Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215058 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mayangsari Kesuma
"Tulisan ini menganalisis bagaimana penerapan tanggung gugat rumah sakit terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh dokter yang melakukan tindakan malpraktik. Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi bagaimana ketentuan hukum perdata menilai malpraktik kedokteran sebagai Perbuatan Melawan Hukum, bagaimana penerapan tanggung gugat rumah sakit atas malpraktik kedokteran, dan bagaimana hukum memberikan perlindungan terhadap pasien atas terjadinya sengketa medis pada putusan Nomor 484/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel, 66/PDT/2016/PT.DKI, 1001 K/Pdt/2017 dan putusan Nomor 11/Pdt.G/2019/PN.SGT?. Penulisan ini akan menggunakan metode yuridis-normatif atau penelitian doktrinal, sehingga penulis akan melaksanakan penelusuran literatur serta studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beberapa teori yang menilai bagaimana rumah sakit bertanggung jawab atas kelalaian medis dokter seperti doktrin vicarious liability, teori central responsibility, teori ostensible agency, dan teori corporate liability.

This paper analyzes how the hospital is liable for losses incurred by doctors who commit malpractice. The formulation of the problems that will be discussed in this study include how the provisions of civil law assess medical malpractice as a tort, how the implementation of hospital liability for medical malpractice, and how the law provides protection to patients for medical malpractice in Decision Number 484/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel, 66/PDT/2016/PT.DKI, 1001 K/Pdt/2017 and Decision Number 11/Pdt.G/2019/PN.SGT. This paper will use the juridical-normative method or doctrinal research. This writing will use the juridical-normative method or doctrinal research, so that the author will carry out literature searches and literature studies. The results show that there are several theories that assess how hospitals are responsible for doctors' medical negligence such as the doctrine of vicarious liability, central responsibility theory, ostensible agency theory, and corporate liability theory.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilson Matthew Jogi Lincoln
"Pelayanan kesehatan secara hukum memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas kehidupan yang sehat. Idealnya, hal ini dilakukan oleh dokter dengan memberikan tindakan yang didasarkan sesuai diagnosa yang dilakukan. Ada kalanya dokter melakukan tindakan medis dengan kelalaian ataupun kesalahan sehingga menyebabkan kerugian bagi pasien yang ditanganinya, baik berupa materiil maupun immateriil. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis doktriner dengan membandingkan ketentuan ganti rugi keperdataan dalam hal malapraktik kedokteran di Indonesia dan di Spanyol dengan membandingkan berbagai ketentuan seperti Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Kesehatan, Kode Etik Kedokteran Indonesia, Kode Perdata Spanyol, Undang-undang Sektor Publik Spanyol, Undang-undang Kedokteran Spanyol, Kode Deontologis Medis Spanyol, serta peraturan perundang-undangan lainnya. Melalui penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa ketentuan hukum Indonesia mengenai ganti rugi perdata dalam hal malapraktek kedokteran perlu untuk dispesifikasi lagi, yaitu dalam hal perluasan ruang lingkup ganti rugi yang tidak hanya terbatas pada kerugian langsung, serta dalam hal kewajiban dokter untuk memiliki jaminan keuangan untuk menjamin dikompensasikannya kerugian yang dialami pasien sebagai akibat dari tindakan dokter yang lalai maupun tidak sesuai kode etik.

Health care legally aims to fulfil people's need for a healthy life. Ideally, this is done by doctors by providing actions that are based on the diagnosis made. There are times when doctors perform medical actions with negligence or errors that cause harm to the patients they handle, both in the form of material and immaterial. This research is written using the doctrinaire juridical method by comparing the provisions of civil compensation in the event of medical malpractice in Indonesia and Spain by comparing various provisions such as the Civil Code, Health Law, Indonesian Medical Code of Ethics, Spanish Civil Code, Spanish Public Sector Law, Spanish Medical Law, Spanish Medical Deontological Code, as well as other laws and regulations. Through this research, it can be concluded that the Indonesian legal provisions regarding civil compensation in the event of medical malpractice need to be further specified, namely in terms of expanding the scope of compensation that is not only limited to direct losses, as well as in terms of the doctor's obligation to have financial guarantees to ensure compensation for losses suffered by patients as a result of the doctor's negligent actions or not in accordance with the code of ethics."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Dessy Puspitasari
"

