Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92826 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shanea Gabrielle
"Penyaluran dana pinjaman yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan (PPSP) kepada debitor harus disertai dengan jaminan berupa tanah dan bangunan yang telah diikat dengan Hak Tanggungan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c angka 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan. Hal tersebut dimaksudkan sebagai tindakan mitigasi risiko bagi PPSP untuk mencegah timbulnya kemacetan pembayaran pinjaman oleh debitor yang semestinya dengan didasarkan oleh iktikad baik. Melalui Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), PPSP sebagai penyalur pinjaman semestinya mendapatkan kepastian hukum akan adanya jaminan Hak Tanggungan untuk dapat dilakukannya pelelangan atas tanah yang dijadikan objek jaminan. Penelitian ini menganalisis mengenai kedudukan hak atas tanah yang dijadikan jaminan Hak Tanggungan tanpa diikat dengan APHT sehubungan dengan penyaluran dana pinjaman yang diberikan oleh PPSP dan tanggung jawab PPAT yang tidak menindaklanjuti pembuatan APHT berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 1097/Pdt.G/2020/PN.Dps. Penelitian hukum doktrinal ini dilakukan melalui studi kepustakaan guna mengumpulkan data sekunder yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis dapat dinyatakan bahwa kedudukan hak atas tanah yang dijadikan jaminan Hak Tanggungan tanpa diikat dengan APHT sehubungan dengan penyaluran dana pinjaman yang diberikan oleh PPSP adalah tanah tersebut tidak menjadi jaminan atas dana pinjaman yang diberikan oleh PPSP karena perjanjian pembiayaan yang hanya diikat dengan SKMHT belum melahirkan Hak Tanggungan. Adapun PPAT yang tidak menindaklanjuti pembuatan SKMHT menjadi APHT dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, administratif dan Kode Etik. PPSP sebaiknya mempertimbangkan beberapa langkah mitigasi risiko terlebih dahulu sebelum mencairkan dana pinjaman kepada debitor.

The disbursement of loans funds by the Secondary Housing Financing Company (PPSP) to debtors must be accompanied by collateral in the form of land and buildings encumbered by Mortgage Rights, as stipulated in Article 11 paragraph (2) letter c number 1 of the Financial Services Authority Regulation No. 12/POJK.05/2022 Year 2022 concerning Secondary Housing Financing Companies. This requirement is intended as a risk mitigation measure for PPSP to prevent loan payment defaults by debtors which should have been conducted in good faith. Through the Deed of Mortgage Granting (APHT), PPSP as the loan provider should obtain legal certainty regarding the existence of Mortgage Rights as collateral to enable foreclosure proceedings on the pledged land. This research analyzes the legal position of land rights used as Mortgage Rights collateral without being bound by APHT in relation to the disbursement of loan funds provided by PPSP and the responsibility of the Land Deed Official (PPAT) who fails to follow up on the creation of APHT based on the Decision of the Denpasar District Court Number 1097/Pdt.G/2020/PN.Dps. This doctrinal legal study is conducted through literature review to gather secondary data which is subsequently analyzed qualitatively. Based on the analysis, it can be concluded that land used as collateral for Mortgage Rights without being bound by APHT in relation to the disbursement of loan funds provided by PPSP does not secure the loan funds given by PPSP because financing agreements bound only by Conditional Sale and Purchase Agreement (SKMHT) do not establish Mortgage Rights. PPATs who fail to proceed with the creation of SKMHT into APHT can be held liable under civil, administrative, and ethical codes. PPSP should consider several risk mitigation steps before disbursing loan funds to debtors."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brigitha Elra Yustisia
"Profesi Notaris erat kaitannya dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Fungsi dan peran notaris serta PPAT ialah memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyuluhan hukum serta menjaga kepentingan pihak yang terkait. Dalam menjalankan tugasnya Notaris dan PPAT tidaklah lepas dari aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Notaris dan PPAT ditunjuk dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik seperti yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam menjalankan tugasnya telah memiliki peraturan masing-masing mengenai tata cara yang tertuang dalam peraturan jabatannya. Dalam prakteknya, masih banyak pelanggaran dalam melaksanakan jabatan yang mempunyai akibat hukum bagi akta yang dibuatnya. Undang-Undang Jabatan Notaris menunjuk Menteri untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris dan dalam melaksanakan pengawasannya, Menteri membentuk. Majelis Pengawas Notaris. Pada dasarnya kedua jabatan tersebut hanya membedakan tugas pokok dalam pembuatan akta otentik, namun subjek kedua jabatan tersebut adalah satu, yaitu seorang Notaris yang juga menjabat sebagai PPAT. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa Notaris/ PPAT harus memperhatikan prosedur dan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan akta dimana objek jual beli masih dalam boedel waris serta pengawasan PPAT dapat dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dalam hal terjadinya pelanggaran dalam menjalankan jabatannya.

