Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190167 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanifa Rahmah Diah Nur Fitri
"Sebelum studi ini, telah dibuktikan beberapa tanaman herbal berpotensi sebagai gastroprotektif. Tetapi penggunaannya sebagai obat di Indonesia masih terbatas secara empiris. Sementara, NADES merupakan campuran eutektik dengan 2 atau 3 komposisi penyusun yang terdiri dari metabolit primer. Selain sebagai pelarut alternatif dalam ekstraksi herbal, NADES memiliki potensi meningkatkan bioavailabilitas suatu senyawa. Studi ini bertujuan untuk membandingkan efek gastroprotektif yang dimiliki oleh senyawa xantorizol pada ekstrak etanol temulawak dan ekstrak etanol temulawak dalam NADES. Hewan uji yang digunakan adalah mencit galur swiss webster berusia ± 4 bulan. Dalam pengujiannya, studi ini menggunakan dosis xantorizol sebesar 10 mg/KgBB dan 25 mg/KgBB. Perlakuan pada 7 kelompok (n=4) dilakukan selama 7 hari sebelum induksi ± 12 jam setelahnya dengan etanol 50%-HCl 0,3M (10 uL/gramBB). Efek gastroprotektif ditentukan berdasarkan hasil pengujian indeks ulkus, pH isi lambung, dan kadar mukus lambung. Pada uji indeks ulkus, kelompok ekstrak etanol dengan 25 mg/KgBB dosis xantorizol memiliki perbedaan signifikan terhadap kelompok negatif (p<0.05). Secara umum, perbaikan ulkus terlihat meningkat sesuai dosis terhadap kelompok kontrolnya. Sementara, pada uji kadar mukus, empat kelompok perlakuan (pelarut NADES, EE XTZ dosis 10 mg/KgBB, EE XTZ dosis 25 mg/KgBB, dan EEN XTZ dosis 10 mg/KgBB) memiliki peningkatan kadar mukus yang signifikan terhadap kontrol negatif (p<0,05). Kemudian, pada uji pH, kelompok kontrol positif dan kelompok ekstrak etanol memiliki kemampuan mempertahankan pH mendekati pH normalnya dengan kisaran pH 2,48-2,88. Hal ini menunjukkan xantorizol memiliki potensi gastroprotektif pada dosis 10 mg/KgBB dan pada 25 mg/KgBB. Namun, tidak ada perbedaan antara ekstrak etanol dalam NADES dengan ekstrak etanol.

Before, there were already several candidates for herbal medicine with gastroprotective effects. However, in Indonesia, herbal medicines were mostly used empirically. A NADES is a eutectic mixture of 2 or 3 primary metabolites. Besides being an alternative solvent for extraction, NADES can potentially improve a compound's bioavailability. This study compares the gastroprotective effect of xanthorrhizol within Javanese turmeric rhizomes ethanol extract and the same ethanol extract dissolved in NADES. This study used ± 4 months old Swiss Webster mice. Xanthorrhizol administered at 10 mg/Kg and 25 mg/Kg. Seven groups of mice (n=4) were pre-treated for seven days and then induced with ethanol 50%-HCl 0.3M(10 uL/gram) ± 12 hours later. Gastroprotective effects were then measured with three parameters: ulcer index, gastric content pH, and mucus content. The result of index ulcers shows a significant difference between ethanol extract with 25 mg/Kg xanthorrhizol and negative control (p<0,05). Overall, there is an improvement in ulcer healing for all treatment groups with a dose-dependent trend compared with the control group. For gastric mucus content, four treatment groups (NADES, EE XTZ 10 mg/Kg, EE XTZ 25 mg/Kg, and EEN XTZ 10 mg/Kg) have shown a significant increase compared with negative control (p<0,05). In gastric pH parameters, groups administered with ethanol extract and positive control can maintain their pH within normal acidic pH, which is 2.48-2.88. Thus, xanthorrhizol does have a gastroprotective effect at 10 mg/Kg and 25 mg/Kg. However, ethanol extract dissolved within NADES did not show any significant effect difference compared with ethanol extract."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annesya Shafira Amartya
"Rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman obat yang bermanfaat sebagai antioksidan karena mengandung kurkuminoid dan xantorizol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kombinasi NADES terbaik dan kondisi ekstraksi yang optimum serta membandingkan hasil kadar ekstraksi NADES-UAE dengan hasil kadar ekstraksi etanol-maserasi. Penggunaan NADES berpotensi mengekstraksi senyawa hidrofobik sehingga dilakukan optimasi kondisi ekstraksi agar mendapatkan kondisi optimal untuk mengekstraksi senyawa kurkuminoid dan xantorizol. Komponen NADES yang digunakan adalah kolin klorida dengan gula sederhana (glukosa, fruktosa, dan sukrosa). Optimasi kondisi ekstraksi ditentukan dengan metode Response Surface Methodology menggunakan tiga variabel bebas, yaitu penambahan air pada NADES (10–30%), rasio pelarut dan serbuk (15–25 mL/g), dan waktu ekstraksi (10–30 menit). Penetapan kadar kurkuminoid dan xantorizol dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi kolin klorida dan sukrosa mendapatkan hasil yang paling tinggi. Kondisi yang optimum untuk mengekstraksi senyawa kurkuminoid dan xantorizol adalah penambahan air pada NADES 10%, rasio pelarut terhadap serbuk 25 mL/g, dan waktu ekstraksi 20 menit. Hasil ekstraksi maserasi-etanol 96% didapatkan dengan hasil kadar kurkuminoid dan xantorizol yang lebih tinggi dibandingkan NADES-UAE. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan NADES berbasis kolin klorida-sukrosa dapat digunakan sebagai alternatif pelarut organik untuk mengekstraksi senyawa kurkuminoid dan xantorizol.

