Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94509 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hawila Winona Lakusa
"Tesis ini menganalisis bentuk tanggungjawab dan bagaimana akibat hukum akta Surat Kuasa Membebanan Hak Tanggungan yang dibuat dihadapan notaris atas objek tanah bersertifikat Hak Milik dari harta bersama tanpa persetujuan pasangan suami atau istri. Tesis ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, dimana pada penelitian ini menggunkan data sekunder dengan pendekatan kualitatif yang kemudian dilakukan analisis deskriptif yang bersifat mengkaji tujuan hukum. Hasil analisi menunjukkan bahwa tanggung jawab Notaris terkait identitas palsu yang diberikan penghadap dalam pembuatan akta Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dapat berbeda tergantung bagaimana posisi notaris yang bersangkutan. Akibat hukum dari Akta Surat Kuasa Membebanan Hak Tanggungan yang dibuat oleh notaris dalam putusan Pengadilan Tinggi Nomor 352/Pdt/2022/PT SMG Notaris D yang melakukan pengalihan hak atas tanah yang merupakan objek harta bersama tanpa memintakan persetujuan dari pasangan harus mempertanggungjawabkan secara perdata maupun administatif. Hal tersebut terjelaskan melalui analisis bahwa surat kuasa membebankan hak tanggungan yang dibuat dihadapan notaris merupakan akta yang autentik dan berkekuatan hukum tetap. Namun dalam praktiknya akta SKMHT ini seringkali dibatalkan atau batal demi hukum akibat kurangnya prinsip kehati-hatian notaris dalam pembuatan akta tersebut. Dalam melakukan perbuatan hukum terhadap harta bersama, suami atau istri wajib mendapat persetujuan satu sama lain dikarenakan setelah pernikahan jika tidak dibuat perjanjian pra nikah, maka harta yang didapat setelah pernikahan merupakan hak bersama. Apabila salah satu pihak tidak setuju atau tidak mengetahui perbuatan hukum yang dilakukan oleh pasangannya, maka perbuatan hukum tersebut bisa dibatalkan atau batal demi hukum, hal ini terjadi akibat kurangnya kehati-hatian notaris dalam membuat akta tersebut atau akibat dari itikad tidak baik yang dimiliki para pihak yang menghadap ke notaris. Sehingga saran dari hasil penelitian ini adalah pembatalan akta notaris yang bersifat autentik merupakan hal yang seharusnya dapat diperkecil kemungkinannya.

This thesis analyzes the form of responsibility and what are the legal consequences of a Power of Attorney Deed to Encumber Mortgage Rights made before a notary for land objects certified as Ownership Rights of joint property without the consent of the husband or wife. This thesis was prepared using doctrinal research methods, where this research used secondary data with a qualitative approach and then carried out descriptive analysis which examined the objectives of the law. The results of the analysis show that the Notary's responsibility regarding the false identity given by the person in making the Power of Attorney Deed to Encumber Mortgage Rights can differ depending on the position of the notary concerned. The legal consequences of the Deed of Power of Attorney Encumbering Mortgage Rights made by a notary in the High Court decision Number 352/Pdt/2022/PT SMG Notari . This is explained through analysis that a power of attorney to impose mortgage rights made before a notary is an authentic deed and has permanent legal force. However, in practice, SKMHT deeds are often canceled or void by law due to a lack of notarial principles of caution in making the deed. In carrying out legal actions regarding joint property, the husband or wife must obtain each other's consent because after the marriage, if a pre-nuptial agreement is not made, then the property obtained after the marriage is a joint right. If one of the parties does not agree or is not aware of the legal action carried out by their partner, then the legal action can be canceled or null and void by law, this occurs due to the notary's lack of care in making the deed or as a result of the bad faith of the parties. facing the notary. So the suggestion from the results of this research is that the cancellation of an authentic notarial deed is something that should be minimized."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aya Sofia
