Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177348 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fajar Senoaji
"Latar Belakang: KGB pelvis merupakan salah satu faktor prognostik penting dalam kanker serviks. Penggunaan booster radiasi adalah tindakan noninvasif dan memberikan hasil yang menjanjikan. Teknik SIB sebagai modalitas pemberian booster terunggul telah diaplikasikan di RSCM sejak Januari 2020, namun belum pernah dinilai tingkat keberhasilannya. Tujuan: Mengetahui perbedaan respon klinis, kesintasan, dan toksisitas akut pada populasi kanker serviks IIIC1 antara yang mendapat radiasi teknik SIB dengan teknik non-SIB. Studi ini juga bertujuan mencari faktor prognostik kesintasan. Metode: 125 pasien kanker serviks IIIC1, 35 mendapatkan teknik SIB, 90 mendapatkan teknik non-SIB. Dari populasi tersebut, dinilai respon klinis tumor primer dan KGB berdasarkan MRI evaluasi pertama. Toksisitas akut dinilai berdasarkan penilaian mingguan. Pada pasien juga dilakukan uji Kaplan-Meier untuk mengetahui kesintasan dan analisis multivariat untuk mengetahui faktor prognostik yang memengaruhi kesintasan Hasil: Median Follow-up adalah 64 minggu pada grup SIB dan 84 minggu pada grup non-SIB. Grup yang mendapatkan SIB memiliki median ukuran KGB yang lebih besar dibandingkan grup non-SIB (p= 0,000). Respon komplit tumor primer ditemui pada 92,3% pasien grup non-SIB dan 81,8% pasien grup SIB yang tidak berbeda bermakna. Respon komplit KGB ditemukan pada 95,4% pasien grup non-SIB dan 91% pasien grup SIB. Median kesintasan 83 minggu pada grup SIB dan 127 minggu pada grup non-SIB, yang berbeda bermakna secara statistik. Analisis subgrup dengan membandingkan pasien dengan ukuran KGB yang sama pada kedua grup, menunjukkan tidak ada perbedaan kesintasan pada kedua grup. Uji multivariat menunjukkan 6 variabel yang memengaruhi prognostik kesintasan pasien kanker serviks IIIC1. Ukuran tumor primer, ukuran short-axis KGB, histopatologi non-KSS, NLR preterapi adalah faktor prognostik kesintasan yang buruk, sedangkan kadar hemoglobin dan pemberian kemoterapi adalah faktor prognostik kesintasan yang baik. Kesimpulan: Kesintasan pasien yang mendapatkan SIB lebih rendah dibandingkan grup non-SIB (p= 0,048) namun dengan membandingkan ukuran KGB yang sama, memperlihatkan kesintasan yang tidak berbeda (p= 0,26). Walaupun demikian, respon lokoregional 6 bulan pada kedua grup menunjukkan hasil yang serupa (p= 0,489)

Background: Pelvic lymph nodes is important prognostic factors in cervical cancer. The use of radiation boosters is noninvasive and provides promising results. The SIB technique as the best booster modality has been applied at RSCM since January 2020, but its level of success has never been assessed. Aims: To determine the differences in clinical response, survival and acute toxicity in the IIIC1 cervical cancer population between those who received SIB technique radiation and non-SIB technique radiation. This study also aims to find prognostic factors for survival. Methods: 135 IIIC1 cervical cancer patients included, 35 received SIB techniques, 90 received non-SIB techniques. The clinical response of the primary tumor and KGB was assessed based on the first MRI evaluation. Acute toxicity was assessed based on weekly assessments. The Kaplan-Meier test also carried out the to determine survival. Multivariate analysis is done to determine prognostic factors that influence survival.. Results: Median follow-up was 64 weeks in the SIB group and 84 weeks in the non-SIB group. The group that received SIB had a larger median lymph node size than the non-SIB group (p= 0,000). Complete response of primary tumor was found in 92.3% of patients in the non-SIB group and 81.8% of patients in the SIB group, which was not significantly different. Complete KGB response was found in 95.4% of patients in the non-SIB group and 91% of patients in the SIB group. Median survival was 83 weeks in the SIB group and 127 weeks in the non-SIB group, which was statistically significantly different. Subgroup analysis comparing patients with the same lymph node size in both groups showed no difference in survival in the two groups. Multivariate testing shows 6 variables that influence the prognostic survival of IIIC1 cervical cancer patients. Primary tumor size, short-axis lymph node size, non-SCC histopathology, pretherapy NLR are poor survival prognostic factors, while hemoglobin levels and chemotherapy administration are good survival prognostic factors. Conclusion: The survival of patients who received SIB was lower than the non-SIB group (p= 0.048) but when comparing the same lymph node size, survival was not different (p= 0.26). However, the 6-month locoregional response in both groups showed similar results (p= 0.489)"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Ariani
"Pendahuluan : Radioterapi kanker serviks uteri dalam pelaksanaannya memerlukan verifikasi geometri sebagai salah satu rantai prosedur radioterapi. Prosedur ini dilakukan untuk mengetahui kesalahan set-up yang terdiri dari kesalahan sistematik dan acak yang nantinya digunakan untuk menentukan margin PTV yang sesuai untuk radioterapi kanker serviks uteri di Departemen Radioterapi Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM)
Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang terhadap data verifikasi dengan Electronic Portal Imaging Devices (EPID) dari 9 pasien kanker serviks uteri yang mendapatkan radioterapi dengan teknik 3DCRT/IMRT di Departemen Radioterapi RSCM antara bulan Oktober 2013 hingga Desember 2013. Pergeseran pada lapangan radiasi yang didapatkan dari hasil verifikasi dalam tiga fraksi awal dianalisis untuk memperoleh kesalahan sistematik dan acak, yang selanjutnya dihitung untuk mendapatkan margin PTV.