Javanese turmeric rhizome (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is a medicinal plant used as an antioxidative agent because it contains curcuminoid dan xanthorrhizol. This research aimed to find the best combination of NADES and the optimal extraction condition and compare the extract level of NADES-UAE with the extract level of ethanol-maceration. NADES has a potential to extract hydrophobic compound, optimization of extraction condition conducted to find an optimal condition for extract curcuminoid and xanthorrhizol. NADES components used are choline chloride and sugar (glucose, fructose, and sucrose). The optimization of extraction condition was conducted using Response Surface Methodology with three variables, namely water percentage (10–30%), ratio of solvent to powder (15–25 mg/L), and extraction time (10–30 minutes). The analysis of curcuminoid and xanthorrhizol was performed using High-Performance Liquid Chromatography. Choline chloride-sucrose showed the highest result for extraction. The optimal conditions were obtained at 10% of water percentage, 25 mL/g ratio of solvent to powder, and 20 minutes of extraction time. The extraction results obtained in the maceration methods with 96% ethanol extract showed the curcuminoid and xanthorrhizol level is higher than NADES-UAE. Based on the result, it can be concluded that choline chloride-sucrose based NADES can be used as an alternative to organic solvent to extract curcuminoid and xanthorrhizol.

"
Depok: Fakultas Farmas Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chinthia Rahadi Putri
"Temulawak atau Curcuma xanthorrhiza Roxb. merupakan tanaman Indonesia yang memiliki beragam manfaat salah satunya sebagai peningkat nafsu makan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengoptimasi suatu ekstraksi hijau menggunakan NADES berbasis glukosa-asam organik (1:3) dengan metode Ultrasonic Assisted Extraction (UAE) terhadap senyawa kurkuminoid dan xantorizol yang terkandung pada tanaman temulawak. Berdasarkan hasil skrining kombinasi asam laktat dan glukosa mampu menarik senyawa kurkuminoid dan xantorizol lebih tinggi dibandingkan kombinasi lainnya. Proses optimasi ini menggunakan variabel-variabel berupa persentase penambahan air pada NADES (10%, 20%, dan 30%), waktu ekstraksi (10 menit, 20 menit, dan 30 menit), serta rasio serbuk-pelarut (5 mL/g, 10 mL/g, dan 15 mL/g). Kombinasi kondisi optimasi pada tiap levelnya menggunakan metode Response Surface Methodology dengan aplikasi Design Expert 13. Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan instrumen KLT Densitometri dengan eluen yang digunakan adalah kloroform dan diklorometan (6:4) dengan panjang gelombang yang digunakan adalah 224 nm serta 425 nm. Kondisi paling optimum dalam ekstraksi ini adalah pada saat persentase penambahan air 30%, lama waktu ekstraksi 20 menit, dan rasio serbuk dengan pelarut 1:15 mL. Pada ekstrak NADES-UAE diperoleh senyawa kurkuminoid 6,64 ± 0,054 mg/g serbuk dan senyawa xantorizol 17,62 ± 0,203 mg/g serbuk. Hasil dari optimasi ini diperbandingkan dengan metode konvensional berupa maserasi-etanol 96%. Kadar senyawa kurkuminoid pada ekstrak maserasi yang diperoleh adalah 2,37 ± 0,015 mg/g serbuk dan senyawa xantorizol yang diperoleh adalah 9,14 ± 0,011 mg/g serbuk. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metode ekstraksi UAE-NADES ini lebih efektif untuk menarik senyawa kurkuminoid dan xantorizol dibandingkan metode maserasi-etanol 96%.