Skripsi ini membahas mengenai pertanggungjawaban subyek hukum atas perbuatan melawan hukum di bidang lingkungan hidup yang dilakukan subyek hukum yang berada dalam pengawasannya. Perbuatan melawan hukum dalam hukum lingkungan di Indonesia dapat dikenakan pertanggungjawaban ketat (strict liability) dalam kondisi tertentu. Selain itu, pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum juga dapat dibebankan kepada subyek hukum atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan subyek hukum yang berada dalam pengawasannya berdasarkan konsep tanggung gugat (vicarious liability). Fokus permasalahan dalam skripsi ini adalah kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan subyek hukum bertanggungjawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan subyek hukum yang berada dalam pengawasannya dan penerapan strict liability dalam hukum lingkungan di Indonesia. Penelitian ini bersifat yuridis normatif, menggunakan alat pengumpulan data studi dokumen. Dalam pengolahan data digunakan metode kualitatif yang menghasilkan peknelitian yang bersifat deskriptif analitis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kondisi-ondisi dimana tanggung gugat dapat dibebankan kepada subyek hukum yang melakukan pengawasan dan terdapat kondisi-kondisi dimana tanggung gugat tidak dapat dibebankan kepada subyek hukum yang melakukan pengawasan.


This thesis discusses the liability for unlawful act of legal subject under supervision in enviromental law. According to enviromental law in Indonesia, unlawful act may be subject to strict liability concept under certain conditions. Moreover, the liability for unlawful act may be charged to legal subject for unlawful act of legal subject under their supervision based on vicarious liability concept. The problem focus of this thesis is the certain conditions that can cause legal subject being responsible for unlawful act of legal subject under supervision and the application of strict liability concept in enviromental law in Indonesia.

This research is normative, use the data collection tool document study. In the data processing used qualitative methods which produce descriptive analytical study. The research results indicate that vicarious liability concept may be subject to legal subject for unlawful act of legal subject under their supervision in a certain conditions.

"
Universitas Indonesia, 2014
S56829
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kiki Tanlim
"Perkembangan ekonomi global sejak awal tidak terlepas dari kemajuan negara, yang ditandai dengan hubungan erat antara pemerintah dan negara lain. Kejahatan ekonomi, yang diakui di Indonesia sejak Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955, masuk dalam ranah hukum pidana ekonomi. Kejahatan ini meliputi berbagai jenis seperti penipuan, korupsi, pencucian uang, yang sering dikenal sebagai kejahatan kerah putih. Pada umumnya, kejahatan ini melibatkan sebuah korporasi atau perusahaan, dimana upaya penegakan hukum yang dilakukan menjadi lebih kompleks dibandingkan dengan kejahatan individual. Oleh sebab itu, perlu suatu penanganan yang efektif oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri, yang terdiri dari beberapa subdirektorat yang menangani berbagai aspek ekonomi. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan adalah penerapan konsep Vicarious Liability dalam rangka menentukan tanggung jawab perusahaan atas tindakan pidana yang dilakukan oleh karyawannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode hukum empiris-normatif untuk memahami dan menganalisis fenomena hukum secara holistik. Wawancara difokuskan pada pandangan dan kompetensi penyidik dalam menerapkan Tanggung Jawab Pihak Ketiga sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023. Sumber data meliputi data primer dari wawancara lapangan dan data sekunder dari penelitian kepustakaan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tantangan utama bagi kompetensi penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri dalam menerapkan Konsep Vicarious Liability dalam penyidikan tindak pidana ekonomi terletak pada kurangnya pelatihan khusus bagi penyidik. Meskipun beberapa penyidik Dittipideksus telah mengikuti pelatihan lanjutan, hanya sedikit yang mendapat fokus pelatihan khusus pada penyidikan terhadap tindak pidana ekonomi. Melalui langkah-langkah konkret seperti program pelatihan khusus, refreshment rutin, forum diskusi, evaluasi mingguan, dan sertifikasi, kompetensi penyidik Dittipideksus dapat ditingkatkan sehingga dapat menerapkan konsep Vicarious Liability dengan lebih efektif. Selanjutnya, penelitian ini menemukan bahwa dibutuhkan pengimplementasian SOP Penyidikan Tindak Ekonomi yang jelas, sistematis, dan memenuhi kriteria seperti identifikasi yang akurat, informasi spesifik, pelatihan efektif, pemahaman risiko, serta kerangka kerja dokumentasi menjadi krusial bagi Penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri untuk memastikan penegakan hukum yang adil dan efektif terhadap tindak pidana ekonomi.