Hasil : Sebanyak 72 data verifikasi EPID dianalisis. Didapatkan kesalahan sistematik dan kesalahan acak pada pelaksanaan radiasi (radioterapi) kanker serviks uteri di Departemen Radioterapi RSCM, berturut-turut sebesar 3.8 dan 3.0mm pada sumbu laterolateral, 5.9 dan 2.6mm pada sumbu kraniokaudal, serta 4.3 dan 3.5mm pada sumbu anteroposterior. Margin PTV yang diperoleh sebesar 9.8mm, 13.5mm dan 11,0 mm untuk masing-masing sumbu laterolateral, kraniokaudal, dan anteroposterior.
Kesimpulan : Hasil penelitian ini mendapatkan kesalahan sistematik dan acak menggunakan verifikasi dengan EPID yang digunakan sebagai rekomendasi pemberian margin PTV sebesar 13.5mm dalam pelaksanaan radioterapi kanker serviks uteri dengan teknik 3DCRT/IMRT di Departemen Radioterapi RSCM. Diperlukan alat imobilisasi khusus regio pelvis untuk meningkatkan akurasi penyinaran.

Introduction : Geometric verification is needed as a part of chain of radiotherapy procedures in cervical cancer irradiation. This procedure used to detect set-up erros contains sistematic and random errors for the next step use to formulating adequate PTV margin for cervical cancer irradiation in Cipto Mangunkusumo Hospital
Methods : This is a cross-sectional study using Electronic Portal Imaging Devices (EPID) verification data of 9 cervical cancer patients treated with 3DCRT/IMRT in Department of Radiotherapy, Cipto Mangunkusumo Hospital between October 2013 and December 2013. Translation errors from the first three fractions were analyzed to count for systematic and random errors. These errors were then calculated to acquire PTV margin.
Results : A total of 72 EPID data were analyzed. Systematic and random errors for cervical cancer irradiation in this study were respectively 3.8mm and 3.0mm in laterolateral direction, 5.9mm and 2.6mm in craniocaudal direction, and 4.3mm and 3.5mm in anteroposterior direction. PTV margin were 9.8mm, 13.5mm and 11.0mm in laterolateral, craniocaudal and anteroposterior direction, respectively.
Conclusions : The result in this study acquire systematic and random errors with verificaton by EPID gave PTV margin recommendation and showed that 13.5mm margin was adequate in planning 3DCRT/IMRT technique for cervical cancer in Department of Radiotherapy, Cipto Mangunkusumo Hospital. Immobilisation devices for pelvic region might be needed to improve the accuration of radiotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Gunita Dyana Kumara
"ABSTRACT
Penelitian ini mengupayakan untuk melakukan verifikasi MU teknik IMRT melalui pendekatan yang disederhanakan dalam bentuk lapangan segmental. Penyederhanaan metode verifikasi MU teknik IMRT dapat dimungkinkan terjadi peningkatan error MU hingga mendekati batas acuan ±3.5%. Proses verifikasi MU secara bertahap dilakukan pada lapangan standard dan blok (non-treatment) kemudian pada perencanaan 3 pasien kanker payudara dan 2 pasien kanker serviks yang menggunakan teknik IMRT (lapangan treatment). Menggunakan Matlab, MU dari data yang terekam pada TPS Eclipse dapat diproses dengan menggunakan kalkulasi sesuai AAPM TG-71, kemudian nilai error MU tersebut diverifikasi setiap segmennya. Hasil verifikasi MU pada lapangan non-treatment sangat baik, memberikan rata-rata error MU ±0.7% dengan threshold ±(3-5) %, namun pada teknik IMRT mencapai nilai ±(50-80)% yang terpaut jauh dari threshold ± 3.5%. Nilai error MU teknik IMRT yang sangat besar diakibatkan oleh bukaan MLC pada lapangan segmental sangat kecil dan tersebar acak yang memengaruhi pemilihan titik tinjau dan equivalent square menjadi tidak tepat. Oleh karena itu metode dan kalkulasi pada penelitian ini disarankan hanya digunakan untuk verifikasi MU non-IMRT, lebih tepatnya untuk lapangan sederhana, sedangkan untuk verifikasi MU pada teknik IMRT diperlukan metode dan kalkulasi yang lain.