"Harta benda dalam perkawinan dibagi menjadi dua bagian yaitu harta bersama dan harta pribadi. Apabila terdapat pihak yang ingin melakukan tindakan hukum atas harta bersama tersebut, baik oleh suami maupun istri, maka ia haruslah mendapatkan persetujuan dari pasangannya sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU 1/1974”). Tidak terdapat ketentuan lebih rinci yang mengatur sejauh apa persetujuan pasangan harus disyaratkan. Tidak adanya ketentuan tersebut membuat praktik yang dilakukan oleh notaris terkadang berbeda-beda dalam mengklasifikasikan transaksi yang membutuhkan persetujuan pasangan dan mana yang dianggap tidak perlu membutuhkan persetujuan, khususnya mengenai transaksi yang tidak mengakibatkan peralihan kepemilikan atas harta bersama. Berdasarkan latar belakang tersebut, dibuatlah penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana akibat akta sewa menyewa terhadap objek yang merupakan harta bersama yang dibuat tanpa persetujuan pasangan, dengan studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1111/K/Pdt/2018. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian, dalam melaksanakan ketentuan Pasal 36 UU 1/1974, hakim mensyaratkan adanya persetujuan pasangan bagi suami atau istri yang ingin menyewakan harta bersamanya berupa tanah dan bangunan kepada pihak lain. Persetujuan pasangan ini tetap diperlukan walaupun transaksi tersebut tidak disertai dengan beralihnya kepemilikan harta bersama tersebut. Apabila akta sewa menyewa dibuat tanpa disertai dengan persetujuan pasangan, maka tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Pasal 36 ayat (1) UU 1/1974 sehingga akta perjanjian sewa menjadi batal demi hukum dan notaris yang membuat akta tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata berupa pembayaran ganti rugi.

Marital property is divided into joint assets and seperate assets. The definition of joint assets is refered to an asset acquired during the course of a marriage. The consequences as the joint assets, both husband and wife who bring the joint assets as the object of any transaction are obliged to obtain the consent of their spouse as regulated under Article 36 paragraph (1) Law Number 1 Year 1974 regarding Marital Law (“Law 1/1974”). However, there is no definitif regulation which specifically explain to what extend the spousal consent is required. The absent of such regulation resulting different practices by notaries. As the result, we can find for a similar transaction, one notary required a spousal consent while another notary does not. In accordance to those background, the writer makes this research with the aim is to find the legality of deed of lease upon marital property which executed without spousal consent and the responsibility of the notary who made the deed (Case Study: Verdict of Supreme Court Number: 1111/K/Pdt/2018). In this study, the author uses the normative juridical research method using secondary data. Based on the results of the study, the judge required a spousal consent for lease transaction of land and bulding under joint assets conducted by husband or wife. This spousal consent is still required even though there are no transfer ownership in such transaction. In the event that the deed was executed without spousal consent, the deed is become null and void due to the breach of Article 36 paragraph (1) Law 1/1974 and the notary who made the deed may be responsible for indemnity payment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elva Monica Hubertina
"Tesis ini membahas pengalihan hak atas tanah yang merupakan harta bersama tanpa persetujuan dari pasangan. Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan mewajibkan pasangan suami istri yang hendak bertindak atas harta bersama harus mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah pengalihan hak terhadap objek harta bersama yang dibuat oleh PPAT tanpa adanya persetujuan pasangan suami istri terhadap pihak ketiga. Permasalahan berikutnya adalah tanggung jawab PPAT atas jual beli tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yang berbentuk Yuridis normatif dengan melakukan studi dokumen atas data sekunder. Analisis menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah dalam pengalihan hak atas tanah yang merupakan harta bersama tanpa persetujuan pasangan melalui akta jual beli yang dibuat oleh PPAT tidaklah sah karena tidak memenuhi syarat sahnya akta jual beli. Dengan tetap dibuatkannya akta jual beli tersebut terjadilah perbuatan melawan hukum sehingga akta tersebut batal demi hukum. Pembeli yang beritikad baik dalam melakukan jual beli harus dilindungi oleh hukum, PPAT harus mempertanggungjawabkan secara perdata dan administratif guna memberikan efek jera bagi PPAT karena jabatan PPAT merupakan jabatan kepercayaan sebagai perpanjangan tangan dari Badan Pertanahan Nasional

