Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167786 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Tyas Ayunda
"Dispepsia adalah kumpulan gejala penyakit saluran cerna bagian atas yang mengenai lebih dari 29% individu dalam suatu komunitas dan gejalanya bervariasi pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012). Kumpulan gejala ini dikenal dengan istilah sindroma dispepsia yang terdiri atas keluhan rasa tidak nyaman di perut bagian atas, mual, muntah, kembung, cepat merasa kenyang, rasa perut penuh, dan sendawa (Djoningrat, 2014). Keluhan yang dirasakan tiap seseorang berbeda-beda sesuai dengan gejala-gejalanya. Banyaknya penyebab dari gejala dispepsia dibagi menjadi dua kelompok yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional (Djoningrat, 2014). Dispepsia organik apabila penyebab dispepsia sudah jelas, misalnya adanya ulkus peptikum, karsinoma lambung, dan cholelithiasis yang bisa ditemukan secara mudah melalui pemeriksaan klinis, radiologi, biokimia, laboratorium, maupun gastroentrologi konvensional (endoskopi). Sedangkan dispepsia fungsional apabila penyebabnya tidak diketahui atau tidak didapati kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi konvensional atau tidak ditemukan adanya kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik (Djoningrat, 2014).
Dyspepsia is a collection of symptoms of upper gastrointestinal diseases that affects more than 29% of individuals in a community and the symptoms vary between individuals (Schmidt-Martin and Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012). This collection of symptoms is known as dyspepsia syndrome which consists of complaints of discomfort in the upper abdomen, nausea, vomiting, bloating, feeling full quickly, feeling of a full stomach, and belching (Djoningrat, 2014). The complaints felt by each person vary according to their symptoms. The many causes of dyspepsia symptoms are divided into two groups, namely organic dyspepsia and functional dyspepsia (Djoningrat, 2014). Organic dyspepsia if the cause of dyspepsia is clear, for example the presence of peptic ulcers, gastric carcinoma, and cholelithiasis which can be found easily through clinical, radiological, biochemical, laboratory examinations or conventional gastroenterology (endoscopy). Meanwhile, functional dyspepsia occurs when the cause is unknown or no abnormalities are found on conventional gastroenterological examination or no organic damage or systemic diseases are found (Djoningrat, 2014)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Qinthara Alifya Pramatiara
"Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa rasa tidak nyaman pada saluran pencernaan atas. Terjadinya dispepsia pada pasien rawat inap dapat menambah beban ekonomi pasien yang sudah mengeluarkan biaya untuk pengobatan diagnosis lainnya. Omeprazol injeksi memiliki harga satuan per vial yang lebih mahal dibandingkan ranitidin injeksi per ampulnya. Namun, efektivitas omeprazol dinyatakan lebih baik dalam mengurangi gejala dispepsia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas biaya terapi omeprazol injeksi dan ranitidin injeksi pada pasien dispepsia rawat inap di RSUD Pasar Rebo pada tahun 2021. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan teknik pengambilan data rekam medis dan biaya langsung medis secara retrospektif. Subjek penelitian adalah 158 pasien dispepsia rawat inap yang berumur 18–55 tahun di RSUD Pasar Rebo dengan persebaran 80 yang menggunakan terapi omeprazol injeksi dan 78 yang menggunakan terapi ranitidin injeksi. Berdasarkan hasil penelitian, terapi omeprazol injeksi lebih efektif dalam menghilangkan gejala dispepsia dibandingkan dengan ranitidin injeksi dengan persentase efektivitas berturut-turut sebesar 57,7% dan 39,7% (p=0,038). Total biaya terapi omeprazol injeksi sebesar Rp4.543.490 dan ranitidin injeksi sebesar Rp4.580.180 (p=0,174). Perbedaan efektivitas terapi omeprazol injeksi dibandingkan ranitidin injeksi dalam menghilangkan gejala dispepsia sebesar 17,8%, sedangkan perbedaan total biaya terapi berdasarkan perspektif rumah sakit sebesar Rp36.690. Hasil penelitian menunjukkan omeprazol injeksi memiliki efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan ranitidin injeksi dengan total biaya yang tidak berbeda bermakna.