ABSTRACT
In this thesis, we assess MU verification independently for IMRT treatment techniques by simplifying the calculation on its segmental fields. Due to simplification, the result on IMRT MU verification may increase MU error near its threshold (±3.5%). The process of verification is done systematically on standard and blocked field (non-treatment) and then on patient planning which consists of 3 breast cancer and 2 cervix cancer patients with IMRT techniques. We process patient data from TPS Eclipse(TM) using Matlab(c) and calculate it by AAPM TG-71 algorithm, so then its MU error can be verified for each segment. The result of MU verification on non-treatment fields is decent which averaged on ±0.7% with a threshold of ±(3-5)%. However, on IMRT techniques reaches the value of ±(50-80)%, which considerably high considering its limit is ± 3.5%. High MU error on IMRT techniques is due to MLC opening of segmental fields are small and scattered that lead to inaccuracy of control point selection and equivalent square value. Consequently, methods and calculation on this thesis only suggested for MU verification on non-IMRT fields, especially standard fields, while MU verification of IMRT fields considered to have a more advanced method."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuki Andrianto
"Tujuan: PD-L1 merupakan protein yang berperan dalam pengaturan respon imun terhadap tumor. Peningkatan ekspresi PD-L1 mengakibatkan antigen atau sel kanker dapat terhindar dari sistem imun. Hubungan ekspresi PD-L1 dengan penggunaan imunoterapi dan radioterapi secara bersamaan telah banyak dilakukan. Akan tetapi, saat ini masih belum diketahui hubungan antara ekspresi tersebut dengan toksisitas akut radiasi. Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi hubungan antara ekspresi PD-L1 dengan toksisitas akut selama radiasi dan 2 bulan paska radiasi. Metoda: 30 pasien kanker serviks lanjut local yang mendapatkan terapi radiasi di Departemen radioterapi RSCM. Pasien dilakukan biopsy 2 kali yaitu pra radiasi eksterna dan paska radiasi eksterna untuk dilakukan pemeriksaan ELISA & IHK PD-L1. Selama menjalani radiasi eksterna dan 2 bulan paska radiasi, pasien dievaluasi toksisitas akut dengan kirteria CTCAE versi 5. Hasil: Ekspresi PD-L1 pada kanker serviks lanjut lokal yang mendapatkan radiasi tidak memengaruhi pada toksisitas akut selama radiasi eksterna dan 2 bulan paska radiasi (p>0,05). Akan tetapi, IHK PD-L1 dengan intesitas ≥ 2 dan ELISA PD-L1 yang mengalami penurunan dari pra radiasi ke paska radiasi, menunjukkan ada kecenderungan memiliki toksisitas yang lebih rendah yaitu ≤ Grade 1. Kesimpulan: Ekspresi PD-L1 tidak menurunkan toksisitas akut radiasi selama radiasi dan 2 bulan paska terapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut lokal. Akan tetapi, pada toksisitas akut 2 bulan paska terapi menunjukkan kecenderungan mendapatkan toksisitas radiasi yang lebih rendah pada pasien yang memiliki ekspresi PD-L1.

Objectives: PD-L1 is a protein that controls the immune response to tumors. Increased PD-L1 expression results in immune system not detecting cancer cells. There was a correlation between the expression of PD-L1 and the combined use of immunotherapy and radiotherapy. At this time, however, there is no established association between these expression and radiation acute toxicity.
Methods: Totally 30 locally advanced cervical cancer patients receiving radiation therapy in the Department of Radiotherapy of RSCM. Biopsy was performed twice, pre-external radiation and post-external radiation for PD-L1 ELISA & IHC tests. The patient was evaluated for radiation of acute toxicity with CTCAE version 5 during external radiation and 2 months post-radiation.