This thesis discusses the transfer of rights to land which is joint property without the consent of the spouse. Article 36 paragraph (1) of the Marriage Law requires that a married couple wishing to act on joint assets must obtain the consent of both parties. The problem raised in this thesis is the transfer of rights to objects of joint property made by Land Deed Official without the husband and wife's consent to a third party. The next problem is Land Deed Official's responsibility for the sale and purchase. This research uses a normative juridical method by conducting document studies on secondary data. The analysis uses a qualitative approach. The result of this research is in the transfer of rights to land which is a joint property without the partner's consent through a sale and purchase deed made by illegitimate because it does not meet the valid requirements of the sale and purchase deed. With the sale and purchase deed still being made, there is an act against the law so that the deed is null and void. Buyers who have good intentions in buying and selling must be protected by law, Land Deed Official must be accountable civil and administratively to provide a deterrent effect for Land Deed Official because the position of Land Deed Official is a position of trust as an extension of the National Land Agency
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nilla Ayu Pratiwi
"Karena perkawinan merupakan perbuatan hukum, putusnya perkawinan pun menimbulkan akibat hukum. Salah satu akibat dari putusnya perkawinan adalah mengenai pembagian harta bersama. Pembagian harta bisa diajukan bersamaan dengan gugatan cerai. Dalam hal di dalam gugatan cerai tidak menyebutkan tentang pembagian harta, harus diajukan gugatan baru mengenai pembagian harta setelah putusan cerai dikeluarkan oleh pengadilan. Hal ini menjadikan proses perceraian menjadi lambat dan berlarut-larut. Untuk menyiasatinya, suami istri yang sudah sepakat akan pembagian harta biasanya membuat perjanjian pembagian harta sebelum perceraian. Permasalahan dalam tesis ini yaitu keberadaan pengaturan dan kekuatan mengikat dari perjanjian pembagian harta sebelum perceraian. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan data utama yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Simpulan berdasarkan permasalahan di atas adalah terkait dengan perjanjian pembagian harta sebelum perceraian, tidak ditemukan peraturan yang eksplisit baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Undang-Undang Perkawinan dan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan. Karena tidak dijelaskan dengan gamblang tentang diperbolehkan atau dilarang, maka dapat diartikan perjanjian pembagian harta itu dimungkinkan asalkan memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian. Perjanjian yang dibuat dengan memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian tentulah berlaku sebagai undang-undang bagi pembuatnya, dan karenanya bersifat mengikat. Untuk mencegah adanya pihak yang beritikad tidak baik dengan cedera janji di kemudian hari, sebaiknya perjanjian pembagian harta sebelum perceraian dibuat dengan akta notariil dan disampaikan ke pengadilan agar dapat dimasukkan ke dalam putusan pengadilan.

Since marriage is a legal act, legal separation or divorce also creates legal consequences, one of them is the divison of marital property. The division of marital property and divorce can be filed at the same time. When a division of property were not mentioned in the divorce suit, a new lawsuit regarding that matter is needed after divorce judgement issued by the court. This makes the divorce process to be slow and protracted. As a solution, husband and wife who had agreed to the division of property usually make arrangements before the divorce. Problems in this thesis are the existence of regulation and the binding force of a division of marital propery rsquo s agreement before divorce. Library research method is used in conducting the research.