Since its inception, global economic development has been inseparable from the progress of the country, which is characterized by close relations between the government and other countries. Economic crimes, which have been recognized in Indonesia since Emergency Law Number 7 of 1955, fall within the realm of economic criminal law. These crimes include various types such as fraud, corruption, money laundering, which are often known as white collar crimes. In general, this crime involves a corporation or company, where law enforcement efforts are more complex than individual crimes. Therefore, effective handling is needed by the Directorate of Special Economic Crimes (Dittipideksus) Bareskrim Polri, which consists of several sub-directorates that handle various economic aspects. One intervention that can be carried out is the application of the Vicarious Liability concept in order to determine the company's responsibility for criminal acts committed by its employees. This research uses a qualitative approach and empirical-normative legal methods to understand and analyze legal phenomena holistically. The interviews focused on the views and competencies of investigators in implementing Third Party Responsibilities in accordance with Law Number 1 of 2023. Data sources include primary data from field interviews and secondary data from legal literature research. The research results show that the main challenge for the competence of Dittipideksus Bareskrim Polri investigators in applying the Vicarious Liability Concept in investigating economic crimes lies in the lack of special training for investigators. Although several Dittipideksus investigators have received advanced training, only a few have received special training focused on investigating economic crimes. Through concrete steps such as special training programs, regular refreshments, discussion forums, weekly evaluations, and certification, the competence of Dittipideksus investigators can be improved so that they can apply the concept of Vicarious Liability more effectively. Furthermore, this research found that it is necessary to implement SOPs for Economic Crime Investigations that are clear, systematic, and meet criteria such as accurate identification, specific information, effective training, understanding risks, and documentation frameworks which are crucial for Dittipideksus Bareskrim Polri investigators to ensure proper law enforcement. fair and effective against economic crimes."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juanita Tiffany Putri
"Penulisan tesis ini dilatarbelakangi oleh adanya pertanggungjawaban pengganti atau dikenal dengan vicarious liability, yang diangkat dari kasus PT. Antam melawan Budi Said. Dalam kasus tersebut, meskipun perbuatan melawan hukum dilakukan oleh karyawan dari PT. Antam, namun PT. Antam tetap diharuskan untuk mengganti kerugian yang telah diderita oleh Budi Said. Bentuk penggantian tanggung jawab ini diterapkan kepada PT. Antam sebagai penjelmaan dari pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penulisan ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kasus dari Putusan tingkat pertama, banding, kasasi, dan PK dari PT. Antam melawan Budi Said yang dianalisis dengan menggunakan teori kepastian hukum dan konsep vicarious liability. Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa adanya disparitas antar putusan hakim dikarenakan belum diaturnya terkait dengan bentuk pembatasan dari vicarious liability. Bahwa penerapan doktrin vicarious liability dalam pasal 1367 ayat (3) agar dapat mewujudkan kepastian hukum, seharusnya perlu dibatasi dengan pula memberikan bentuk - bentuk spesifik sebagai syarat dari pemenuhan pembatasan atas pertanggungjawaban pengganti sebagaimana tertuang dalam pasal 1367 ayat (5). Kekalahan PT.Antam dalam putusan MA No 554 PK/Pdt/2023 tidak menutup kemungkinan dilakukan upaya hukum kembali. Dimana sesuai dengan SEMA No 4 Tahun 2016, maka PT. Antam dapat melakukan upaya hukum kembali berupa peninjauan kembali kedua dengan syarat melampirkan putusan yang saling bertentangan.

