Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205578 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alda Alifiatara Windaningtyas Suherman
"Perjanjian pengalihan tanah seharusnya didasari pada kesepakatan para pihak yang memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif serta selaras dengan peraturan perundang-undangan sebagai dasar menyusun perjanjian. Dalam hal perjanjian pengalihan lahan tidak memenuhi syarat subjektif dan objektif maka dapat menyebabkan perjanjian batal demi hukum dan dapat dibatalkan oleh pihak yang merasa dirugikan. Pada penelitian ini terdapat 2 (dua) rumusan permasalahan, yaitu mengenai status hukum objek tanah dan kepemilikan tanah terkait dengan perjanjian pengalihan tanah menurut Hukum Tanah Nasional dan Hukum Perdata dan mengenai pertimbangan hukum Mahkamah Agung pada pengalihan tanah yang tidak memenuhi syarat objektif (Studi Putusan Peninjauan Kembali Nomor 783 PK/PDT/2021). Penulisan menggunakan metode pendekatan hukum doktrinal dengan cara menjalankan studi pada bahan pustaka atau data sekunder. Dari hasil penelitian, status hukum objek tanah dan kepemilikan tanah terkait dengan perjanjian pengalihan tanah menurut Hukum Tanah Nasional dan Hukum Perdata harus tetap berlandaskan Pasal 1320 KUHPerdata. Pertimbangan hukum Mahkamah Agung adalah tidak tepat karena mengabaikan fakta pada Putusan tingkat pertama yang sudah berhasil membuktikan adanya keadaan palsu dalam membuat dan menandatangani Akta Perjanjian Pengalihan Tanah Nomor 26 tanggal 11 Oktober 1999 serta mengabaikan fakta bahwa perjanjian pengalihan tanah tersebut tidak memenuhi syarat objektif Pasal 1320 KUHPerdata.

The land transfer agreement should be based on the agreement of the parties who meet the subjective and objective requirements and in accordance with the laws and regulations as the basis for drafting the agreement. In the event that the land transfer agreement does not meet the subjective and objective requirements, it can cause the agreement to be null and void and can be canceled by the aggrieved party. There are 2 (two) formulations of problems in this study, about the legal status of land objects and land ownership related to land transfer agreements according to National Land Law and about Civil Law and the Supreme Court's legal considerations on land transfers that do not meet objective requirements (Review Decision Study Number 783 PK/PDT/2021). Writing uses doctrinal legal approach methods by conducting studies on library materials or secondary data. From the results of the study, the legal status of land objects and land ownership related to land transfer agreements according to the National Land Law and Civil Law must remain based on Article 1320 of the Civil Code. The legal consideration of the Supreme Court is inappropriate because it ignores the facts in the first instance Judgment which has succeeded in proving that there were false circumstances in making and signing the Deed of Surrender/Transfer of Area/Land Agreement Number 26 dated October 11, 1999 and ignores the fact that the land transfer agreement does not meet the objective requirements of Article 1320 of the Civil Code. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Syaferli
"Penelitian ini membahas mengenai Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai pihak yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian kerjasama kajian terhadap tanggung jawab dalam jabatannya. Ada 2 rumusan masalah dalam penilitian ini yaitu Notaris/PPAT sebagai pihak dalam perjanjian kerjasama yang berkaitan atau tidak dengan lingkup kewenangannya dan pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 75/PDT/2018/PT. YYK atas tindakan wanprestasi terhadap perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Notaris/PPAT. Untuk menjawabnya digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan analisis. Hasil analisa adalah perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Tuan MK (Notaris/PPAT) dengan kliennya terdapat polemik yang dari para ahli profesi dan para praktisi. Ada yang memperbolehkan dan ada juga yang beranggapan bahwa hal tersebut melanggar Undang-Undang. Mengenai pelaksanaan perjanjian kerjasama yang dilakukan dan wanprestasi yang dilakukan oleh Tuan MK (Notaris/PPAT) tanggung jawabnya dapat dibidang administrasi yaitu sebagai Notaris sekaligus PPAT dan tanggung jawab dibidang perdata yang dimana dalam kasus ini Tuan Mk (Notaris/PPAT) harus membayar biaya ganti rugi kepada pihak YAKKAP I dan
membayar biaya perkara pengadilan. Sehingga dalam hal ini Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 75/PDT/2018/PT. YYK sudah benar. Perjanjian kerjasama tersebut tidak sepatutnya dilakukan karena Notaris/PPAT hanya berwenang membuat akta. Adanya pembatasan ini maka perjanjian kerjasama tersebut dapat dibatalkan karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian.