Notary profession is closely related to land deed officer or PPAT. Both a notary and a PPAT have functions and roles in public service as well as conducting legal counseling and maintaining interest of related parties. As public officials who seal authentic deeds, a notary and a PPAT are bonded to PPAT, Notary, and Civil Code appointed in Article 1868 of Civil Code which regulates procedures of notary and PPAT duties. However, violations, which bring legal consequences to deeds a notary or a PPAT ratifies, are often encountered during task enforcement. According to law on notary, Law and Human Rights Minister is appointed to supervise notaries through Notary Supervisor Assembly. A notary and a PPAT basically are the same subjects, though main duty in drawing up authentic deeds differs. This thesis employs normative-juridical method with qualitative data analysis. Based on analysis, a notary or a PPAT should notice procedures and provisions in designing deeds in which sale and purchase object is still in boedel inheritance, and duty procedure violation is supervised by Notary Supervisor Assembly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Chintya Odang
"PPAT sebagai satu-satunya pejabat umun yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan-perbuatan hukum tertentu berkenaan dengan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun. Aktaakta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik, sepanjang seluruh unsurunsur dari akta otentik terpenuhi. Namun sangat disayangkan, bahwa dalam prakteknya masih banyak ditemukan kesalahan-kesalahan dan pelanggaranpelanggaran dalam pembuatan suatu akta PPAT, yang dapat menyebabkan keotentikan dari akta tersebut menjadi hilang. Penulis memfokuskan pada permasalahan yang terjadi dalam perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS, yaitu bagaimana peran dan tanggung jawab PPAT dalam APHT, apa saja pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dalam pembuatan APHT terkait dengan kasus tersebut, dan apakah putusan dari perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku? Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis, yaitu dengan cara pengumpulan data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan dan dengan menganalisis data secara kualitatif dengan melakukan sistematika terhadap penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar demikian penulis dapat membuat simpulan bahwa mengenai peran dan tanggung jawab PPAT telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang ada, peran dan tanggung jawab serta ketelitian seorang PPAT sangat penting agar terhindar dari kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, adapun kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh PPAT tersebut dalam pembuatan APHT, dikarenakan PPAT tidak memeriksa dan tidak teliti terhadap dokumendokumen yang ada, sehingga menyebabkan akta menjadi cacat hukum dan dapat dibatalkan, dan apa yang telah diputuskan oleh Hakim atas perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS, telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yang mana adanya penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan oleh PPAT tersebut yang menyebabkan dapat dibatalkan APHT yang telah dibuatnya.