Results: The expression of PD-L1 in local advanced cervical cancer which received radiation did not affect acute toxicity during external radiation and 2 months post radiation (p > 0.05). However, PD-L1 CPI with intensity ≥ 2 and PD-L1 ELISA which decreased from pre-radiation to post-radiation, showed a tendency to have lower toxicity, namely ≤ Grade 1. Conclusion: PD-L1 expression in local advanced cervical cancer patients did not reduce the acute toxicity of radiation during external radiation and 2 months post-treatment. Nonetheless, 2 months post-therapy, acute toxicity showed a propensity to lower toxicity in patients with expression of PD-L1.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bram Pradipta
"Tesis ini bertujuan Untuk mengetahui pengaruh merokok pada kesintasan penderita kanker serviks stadium lanjut di Rumah Sakit Umum Ciptomangunkusumo. Penelitian ini bersifat kohort retrospektif. Hasil penelitian didapatkan tingkat merokok oleh pasien dan atau suami pasien tidak signifikan secara statistik sebagai faktor prognosis terhadap pasien kanker serviks stadium lanjut di RSCM. Kesintasan 5 tahun pasien kanker serviks stadium lanjut dalam studi kami adalah 22 bulan (4-58 bulan) dengan persentase kesintasan 22,6%. Dengan analisis multivariat didapatkan bahwa hanya ukuran tumor dan stadium kanker bermakna secara statistik terhadap kesintasan.

This thesis aims to determine the effect of smoking on the survival rate of advanced stage cervical cancer patients in the Ciptomangunkusumo General Hospital. This study is a retrospective cohort. The results showed that smoking levels by the patient or the patient's husband was not statistically significant as a prognostic factor for patients with advanced cervical cancer in RSCM. 5-year survival of patients with advanced cervical cancer in our study was 22 months (4-58 months) with a percentage of 22.6% survival rate. By multivariate analysis. it was only tumor size and stage of the cancer that statistically significant to the survival rate."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fitri
"Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh kadar hemoglobin, kadar hematokrit dan transfusi selama radiasi terhadap respon tumor dan kesintasan pada pasien kanker serviks stadium lanjut lokal (FIGO IIB-IIIB) yang menjalani terapi radiasi.
Metode : Dilakukan studi kohort retrospektif terhadap pasien kanker serviks stadium IIB-IIIB yang memenuhi kriteria inklusi-eksklusi, yang berobat di Departemen Radioterapi RSCM periode Januari 2007 - Desember 2011, dianalisa dan dibandingkan respon tumor dan kesintasan antara kadar hemoglobin <11g/dL dengan ≥11g/dL, kadar hematokrit ≤35% dengan >35%, pasien yang ditransfusi dan tidak ditransfusi selama radiasi.
Hasil : Respon tumor komplit pada kadar Hb sebelum radiasi <11g/dL dibandingkan dengan ≥11g/dL adalah 77,1% vs 70,2% p=0,34 ; kesintasan 3 tahun 84% vs 75% p=0,42. Respon tumor komplit pada kadar Hb selama radiasi <11g/dL dibandingkan dengan ≥11g/dL adalah 81,3% vs 67,9% p= 0,049 ; kesintasan 3 tahun 82% vs 79% p=0,05. Respon tumor komplit pada kadar Ht sebelum radiasi ≤35% dibandingkan dengan >35% adalah 71,7% vs 75,8% p=0,65 ; kesintasan 3 tahun 86% vs 78% p>0,05. Respon tumor komplit pada kadar Ht selama radiasi ≤35% dibandingkan dengan >35% adalah 72,7% vs 72,7% p=1,00 ; kesintasan 3 tahun 78% vs 87% p=>0,05. Kesintasan 3 tahun pada pasien yang ditransfusi dibandingkan dengan yang tidak ditransfusi 80% vs 84% p=0,95.
Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan perbedaan yang bemakna pada pengaruh kadar hemoglobin rerata selama radiasi terhadap respon tumor dan kesintasan, pengaruh kadar hematokrit sebelum dan rerata selama radiasi terhadap respon tumor dan kesintasan.

Aim : To determine the effect of hemoglobin level, hematocrit level and transfusion during radiation on tumor response and survival rate in patients with locally advanced cervical cancer (FIGO IIB-IIIB) who underwent radiation therapy.
Methods : A retrospective cohort study has done on cervical cancer patients stage IIB-IIIB who met the inclusion-exclusion criteria, which is treated in the Department of Radiotherapy RSCM period January 2007 - December 2011, were analyzed and compared to tumor response and survival rate between hemoglobin level <11g / dL with ≥11g / dL, hematocrit level ≤35% to> 35%, patients with blood transfused or not during radiation.
