dan wawancara dengan warga yang dipandu dengan daftar pertanyaan).
Evaluasi terhadap Iuas dan distribusi RTH dilakukan dengan menggunakan data citra satelit terhadap kawasan permukiman secara keseluruhan. Luas penutupan vegetasi di kawasan permukiman ini dominasi oleh pohon-pohon dan rumput. Areal berpohon lebih kurang 11,5% sedangkan rumput/semak lebih kurang 93% dan nilainya termasuk kategori sedang. Karena jumlah areal berpohon tersebut hanya 38 % dari Iuas minima! yang disarankan, maka daerah berpohon masih perlu ditambah. RTH jugs belum terdistribusi dengan baik. Penutupan tajuk pohon hanya dominan di sektor terbaru, yaitu sektor 9 di sektor lain, penutupan pohon hanya tampak di sepanjang saluran air sehingga nilai variabel ini termasuk rendah. Evaluasi terhadap faktor lain dilakukan melalui pengamatan pada beberapa jenis RTH yang dikelompokkan menjadi dua bentuk, yaitu bentuk jalur (jalur hijau jalan utama, jalur hijau jalan lingkungan, dan jalur hijau tepian air) dan bentuk zonal (taman kingkungan dan taman kota). Struktur sebagian besar RTH termasuk kategori sedang (strata 3). bentuk tajuk sebagian besar RTH termasuk kategorl sedang. Kerapatan pohon rata-rata RTH termasuk sedang. Satu-satunya faktor penentu yang nilainya tinggi adalah perkerasan pada area! RTH, yaitu kurang dari 10% untuk RTH berbentuk Jalur dan kurang dad 30% untuk RTH berbentuk zonal.
Evaluasi terhadap tanggapan warga menunjukkan bahwa hampir semua responden memilih tinggal di KTBj karena mengidamkan daerah hunian yang nyaman. Diantara responden yang diwawancarai, hanya sebagian kecil yang menyadari bahwa RTH bisa berfungsi sebagai pengendali iklim mikro, mereka lebih mempersepsikan RTH sebagai peneduh Baja. Namun, persepsi yang cukup balk tentang fungsi ekologis lain tampaknya cukup untuk membuat warga menyadari pentingnya RTH untuk menjamin keberlanjutan sebuah kawasan permukiman.
Hampir semua responden lebih menyukai jalan lingkungan yang diteduhi oleh pohon rindang daripada yang tidak diteduhi pohon, sementara preferensi untuk taman lingkungan hampir sama. Pemanfaatan jalur hijau jalan Iingkungan masih terbatas pada pagi dan sore harl, sementara berjalan kaki di jalan utama terbatas hanya untuk aktivitas sehari-hari pada beberapa responden. Kunjungan ke taman lingkungan masih terbatas pada aktivitas anak-anak balita, sedangkan taman kota yang selalu ramai pada had libur masih jarang dikunjungi oleh responden.
Semua responden menyadari pentingnya keterlibatan warga di dalam keberhasllan program penghijauan di kawasan permukiman namun hanya sebagian kecil yang benar-benar mau terlibat secara aktif. Sebagian menganggap hal itu sebaiknya dilakukan secara terkoordinir melalui RT misalnya. Secara umum seluruh responden juga menganggap perlu perbaikan di sana sini agar motto kawasan permukiman ini sesuai dengan kenyataannya.
Kondisi faktor-faktor penentu fungsi ekologis yang perlu dilakukan karena fungsi pengendalian iklim mikro yang tidak efektif bisa menimbulkan masalah Iingkungan yang lain sehingga perbaikan perlu segera dilakukan diantaranya dari aspek fisik maupun sosial.
Sintesis aspek fisik antara lain dengan pembangunan taman hutan, membangun sistem jaring RTH: perbaikan struktur, bentuk tajuk, dan kerapatan pohon, serta mernbuat zonasi pada ruang RTH berbentuk zonal, terutama taman kota.