This thesis discusses Notary / PPAT as a people who breach of contract in a Cooperation Agreement Letter a Study in Responsibilities in The Position. This thesis discusses 2 problems include Notary/PPAT as a party in a cooperation agreement letter related or not within the scope of its authority and analysis of high court decision in yogya number 75/PDT/2018/PT. YYK. This research is classified as normative juridical research with analytical approach. The result of the the analysis is cooperation agreement letter made by Mr. MK (Notary/PPAT) with his client there is a polemic from
professional experts and practitioners. There are those who allow it and other think that it violates the law. Regarding the implementation of the cooperation agreement letter and breach of contract by Mr. MK (Notary/PPAT), his responsibilities can be in the field of administration, namely as a Notary and PPAT, also responsibilities in the civil field, where in this case Mr. MK (Notary/PPAT) must pay compensation to YAKKAP I and pay the court fee. In this case, the Yogyakarta High Court Decision Number 75/PDT/2018/PT. YYK is correct. The cooperation agreement letter should not be carried out because the Notary/PPAT is onlu authorized to make a deed. Because of this limitation and the terms of the agreement is not fulfilled, cooperation agreement letter can be canceled.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Chintya Odang
"PPAT sebagai satu-satunya pejabat umun yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan-perbuatan hukum tertentu berkenaan dengan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun. Aktaakta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik, sepanjang seluruh unsurunsur dari akta otentik terpenuhi. Namun sangat disayangkan, bahwa dalam prakteknya masih banyak ditemukan kesalahan-kesalahan dan pelanggaranpelanggaran dalam pembuatan suatu akta PPAT, yang dapat menyebabkan keotentikan dari akta tersebut menjadi hilang. Penulis memfokuskan pada permasalahan yang terjadi dalam perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS, yaitu bagaimana peran dan tanggung jawab PPAT dalam APHT, apa saja pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dalam pembuatan APHT terkait dengan kasus tersebut, dan apakah putusan dari perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku? Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis, yaitu dengan cara pengumpulan data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan dan dengan menganalisis data secara kualitatif dengan melakukan sistematika terhadap penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar demikian penulis dapat membuat simpulan bahwa mengenai peran dan tanggung jawab PPAT telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang ada, peran dan tanggung jawab serta ketelitian seorang PPAT sangat penting agar terhindar dari kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, adapun kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh PPAT tersebut dalam pembuatan APHT, dikarenakan PPAT tidak memeriksa dan tidak teliti terhadap dokumendokumen yang ada, sehingga menyebabkan akta menjadi cacat hukum dan dapat dibatalkan, dan apa yang telah diputuskan oleh Hakim atas perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS, telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yang mana adanya penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan oleh PPAT tersebut yang menyebabkan dapat dibatalkan APHT yang telah dibuatnya.

PPAT as the only public officer given authority to make authentic deeds with regard to specific legal acts concerning land security rights and condominium ownership right, the deeds which made by PPAT is an authentic deed, as long as the entire elements of an authentic deed has fulfilled, however it is unfortunate, that on practice there are still many mistakes and violations found in the making of PPAT deed, which can render the deed authentication becoming lost. The writer focus on problems occurred on case Number 18/PDT.G/2010/PN.GS, which is how PPAT role and responsibility on APHT, what is the violations performed by PPAT in the making of APHT related to that case and whether the case number 18/PDT.G/2010/PN.GS verdict are already compliance with the provisions of the applicable law? Research are conducted by the literature research which is normative juridical by collecting data sourced from the literature and analyze the data in qualitative by conducting a systematic on the application of the applicable regulations. On that such basis writers can make a conclusion that the roles and responsibilities of the PPAT have been regulated in the provision of regulations that already exists, the role and responsibilities as well as the thoroughness of a PPAT are very important to avoid the mistakes that can be harm to certain parties, As for mistakes that has been performed by the PPAT in making APHT, due PPAT not examine and not thorough to the existing documents, thereby render the deed being law deformed and may be annulled, and what has been decided by the Judge of the case number 18/PDT.G/2010/PN.GS, already comply with the provisions of the applicable law, which deviations that has been performed by the PPAT can render the APHT which has been made may be annulled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31043