PPAT as the only public officer given authority to make authentic deeds with regard to specific legal acts concerning land security rights and condominium ownership right, the deeds which made by PPAT is an authentic deed, as long as the entire elements of an authentic deed has fulfilled, however it is unfortunate, that on practice there are still many mistakes and violations found in the making of PPAT deed, which can render the deed authentication becoming lost. The writer focus on problems occurred on case Number 18/PDT.G/2010/PN.GS, which is how PPAT role and responsibility on APHT, what is the violations performed by PPAT in the making of APHT related to that case and whether the case number 18/PDT.G/2010/PN.GS verdict are already compliance with the provisions of the applicable law? Research are conducted by the literature research which is normative juridical by collecting data sourced from the literature and analyze the data in qualitative by conducting a systematic on the application of the applicable regulations. On that such basis writers can make a conclusion that the roles and responsibilities of the PPAT have been regulated in the provision of regulations that already exists, the role and responsibilities as well as the thoroughness of a PPAT are very important to avoid the mistakes that can be harm to certain parties, As for mistakes that has been performed by the PPAT in making APHT, due PPAT not examine and not thorough to the existing documents, thereby render the deed being law deformed and may be annulled, and what has been decided by the Judge of the case number 18/PDT.G/2010/PN.GS, already comply with the provisions of the applicable law, which deviations that has been performed by the PPAT can render the APHT which has been made may be annulled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31043
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriyanti
"

Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah atas akta jual beli yang dinyatakan cacat hukum akibat adanya pembatalan sertipikat yang menjadi dasar pembuatan akta jual beli tersebut. Pembatalan sertipikat dilakukan karena penerbitannya didasarkan pada surat pernyataan waris yang tidak sah sehingga segala bentuk perbuatan hukum atas tanah warisan tersebut dianggap tidak pernah terjadi. Pembatalan sertipikat yang digunakan sebagai jaminan kredit perbankan menyebabkan kreditur kehilangan jaminan atas piutangnya. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah atas pembatalan sertipikat akibat akta jual beli yang cacat hukum; dan, akibat pembatalan sertipikat yang menjadi objek jaminan kredit terhadap kreditur. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dan penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menghasilkan data deskriptif. Analisis didasarkan pada tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pembuatan akta jual beli dengan objek tanah warisan untuk memahami sejauh mana tanggung jawabnya atas akta tersebut jika akta dibatalkan karena pewarisan yang cacat hukum dan menganalisis upaya kreditur jika pembatalan akta tersebut mengakibatkan dibatalkannya sertipikat objek jaminan kreditnya. Hasil analisa adalah bahwa atas pembatalan suatu sertipikat hak atas tanah,  Pejabat Pembuat Akta Tanah tidaklah dapat dimintai pertanggunggjawaban selama pejabat tersebut tidak terbukti melakukan kesalahan, sedangkan kreditur yang dirugikan atas pembatalan sertipikat jaminan kreditnya dapat menempuh jalur hukum, oleh karena itu prinsip kehati-hatian sangatlah penting bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pembuatan akta autentik serta kreditur dalam mengenal calon debitur agar terhindar dari kerugian akibat kehilangan jaminan kreditnya.


This research is about the responsibility of Land Deed Official for sale and purchase deed which is declared legally defect due from annulment of land title deed as a basis of the deed making. The annulment of land title deed because the issuing is based on illegally inheritance statement so that any legal actions are considered never happened. The annulment of land title deed is used for bank loan collateral causes the creditor losing his collateral receivables. The issues are raised in this research that is responsible of land deed official for annulment of land title deed due to legal defect sale and purchase deed; and, due to annulment of land title deed as loan collateral for creditor. To answer those issues are used normative juridical research method and this research is qualitative research with descriptive data as a result. The analysis is based on role of land deed official in sale and purchase deed making for inherited land as the object to find out the extent of his responsibility for the deed he made if the deed is annulled because legal defect inheritance and analysing creditors efforts if the annulment effect to land title deed revocation which is the object used as his loan collateral. The analysis results are for annulment of land title deed, Land Deed Official cant be held a responsibility as long he doesnt proven made any mistake, whereas the creditors are harmed for annulment of land title deed as his loan collateral can take a legal action, therefore prudential principle is very important for Land Deed Official in the deed making also the creditors for getting to know potential debtor to avoid from loss causing by losing his loan collateral.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Ramadhan Saputra Djamaswar
"Tesis ini membahas mengenai bentuk dan substansi cacat yuridis akta Pejabat Pembuatan Akta Tanah dikaji dalam prespektif kebatalan dan degradasi kekuatan bukti. Pokok permasalahan adalah mengenai bentuk substansi dan fungsi Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang cacat yuridis dalam Pendaftaran tanah serta implikasinya dalam putusan pengadilan terhadap cacat yuridis Akta Jual Beli. Penulis mengadakan penelitian dengan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif, tipologi penelitiannya bersifat deskriptif analitis, dan teknik analisis datanya secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bentuk substansi dan fungsi akta PPAT dalam pendaftaran tanah yaitu sesuai pada kasus putusan, bentuk perbuatan hukum atau bentuk formil dari perbuatan jual beli adalah berbentuk Akta Jual Beli yang merupakan produk PPAT yaitu sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah, sedangkan fungsi akta PPAT yaitu harus menjadi syarat agar peralihan hak atas tanah dapat didaftarkannya pada kantor pertanahan sesuai dalam peraturan mengenai pendaftaran tanah dan Implikasi dari cacat yuridis akta PPAT pada Putusan berakibat perbuatan hukum yang dilakukan yaitu jual beli tidak mempunyai akibat hukum, Akta Jual Beli dianggap tidak pernah lahir meskipun telah didaftarkan sebelumnya, hal itu berimplikasi pada kantor pertanahan yang mengharuskan mengembalikan hak atas tanah dikarenakan sebelumnya telah didaftarkan oleh kantor pertanahan menjadi kembali seperti semula sebelum Akta Jual Beli tersebut lahir.