Sintesis aspek sosial meliputi peningkatan peranserta masyarakat serta kampanye penghijauan yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kesimpulan penelitian ini adalah:
Evaluasi faktor-faktor penentu efektivitas fungsi ekologis, dalam hal Ini fungsi klimatologis, pada RTH di kawasan permukiman menunjukkan bahwa luas termasuk kategori sedang, distribusi termasuk kategorl rendah, struktur termasuk kategori sedang, bentuk tajuk termasuk kategorl sedang, kerapatan palm termasuk kategori sedang, dan perkerasan termasuk kategori tinggi.
Evaluasi terhadap masalah warga menunjukkan bahwa kondisi RTH saat ini masih belum sesuai dengan motto "Hidup Ivyaman di Alam Segar' sehingga diperlukan banyak perbaikan dari segi kuantitas dan kualitas.
Peningkatan efektivitas fungsi ekoiogis RTH, dalarn hat ini fungsi klimatologis, dapat dilakukan dengan perbaikan secara fisik dengan meningkatkan kualitas RTH yang ada maupun dari aspek sosial untuk menjamin keberlangsungan perhatian warga terhadap keberhasilan program penghijauan yang dijalankan.

Environment, which it's components are depending on each other, must always be in a dynamic balance. Efforts to meet citizens needs have caused increasing development of structures dan pavements all around the cities so that woodlands, greenbelts, parks, street trees, and any kind of green open space have been decreasing. Disturbance to the balance can cause environmental problems, such as, mlcroclimatic problems due to the domain of high surface temperature (structures and pavements) is getting wider and the contrary, the domain of low surface temperature (plants and water) is getting less.
Since the price of land in cities is extremely expensive and on the other hand, comfortable is decreasing gradually, many new planned communities built In the hinterland, for example Kota Taman Bintaro Jaya (KTBJ), Tangerang, Banten. Although the developers compete to create ecological sound communities, the fact is, aesthetical aspect in green open space planning still has priority over ecological aspect. To activate the ecological functions of green open space, especially climatological functions, we have to enhance It's quality because the consideration of land size alone seems not enough.
Therefore, the problem statements are as follows: What is the condition of determinant factors of green open space ecological function effectiveness in KTBJ?
What is the inhabitants' comments about the current condition of green open space regarding their ecological function effectiveness?
How to improve the condition of determinant factors of greenspaces ecological function effectiveness in KTBJ?
Considering the limitation of resources, the evaluation of ecological functions is focused only on climatological functions which are more suitable with environmental issues in study area.
The aims of this study are: To evaluate the determinant factors of green open space ecological function effectiveness, such as area, distribution, structure, crown form, tree density, and pavement, by comparing them to the literature available.
To find out the inhabitant comments about the current condition of green open space regarding their ecological function effectiveness.
To look for suitable green open space planning concept to improve the effectiveness of ecological functions in KTBJ.
The results are expected to be useful for the consideration in green open space planning and development in planned communities.
This is an evaluation research with the objective is to evaluate the green open space development program in a settlement area. The objects evaluated are the community green open space in a total area and some kinds of green open space individually. The variables are determinant factors of green open space ecological functions effectiveness, especially, climatological functions, such as area, distribution, structure, canopy form, trees density and pavement. Evaluation will be based on conditions recommended by previous researches.
The study area was a planned community which growing into big scale community, Kota Taman Bintaro Jaya, Tangerang, Banten. Secondary data were collected from many sources, such as journals, text books, seminar proceedings, proper institution, etc. Primary data were collected from field observation and interviews (deep interview with the developers and professionals; structured interview with the inhabitants).
Evaluation on area and distribution of green open space was conducted by using the remote sensing visual data. Vegetation coverage is classified into two classes, trees and lawn/shrubs. Trees occupied the scene as much as 11,5%, white lawn/shrub occupied only 9,3%. Since tree coverage was only 38% from minimum percentage recommended, than it needs to be broadened. The green open space are not well distributed. The largest trees area was located only in newest sector (IX Sector). In other sectors, trees coverage appeared only along the water bodies.