The background to writing this thesis is the existence of vicarious liability, which is based on the case of PT. Antam against Budi Said. In this case, even though the unlawful act was committed by an employee of PT. Antam, but PT. Antam is still required to compensate for the losses suffered by Budi Said. This form of replacement of responsibility is applied to PT. Antam is an incarnation of article 1367 of the Civil Code. This writing uses a type of normative juridical research with a case approach from first level decisions, appeals, cassation, and PK from PT. Antam against Budi Said which was analyzed using the theory of legal certainty and the concept of vicarious liability. From the results of this research, it can be seen that there is disparity between judges' decisions because there is no regulation regarding the form of limitation of vicarious liability. That the application of the vicarious liability doctrine in article 1367 paragraph (3) in order to realize legal certainty, should need to be limited by also providing specific forms as a condition for fulfilling the limitations on vicarious liability as stated in article 1367 paragraph (5). PT Antam's defeat in Supreme Court decision No. 554 PK/Pdt/2023 does not rule out the possibility of taking legal action again. Where in accordance with SEMA No. 4 of 2016, PT. Antam can take legal action again in the form of judicial review II with the condition of attaching a conflicting decision."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Putri Safira
"Tulisan ini menganalisis bagaimana prinsip Vicarious Liability majikan terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh karyawan franchise perlu diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia demi menjamin kepastian hukum dan keadilan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktriner dengan pendekatan terhadap putusan-putusan pengadilan di Amerika Serikat. Vicarious liability merupakan asas yang memungkinkan seseorang bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain atau benda di bawah pengawasannya. Meskipun vicarious liability telah diakui dalam Pasal 1367 KUHPerdata, hingga saat ini belum ada pengaturan atau putusan hukum yang secara eksplisit mengatur tanggung jawab franchisor dalam perjanjian franchise di Indonesia. Fokus pengaturan di Indonesia saat ini hanyalah berdasar pada perjanjian kerja saja. Sebaliknya, di Amerika Serikat, vicarious liability majikan pada bisnis franchise telah dikenal luas, dengan banyak putusan pengadilan yang menetapkan bahwa franchisor maupun franchisee dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan karyawan franchisee apabila terbukti memiliki kontrol signifikan terhadap operasi franchisee. Pendekatan ini memberikan perlindungan hukum yang lebih luas dengan mempertimbangkan hubungan antara franchisor dan franchisee, terutama jika franchisor memiliki pengaruh besar terhadap manajemen operasional franchisee. Untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan di Indonesia, perlu adanya pengaturan mengenai tanggung jawab franchisor atas tindakan karyawan franchisee, khususnya dalam situasi di mana franchisor memiliki kontrol signifikan terhadap aspek operasional franchisee. Pengaturan ini dapat mencakup batasan dan kriteria yang jelas terkait pengaruh franchisor, sehingga tanggung jawab hukum tidak hanya bergantung pada perjanjian kerja antara franchisee dan karyawan, tetapi juga mencakup hubungan hukum antara franchisor dan franchisee.

