Majalengka adalah salah satu kabupaten di Indonesia yang termasuk daerah rentan terjadi tanah longsor. Tanah longsor di Kabupaten Majalengka menyebabkan kerugian yang sangat besar seperti kerusakan infrastruktur, kehilangan harta benda, hingga jatuhnya korban jiwa. Melihat dampak kerugian tersebut perlu dilakukan upaya mitigasi untuk mengurangi resiko dan kerugian dengan cara pembuatan peta rentan longsor. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan wilayah rentan tanah longsor dan sebagai salah satu acuan untuk pemerintah dan instansi terkait guna mengurangi kerugian yang ditimbulkan. Metode yang digunakan adalah overlay menggunakan Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE), dengan menggunakan nilai pembobotan yang bersumber dari Peraturan Menteri PU NO.22/PRT/M/2007, Puslittanak Bogor (2014) dan Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (2004). Kemudian dilakukan perbandingan dari sumber tersebut untuk mengetahui nilai pembobotan dengan akurasi tertinggi. Adapun variabel yang digunakan lereng, curah hujan, jenis tanah, litologi, dan penggunaan tanah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa wilayah kerentanan tanah longsor di bagi menjadi wilayah tidak rentan, rendah, sedang, tinggi dan Kabupaten Majalengka di dominasi oleh tingkat kerentanan sedang. Untuk nilai akurasi peta kerentanan tanah longsor yang dihasilkan sumber nilai pembobotan dari Peraturan Menteri PU NO.22/PRT/M/2007 memiliki nilai akurasi paling tinggi sebesar 76%. Untuk pembobotan dari Puslittanak Bogor (2004) nilai akurasi 73%, sedangkan sumber pembobotan dari DVMBG (2004) memiliki nilai akurasi 69%.
Majalengka is one of the regencies in Indonesia which is considered as an area susceptibility to landslides. There were 67 landslides in 2019 causing damage to infrastructure, loss of property, and death. Seeing the impact of these losses it is necessary to mitigate efforts to reduce risks and losses by making landslide susceptibility maps. This study aims to map landslide susceptibility areas based on Geographic Information Systems (GIS) with overlays using the Spatial Multi-Criteria Evaluation (SMCE) method. The variables used slope, rainfall, soil type, lithology, and land use by comparing weighting values based on overlays, with values sourced from the Minister of Public Works Regulation NO.22 / PRT / M / 2007, Puslittanak Bogor (2014) and the Directorate of Volcanology and Disaster Mitigation (2004). The results of this study indicate that landslide susceptibility areas are divided into very low, low, moderate, high areas. For accuracy values on each landslide susceptibility map produced by the weighting value source of research, Minister of Public Works Regulation NO.22 / PRT / M / 2007 has the highest accuracy value of 76%. Weighting from Puslittanak Bogor (2004) the accuracy value is 73%, while the weighting source from DVMBG (2004) has an accuracy value of 69%.
"Tanah longsor tercatat memiliki dampak paling mematikan di Indonesia selama tahun 2015 - 2017. Tanah longsor dapat disebabkan oleh aktivitas manusia yang memperburuk kondisi lingkungan seperti dengan merekonstruksi lanskap yang dapat mengurangi fungsi ekologis. Oleh karena itu, pemetaan wilayah rawan tanah longsor diperlukan sebagai salah satu upaya mitigasi bencana. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Lanskap dengan FRAGSTATS 4.2 dan Index Storie. Indeks lanskap digunakan untuk memetakan pola lanskap sementara Index Storie dapat digunakan untuk memetakan daerah rawan longsor, kedua indeks tersebut kemudian digunakan untuk analisis lebih lanjut yang menunjukkan hubungan antara pola lanskap dan daerah rawan longsor di wilayah studi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa peningkatan nilai Patch Density (PD), Landscape Shape Index (LSI) dan Interspersion and Juxtaposition Index (IJI), menggambarkan pola lanskap yang tersebar, sedangkan peningkatan nilai Largest Patch Index (LPI) pada lanskap menunjukkan pola yang semakin mengelompok. Index Storie menunjukkan bahwa wilayah rawan longsor dengan tingkat sedang mendominasi area studi dan cenderung terkonsentrasi di utara, karakteristik fisik yang mempengaruhi tingkat kerentanan longsor di area studi adalah curah hujan, lapisan batuan dasar dan jenis tanah. Kombinasi Indeks Lanskap dan Index Storie menunjukkan bahwa hubungan antara pola lanskap dan daerah rawan longsor dapat menjadi salah satu alat penentu prioritas yang digunakan untuk memantau dan merencanakan penutupan lahan sebagai upaya mitigasi bencana tanah longsor.
Landslides were recorded as having the deadliest impact in Indonesia during 2015 - 2017. Landslides can be caused by human activities which deteriorate the environment condition such as by reconstructing landscapes that may reduce ecological functions. Therefore, mapping of landslide-prone areas is necessary as one of the efforts to mitigate the disaster that could be following. The methods used in this research are the landscape metrics with FRAGSTATS 4.2 and Index Storie. Landscape metrics are useful to map the landscape patterns while the Index Storie can be used to map landslide-prone areas, both indexes then being used for further analysis to determine the relationship between landscape patterns and landslide-prone areas in the study area. The results showed that increasing value of Patch Density (PD), Landscape Shape Index (LSI) and Interspersion and Juxtaposition Index (IJI), illustrates the pattern of scattered landscapes, whereas an increase in the value of the Largest Patch Index (LPI) in a landscape indicates an increasingly clustered pattern. The Index Storie shows that areas of moderate landslide-prone areas dominate the study area and tend to be concentrated in the north, physical characteristics that affect the level of landslide vulnerability in the study area are rainfall, bedrock layer, and soil type. The combination of the Landscape metrics and the Index Storie shows that the relationship between landscape patterns and landslide-prone areas can be one of the priorities determining tools used for monitoring and planning land cover as an effort to mitigate landslides.
"