Evaluation on other key factors were conducted by observing some kinds of green open space grouped into two forms. They were line (street trees in main and neighborhood streets, and stream corridors) and zonal (neighborhood and community parks). The structure in most of the green open space was medium level (consists of three-layered vegetation: lawn, shrubs and trees). The crown form was medium level. The trees density also was medium level. The pavement was high level (less than 10% for line and less than 30% for zonal) . Evaluation on inhabitants aspect showed that almost all of the inhabitants chose to live in this community to have a comfortable living. The motto "Comfortable Living in a Fresh Nature" itself, effected more to their expectation for a better quality of the green open space. Only some of the respondents aware that green open space have microclimatic functions, they percepted it only as shading. They know about other green open space ecological functions such as erosion controller, oxygen producers, Those perceptions seemed enough to build their awareness about the importance of
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T548
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mostafavi, Mohsen
Switzerland: Lars Muller Publishers, 2010/2011
307.76 ECO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Putra Pardamean Mbarep
"Ruang terbuka hijau memiliki fungsi ekologi sebagai daerah resapan air dan sumber kenyamanan termal, dan akan optimal jika memiliki luasan lahan bervegetasi sebesar 80-90 %. Ruang terbuka hijau Kalijodo memiliki komposisi luasan lahan bervegetasi sebesar 48 %. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, menggunakan metode campuran untuk menganalisis fungsi ruang terbuka hijau Kalijodo sebagai daerah resapan air dan sumber kenyamanan termal. Hasil penelitian terkait kemampuan penyerapan air menunjukkan nilai sebesar 44,98 %, dan belum memenuhi kriteria penyerapan air ideal suatu taman kota, yaitu sebesar 75-95 %. Hasil penelitian terkait nilai indeks kenyamanan termal (THI) menunjukkan nilai sebesar 30,75, dan nilai ini termasuk dalam kategori sangat tidak nyaman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ruang terbuka hijau Kalijodo tidak menjalankan fungsinya sebagai daerah resapan air dan sumber kenyamanan termal.

Green open space has an ecological function as a water catchment area and a source of thermal comfort, and will be optimal if it has a vegetated area of 80-90 %. Kalijodo green open space has a 48 % composition of vegetated land area. This research was conducted with a quantitative approach, using a mixed method to analyze the function of the Kalijodo green open space as a water catchment area and a source of thermal comfort. The results of the research related to the water absorption capacity showed a value of 44,98 %, and it did not meet the ideal water absorption criteria for a city park, which was 75-95 %. The results of the research related to the value of the thermal humidity index (THI) showed a value of 30,75, and this value was included in the very uncomfortable category. This results indicated that the Kalijodo green open space does not function as a water catchment area and a source of thermal comfort."
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Uiniversitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian Helmi
"Pengelolaan sumberdaya pesisir di Indonesia dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan dihadapkan pada kondisi
yang bersifat mendua. Kondisi pertama, ada banyak kawasan yang belum tersentuh sama sekali oleh aktivitas
pembangunan, namun pada kondisi lainnya terdapat beberapa kawasan pesisir yang telah dimanfaatkan dengan massif.
Akibatnya, terlihat indikasi telah terlampauinya daya dukung atau kapasitas berkelanjutan dari ekosistem pesisir dan
lautan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh perubahan ekologis terhadap kehidupan nelayan dan strategi
adaptasi yang dilakukan nelayan dalam menghadapi perubahan ekologis di kawasan pesisir Desa Pulau Panjang,
Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa
perubahan ekologis di kawasan ini diakibatkan oleh berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir yang cenderung
eksploitatif. Bentuk perubahan ekologis dilihat dari kerusakan mangrove dan terumbu karang. Strategi adaptasi yang
diterapkan oleh rumah tangga nelayan berbeda-beda dan tidak hanya terbatas pada satu jenis adaptasi saja. Rumah
tangga nelayan mengkombinasikan berbagai macam pilihan adaptasi sesuai sumberdaya yang dimilikinya. Berdasarkan
hasil observasi di lokasi penelitian, pilihan-pilihan adaptasi yang dilakukan oleh nelayan antara lain: menganekaragamkan
sumber pendapatan, memanfaatkan hubungan sosial, memobilisasi anggota rumah tangga, melakukan
penganekaragaman alat tangkap, dan melakukan perubahan daerah penangkapan serta melakukan strategi lainnya, yakni
berupa penebangan hutan mangrove sacara ilegal dan mengandalkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak.