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Asih Fabiolah
"Tesis ini membahas mengenai kepastian hukum bagi pemegang Sertifikat Hak Milik atas Tanah terhadap gugatan dari pihak lain, dengan menganalisa Putusan PN Nomor : 27/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel). Bagaimana kekuatan Sertipikat Hak Milik atas Tanah sebagai alat bukti dalam pengadilan dan bagaimana hakim memutuskan pihak mana yang dimenangkan. Metode penulisan yang dipakai adalah metode yuridis normatif yang merupakan penelitian yang menekankan pada penggunaan data sekunder berupa norma hukum tertulis. Teknik analisa yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu dari data sekunder yang telah dikumpulkan dan diolah untuk perumusan kesimpulan untuk memperoleh jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai kepastian hukum bagi pemegang Sertipikat Hak Milik atas Tanah terhadap gugatan dari pihak lain. Di bagian akhir disimpulkan bahwa penting bagi pemilik tanah untuk melakukan pendaftaran tanah dan memiliki Sertipikat Hak Milik atas Tanah. Karena di muka Pengadilan meskipun bukan sebagai alat bukti yang mutlak, Sertipikat Hak Milik atas Tanah merupakan alat bukti yang kuat. Pemegang Sertipikat Hak Milik atas Tanah meskipun masih dapat digugat oleh pihak lain akan tetapi memiliki kekuatan hukum atas haknya selama pihak yang menggugat tidak dapat membuktikan sebaliknya.

This thesis discusses the rule of law for the holders of certificate of land ownership against third party lawsuit by analyzing district court decision number 27/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel. The analysis includes whether a certificate of land ownership can be determined as evidence before court and how judges rule the prevailing party in the dispute. The research method employed in this study was normative juridical methodwhich focused on secondary datum of formal legal principles. Moreover, the analysis technique used in this thesis was qualitative analysis. The data source for the analysis was collected from secondary datum which had been processed in order to draw a reliable conclusion regarding the rule of law for the holder of certificate of land ownership. In conclusion, the writer concluded the significance of land registration and the possession of land certificate by land owners. Even though, the certificate of land ownership does not have absolute and binding verification strength before court, it can be formally admitted as proper evidence in court proceeding. The certificate holder is entitled for his right of ownership, unless other party can prove otherwise."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31896
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jovita
"PPAT adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Namun demikian, ada PPAT yang tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik. PPAT dapat dituntut untuk bertanggung jawab terhadap akta yang telah dibuatnya, terutama apabila akta tersebut cacat hukum karena kelalaiannya. Yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah akibat hukum terhadap Akta Jual Beli yang tanda tangan salah satu pihaknya terbukti tidak sah dan implikasi hukum terhadap PPAT yang terbukti bersalah dalam membuat Akta Jual Beli tersebut. Penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis, dianalisa dengan metode kualitatif menggunakan teknik pengumpulan data sekunder dan penelitiannya melalui studi kepustakaan. Dalam kasus ini, PPAT ditetapkan sebagai terdakwa karena terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum berupa pemalsuan tanda tangan dalam Akta Jual Beli. Hasil penelitian tesis ini adalah Akta Jual Beli tersebut tetap memiliki kekuatan sebagaimana Akta pada umumnya, sampai ada pihak yang mengajukan pembatalan Akta Jual Belinya. Dalam putusan, PPAT sebagai pemberi kerja bertanggung jawab atas karyawan yang terbukti bersalah melakukan pemalsuan tanda tangan salah satu pihak dalam Akta Jual Beli, sehingga yang bersangkutan dikenakan Pasal 264 Ayat (2) jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP, dan dijatuhkan sanksi pidana penjara selama 18 (delapan belas) bulan. Oleh karenanya, penulis menyarankan kepada pihak yang dirugikan untuk mengajukan pembatalan balik nama Sertipikat ke PTUN dan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri untuk membatalkan Akta Jual Beli serta menuntut ganti kerugian.