This thesis discusses the form and substance of the juridical defect of the Act of Land Deed Making Officials examined in the perspective of the nullification and degradation of the strength of evidence. The subject matter is regarding the legal defect of the Sale and Purchase Act and its implications in the court's decision regarding the legal defect of the Sale and Purchase Act. The author conducted research with normative juridical research methods, typology of analytical descriptive research, and qualitative data analysis techniques. Based on the results of the study it was concluded that the form of substance and function of the PPAT deed in land registration that is in accordance with the case of the decision, the form of legal action or formal form of the sale and purchase act is in the form of Deed of Sale and Purchase which is a PPAT product that is as proof of the implementation of certain legal actions regarding land rights while the PPAT deed function must be a requirement that the transfer of land rights can be registered at the land office in accordance with the regulations regarding land registration and Implications of jurisdictional defects of the PPAT deed on the Decision resulting in legal actions carried out namely the sale and purchase has no legal consequences, the Deed of Sale and Purchase considered to have never been born even though it has been registered before, it has implications for the land office which requires returning land rights because it was previously registered by the land office to be back to where it was before the Buy and Sell Act was born."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christy Monaita Martanti
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu dalam hal peralihan hak atas tanah, salah satunya yaitu akta jual beli. Dalam peraturannya telah diatur bahwa tidak diperbolehkan membuat akta jual beli dengan blanko kosong. Dalam hal ini ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dalam pembuatan akta jual beli dengan blanko kosong sehingga berimplikasi pada perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Tesis ini membahas tanggung jawab PPAT sebagai pejabat umum terhadap pembatalan akta jual beli akibat perbuatan melawan hukum serta akibat hukumnya. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif. Hasil pembahasan ini adalah PPAT bertanggung jawab terhadap perbuatan melawan hukum membuat akta jual beli dengan blanko kosong: (1) Tanggung jawab PPAT bersangkutan terdiri dari tanggung jawab administrasi berupa pengenaan sanksi administrasi pemberhentian sementara dari jabatannya dan tanggung jawab pidana berupa pengenaan sanksi pidana. (2) Akibat hukum terhadap akta jual beli yang dinyatakan batal demi hukum oleh suatu putusan pengadilan yaitu akta tersebut dianggap tidak pernah ada. Artinya sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli. Pengurusan dilakukan dengan membuat akta pembatalan jual beli tanah, yang akan ditindak lanjuti oleh Kantor Pertanahan untuk dilakukan pencabutan dan pembatalan sertipikat yang telah terbit sebelumnya. Pembatalan sertipikat akan mengembalikan status tanahnya ke keadaan semula sebelum dilakukan peralihan hak. Sehingga nama pemegang hak akan kembali ke nama pemegang hak semula.