Dyspepsia is a collection of symptoms in the form of discomfort in the upper digestive tract. The occurrence of dyspepsia in hospitalized patients can add to the economic burden of patients who already pay for other diagnostic treatments. Omeprazole injection has a unit price which is more expensive than ranitidine injection. However, the effectiveness of omeprazole was stated to be better in relieving symptoms of dyspepsia. This study aims to analyze the cost-effectiveness of omeprazole injection and ranitidine injection therapy in dyspepsia hospitalized patients at Pasar Rebo Hospital in 2021. This study used a cross-sectional design with medical record and direct medical costs data collection techniques retrospectively. The research subjects were 158 hospitalized dyspepsia patients aged 18–55 years at Pasar Rebo Hospital with a distribution of 80 who used omeprazole injection and 78 who used ranitidine injection. Based on the results of the study, omeprazole injection therapy was more effective in relieving symptoms of dyspepsia than ranitidine injection with effectiveness percentages of 57.7% and 39.7%, respectively (p=0.038). The total cost of omeprazole injection therapy was Rp. 4,543,490 and ranitidine injection was Rp. 4,580,180 (p=0.174). The difference in the effectiveness of omeprazole injection therapy compared to ranitidine injection in relieving symptoms of dyspepsia was 17.8%, while the difference in the total cost of therapy based on a hospital perspective was Rp.36,690. The results showed that omeprazole injection had a higher effectiveness than ranitidine injection with a total cost that was not significantly different."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Putri Miftahul Jannah
"Indonesia merupakan negara ketiga yang paling tinggi angka kejadiannya, dengan prevalensi demam tifoid sebanyak 1,7%. Distribusi prevalensi tertinggi adalah pada usia 5–14 tahun 1,9%, disusul usia 1–4 tahun 1,6%, dan usia 15–24 tahun %1,5%, terakhir usia <1 tahun 0,8%. Demam tifoid dapat disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella Typhi dan dapat menular lewat makanan atau minuman, sehingga kebersihan makanan dan minuman perlu diperhatikan. Berdasarkan data Puskesmas Pasar Rebo pada bulan agustus sampai desember 2022, Beberapa antibiotik yang diresepkan oleh dokter untuk pasien dengan diagnose tifoid di Puskesmas Pasar Rebo yaitu Amoksisilin, kloramfenikol, kotrimoksazol, sefadroksil, siprofloksasin, serta bukan antibiotik (Parasetamol, Vitamin B Komplek, Vitamin C, CTM, Setirizin tab, Deksametason, Guaifenesin). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tatalaksana terapi demam tifoid dengan Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama tahun 2022. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode observasional yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional menggunakan data sekunder yang diambil secara retrospektif dari e-puskesmas yang mencangkup nama pasien, usia, jenis kelamin, keluhan, diagnosa, jenis antibiotik serta dosis yang diberikan. Hasil penelitian menujukkan bahwa pola penggunaan obat antibiotik terbanyak untuk pasien demam tifoid pada Puskesmas Pasar Rebo sebesar 34,58%, Kesesuaian jenis obat antibiotik didapatkan persentase sebanyak 90,65%, dan kesesuaian dosis obat yang diberikan didapatkan persentase sebanyak 100%.

Indonesia is the third country with the highest incidence rate, with a typhoid fever prevalence of 1.7%. The highest prevalence distribution is at ages 5–14 years 1.9%, followed by ages 1–4 years 1.6%, and ages 15–24 years %1.5%, lastly ages <1 year 0.8%. Typhoid fever can be caused by infection with the Salmonella Typhi bacteria and can be transmitted through food or drink, so food and drink hygiene needs to be considered. Based on data from the Pasar Rebo Community Health Center from August to December 2022, several antibiotics prescribed by doctors for patients diagnosed with typhoid at the Pasar Rebo Community Health Center are Amoxicillin, chloramphenicol, co-trimoxazole, cefadroxil, ciprofloxacin, and non-antibiotics (Paracetamol, Vitamin B Complex, Vitamin C, CTM, Cetirizine tab, Dexamethasone, Guaifenesin). This study aims to compare the management of typhoid fever therapy with the Clinical Practice Guide for Doctors in First-Level Health Care Facilities in 2022. This research was carried out using a descriptive observational method with a cross-sectional design using secondary data taken retrospectively from e-puskesmas covering patient name, age, gender, complaint, diagnosis, type of antibiotic, and dose given. The results of the study showed that the highest pattern of antibiotic drug use for typhoid fever patients at the Pasar Rebo Community Health Center was 34.58%. The suitability of the type of antibiotic drug was found to be 90.65% and the suitability of the drug dose given was 100%.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Febrianti
"Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar setiap tahunnya dapat diketahui bahwa penyakit masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia serta diakibatkan oleh tidak tepatnya tata laksana diare baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Penelitian ini dilakukan terhadap Rekam medik balita yang mengalami diare yang datang ke poli Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo. Penelitian ini dibagi kedalam 5 kelompok yaitu berdasarkan jenis kelamin, usia, indeks masa tubuh, penggunaan obat dan bentuk obat, dan tempat dosis. Hasil menunjukkan bahwa Pasien diare balita berjenis kelamin laki-laki memiliki kasus terbanyak yaitu 32 pasien (51.6%) dan perempuan berjumlah 30 pasien (48.4%). Jumlah usia pasien diare pada balita usia 0 tahun berjumlah 16 pasien (25.8%) dan usia 1 – 5 tahun berjumlah 46 pasien (74.2%). Kelompok indeks masa tubuh pasien diare pada balita berdasarkan standar WHO yaitu kelompok indeks masa tubuh kurang berjumlah yang diberikan 58 pasien (93.5%) dan indeks masa tubuh normal berjumlah 4 pasien (6.5%). Berdasarkan penggunaan obat dan bentuk sediaan obat diperoleh penggunaan obat pada pasien diare balita di poli MTBS lebih ke terapi supportif dengan oralit dan zinc. Pengobayan diare tepat dosis pada obat oralit dan zinc sebanyak 0 kasus (100%), dan cotrimoxazole tepat dosis sebanyak 2 kasus (66.67 %) dan terdapat 1 kasus (33.33%) tidak tepat dosis.

Based on the Household Health Survey, Mortality Study and Basic Health Research every year it is seen that disease is still the main cause of under-five mortality in Indonesia and is caused by improper handling of diarrhea both at home and in health. Facility. This research was conducted on the medical records of toddlers who experienced diarrhea who came to the Integrated Management of Sick Toddlers at the Pasar Rebo District Health Center. This study was divided into 5 groups based on gender, age, body mass index, drug use and drug form, and place of drug administration. The results showed that male toddlers with diarrhea had the most cases, namely 32 sufferers (51.6%) and 30 female sufferers (48.4%). The number of diarrhea sufferers in toddlers aged 0 years was 16 sufferers (25.8%) and aged 1-5 years were 46 sufferers (74.2%). Based on WHO standards, the body mass index group for diarrhea sufferers was less than 58 patients (93.5%) and 4 patients (6.5%) had normal body mass index. Based on the use of drugs and drug dosage forms, it was found that the use of drugs in children with diarrhea under five at the MTBS poly was more supportive of therapy with ORS and zinc. Treatment of diarrhea with ORS and zinc was dosed correctly in 0 cases (100%), and co-trimoxazole was dosed correctly in 2 cases (66.67%) and there was 1 case (33.33%) wrong dose."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Amarta
"Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS- CoV-2) (Shereen, Khan, Kazmi, Bashi, & Siddique, 2020) Pusat Kesehatan Masyarakat adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya Kesehatan masyarakat dan upaya Kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotive dan preventif, untuk mencapai derajat Kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Tatalaksana pengobatan pasien COVID-19 di Indonesia mengacu pada Pedoman Tatalaksana COVID-19 edisi 4 yang diterbitkan pada bulan Januari 2022. Puskesmas Ps. Rebo memiliki 320 pasien COVID-19 pada bulan Januari hingga Maret 2022. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan penggunaan antimikroba, mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam alur penanganan pasien COVID-19, dan mengevaluasi penatalaksanaan pasien COVID-19 di Puskesmas Ps. Rebo. Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa 1. Antimikroba yang digunakan pada pasien COVID-19 di Puskesmas Ps. Rebo adalah favipiravir (80,3%); azitromisin (9,8%); oseltamivir (0,8%); ciprofloxacin (0,8%); amoxicillin (0,8%).