This paper analyzes how the principle of Vicarious Liability of employers for unlawful acts committed by franchise employees needs to be regulated in Indonesian laws and regulations in order to ensure legal certainty and justice. This study uses a doctrinal research method with an approach to court decisions in the United States. The concept of vicarious liability is a principle that allows someone to be responsible for unlawful acts committed by another person or object under his/her supervision. Although vicarious liability has been recognized in Article 1367 of the Civil Code, to date there has been no regulation or legal decision that explicitly regulates the responsibility of franchisors in franchise agreements in Indonesia. The focus of regulation in Indonesia is currently only based on employment agreements. In contrast, in the United States, the concept of vicarious liability in the franchise business is widely known, with many court decisions establishing that both franchisors and franchisees can be held liable for the actions of franchisee employees if they are proven to have significant control over the franchisee's operations. This approach provides broader legal protection by considering the relationship between the franchisor and franchisee, especially if the franchisor has a significant influence on the franchisee's operational management. To ensure legal certainty and justice in Indonesia, there needs to be a regulation regarding the franchisor's liability for the actions of franchisee employees, especially in situations where the franchisor has significant control over the operational aspects of the franchisee. This regulation can include clear limitations and criteria regarding the franchisor's influence, so that legal liability does not only depend on the employment agreement between the franchisee and the employee, but also includes the legal relationship between the franchisor and the franchisee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menganalisis tanggung jawab hukum dokter dalam kasus malpraktek medis, serta dampaknya terhadap pasien dan sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Malpraktek medis didefinisikan sebagai tindakan kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh dokter yang menyebabkan kerugian bagi pasien. Penulis mengkaji ketentuan hukum yang relevan, termasuk Pasal 1365 dan 1366 KUH Perdata serta Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menegaskan bahwa dokter bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang timbul akibat tindakan mereka. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, di mana penulis melakukan analisis terhadap regulasi dan praktik hukum terkait malpraktek medis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien memiliki hak untuk menggugat dokter jika terbukti terjadi kelalaian dalam pelayanan medis. Selain itu, prosedur penyelesaian hukum harus melibatkan pendapat dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman mengenai tanggung jawab hukum dokter dan perlindungan hak pasien dalam konteks pelayanan kesehatan di Indonesia. Penelitian ini juga membahas pentingnya peningkatan kesadaran akan standar pelayanan medis dan perlunya edukasi bagi dokter mengenai aspek hukum dalam praktik kedokteran. 

This research aims to explore and analyze the legal responsibility of doctors in cases of medical malpractice and its impact on patients and the applicable legal system in Indonesia. Medical malpractice is defined as acts of negligence or error committed by doctors that result in harm to patients. The author examines relevant legal provisions, including Articles 1365 and 1366 of the Indonesian Civil Code, as well as Article 58 of Law No. 36 of 2009 on Health, which emphasizes that doctors are responsible for compensating damages arising from their actions. The research employs a normative juridical method with a legislative approach, where the author analyzes regulations and legal practices related to medical malpractice. The findings indicate that patients have the right to sue doctors if negligence in medical services is proven. Additionally, the legal resolution process should involve opinions from the Indonesian Medical Disciplinary Honorary Council, in accordance with applicable regulations. This study is expected to make a significant contribution to understanding the legal responsibilities of doctors and protecting patient rights within the context of healthcare services in Indonesia. The research also discusses the importance of raising awareness about medical service standards and the need for education for doctors regarding legal aspects in medical practice.  "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurnilasari Tri Putri
"Berbeda dengan profesi lain, dokter dalam upaya menyembuhkan, mengurangi penderitaan, memperkecil komplikasi buruk dari suatu penyakit, atau menunda kematian seorang pasien, selalu bersinggungan dengan risiko kerugian fisik seperti rasa sakit atau bahkan sampai ke risiko kematian pasien. Sebagai dampak peningkatan wawasan masyarakat dalam hal kebutuhan perlindungan hukum, masyarakat awam menganggap kerugian yang dialami pasien pasca pemberian tindakan medis adalah malpraktek kemudian mengajukan tuntutan ke kepolisian. Di satu sisi, masyarakat melupakan bahwa seorang dokter tidak bisa menjanjikan kesembuhan kepada pasien.
Malpraktek adalah perbuatan medis yang menyimpang dari standar prosedur operasional. Persoalan utama dalam kasus/tuduhan malpraktek adalah bagaimana membuktikan bahwa perbuatan medis tersebut menyimpang dari standarnya. Terlebih lagi, dokter tidak dapat dipersalahkan sekalipun tindakan medisnya mengakibatkan kematian pasien jika tidak melanggar standar tersebut.
Metodologi penulisan yang digunakan dalam penyelesaian tesis ini adalah deskriptif analitis kualitatif yaitu dengan cara melakukan analisis terhadap data-data lapangan dan kemudian dielaborasi dengan pendapat para pihak terkait (dokter, jaksa, kepolisian) dan hasil tinjauan pustaka untuk mendapatkan pemecahannya.
Dari penelitian diketahui, tidak semua standar prosedur operasional dalam bentuk tertulis. Padahal untuk membuktikan tuduhan malpraktek diperlukan standar prosedur tertulis yang dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan dalam tindakan medis yang diberikan sehingga dapat menjatuhkan sanksi yang tepat dalam proses pertanggungjawaban hukumnya. Oleh karena itu untuk mengantisipasi agar tidak terjadi tindakan malpraktek, setiap dokter harus memiliki standar prosedur operasional tertulis untuk semua bidang spesialisasi dan alat hukum harus memiliki kompetensi untuk memahami kaidah-kaidah atau prosedur yang berlaku di bidang kedokteran.