The Land Deed Maker Official (PPAT) is a public official who is authorized to make authentic deeds regarding certain legal actions in terms of the transfer of land rights, one of which is the deed of sale and purchase. In the regulations it has been regulated that it is not allowed to make a deed of sale with a blank form. In the case, a violation was found by PPAT in making a deed of sale and purchase with a blank form so that it had implications for unlawful acts (onrechmatige daad). This thesis discusses PPAT’s responsibility as a public official for the cancellation of the sale and purchase deed due to unlawful acts and the legal consequences. The research method used in normative legal research. The results of this discussion are that the PPAT is responsible for unlawful acts of making a blank sale and purchase deed: (1) The related PPAT’s responsibilities consist of administrative responsibility in the form of imposition of administrative sanctions for dismissal from his position and crimical responsibility in the form of imposition of criminal sanctions. (2) The legal consequence of the deed of sale which is declared null and void by a court decision is that the deed is deemed to have never existed. That is, from the beginning the law considered that there had never existed. That is, from the beginning the law considered that there had never been a sale and purchase. Managenemt is carried out by making a deed of sale and purchase of land, which will be followed up by the Land Officer for revocation and previously a certificate that has been issued previously. Cancellation of the certificate will return the land status to its original state before the title song was carried out. So that the name of the right holder will return to the name of the original right holder."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rissa Zeno Tulus Putri
"Untuk menjamin kepastian hukum atas peralihan hak atas tanah dibutuhkan bukti yang sempurna dalam suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT. Akta PPAT merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan data yuridis pendaftaran tanah di Indonesia, yang prosedur pembuatannya harus sesuai dengan ketentuan tata cara pembuatan akta PPAT. Salah satu kewajiban PPAT adalah membacakan sendiri akta yang dibuatnya. Pada praktiknya, masih ditemukan permasalahan mengenai akta jual beli yang tidak dibacakan sendiri oleh PPAT, melainkan dibacakan oleh pegawai kantornya. Terdapat dua masalah yang diangkat dalam tesis ini yaitu akibat hukum akta jual beli yang dibacakan oleh pegawai kantor PPAT, dan keabsahan dari pendaftaran peralihan hak atas tanah berdasarkan akta jual beli yang dibacakan oleh pegawai kantor PPAT. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, dengan analisis data kualitatif. Menurut sifatnya, penelitian ini adalah deskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian, pembuatan akta jual beli yang dibacakan oleh pegawai kantor PPAT akan membawa akibat hilangnya otentisitas dari akta. Seharusnya akta jual beli yang tidak memenuhi persyaratan formil dalam suatu pembuatan akta PPAT tidak dapat dijadikan dasar untuk dilakukannya perubahan data pendaftaran tanah. Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah yang telah dilakukan dan dikemudian hari diketahui bahwa akta PPAT yang dijadikan dasar untuk dilakukannya perubahan data pendaftaran tanah sebenarnya telah kehilangan otentisitasnya, maka pendaftaran peralihan hak atas tanah yang telah dilakukan tersebut dapat dilakukan pembatalan oleh Kepala Kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional.

To ensure the legal certainty of the transition of land rights it requires perfect evidence in a deed made by and in the presence of PPAT. PPAT Deed is one of the main sources in the maintenance of the data on the registration of land in Indonesia, whose manufacturing procedures must be in accordance with the provisions of the procedure for the creation of PPAT deed. One of PPAT`s obligations is to read the deed itself. In practice, it is still found the problem of buying and selling act which is not read by PPAT, but read by his office officers. There are two problems raised in this thesis that is due to the legal buy and sell act which is read by the PPAT office employees, and the validity of the transitional registration of land rights based on the deed of sale which is read by the PPAT office employees. This research uses juridical-normative research methods, with qualitative data analysis. According to its nature, this research is an analytical descriptive.