Land Deed Official is a general officer given the authority to make authentic deeds about certain legal acts concerning land rights.Nevertheless, there is a PPAT that does not carry out its duties and obligations properly. Land Deed Official can be prosecuted to be responsible for the deed he has made, especially if the deed is defective by law due to its negligence.The problem in this thesis is the legal result of the buy and sell act, whose signature of one of its parties proved to be invalid and the legal implications of land deed officials who proved guilty in making the Buy and Sell Act. The research of this thesis uses normative juridical method of research with the type of analytical descriptive research, analysed by qualitative method using secondary data collection techniques and research through literature study. In this case, the Land Deed Official was appointed as the defendant because it proved guilty of committing an act against the law in the form of signature counterfeiting in the Buy and Sell Act. The research result of this thesis is the buy and sell act still has the strength of the deed in general, until the party that filed the cancellation of the Buy and Sell Act. In the ruling, the Land Deed Official as the employer is responsible for the employee who proved guilty of a party signature forgery in the Buy and Sell Act, so that it is subject to Article 264 Paragraph (2) jo. Article 55 Paragraph (1) of the Criminal Code, and sentenced to imprisonment for 18 (eighteen) months. Therefore, the author suggests to the injured party to submit a cancellation of the certificate to the Civil Court of Justiceand submit a civil lawsuit to the District Court to cancel the Buy and Sell Act and claim damages."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Maretha
"Jual beli adalah perbuatan hukum yang sering dilakukan dalam masyarakat. Jual beli hendaknya dituangkan dalam bentuk akta otentik. Hal ini dilakukan untuk menjamin kepastian hukum. Tetapi tidak semua masyarakat melakukan jual beli dalam bentuk otentik, khususnya yang memiliki keterbatasan dana dan ilmu pengetahuan. Sehingga mereka seringkali melakukan jual beli secara bawah tangan. Sebab mereka belum menyadari jual beli secara otentik adalah Cara yang aman untuk menjamin kepastian hukum. Akta otentik dibuat oleh pejabat umum yang diberi kewenangan untuk itu; diantaranya notaris. Salah satu bentuk akta otentik adalah akta perjanjian akan jual beli. Perjanjian akan jual beli merupakan perjanjian pendahuluan dari perjanjian jual bali. Hal ini merupakan alternatif bagi calon penjual dan Calon pembeli apabila dalam jual beli terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak dapat langsung dilakukan perjanjian jual beli. Jual beli diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Permasalahan yang perlu diperhatikan, yaitu bagaimana keabsahan akta yang dibuat oleh notaris tentang perjanjian akan jual beli yang harganya tidak sesuai dengan harga sebenarnya, khususnya didaerah Jakarta Barat, dapatkah notaris membuat akta tentang perjanjian akan jual beli yang harganya tidak sesuai dengan harga sebenarnya sedangkan notaris mengetahui harga yang dikehendaki para pihak dalam akta bukan merupakan harga sebenarnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Secara umum, aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam perjanjian akan jual beli adalah meneliti obyek jual beli secara seksama. Tetapi dalanl hal terdapat penyimpangan. dalam perjanjian akan jual bali, dimana harga yang tercantum dalam akta bukan merupakan harga yang sebenarnya maka diperlukan sikap yang cermat dari seorang notaris. Perlindungan yang diberikan oleh hukum dalam perjanjian akan jual beli meliputi perlindungan bagi pembeli dan penjual."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sila Rizki Mauliddini
"Pendaftaran tanah dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap bidang-bidang tanah di wilayah Indonesia dengan suatu kepemilikan hak atas tanah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya adalah tanah negara. Di Kota Balikpapan, dapat dijumpai tanah dengan status segel yakni tanah negara yang bukti penguasaannya ada pada seseorang. Dalam rangka mencegah terjadinya tumpang tindih tanah dengan status segel maka Pemerintah Kota Balikpapan mengeluarkan Izin Membuka Tanah Negara (IMTN). Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pemegang IMTN. Namun dalam kenyataannya masih ditemukan persoalan yang dipicu oleh IMTN itu sendiri sebagaimana dialami oleh Tuan H sebagai pemegang IMTN atas tanah dengan status segel yang tidak dapat melakukan perpanjangan izin. Terkait hal tersebut maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang kedudukan IMTN dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia dan perlindungan hukum terhadap pemegang IMTN yang tidak dapat melakukan perpanjangan izin. Untuk dapat menjawab kedua masalah tersebut maka penelitian doktinal ini dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan hukum melalui studi dokumen. Guna memperkuat data sekunder yang dikumpulkan melalui studi tersebut, dilakukan pula wawancara dengan beberapa responden yang relevan dengan masalah penelitian. Selanjutnya data sekunder dan hasil wawancara dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis, dapat dinyatakan bahwa pengaturan tentang IMTN atas tanah dengan status segel tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang Pokok Agraria 1960, namun diatur secara tersirat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, khususnya Pasal 24 Ayat (1). Pengaturan tentang IMTN ini termasuk dalam otonomi daerah berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan. Adapun perlindungan hukum yang semestinya diberikan kepada pemegang IMTN adalah bersifat preventif. Hal tersebut disebabkan penguasaan tanah negara dengan status segel oleh Tuan H yang tidak dapat dilakukan perpanjangan IMTN adalah karena telah dilakukan perpanjangan IMTN dan berada di kawasan resapan air. Perpanjangan IMTN tersebut hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Adanya perlindungan hukum preventif yang dinyatakan sebelumnya dilakukan dengan pendaftaran tanah ke kantor pertanahan sesuai dengan peruntukkan tanah dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang dalam penelitian ini berupa Hak Pakai.