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) is an infectious disease caused by the severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) virus (Shereen, Khan, Kazmi, Bashi, & Siddique, 2020) Community Health Centers are health care facilities which organizes community health efforts and individual health efforts at the first level, by prioritizing promotive and preventive efforts, to achieve the highest degree of public health in their working area (Ministry of Health of the Republic of Indonesia, 2014). The management of the treatment of COVID-19 patients in Indonesia refers to the 4th edition of the Guidelines for the Management of COVID-19 which was published in January 2022. The Ps. Rebo had 320 COVID-19 patients from January to March 2022. This research was conducted to describe the use of antimicrobials, identify problems that occur in the flow of handling COVID-19 patients, and evaluate the management of COVID-19 patients at the Ps Health Center. Rebo. Based on the research, it can be concluded that 1. Antimicrobials used on COVID-19 patients at the Ps. Rebo is favipiravir (80.3%); azithromycin (9.8%); oseltamivir (0.8%); ciprofloxacin (0.8%); amoxicillin (0.8%)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Amelia
"Common Cold atau pada umumnya disebut sebagai Batuk Pilek merupakan penyakit yang sering dialami semua orang. Dalam pengobatan suatu penyakit, diperlukan kerasionalan penggunaan obat. Indikator pemantauan Penggunaan Obat Rasional (POR) di sarana pelayanan kesehatan Indonesia dilihat dari persentase peresepan, salah satunya peresepan antibiotik pada diagnosis penyakit ISPA Non- Pneumonia dengan batas toleransi keberterimaan sebesar 20%. Tugas khusus ini berutjuan untuk Mengevaluasi kesesuaian penggunaan antibiotik pada penyakit common cold di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo dengan batas toleransi POR. Metode penelitian yang digunakan yaitu dilakukan dengan desain penelitian cross sectional secara retrospektif. Dari studi ini diketahui pelaksanaan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo dalam peresepan antibiotik terhadap penyakit Common Cold sudah sesuai dengan ketentuan Penggunaan Obat Rasional (POR) karena jumlah peresepannya masih masuk di bawah batas toleransi, yaitu kurang dari 20%.

Common Cold or commonly referred to as Cold Cough is a disease that is often experienced by everyone. In the treatment of a disease, rational use of drugs is needed. Monitoring indicators for Rational Drug Use in Indonesian health care facilities are seen from the percentage of prescriptions, one of which is the prescription of antibiotics for Non-Pneumonia ISPA with a tolerance limit of 20%. This report aims to evaluate the suitability of the use of antibiotics in common cold diseases at the Pasar Rebo Public Health Center with Rational Drug Use tolerance limits. The research method used was a retrospective cross-sectional study design. From this study it is known that the implementation of the Pasar Rebo Public Health Center in prescribing antibiotics for Common Cold disease is in accordance with the provisions of Rational Drug Use because the number of prescriptions is still below the tolerance limit, which is less than 20%."
Depok: 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aida Rumaisha
"Regulasi mengenai standar pelayanan kesehatan di fasilitas-fasilitas kesehatan di Indonesia diperlukan agar para tenaga kesehatan memiliki tolak ukur kualitas pelayanan dalam menangani pasien. Di Indonesia sendiri, fasilitas pelayanan kesehatan dibagi menjadi tiga tingkatan berbeda yang tiap fasilitas kesehatan di tiap tingkatan tersebut memiliki tanggung jawab serta wilayah kerjanya masing-masing Puskesmas merupakan salah satu dari fasilitas kesehatan tingkat pertama dan puskesmas wajib dimiliki oleh setiap kecamatan di Indonesia. Standar untuk Pelayanan kefarmasian di puskesmas tertuang dalam peraturan menteri kesehatan nomor 74 tahun 2016 dimana di dalamnya tertuang tolak ukur apa saja yang wajib dimiliki dan dilakukan oleh tenaga kesehatan di bidang farmasi. Farmasi klinis atau komunitas memainkan beberapa peran penting yang membutuhkan interaksi langsung dengan pasien. Kepuasan pasien atas pengalamannya mengenai interaksi tersebut akan menciptakan padangan pasien terhadap apoteker dan pelayanan kefarmasian yang dia terima dan merupakan salah satu indikator kualitas layanan kesehatan yang penting karena mencerminkan perbedaan antara realitas pelayanan kesehatan yang diterima pasien dengan kualitas pelayanan yang diharapkan pasien. Secara umum, terdapat beberapa aspek yang dapat menjadi faktor kepuasan pasien terhadap pelayanan tetapi faktor – faktor tersebut dapat berbeda untuk tiap fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, mengetahui faktor-fakto yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo sebagai salah satu fasilitas layanan primer kesehatan sangatlah penting karena dapat membantu untuk meningkatkan kualitas layanan, khususnya layanan kefarmasian. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan metode survei. Survei dilakukan dengan menggunakan kuesioner tingkat kepuasan pasien yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan nomor 74 tahun 2016 mengenai standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Kuesioner tersebut diberikan kepada pasien-pasien Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo yang berobat ke poli layanan ISPA dan menggunakan jasa layanan kefarmasian pada shift pagi, yaitu dari jam 08.00 – 14.00 WIB. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Microsoft Excel. Hasil yang diperoleh adalah bahwa faktor keramahan apoteker mendapatkan nilai tertinggi, yaitu sebesar 69,1%.