Conclusions based on the problems above are regarding of the division of property agreement before the divorce, there are no explicit regulations either in the Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Undang Undang Perkawinan or Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Perkawinan. Because it is not clearly explained wether it rsquo s allowed or prohibited, it means the division of property agreement was possible as long as it meets the terms of the validity of the agreement. Agreements are made in compliance with the terms of the validity of the agreement would have been valid as legislation for the author, and therefore binding. To prevent tort liability later in the day, preferably division of marital property rsquo s agreement before divorce has to be made by notary and submitted to the court in order to be incorporated into the judgment.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Dwi Iriyanti
"Tesis ini mengenai harta bersama yang diperoleh selama perkawinan yang diperjualbelikan setelah terjadinya perceraian berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Pemalang Nomor 14/Pid.B/2019/PN.PML. Adapun permasalahan yang diangkat adalah akibat hukum atas jual beli harta bersama dimana salah satu pihak tidak memberikan persetujuan dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh PPAT. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan penelusuran data sekunder dari berbagai dokumen sumber hukum primer, sekunder dan tersier. Pendekatan yang digunakan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian menyatakan bahwa bilamana salah satu pihak tidak mengetahui dan memberikan persetujuan atas jual beli harta bersama maka jual beli tersebut menjadi batal demi hukum karena tidak memenuhi unsur obyektif yaitu sebab yang halal. Hal tersebut dikarenakan persetujuan pasangan bersifat mutlak dalam pelaksanaan jual beli atas harta bersama. Dalam jual beli harta bersama setelah terjadinya perceraian peran penting tidak hanya berupa persetujuan dari mantan pasangan suami istri tetapi juga perlunya sikap kehati-hatian dari PPAT yakni PPAT harus hadir dan memastikan bahwa pihak yang bertandatangan adalah pihak yang berwenang. Akibat dari ketidakhati-hatian PPAT menyebabkan kerugian. Selain itu PPAT juga harus bertanggungjawab dan terancam sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2018
This thesis about marital properties obtained during marriages which are traded after the divorce based on the Decision of Pemalang District Court Number 14/Pid.B/2019/PN.PML. The problem raised is the legal consequences of the sale and purchase of marital properties in which one party does not give consent and responsibility that must be borne by the Land Deed Making Officer (PPAT). The research method used is normatif juridical with secondary data retrieval from various primary, secondary and tertiary legal source document. The approach used is qualitative with descriptive analytical research type. The result of the study stated that if one of the parties does not know and give approval for the sale of marital assets the sale and purchase will be null and void by law because it does not fulfill the objective element which is halal cause. That is because the consent of the spouse is absolute in the conduct of buying and selling of joint marital properties. In the sale and purchase of marital properties after the divorce the important rule is not only in the form of approval from a former husband and wife but also the need for prudence from the PPAT that is the PPAT must be present and ensure that the signatory is an authorized party. As a result of carelessness PPAT causes losses. Because PPAT must also be responsible and threatened administrative sanction as Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency Number 2 of 2018"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winengku Rahajeng
"Dalam pengikatan perjanjian jaminan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para pihak, salah satunya adalah mengenai status perkawinan debitur. Jika debitur telah terikat dalam suatu perkawinan maka akan berakibat adanya beberapa kelompok harta kekayaan. Jika yang dijadikan jaminan adalah harta bersama maka diperlukan persetujuan bersama dari suami dan istri. Tetapi sering terjadi suami atau istri tidak dimintai persetujuan terlebih dahulu dalam pengikatan perjanjian jaminan atas harta bersama oleh pasangannya. Suami atau istri yang merasa keberatan dapat meminta pembatalan perjanjian jaminan tersebut ke pengadilan. Hakim berdasarkan fakta-fakta yang ada akan memberikan penilaian terhadap keabsahan perjanjian jaminan tersebut, bisa saja tetap dinyatakan sah atau dinyatakan batal. Skripsi ini disertai dua putusan pengadilan yang terdapat pertimbangan hakim dalam menilai keabsahan suatu perjanjian jaminan atas harta bersama tanpa persetujuan suami atau istri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan library research yang bersifat yuridis normatif. Hasil peneilitian ini menyatakan bahwa dalam pengikatan jaminan atas harta bersama memang perlu persetujuan bersama dari suami dan istri. Tetapi dalam keadaan-keadaan tertentu suami atau istri bisa dianggap telah memberikan persetujuan diam-diam yang artinya secara tidak langsung telah menyetujui pengikatan jaminan tersebut. Keadaan tersebut antara lain adalah suami atau istri telah ikut menikmati hasil dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang piutang, atau suami atau istri dianggap telah mengetahui perjanjian jaminan yang telah dibuat sejak lama dan sebelumnya tidak mengajukan keberatan.