Differ from other profession, a doctor during performing an act or service to their patients Is considered to face the possibility to cause injury or even death to the patient. On the other hand, as well as the necessity of being protected from lawsuit is increasing, commonly that injuries will be called as medical malpractice and will be proceeded to the criminal trial. Whilst, people usually forget that doctor cannot promise any protection from the death.
Medical malpractice is a medical act or omission, which deviate from the accepted standard operational procedure. The main problem in the case of medical malpractice is how to proof that act or omission is deviate from it-accepted standard. Furthermore, doctor cannot be sentence by law though his act causes fatal injury unless it breaking the standard.
A descriptive-qualitative analytic is being applied to analyze the data as it is to be clarified with some professionals such as doctor, prosecutor, and police as well as references in order to obtain the resolution.
From the research, it is discovered that a few standard operational procedure is being documented where others is not. It is known that this documented standard is required to proof whether there is a deviation or not from the medical act or omission that was performed by doctor. Then, it liability can be conducted as well. Finally, doctor must have all standard operational procedure documented in order to prevent malpractice. Whilst, on the other hand, especially the prosecutor and the police shall develop and keep updating their competency to comprehend those medical procedure in order to attain the malpractice case comprehensively."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Bahana Utama
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana di dalam praktek penerapan pasal 1367 KUH Perdata dalam pertanggungjawaban Rumah Sakit Swasta apabila dokter purnawaktu yang bekerja padanya melakukan suatu tindakan malpraktik medis. Pada praktiknya, penerapan pasal 1367 KUH Perdata tidaklah mutlak. Yang menjadi batasan adalah hak regres yang dimiliki oleh rumah sakit yang didasari oleh pasal 30 ayat (1) huruf e UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Adanya hak regres ini merupakan suatu penerapan hukum yang keliru karena hak regres tidak seharusnya berlaku di dalam lingkup hukum tentang harta kekayaan melainkan di dalam lingkup hukum ketenagakerjaan.