Regulations regarding health service standards in health facilities in Indonesia are needed so that health workers have benchmarks for the quality of service in treating patients. In Indonesia itself, health service facilities are divided into three different levels where each health facility at each level has responsibilities and their respective work areas. Puskesmas is one of the first level health facilities and puskesmas must be owned by every sub-district in Indonesia. Standards for pharmaceutical services at puskesmas are contained in Minister of Health Regulation number 74 of 2016 which contains benchmarks that must be owned and carried out by health workers in the pharmaceutical sector. Clinical or community pharmacy plays several important roles that require direct interaction with patients. Patient satisfaction with their experience of this interaction will create a patient's view of the pharmacist and the pharmaceutical services he or she receives and is an important indicator of the quality of health services because it reflects the difference between the reality of the health services that patients receive and the quality of service that patients expect. In general, there are several aspects that can be a factor in patient satisfaction with services, but these factors can be different for each health facility. Therefore, knowing the factors that influence patient satisfaction with pharmaceutical services at the Pasar Rebo District Health Center as one of the primary health care facilities is very important because it can help improve the quality of services, especially pharmaceutical services. The research design used was cross sectional with a survey method. The survey was conducted using a patient satisfaction level questionnaire referring to Minister of Health Regulation number 74 of 2016 concerning pharmaceutical service standards at Puskesmas. The questionnaire was given to patients at the Pasar Rebo District Health Center who went to the ISPA polyclinic for treatment and used pharmaceutical services during the morning shift, from 08.00 – 14.00 WIB. The data obtained were analyzed using Microsoft Excel. The results obtained are that the pharmacist friendliness factor gets the highest score, which is equal to 69.1%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Firdiena Titian Ratu
"Layanan resep elektronik adalah salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menurunkan kesalahan peresepan obat. Pada pelaksanaannya, pelayanan resep elektronik juga memiliki beberapa kelemahan, seperti kesalahan input obat oleh pemberi resep, biaya sistem terkait, serta kurangnya keamanan informasi medis pasien. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan evaluasi pelaksanaan pelayanan resep elektronik untuk mengembangkan dan menyempurnakan sistem yang telah ada demi meningkatkan keamanan pasien. Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan studi literatur dan identifikasi masalah di lapangan sebagai sumber untuk mengevaluasi keabsahan atau legalitas dan keselamatan pasien dalam sistem peresepan elektronik. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa penggunaan resep elektronik memberikan manfaat berupa penurunan kesalahan membaca obat, ketidaklengkapan penulisan informasi, serta kecepatan waktu pelayanan sehingga dapat meningkatkan keselamatan pasien. Permasalahan peresepan elektronik terkait keselamatan pasien berupa kesalahan input obat dapat diantisipasi dengan menambahkan fitur alarm atau peringatan terkait peresepan pada aplikasi peresepan elektronik meliputi indikasi, interaksi, dosis, serta efek samping yang dapat terjadi pada pasien sehingga angka kejadian medication error semakin dapat berkurang.

Electronic prescription services are one of the efforts that can be made to prevent and reduce drug prescribing errors. In practice, electronic prescription services also have several weaknesses, such as drug input errors by prescribers, related system costs, and the lack of security of patient medical information. Based on this, it is necessary to evaluate the implementation of electronic prescription services to develop and perfect the existing system to improve patient safety. The research was conducted qualitatively by studying the literature and identifying problems in the field as a source for evaluating the legitimacy or legality and patient safety of the electronic prescribing system. The results obtained show that the use of electronic prescriptions provides benefits in the form of reducing drug reading errors, incomplete information writing, and speed of service time so as to improve patient safety. Electronic prescribing problems related to patient safety in the form of drug input errors can be anticipated by adding prescribing-related alarm or warning features to electronic prescribing applications including indications, interactions, doses, and side effects that can occur in patients so that the incidence of medication errors can be reduced."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ainun Nisa
"Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini membahas terkait medication error yang terjadi pada tahap peresepan di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo. Dalam penelitian ini peneliti menilai dari berbagai aspek antara lain dari segi kelengkapan administrasi, farmasetis, dan klinis. Kemudian dikelompokkan juga temuan yang terjadi tergolong Kejadian Nyaris Cedera(KNC), Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), atau Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan juga dilakukan grading risk untuk melihat tergolong minor, moderat, atau ekstrim temuan yang terjadi. Setelah dilakukan penentuan kategori kemudian dianalisa akar masalah untuk mengetahui penyebab masalah tersebut dari segi orang, mesin, bahan, lingkungan, dan juga prosedur. Penelitian ini dilakukan secara observasional dengan metode deskriptif dengan teknik random sampling dalam menentukan sampel resep yang diambil. Terdapat 6 (5.00%) medication error yang terjadi ketidaktepatan indikasi, ketidaktepatan dosis, ketidaktepatan obat, adanya alergi, adanya interaksi obat, dan adanya kontraindikasi. Dari hasil penelitian ini disarankan agar sebaiknya pendokumentasian tabel checklist pengkajian resep tetap terlaksana aktif, pelaporan insiden keselamatan pasien tetap selalu berjalan dengan baik dan ditindaklanjuti untuk memberikan pelayanan yang optimal terhadap pasien.