In making security agreement, there are some things that need to be considered by the parties, one of those things is about the marital status of the debtor. If the debtor has been bound in a marriage, there will be some form of wealth. If joint wealth are used for the objects of security agreement, it would be require a mutual consent from husband and wife. But often, the husband or wife is not asked for consent from his partner in making the security agreement on joint wealth. Husband or wife who is objected can be appeal for the cancellation of the security agreement to the court. The judge based on the facts, will provide an assessment of the validity of the security agreement, it might be declared invalid or declared void. This thesis is accompanied by two court decisions that are considered judges in assessing the validity of a security agreement on joint wealth without the consent from husband or wife. This research uses library research that are normative. The outputs of this researched stated that the security agreement on joint wealth does need consentience from husband and wife. But in certain circumstances a husband or wife can be considered have given tacit consent, which means indirectly has consent the security agreement. There circumstances are husband or wife has come to enjoy the results of the credit agreement, or husband or wife is deemed to have been aware that the security agreement has been made for a long time and had not objected.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66233
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, David Mangapul H.
"Tesis ini membahas mengenai penetapan beberapa penyimpangan terkait persatuan harta kekayaan yang disepakati oleh pasangan suami dan istri, yang dibuat dalam bentuk Perjanjian Kawin, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. dimana sebelum berlakunya Surat Direktur Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Nomor: 472.2/5876/DUKCAPIL tentang Pencatatan Pelaporan Perjanjian Kawin tertanggal 19 Mei 2017, Perjanjian Kawin hanya dapat dibuat sebelum dan pada saat Perkawinan, namun setelah keluarnya Surat Direktur Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri, Perjanjian Kawin dapat dibuat sebelum, pada saat, dan selama perkawinan berlangsung. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah mengenai Penetapan Pengadilan Tangerang Nomor 874/Pdt.P/2017/PN.Tng tertanggal 1 November 2017, yang diperlukan terkait permohonan pencatatan perkawinan yang dicatatkan saat perkawinan dilangsungkan; dan, status harta perkawinan sebelum dan setelah dicatatkan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode yang digunakan dalam tesis ini adalah Yuridis-Normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Adapun Analisa data dilakukan dengan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Analisa didasari pada fungsi dari Penetapan Pengadilan terkait pencatatan perjanjian kawin selama perkawinan dilangsungkan setelah dikeluarkannya Surat Direktur Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Nomor: 472.2/5876/DUKCAPIL dan akibat hukum yang mungkin akan terjadi dari pencatatan perjanjian kawin selama perkawinan berlangsung. Hasil penelitian adalah bahwa pada tanggal 19 Mei 2017, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil telah mengakui adanya pencatatan perjanjian kawin setelah perkawinan dilangsungkan dan tidak mensyaratkan perlunya penetapan dari Pengadilan Negeri, serta akibat hukum dari pencatatan perjanjian perkawinan seperti ini adalah dipenuhinya unsur publisitas menjadikan pihak ketiga ikut tunduk kedalam Perjanjian Kawin.