There is ambiguity on conducting sustainable development in coastal area. In fact, there are still virgin coastal areas, while
some coastal areas have been exploited intensively across their carrying capacities. Beside environmental conservation
efforts, some adaptation strategies for the fishermen to free the changes coastal areas are needed. The result of case
study in Panjang Island, South Kalimantan shows that ecological changes were caused by land degradation of mangrove’s
areas. The development of mangrove’s areas are the coal ports and shrimp ponds have changed their function as natural
resource, especially as natural resource of community’s livelihood. Pulau Panjang is only approximately 5 Ha, but there
are at least 7 coal ports arround its coastal area. Consequently, the fishermen have lost their fish stock and their
livelihood. In response to the ecological changes, adaptation may play important role. The community should be able to
respond the direct and indirect effects of the changes. In deed, the fishermen in Panjang Island have their own
adaptation strategies that devide into economic strategy, political strategy and social strategy. The fishermen try to
colaborate their sources of income, take the benefit of social connection and exploitate their other natural resource."
Institut Pertanian Bogor. Fakultas Ekologi Manusia, 2012
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Masruri Irsal
"Jakarta sebagai kota metropolitan memiliki kompleksitas permasalahan perkotaan salah satunya adalah bentuk kota yang tersebar dan mengakibatkan ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan bermotor. Kawasan transit oriented development (TOD) merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan meningkatkan kepadatan dan aksesibilitas antar destinasi serta mengintegrasikan moda transportasi umum. Artikel ini bertujuan untuk memprediksi kepadatan hunian yang belum dioptimalkan oleh pembangunan vertikal untuk mengoptimalkan pemanfaatan ruang di kawasan TOD Dukuh Atas melalui analisis spasial. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif melalui metode Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menganalisis kesesuaian lahan melalui teknik overlay, menghitung daya dukung lingkungan pada kawasan pemukiman, menganalisis indeks kepadatan bangunan menggunakan metode Normalized Difference Built-up Index (NDBI), dan mengekstraksi area padat dengan melapiskan data Floor Area Ratio (FAR). Berdasarkan hasil analisis kesesuaian, ditemukan adanya kawasan yang tidak sesuai sekitar 16,33% dari total luas kawasan TOD Dukuh Atas, terutama di bagian barat. Hasil perhitungan daya dukung lingkungan menunjukkan bahwa kawasan TOD Dukuh Atas masih dapat menampung 2,05 kali lipat dari jumlah penduduk saat ini. Untuk mengoptimalkannya kembali, dibuat alokasi area kepadatan hunian sesuai dengan FAR dalam Rencana Detail Tata Ruang Jakarta sehingga jumlah lantai maksimum dapat dicapai. Hasil perhitungan tersebut dapat menghasilkan prediksi kebutuhan hunian yang lebih detail dan konsisten dengan kondisi kawasan TOD di Dukuh Atas.

Jakarta, as a metropolitan city, has a complexity of urban problems, one of which is the shape of the city, which is spread out and results in people’s dependence on motorized vehicles. Transit-oriented development (TOD) areas are one alternative to solving these problems by increasing density and accessibility between destinations and integrating modes of public transportation. This article aims to predict the occupancy density that has not been optimized by vertical development to optimize the use of space in the Dukuh Atas TOD area through spatial analysis. This study uses quantitative analysis through the Geographic Information System (GIS) method by analyzing land suitability through overlay techniques, calculating environmental carrying capacity in residential areas, analyzing building density index using the Normalized Difference Built-up Index (NDBI) method, and extracting dense areas by superimposing on Floor Area Ratio (FAR) data. Based on the results of the conformity analysis, it was found that there were areas that were not suitable for approximately 16.33% of the total area of the Dukuh Atas TOD area, especially in the western part. The calculation of environmental carrying capacity results shows that the TOD area of Dukuh Atas can still accommodate 2.05 times the current population. To re-optimize it, an allocation of residential density area is generated following the FAR in Jakarta’s Detailed Spatial Plan so that the maximum number of floors can be achieved. The results of these calculations can produce predictions of residential needs that are more detailed and consistent with the conditions of the TOD area in Dukuh Atas."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>