Results : Complete tumor response in Hb levels before radiation <11g / dL compared with ≥11g / dL was 77.1% vs. 70.2% p = 0.34; 3-year survival rate 84% vs. 75% p = 0.42. Complete tumor response in hemoglobin levels during radiation <11g / dL compared with ≥11g / dL was 81.3% vs. 67.9% p = 0.049; 3-year survival rate 82% vs. 79% p = 0.05. Complete tumor response in hematocrit levels before radiation ≤35% compared to> 35% was 71.7% vs. 75.8% p = 0.65; 3-year survival rate 86% vs. 78% p> 0.05. Complete tumor response in hematocrit levels during radiation ≤35% compared to> 35% was 72.7% vs. 72.7% p = 1.00; 3-year survival rate 78% vs. 87% p => 0.05. 3-year survival rate in patients who were not transfused transfused compared with 80% vs. 84% p = 0.95.
Conclusions : This study shows that differences in the influence of mean hemoglobin levels during radiation on tumor response and survival rate, the influence of mean hematocrit levels before and during radiation on tumor response and survival rate.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lucky Taufika Yuhedi
"Latar Belakang : Kanker serviks stadium awal dapat ditatalaksana dengan baik, namun pada stadium lanjut lokal memiliki prognosis yang buruk. Terapi standar yang tersedia masih kurang optimal dan memiliki efek samping yang mengganggu. Pada keadaan tertentu tumor dapat mengalami metastases atau progresif, salah satunya karena adanya ikatan PD-L1 dengan sel limfosit T sehingga kanker serviks terhindar dari respon imun. Pemberian anti PD-L1 menjadi bagian yang penting dalam pengobatan imunoterapi kanker. Di Indonesia belum tersedia data empirik profil karakteristik yang berkaitan dengan ekspresi PD-L1 serta respon tumor terhadap radiasi pada kanker serviks. Metode: Penelitian ini memeriksa ekspresi PD-L1 intratumoral pada jaringan biopsi karsinoma sel skuamosa serviks pre dan paska radiasi eksterna dengan menggunakan metode ELISA dan IHK, pemeriksaan IHK menggunakan antibodi clone 28-8 dari Abcam. Pemeriksaan CT scan evaluasi sebelum radiasi dan 2 bulan setelah radiasi dipakai sebagai alat untuk menilai respon terapi radiasi. Hasil : Dari 31 pasien yang ikut serta, terdapat 29 pasien yang telah dilakukan pemeriksaan ekspresi PD-L1 sebelum dan sesudah radiasi, selanjutnya hanya 22 pasien yang telah menjalani CT scan evaluasi. Ekspresi PD-L1 ELISA paska radiasi eksterna berbeda bermakna pada tumor berukuran ≥5cm (p=0,015) dan ekspresi PD-L1 IHK berbeda bermakna pada sel tumor berkeratin (p=0,023), pada pasien dengan grade IHK yang difus (+3) resiko relatif untuk respon komplit 0,5 kali dibandingkan dengan grade IHK yang  tidak difus. Uji korelasi perbedaan selisih ekspresi (delta) dan rasio PD-L1 ELISA menunjukkan tidak ada korelasi (R2= 0,217) dan (R2= 0,194) terhadap respons, begitu juga hasil pada hasil pemeriksaan ekspresi PD-L1 IHK tidak ada perbedaan bermakna pada kategori kenaikan, tetap dan penurunan, tetapi ketika kategori dirubah menjadi penurunan dan tidak ada penurunan didapatkan nilai p yang lebih baik (p=0,161 vs p=.0,613).
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan bermakna antara ekspresi PD-L1 pre dan paska radiasi terhadap respon, akan tetapi terdapat tren penurunan kadar PD-L1 IHK berkaitan dengan respon terapi.

Correlation of Intratumoral PD-L1 Expression Before and After External Radiation to The Radiation Response in Locally Advanced Cervical Cancer.
Background: Early-stage cervical cancer can be managed properly, but at a locally advanced stage it has a poor prognosis. The standard therapy available is still suboptimal and has disturbing side effects. In certain circumstances, tumors can undergo metastases or progressives, one of which is due to the binding of PD-L1 with T lymphocyte cells so that cervical cancer is protected from the immune response. In Indonesia, there is no available empirical data on the characteristic profiles related to PD-L1 expression and tumor response to radiation in cervical cancer.
Method: This study examined intratumoral PD-L1 expression in biopsy tissue of squamous cell carcinoma of cervical cells pre and post external radiation using ELISA and IHC methods, IHC examination using antibody clone 28-8 from Abcam. CT scan evaluation before radiation and 2 months after radiation are used as a tool to assess the response of radiation therapy.