This thesis discussed the establishment of several deviations regarding wealth affiliation between husband and wife that defined in the Marriage agreement, stated in Article 29 Law No. 1 of 1974 about Marriage. Before the creation of General Director Letter of Population and Civil Registration Agency (DUKCAPIL) No: 472.2/5876/DUKCAPIL on the Report Registration of Marriage Agreement, dated Mei 19th, 2017, marriage agreement could only be created before or on the marriage itself, but after the release of General Director Letter Population and Civil Registration Agency (DUKCAPIL), marriage agreement could be created before the day, on the day and during the marriage ceremony. Therefore, the problem that specified in this thesis is about the stipulation of Tangerang District Court No. 874/Pdt.P/2017/PN.Tng dated November 1st, 2017, about the need for a plea in registering marriage that registered during the marriage ceremony and the status of marriage wealth before and after registered to Population and Civil Registration Agency (DUKCAPIL). To answer the problem, Juridical-Normative method is used with descriptive typology research. The data analysis method that is used is the statute approach and case approach. The analysis were based on the function of the establishment of court regarding the registration of marriage agreement during the marriage ceremony after the letter of General Director of Population and Civil Registration Agency (DUKCAPIL) No: 472.2/5876/DUKCAPIL is issued. And also the law consequences that might happened to the registration of the marriage agreement during the marriage ceremony. The result of this research is that on May 19th, 2017, Population and Civil Registration Agency (DUKCAPIL) is already admitted the registration of marriage agreement during the marriage ceremony and did not give any requirement from the national court. Also, the consequences of the marriage agreement like this are full of publicity that makes the third party should obey the Marriage Agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Noegroho
"Tesis ini membahas mengenai sejauh mana keabsahan pembuatan surat wasiat terbuka yang objeknya merupakan harta bersama yang dibuat tidak dengan persetujuan pasanganannya dan tanggung jawab notaris yang membuat akta hibah wasiat yang dibatalkan karena objeknya merupakan harta bersama yang dibuat tanpa persetujuan pasangannya. Penelitian untuk tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan deduktif, dengan preposis 1 (satu) yaitu premis mayor berupa teori-teori hukum, preposisi 2 (dua) yaitu premis minor berupa analisis putusan pengadilan dan preposis 3 (tiga) yaitu konklusi atau kesimpulan. Dilatarbelakangi adanya kasus terkait notaris yang tersangkut didalam perbuatan melawan hukum karena membuat akta hibah wasiat yang lalai memperhatikan bahwa objek hibah wasiat merupakan harta bersama yang didapat selama perkawinan dan untuk pengalihan objek tersebut memerlukan persetujuan pasangannya atau kawan kawinnya. Berdasarkan hasil penelitian, notaris bertanggung jawab bila terjadi pembuatan akta hibah wasiat yang objeknya harta bersama namun dibuat tanpa persetujuan pasangannya dan tergolong sebagai perbuatan melawan hukum. Meskipun secara perdata, hibah wasiat tersebut tetap berlaku keabsahannya, karena merupakan kehendak terakhir dari pewaris.

This thesis discusses the extent to which the validity of making an "open will" who's the object is a joint asset made not with the consent of its partner and the responsibility of a notary who makes "a will" be canceled because the object is joint property made without the partner's consent. The research for this thesis uses a normative juridical research method with a deductive approach, with preposition 1 (one) which is the major premise in the form of legal theories, preposition 2 (two), namely the minor premise in the form of court decision analysis and 3 (three) prepositions, namely conclusions. Against the background of a case related to a notary who was involved in an act against the law for making a testamentary testament deed which neglected to consider that the object of the testament is a joint asset obtained during marriage and for the transfer of the object requires the approval of his spouse. Based on the results of the study, the notary is responsible for making a testamentary deed that the object is joint property but made without the consent of their spouse and is classified as an act against the law. Even though civilly of "the will" is still valid, because it is the last will of the testator."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Perceraian dari perkawinan campuran mempunyai akibat
lebih luas dibandingkan perceraian dari perkawinan pada
umumnya. Sebelum Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006, anak
dari hasil perkawinan campuran tidak mendapatkan
perlindungan hukum dari negara, apalagi bila perkawinan
dilakukan antara laki-laki warga negara asing dengan wanita warga negara Indonesia. Dengan dikeluarkannya Undang-undang kewarganegaraan maka bagaimanakah akibat terhadap anak dan harta bersama dari perkawinan campuran apabila terjadi perceraian. Penulisan pada kali ini berjudul tinjauan yuridis akibat perkawinan campuran terhadap status anak dan harta bersama dari perkawinan campuran dengan menggunakan metode kepusatakaan yang bersifat normatif dengan jenis penelitian menarik asas hukum untuk mendapatkan gambaran menyeluruh terhadap permasalahan yang diteliti. Juga menganalisa putusan Mahkamah Agung nomor 430 PK/PDT/2001 untuk lebih memudahkan dalam pembahasannya. Setelah dikeluarkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006, maka anak
dari perkawinan campuran berhak mendapatkan dwi
kewarganegaraan terbatas, yaitu kewarganegaraan dari ayah
dan ibu secara bersama-sama sampai usia 18 (delapan belas) tahun atau telah kawin. Pembagian harta bersama untuk benda tidak bergerak, yaitu berupa tanah hak milik tidak dapat dimiliki suami atau istri yang berkewarganegaraan asing kerana adanya asas kebangsaan yang dianut dalam Pasal 1 jo Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960. Berdasarkan hal tersebut, maka Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 lebih memberikan perlindungannya kepada warga negaranya khususnya
kepada wanita dan anak-anak dibandingkan dengan Undangundang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 dapat berjalan efektif apabila dilakukan menurut ketentuan yang berlaku dan tidak adanya penyalahgunaan baik oleh petugas maupun masyarakat."