This Pharmacist Professional Work Practices Report discusses medication errors that occur at the prescribing stage at the Pasar Rebo District Health Center. In this study, researchers assessed various aspects, including administrative, pharmaceutical, and clinical completeness. Then the findings that occur are grouped into Near-Injury Events (KNC), Unexpected Events (KTD), or Non-Injury Events (KTC), and risk grading is also carried out to see whether the findings that occur are minor, moderate, or extreme. After determining the category, the root of the problem is then analyzed to find out the cause of the problem in terms of people, machines, materials, environment, and also procedures. This research was carried out observationally using descriptive methods with random sampling techniques to determine the recipe samples taken. There were 6 (5.00%) medication errors involving inaccurate indications, inaccurate dosages, inaccurate medications, allergies, drug interactions, and contraindications. From the results of this research, it is recommended that documentation of the prescription review checklist table should continue to be carried out actively, patient safety incident reporting should always run well and be followed up to provide optimal service to patients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Ariestiani
"Antibiotik merupakan senyawa yang tercipta baik secara alami maupun sintetis, yang berguna dalam menekan atau menghentikan proses biokimia khususnya pada proses perkembangan infeksi bakteri. Menurut data yang dikeluarkan oleh WHO (2021) penggunaan antibiotik secara global meningkat menjadi 91%, tingginya penggunaan antibiotik ini karena semakin banyak permasalahan yang timbul dalam penggunaan antibiotik salah satunya yaitu resistensi antibiotik. Permasalahan penggunaan antibiotik timbul karena penggunaannya yang tidak tepat serta ketidakpatuhan pasien terhadap penggunaan antibiotik itu sendiri. Resistensi antibiotik ini timbul karena masyarakat masih kurang pengetahuannya mengenai jenis-jenis dari antibiotik, lalu bagaimana penggunaan dari antibiotik itu sendiri. Jenis studi yang diambil dalam penelitian ini adalah studi literature review menggunakan data yang diambil dari Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo. Penggunaan jenis antibiotik terbanyak pada poli umum, ISPA, dan gigi adalah amoksisilin. Penggunaan amoksisilin pada ketiga poli sangat menonjol dibandingkan antibiotik jenis lain. Namun, dalam pemberiannya perlu diketahui terlebih dahulu apakah pasien mengidap alergi kepada penisilin dikarenakan amoksisilin termasuk kelompok penisilin. Jika pasien mengidap alergi kenapa pesilin, dapat digantikan dengan obat serupa yang non kelompok penisilin.

Antibiotics are compounds created both naturally and synthetically, which are useful in suppressing or halting biochemical processes, especially in the development of bacterial infections. According to data released by the WHO (2021), global antibiotic usage has increased to 91%. This high usage of antibiotics is due to the increasing number of issues arising from their misuse, one of which is antibiotic resistance. The problem of antibiotic usage arises from its improper use and patients' non-compliance with antibiotic regimens. Antibiotic resistance emerges because the public lacks knowledge about the types of antibiotics and how they should be used. The type of study conducted in this research is a literature review using data obtained from the Community Health Center of Pasar Rebo District. The most commonly used antibiotic in general, respiratory tract infections, and dental problems is amoxicillin. The use of amoxicillin in these three areas is significantly higher compared to other types of antibiotics. However, before administering it, it is necessary to determine whether the patient is allergic to penicillin, as amoxicillin belongs to the penicillin group. If the patient is allergic to penicillin, it can be replaced with a similar non-penicillin medication."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>