Based on the results of the research, the manufacture of sale and purchase deed read by the PPAT office will bring the consequences of loss of authenticity from the deed. It should be a sale deed that does not meet the formyl requirements in the creation of the PPAT deed could not be made basis for the change of land registration data. On the registration of land rights transition that has been done and later known that the PPAT deed as the basis for the change of land registration data has actually lost its authenticity, then the registration of the transition The rights to the land that has been done can be cancelled by the head of the National Land Agency office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Aprilian
"Akta Jual Beli (AJB) dengan objek tanah semestinya dibuat dengan memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang terdiri atas syarat subjektif dan objektif. Selain itu, seharusnya dalam pembuatan akta tersebut dipertimbangkan pula ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata tentang batalnya perjanjian yaitu dengan adanya cacat kehendak yang meliputi ancaman, kekhilafan, dan penipuan. Demikian pula halnya dalam jual beli dengan objek tanah yang menggunakan ketentuan yang diatur Undang-undang Nomor 5 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam kenyataannya dijumpai AJB dengan objek tanah yang perjanjiannya mengandung cacat kehendak karena adanya penipuan. Kasus tersebut ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Kalianda Nomor: 2/PDT.G/2021/PN Kla. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis keabsahan dari AJB dengan objek tanah yang mengandung cacat kehendak, selain itu menganalisis juga tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap adanya cacat kehendak dalam pembuatan AJB dengan objek tanah. Penelitian hukum ini berbentuk doktrinal yang dipaparkan secara eksplanatoris analitis untuk mengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan. Selanjutnya bahanbahan hukum tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa cacat kehendak (dalam hal ini adalah penipuan) membuat tidak terpenuhinya syarat subjektif yang berkenaan dengan kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri melalui perbuatan hukum jual beli yang dituangkan dalam AJB di hadapan PPAT sehingga akta tersebut menjadi dibatalkan oleh Hakim. Adapun terkait tanggung jawab dari PPAT dalam pembuatan AJB dengan objek tanah yang mengandung cacat kehendak adalah sebatas formalitas dari akta autentik yang dibuatnya, sedangkan berkenaan dengan kebenaran dari substansi (isi) perjanjian yang merupakan kehendak para pihak, bukan merupakan tanggung jawab PPAT.

The Deed of Sale and Purchase (AJB) involving land objects should be made in accordance with the validity requirements of an agreement as stipulated in Article 1320 of the Indonesian Civil Code (KUHPerdata), which includes both subjective and objective conditions. Furthermore, the making of such a deed should also consider the provisions of Article 1321 of the Civil Code regarding the annulment of agreements due to defects in consent, which include coercion, mistake, and fraud. Similarly, in land sale and purchase transactions governed by the provisions of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles (UUPA), there are cases where the AJB involving land objects contains defects in consent due to fraud. Such a case was found in the decision of the Kalianda District Court Number: 2/PDT.G/2021/PN Kla. This research aims to analyze the validity of the AJB involving land objects that contain defects in consent and to analyze the responsibility of the Land Deed Official (PPAT) regarding the defects in consent in the making of the AJB involving land objects. This legal research is doctrinal, presented in an explanatory-analytical manner to collect secondary data in the form of legal materials through literature study. The legal materials are then analyzed qualitatively. The research findings indicate that defects in consent (in this case, fraud) result in the non-fulfillment of the subjective requirement regarding the agreement of the parties to bind themselves through the legal act of sale and purchase as stated in the AJB before the PPAT, thus rendering the deed annulled by the Judge. As for the responsibility of the PPAT in making the AJB involving land objects that contain defects in consent, it is limited to the formality of the authentic deed they made. However, regarding the truth of the substance (content) of the agreement, which is the will of the parties, it is not the responsibility of the PPAT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanry Ichfan Adityo
"Pada praktiknya terdapat ketidakcermatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menyusun akta jual beli tanah yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga mengakibatkan kerugian bagi para pihak yang berkepentingan. Hal tersebut menimbulkan akibat hukum dinyatakannya pembatalan akta dimuka pengadilan atau akta tersebut yang pada awalnya memiliki kekuatan hukum sempurna menjadi akta yang hanya mempunyai kekuatan hukum dibawah tangan. Penulisan tesis ini bertujuan untuk mengetahui jenis pertanggungjawaban PPAT selaku pejabat umum ketika melakukan kelalaian dalam menjalankan tugasnya. Metode penulisan tesis ini menggunakan yuridis normatif dan bertumpu pada data sekunder yang disajikan secara deskriptif analitis. Hasil penulisan menunjukkan bahwa suatu akta yang dinyatakan cacat hukum karena kesalahan, kelalaian maupun karena kesengajaan. PPAT dapat dimintai pertanggungjawabannya baik secara administratif, perdata maupun pidana. Adapun bentuk perlindungan hukum bagi pembeli beritikad baik yang tidak mengetahui adanya cacat yang melekat pada tanah yang dibelinya, dapat mengajukan gugatan kepada untuk menuntut pengembalian hak atas tanahnya serta dapat menuntut ganti kerugian yang terdiri dari biaya, rugi dan bunga.