Results: Of the 31 patients who participated, there were 29 patients who had examined the expression of PD-L1 before and after radiation, then only 22 patients who had undergone a CT scan evaluation. Expression of PD-L1 ELISA after external radiation was significantly different in tumors of ≥5cm (p=0.015) and expression of PD-L1 IHC was significantly different in keratinous tumor cells (p = 0.023), in patients with diffuse IHC grade (+3) relative risk to complete response of 0.5 times compared to the grade of IHC which is not diffuse. Correlation test difference in expression difference (delta) and PD-L1 ELISA ratio showed no correlation (R2=0.217) and (R2=0,194) to the response, as well as results on the examination results of PD-L1 IHC expression there was no significant difference in the increased category, constant and decrease, but when the category is changed to decrease and there is no decrease, a better p-value is obtained (p=0.161 vs p=0.613).
Conclusion: There was no significant difference between the expression of PD-L1 pre and post-radiation to the response, but there was a trend of decreasing PD-L1 IHC levels concerning therapeutic response.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55555
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Ali Fadhly
"ABSTRAK
Kanker serviks merupakan keganasan keempat tersering pada perempuan di dunia. Berdasarkan prognosis dan terapi, kanker serviks dibagi menjadi dua kelompok, yaitu stadium awal dan stadium lanjut. Tata laksana standar kanker serviks stadium awal adalah histerektomi radikal dan limfadenektomi. Keterlibatan kelenjar limfe merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kesintasan pasien kanker serviks.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kelenjar limfe dapat dijadikan prediktor kesintasan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kohort retrospektif yang dilakukan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Agustus 2015 sampai Agustus 2016.
Subjek penelitian adalah pasien kanker serviks stadium awal yang dilakukan histerektomi radikal dan limfadenektomi dalam kurun waktu Januari 2011 sampai Desember 2013. Variabel yang diteliti adalah stadium tumor, ukuran tumor, histopatologi, diferensiasi tumor, invasi stroma, invasi limfovaskular, KGB pelvis, batas sayatan, dan invasi parametrium yang dihubungkan dengan kesintasan pasien. Data diolah menggunakan SPSS versi 20 dan dianalisis dengan uji chi square, uji regresi cox metode stepwise, dan Kaplan Meier. Pada penelitian ini diperoleh 123 pasien kanker serviks yang dilakukan histerektomi radikal dan limfadenektomi namun data yang dianalisis adalah 50 pasien yang memenuhi kriteri inklusi dan lolos kriteria eksklusi.
Hasilnya, stadium tumor, ukuran tumor, histopatologi, diferensiasi tumor, invasi limfovaskular, KGB pelvis, batas sayatan, dan invasi parametrium tidak berhubungan dengan kesintasan namun invasi stroma dan terapi radiasi berhubungan dengan kesintasan. Jumlah KGB yang diekstraksi tidak berpengaruh terhadap kesintasan namun subjek dengan invasi stroma <2/3 bagian memiliki kesintasan lebih baik. Terapi radiasi juga memberikan kesintasan lebih baik. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor prognostik lain pada pasien kanker serviks stadium awal seperti ekspresi faktor-faktor stem cells (SOX4, NANOG dan OCT4).

ABSTRACT
Cervical cancer is the fourth most common cancer in women in the world. Based on the prognosis and therapy, cervical cancer is divided into two groups, which are the early and advanced stages. The standard management of early-stage cervical cancer is radical hysterectomy and lymphadenectomy. The involvement of lymph nodes is one of the factors that affect the survival of cervical cancer patients.
This study aims to determine whether lymph nodes can be used as predictors of survival. This study used a retrospective cohort study design conducted at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in August 2015 until August 2016.
The research subjects were early-stage cervical cancer patients who performed radical hysterectomy and lymphadenectomy in the period January 2011 to December 2013. Variables studied were tumor stage, tumor size, histopathology, tumor differentiation, stromal invasion, lymph-vascular invasion, pelvic lymph nodes, incision border, and parametric invasion associated with patient survival. Data was processed using SPSS version 20 and analyzed by chi square test, cox regression test stepwise method, and Kaplan Meier. In this study 123 patients with cervical cancer were obtained for radical hysterectomy and lymphadenectomy but the data analyzed were 50 patients who fulfilled the inclusion criteria and passed the exclusion criteria.