[Universitas Indonesia, ], 2007
S21285
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delicia Gemma Syah Marita
"Perkawinan menimbulkan akibat hukum bagi harta kekayaan yang diperoleh diantara mereka baik sebelum maupun selama perkawinan berlangsung. Permasalahan yang menjadi fokus kajian dalam tesis ini adalah: Bagaimanakah menggolongkan harta yang diperoleh setelah putusnya perkawinan, Bagaimana akibat hukum dari hata bersama yang belum dilakukan penyelesaian pembagian setelah putusnya perkawinan, dan Bagaimana pertimbangan hukum hakim di dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 290/Pdt.G/2013/PN.Mdn. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif.
Hasil penelitian diketahui bahwa:
1. Dalam menggolongkan harta yang diperoleh setelah putusnya perkawinan wajib memperhatikan ruang lingkup harta bersama, diantaranya yaitu harta yang dibeli selama perkawinan, harta yang dibeli dan dibangun sesudah perceraian yang dibiayai dari harta bersama, harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama masa perkawinan, penghasilan harta bersama dan harta bawaan, segala penghasilan pribadi suami istri.
2 Akibat hukum dari harta bersama yang belum dilakukan penyelesaian pembagian setelah putusnya perkawinan adalah, apabila terdapat harta yang tidak dapat dibuktikan perolehannya maka akan tergolong menjadi harta bersama.
3. Dalam hal ini hakim telah mengadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Walaupun tanah sengketa dibeli oleh istri setelah suaminya meninggal, tetapi tanah tersebut dibeli dengan menggunakan hasil keuntungan yang didapat dari usaha bersama dengan suaminya. Maka dari itu harta tersebut otomatis tergolong sebagai harta bersama. Disarankan perlu adanya putusan yang memberikan kepastian hukum mengenai pemilikan harta perkawinan yang diperoleh setelah pasangan hidup meninggal dunia.

A marriage creates a legal implication to the property that is obtained between the two before and throughout the period of marriage. The problem that will be the research focus of this thesis is how to classify the property that is obtained after the end of a marriage What is the legal implication of a community property, which division has not been settled after the end of a marriage And what were the Judge rsquo s legal considerations in the Medan District Court verdict number 290 Pdt.G 2013 PN Mdn This research is a descriptive analytic research with an approach method of yuridis normative.
The result of this research finds that:
1. In classifying property that is obtained after the end of a marriage, it is compulsory to pay attention to the scope of the community property, such as a property that is purchased throughout the marriage a property that is purchased and built after the end of a marriage that is sponsored by a community property a property that can be validated to be acquired throughout the period of marriage income from a community property and innate property all private property of husband and wife.
2 The legal implication of a community property, which division has not been settled after the end of a marriage, if consisted of a property of which acquisition cannot be validated, is to be classified as a community property.
3. In this case, judge has ruled according to the law. Even though the land of dispute was purchased by the wife after her husband was deceased, the land was purchased using the profit obtained by a business that was started together with the husband. Therefore, the property is consequently classified as a community property. It is advised that there should be a ruling, which gives a legal certainty of the ownership of the marital property after the decease of a spouse."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49241
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>