Land registration is intended to provide legal certainty for land parcels in the territory of Indonesia with ownership of land rights by applicable laws and regulations, including state land. In Balikpapan City, land with Segel status can be found, namely state land where proof of ownership is in the possession of a person. The Balikpapan City Government issues the Practice of License to Open State Land (IMTN) to prevent land overlapping with Segel status. The policy is intended to provide legal protection for IMTN holders. However, in reality, there are still problems triggered by the IMTN itself, as experienced by Mr. H as the IMTN holder of land with a Segel status who cannot extend the permit. Related to this, the issues raised in this study are about the legal status of IMTN in the land registration system in Indonesia and legal protection for IMTN holders who cannot extend permits. To be able to answer these two problems, this doctrinal research was carried out by collecting legal materials through document studies. To strengthen the secondary data collected through the study, interviews were also conducted with several respondents who were relevant to the research problem. Furthermore, secondary data and interview results were analyzed qualitatively. From the analysis results, it can be stated that the regulation regarding IMTN on land with Segel status is not regulated in the 1960 Indonesian Agrarian Law, but is implicitly regulated in Indonesian Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration, specifically Article 24 Paragraph (1). This arrangement regarding IMTN is included in regional autonomy based on the Decree of the President of the Republic of Indonesia Number 34 of 2003 concerning National Policy in the Land Sector. The legal protection that should be given to IMTN holders is preventive. This is due to the possession of state land with Segel status by Mr. H, which IMTN cannot extend because it has already been developed and is in a water catchment area. IMTN extension can only be done 1 (one) time with a period of 3 (three) years. The existence of preventive legal protection, which was stated previously, was carried out by registering land with the land office by the land allotment and the Regional Spatial Plan (RTRW), which in this study was in the form of a Right to Use."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Pratiwi
"Perpindahan hak atas tanah (HAT) yang berstatus kredit pemilikan rumah (KPR) yang dibebani Hak Tanggungan melalui jual beli menggunakan perjanjian dibawah tangan yang masih sering dijumpai di kalangan masyarakat memiliki implikasi hukum terhadap para pihak terutama pihak pembeli pada saat penjual tidak dapat diketahui keberadaannya setelah pembeli melaksanakan kewajibannya, sehingga di pembeli kesulitan memperoleh haknya yaitu pengambilan sertifikat di bank. Hal tersebut terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 365/PDT.G/2020/PN.Cbi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengangkat permasalahan terkait perlindungan hukum terhadap pembeli beritikad baik atas perjanjian jual beli HAT berstatus KPR yang dilakukan dengan perjanjian dibawah tangan. Penelitian hukum ini merupakan penelitian doktrinal, dengan bahan hukum diperoleh melalui studi dokumen kepustakaan. Adapun objek penelitian hukum berupa putusan pengadilan yang dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan. Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa dalam hal terjadi perpindahan HAT berstatus KPR melalui perjanjian dibawah tangan, pembeli dapat mengajukan gugatan perdata di pengadilan dan membuktikan keabsahan perjanjian dibawah tangan tersebut agar dapat mengambil sertifikat di bank dalam hal penjual tidak diketahui keberadaannya dan pembeli sudah melakukan kewajibannya.