As a result, tumor stage, tumor size, histopathology, tumor differentiation, lymph-vascular invasion, pelvic lymph nodes, incision border, and parametrial invasion were not associated with survival but stromal invasion and radiation therapy were associated to survival. The number of extracted lymph node did not affect survival but subjects with stromal invasion <2/3 of parts had better survival. Radiation therapy also provides better survival. Further research is needed to find out other prognostic factors in early stage cervical cancer patients such as expression of factor stem cells (SOX4, NANOG and OCT4)."
2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Novirianthy
"Pendahuluan Toksisitas akut radiasi merupakan suatu proses yang diawali dengan kerusakaPendahuluan: Toksisitas akut radiasi merupakan suatu proses yang diawali dengan kerusakan sel normal. Malondialdehyde (MDA) merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid yang merupakan biomarker stres oksidatif. Catalase (CAT) adalah antioksidan enzimatik yang mengkatalisis H2O2 menjadi air dan oksigen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar MDA dan aktivitas CAT dapat dijadikan prediktor derajat toksisitas akut radiasi pada kanker serviks stadium lanjut lokal.
Metode penelitian: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif terhadap 30 pasien kanker serviks stadium lanjut lokal yang memenuhi kriteria inklusi di Departemen Radioterapi RS Cipto Mangunkusumo dari Juli sampai September 2013. Pemeriksaan kadar MDA dan aktivitas CAT dilakukan sebelum radiasi dan fraksi ke-15 dengan menggunakan spektrofotometer. Derajat toksisitas akut radiasi dinilai tiap minggunya selama radiasi eksterna dan diklasifikasikan berdasarkan kriteria RTOG.
Hasil: Didapatkan rerata kadar MDA serum sebesar 7,6 +/- 1,2 nmol/mL, dan median aktivitas CAT sebesar 0,95 (0,80 ? 1,36) U/mL. Pasca 15 kali RE didapatkan peningkatan kadar MDA serum menjadi 9,5 +/- 1,9 nmol/mL (p<0,001) dan penurunan aktivitas CAT menjadi 0,82 (0,71 ? 0,96) (p<0,001). Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara kadar MDA dan aktivitas CAT awal serta perubahannya terhadap kejadian toksisitas akut radiasi (p>0,05).
Kesimpulan: Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa radiasi maupun kemoradiasi terbukti menyebabkan peningkatan kadar MDA dan penurunan aktivitas CAT pada kanker serviks stadium lanjut lokal, akan tetapi kadar MDA dan aktivitas CAT tidak dapat menjadi prediktor terhadap toksisitas akut radiasi.n sel normal Malondialdehyde MDA merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid yang merupakan biomarker stres oksidatif Catalase CAT adalah antioksidan enzimatik yang mengkatalisis H2O2 menjadi air dan oksigen Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar MDA dan aktivitas CAT dapat dijadikan prediktor derajat toksisitas akut radiasi pada kanker serviks stadium lanjut lokal Metode penelitian Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif terhadap 30 pasien kanker serviks stadium lanjut lokal yang memenuhi kriteria inklusi di Departemen Radioterapi RS Cipto Mangunkusumo dari Juli sampai September 2013 Pemeriksaan kadar MDA dan aktivitas CAT dilakukan sebelum radiasi dan fraksi ke 15 dengan menggunakan spektrofotometer Derajat toksisitas akut radiasi dinilai tiap minggunya selama radiasi eksterna dan diklasifikasikan berdasarkan kriteria RTOG Hasil Didapatkan rerata kadar MDA serum sebesar 7 6 1 2 nmol mL dan median aktivitas CAT sebesar 0 95 0 80 1 36 U mL Pasca 15 kali RE didapatkan peningkatan kadar MDA serum menjadi 9 5 1 9 nmol mL p.

Introduction: Acute radiation toxicity was a process which caused by irradiation and initiated by normal cell damage. Malondialdehyde (MDA) is the end product of lipid peroxidation, and is usually used as a biomarker to assess oxidative stress. Catalase (CAT) is an enzymatic antioxidant that catalyzes H2O2 into water and oxygen. The purpose of this study was to determine whether the levels of MDA and CAT activity can be used as a predictor of acute radiation toxicity in locally advanced cervical cancer.
Methods: This is a prospective cohort study to 30 locally advanced cervical cancer patients who meet the inclusion criteria in the Radiotherapy Department of Cipto Mangunkusumo Hospital from July to September 2013. We measure MDA level and CAT activity before irradiation and on 15th fractions using sphectrophotometry. Degree of acute radiation toxicity assessed every week during external beam radiotherapy using RTOG criteria.