This thesis discusses about how in practice the application of article 1367 Indonesian Civil Code in Private Hospital Responsibility if their full time doctor committed a medical malpractice. In fact, article 1367 Indonesian Civil Code can not be applied absolutely. The obstacle is the recourse right owned by the private hospital based on article 30 paragraph (1) letter e Law No. 44 of 2009 on Hospital (Hospital Law). The existence of the recourse right is a fallacy of the application of the law because the recourse right does not supposed to be applied within the scope of the law of property but within the scope of labor law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44810
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivonne Sheriman
"Fungsi Asuransi tanggung jawab hukum profesi dokter tidak hanya sebatas untuk mengalihkan resiko, tetapi juga membantu dokter dalam hal litigasi. Dengan demikian, melalui asuransi, ganti rugi sebagai tanggung jawab dokter akibat tindakan malpraktik dapat dialihkan menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi, sekaligus dokter dapat terhindar dari stress proses litigasi, yang dapat berdampak pada malpraktek lainnya. Namun sayangnya, sementara dokter-dokter di Amerika (AS), menyambut baik manfaat tersebut, sebaliknya, dokter-dokter di Indonesia cenderung mengabaikannya. Kondisi ini terkait erat dengan konsep tanggung jawab hukum profesi dokter yang diterapkan di Indonesia.
Untuk memecahkan masalah diatas, adalah penting untuk mengetahui 1) Bagaimana dampak perkembangan pemahaman Perbuatan Melawan Hukum (PMH/Civil Law),dan Tort (Common law) terhadap tanggung jawabperdata. 2) Bagaimana konsep dasar tanggung jawab hukum profesi dokter di Indonesia dibandingkan dengan Amerika Serikat (AS), dan New Zealand (NZ). 3) Bagaimana peran asuransi tanggung jawab hukum profesi dokter dalam melindungi dokter dan pasien di Indonesia dibandingkan dengan AS, NZ. 4) Bagaimana sistem asuransi tanggung jawab hukum profesi dokter di Indonesia, dibandingkan dengan AS. Dengan berpatokan pada teori Corrective justice dengan metode analisa normatif dan di dukung oleh beberapa pendekatan seperti UU, perbandingan hukum, sejarah, konsep, kasus, ditemukan bahwa 1) Perkembangan pemahaman PMH berdampak pada meluasnya tanggung jawab perdata, meliputi perbuatan karena lalai/kelalaian, demikian juga yang terjadi pada Tort. 2) Meskipun dalam kasus-kasus khusus, AS menerapkan kebijakan yang berbeda dengan Indonesia, namun konsep tanggung jawab hukumnya tidak berbeda. Sedangkan NZ, menerapkan konsep yang berbeda. 3) Baik di AS maupun Indonesia, manfaat asuransi, berdampak positip terhadap perlindungan baik bagi dokter maupun pasien. Sedangkan, NZ, tidak menggunakan asuransi, melainkan kebijakan pajak. 4) Selain ditemukan beberapa perbedaan dalam sistem asuransi AS dan Indonesia, ditemukan juga dampak dari perbedaan tersebut terhadap dokter dan pasien. Berdasarkan temuan di atas, penilitian ini mengemukan beberapa saran untuk meningkatkan minat dokterdokter Indonesia, terhadap Asuransi tanggung jawab hukum profesi dokter, demi perlindungan dokter dan pasien.

The aim of physician Liability Insurance is not only to shift the risk, but also provides a litigation support to Doctors. Through insurance, all indemnities caused by medical malpractices that should be borne by Doctors could be shifted to Insurance Company while Doctors is free from stress of a litigation process that can impact into another malpractice action. However, in fact that this insurance is warmly welcome by Doctors in United States of America (USA), Doctors in Indonesia tend to ignore the benefits or even worse, the existence of this insurance. The condition is associated with the concept of medical malpractice liability that applied in Indonesia.
In order to solve this problem, there are several questions that should be answered, such as: 1) How the development of understanding of unlawful act, according to Civil Law and Tort Common Law impact on civil right. 2) How the basic concept of physician liability in Indonesia compared to United States of America (USA) and New Zealand (NZ). 3) How the physician Liability Insurance protects both patient and doctor in Indonesia, compared to USA and NZ. 4) How Indonesia?s physician Liability Insurance system compared to USA. By using Corrective Justice Theory and Normative Analysis Method, supported by several approaches in legislation, comparison, history, concepts and cases, it shows that: 1) The development of unlawful act (civil law) understanding resulted in broader civil liability including the liability caused by negligence, as well as in Tort (common law). 2) In fact that even though on very specific cases, USA has a different policy than Indonesia, but still used the same basic concept. On contrary, NZ, uses a different concept. 3) In Both USA and Indonesia, Physician Liability Insurance has a positive outcome in protecting patient and doctor, while NZ holds tax policy. 4) Beside several differentiates of the insurance system using by Indonesia and USA, the study also found several impact both to patient and doctor are caused by these differentiates. Based on the above findings, there are several suggestions to increase Indonesia?s physician's interest to buy insurance for protection both to doctor and patient.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
D2234
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>