In practice there is an inaccuracy of the Land Deed Official (PPAT) in preparing the land sale and purchase that is not in accordance with the laws and regulations, resulting in losses for interested parties. This creates a legal consequence of the cancellation of the deed before the court or the deed which initially has perfect legal power to become a deed that only has legal force under the hand. The writing of this thesis aims to find out the type of PPAT accountability as a general official when doing negligence in carrying out their duties. The method of writing this thesis uses normative juridical and relies on secondary data presented descriptively analytically. The results of writing indicate that a deed is declared to be legally flawed due to errors, negligence or intentional. PPAT can be held accountable for administrative, civil and criminal matters. The form of legal protection for buyers in good faith who are not aware of any defects inherent in the land, they can file a lawsuit to demand the return of their land rights and can claim damages consisting of costs, losses and interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Syaferli
"Penelitian ini membahas mengenai Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai pihak yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian kerjasama kajian terhadap tanggung jawab dalam jabatannya. Ada 2 rumusan masalah dalam penilitian ini yaitu Notaris/PPAT sebagai pihak dalam perjanjian kerjasama yang berkaitan atau tidak dengan lingkup kewenangannya dan pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 75/PDT/2018/PT. YYK atas tindakan wanprestasi terhadap perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Notaris/PPAT. Untuk menjawabnya digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan analisis. Hasil analisa adalah perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Tuan MK (Notaris/PPAT) dengan kliennya terdapat polemik yang dari para ahli profesi dan para praktisi. Ada yang memperbolehkan dan ada juga yang beranggapan bahwa hal tersebut melanggar Undang-Undang. Mengenai pelaksanaan perjanjian kerjasama yang dilakukan dan wanprestasi yang dilakukan oleh Tuan MK (Notaris/PPAT) tanggung jawabnya dapat dibidang administrasi yaitu sebagai Notaris sekaligus PPAT dan tanggung jawab dibidang perdata yang dimana dalam kasus ini Tuan Mk (Notaris/PPAT) harus membayar biaya ganti rugi kepada pihak YAKKAP I dan
membayar biaya perkara pengadilan. Sehingga dalam hal ini Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 75/PDT/2018/PT. YYK sudah benar. Perjanjian kerjasama tersebut tidak sepatutnya dilakukan karena Notaris/PPAT hanya berwenang membuat akta. Adanya pembatasan ini maka perjanjian kerjasama tersebut dapat dibatalkan karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian.

This thesis discusses Notary / PPAT as a people who breach of contract in a Cooperation Agreement Letter a Study in Responsibilities in The Position. This thesis discusses 2 problems include Notary/PPAT as a party in a cooperation agreement letter related or not within the scope of its authority and analysis of high court decision in yogya number 75/PDT/2018/PT. YYK. This research is classified as normative juridical research with analytical approach. The result of the the analysis is cooperation agreement letter made by Mr. MK (Notary/PPAT) with his client there is a polemic from
professional experts and practitioners. There are those who allow it and other think that it violates the law. Regarding the implementation of the cooperation agreement letter and breach of contract by Mr. MK (Notary/PPAT), his responsibilities can be in the field of administration, namely as a Notary and PPAT, also responsibilities in the civil field, where in this case Mr. MK (Notary/PPAT) must pay compensation to YAKKAP I and pay the court fee. In this case, the Yogyakarta High Court Decision Number 75/PDT/2018/PT. YYK is correct. The cooperation agreement letter should not be carried out because the Notary/PPAT is onlu authorized to make a deed. Because of this limitation and the terms of the agreement is not fulfilled, cooperation agreement letter can be canceled.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>