Results: The mean of serum MDA levels is 7.6 + / - 1.2 nmol /mL, and the median of CAT activity is 0.95 (0.80 to 1.36) U /mL. We found elevated of serum MDA level to 9.5 +/ - 1.9 nmol /mL (p <0.001) and CAT activity decreased to 0.82 (0.71 to 0.96) U /mL (p <0.001) on the 15th fraction of external beam irradiation. No statistically significant relationship is found between MDA level and CAT activity pre irradiation and its changes to the incidence of acute radiation toxicity.
Conclusion: This study showed that radiation or chemoradiation shown to cause an increase in MDA levels and decrease of CAT activity in locally advanced cervical cancer patients, but MDA levels and CAT activity cannot be a predictor of acute radiation toxicity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58696
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aida Lufti Huswatun
"Pendahuluan : Pada proses keganasan terjadi stres oksidatif, yang ditandai dengan peningkatan kadar serum malondialdehid (MDA) dan aktivitas antioksidan enzim katalase yang rendah. Rasio MDA katalase sebelum dan setelah radiasi fraksi ke 15 dapat menjadi prediktor persentase pengecilan volume tumor 4 minggu pasca radiasi komplit pada kanker serviks lanjut lokal.
Metode penelitian : Penelitian ini merupakan kohort prospektif pada 30 pasien kanker serviks lanjut lokal yang memenuhi kriteria inklusi di Departemen Radioterapi RS CiptoMangunkusumo periode Juli sampai September 2013. Pemeriksaan kadar MDA dan aktivitas enzim katalase dilakukan sebelum dan sesudah radiasi fraksi ke 15, menggunakan spektrofotometri. Respons terapi berdasarkan kriteria WHO dengan membandingkan persentase ukuran volume tumor sebelum radiasi dengan persentase volume tumor 4 minggu setelah radiasi komplit (radiasi eksterna 25 fraksi dan brakhiterapi 3 kali).
Hasil : Pada penelitian ini didapatkan rerata serum MDA sebesar 7,6+/- 1,2 nmol/ml dan aktivitas enzim katalase 0,95 (0,8 ? 1,36) U/mL. Setelah radiasi fraksi ke 15 ditemukan peningkatan serum MDA menjadi 9,5 +/-1,9 nmol/mL (p<0,001) dan penurunan aktivitas enzim katalase menjadi 0,82 (0,71 ? 0,96) U/ml. Terdapat hubungan yang bermakna antara rasio MDA katalase sebelum dan setelah radiasi fraksi ke 15 dengan persentase pengecilan volume tumor 4 minggu setelah radiasi komplit.
Kesimpulan : Hasil penelitian ini menunjukan terjadi stres oksidatif pada pasien kanker serviks lanjut lokal, yang ditandai dengan peningkatan kadar serum MDA dan penurunan aktivitas enzim katalase. Rasio MDA katalase sebelum dan sesudah radiasi fraksi ke 15 dapat menjadi prediktor persentase pengecilan tumor 4 minggu pasca radiasi komplit.

Introduction : Oxidative stress always occurs in cancer patient, which characterized with high level of serum Malondialdehyde (MDA) dan low activity of serum catalase enzymatic antioxidant. To determine the ratio of MDA and catalase activity before and after the 15th radiation fractions which can be a predictor of the tumor volume reduction percentage.
Method: This is a prospective cohort study of 30 locally advanced cervical cancer patients who meet the inclusion criteria in the Radiotherapy Department of Cipto Mangunkusumo Hospital from July 2013 to Sept 2013. MDA levels and catalase enzyme activities were examined before and after the 15th radiation fractions of external radiation using sphectrophotometry. The responds were assess according to WHO criteria, by comparing the size of the tumor volume before radiation and four weeks after completion of radiation ( 25 fraction of external and 3 fractions of brakhiterapi ).
Result: In this study, the mean of serum MDA level is 7.6 + / -1.2 nmol / mL and catalase enzyme activity median is 0.95 ( 0.8 to 1.36 ) U / mL . We found elevated of serum MDA levels to 9.5 + / - 1.9 nmol /mL (p<0,001) and the activity enzyme catalase significantly decrease to 0,82 (0,71 to 0,96) U/ml (p<0,001) on the 15th external radiation fraction. There is a significant relationship is found between the ratio of MDA catalase before radiation and after the fifteenth external radiation fractions with the percentage of tumor volume reduction four weeks after completion of radiation ( r = 0.689 , p = 0.001 ) ( r = 0.418 , p = 0.021 ).
Conclusion: This study showed that oxidative stress occurs in patients with locally advanced cervical cancer, which characteristized with high level of serum MDA and low activity of serum catalase. Ratio of mda catalase before radiation and after the fifteenth external radiation fractions can be a predictor of the percentage of tumor volume reduction four weeks after completion of radiation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>