The transfer of land rights (HAT) which has the status of a home ownership credit (KPR) which is burdened with mortgage rights through buying and selling using a private agreement which is still often found among the community has legal implications for the parties, especially the buyer, when the whereabouts of the seller cannot be known. after the buyer has carried out his obligations, the buyer has difficulty obtaining his rights, namely taking the certificate at the bank. This is contained in the Cibinong District Court Decision Number 365/PDT.G/2020/PN.Cbi. Therefore, this research was conducted to raise issues related to legal protection for buyers in good faith for HAT sale and purchase agreements with KPR status which were carried out by private agreement. This legal research is doctrinal research, with legal material obtained through the study of library documents. The object of legal research is court decisions that are linked to statutory regulations. From the research results, it can be explained that in the event of a transfer of HAT to KPR status through a private agreement, the buyer can file a civil suit in court and prove the validity of the private agreement so that he can take the certificate at the bank in the event that the seller's whereabouts are unknown and the buyer has already done his obligations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanry Ichfan Adityo
"Pada praktiknya terdapat ketidakcermatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menyusun akta jual beli tanah yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga mengakibatkan kerugian bagi para pihak yang berkepentingan. Hal tersebut menimbulkan akibat hukum dinyatakannya pembatalan akta dimuka pengadilan atau akta tersebut yang pada awalnya memiliki kekuatan hukum sempurna menjadi akta yang hanya mempunyai kekuatan hukum dibawah tangan. Penulisan tesis ini bertujuan untuk mengetahui jenis pertanggungjawaban PPAT selaku pejabat umum ketika melakukan kelalaian dalam menjalankan tugasnya. Metode penulisan tesis ini menggunakan yuridis normatif dan bertumpu pada data sekunder yang disajikan secara deskriptif analitis. Hasil penulisan menunjukkan bahwa suatu akta yang dinyatakan cacat hukum karena kesalahan, kelalaian maupun karena kesengajaan. PPAT dapat dimintai pertanggungjawabannya baik secara administratif, perdata maupun pidana. Adapun bentuk perlindungan hukum bagi pembeli beritikad baik yang tidak mengetahui adanya cacat yang melekat pada tanah yang dibelinya, dapat mengajukan gugatan kepada untuk menuntut pengembalian hak atas tanahnya serta dapat menuntut ganti kerugian yang terdiri dari biaya, rugi dan bunga.

In practice there is an inaccuracy of the Land Deed Official (PPAT) in preparing the land sale and purchase that is not in accordance with the laws and regulations, resulting in losses for interested parties. This creates a legal consequence of the cancellation of the deed before the court or the deed which initially has perfect legal power to become a deed that only has legal force under the hand. The writing of this thesis aims to find out the type of PPAT accountability as a general official when doing negligence in carrying out their duties. The method of writing this thesis uses normative juridical and relies on secondary data presented descriptively analytically. The results of writing indicate that a deed is declared to be legally flawed due to errors, negligence or intentional. PPAT can be held accountable for administrative, civil and criminal matters. The form of legal protection for buyers in good faith who are not aware of any defects inherent in the land, they can file a lawsuit to demand the return of their land rights and can claim damages consisting of costs, losses and interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandira Vinzka Cahyagita
"Penelitian ini membahas dan menganalisis mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah. Permasalahan dalam penelitian mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak serta bagaimana tanggung jawab Notaris/PPAT terhadap akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak tersebut. PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun, atau membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang akan dijadikan dasar pendaftarannya. PPAT seharusnya lebih cermat dan teliti dalam memeriksa dokumen sebelum pembuatan akta tersebut. Pokok permasalahan dalam penelitian ini bahwa PPAT membuat akta jual beli berdasarkan kuasa mutlak sehingga perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang dikarenakan perbuatan tersebut merupakan penyelundupan hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan menganalisis dan menelaah norma hukum yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peralihan hak atas tanah melalui akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak menjadi batal demi hukum dan Notaris/PPAT harus bertanggung jawab dengan sanksi yang dapat diberikan.

This study discusses and analyzes the legal power of absolute power in the transfer of land rights. Problems in research regarding the legal power of absolute power of attorney and how is the responsibility of the Notary/PPAT regarding the sale and purchase deed made based on this absolute power of attorney. PPAT is a public official who is authorized to make authentic deeds regarding certain legal actions regarding land rights or apartment ownership rights, or to make evidence regarding certain legal actions regarding land rights that will be used as the basis for registration. PPAT should be more careful and thorough in checking documents before making the deed. The main problem in this study is that the PPAT makes a sale and purchase deed based on absolute power of attorney so that the act is a prohibited act because the act is legal smuggling. The research method used in this research is normative juridical which is carried out by analyzing and examining relevant legal norms. The results of this study indicate that the transfer of land rights through a sale and purchase deed made based on absolute power of attorney is null and void and the Notary/PPAT must be responsible for the sanctions that can be given."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>