Javanese Turmeric or Curcuma xanthorrhiza Roxb. is an Indonesian plant and one of its benefit is for an appetite enhancer. The aim of this study was to optimize a green extraction using glucose-organic acid (1:3) based NADES-Ultrasonic Assisted Extraction (UAE) method of curcuminoids and xanthorizol compounds contained in javanese turmeric. This optimization process used variables such as water content of NADES (10%, 20%, and 30%), extraction time (10 minutes, 20 minutes, and 30 minutes), and solid-liquid ratio (5 mL/g, 10 mL/g, and 15 mL/g). The combination of optimization conditions at each level used Response Surface Methodology method with the Design Expert 13 application. The determination of the levels was carried out using a TLC Densitometry instrument with the eluents used were chloroform and dichloromethane (6:4) with the wavelengths used were 224 nm and 425 nm. The most optimal condition in this extraction was when the water content of NADES was 30%, with 20 minutes extraction time, and 1:15 mL of the solid-liquid ratio. The NADES-UAE extract obtained curcuminoid compounds of 6.64 ± 0.054 mg/g powder and xantorizol compounds 17.62 ± 0.203 mg/g powder. The results of this optimization were compared with the conventional method of maceration-ethanol 96%. The content of curcuminoid compounds in the maceration extract obtained was 2.37 ± 0.015 mg/g powder and the xanthorizol compound obtained was 9.14 ± 0.011 mg/g powder. Thus, it can be concluded that the UAE-NADES extraction method was more effective for extracting curcuminoids and xanthorizol compounds than the 96% ethanol-maceration method.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Aryani
"Pelarut Natural Deep Eutectic Solvents (NADES) merupakan salah satu pelarut alternatif yang dapat menggantikan pelarut organik. NADES memiliki berbagai kelebihan baik untuk lingkungan maupun proses ekstraksi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimum ekstraksi rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dengan berbagai kondisi ekstraksi menggunakan maserasi kinetik-NADES dan dibandingkan dengan ekstrak digesti-etanol 96%. Desain eksperimen menggunakan RSM Box-Behnken. Senyawa kurkuminoid dan xantorizol dianalisis menggunakan KLT Densitometri dengan fase gerak diklorometana-klorofom (4:6). NADES yang digunakan terdiri dari kolin klorida sebagai penerima ikatan hidrogen dan gula alkohol (gliserol, sorbitol, xylitol) sebagai donor ikatan hidrogen dengan rasio molar 1:1. NADES terbaik yang digunakan untuk optimasi adalah kolin klorida-gliserol dengan temperatur ekstraksi 50oC sebagai suhu ekstraksi terbaik. Kondisi optimum maserasi kinetik-NADES didapatkan pada konsentrasi penambahan air 10%, rasio serbuk pelarut 1:20 g/ml, dan kecepatan agitasi 600 rpm dengan kadar senyawa yang dihasilkan yaitu kurkuminoid 5,54  0,074 mg/g serbuk dan xantorizol 15,32  0,080 mg/g serbuk. Pada ekstraksi digesti-etanol didapatkan kurkuminoid 4,04  0,008 mg/g serbuk dan xantorizol 31,30  0,090 mg/g serbuk. Kadar kurkuminoid yang dihasilkan dari ekstraksi maserasi kinetik-NADES lebih baik dibandingkan dengan digesti-etanol, namun kadar xantorizol yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan digesti-etanol.

Natural Deep Eutectic Solvents (NADES) is an alternative solvent that can replace organic solvents. NADES has various advantages for both environment and the extraction process. This study aimed to obtain the optimal extraction condition of Javanese turmeric (Curcuma xanthorrhiza) rhizomes with various extraction conditions using kinetic maceration-NADES and the result were compared with digestion-96%ethanol extraction. Experimental design was performed through RSM Box-Behnken. Curcuminoid and xanthorrhizol in Javanese turmeric extract were analyzed using TLC Densitometry with dichloromethane-chloroform (4:6) as mobile phase. The selected NADES compositions used choline chloride as hydrogen bond acceptors (HBA) and sugar alcohol (glycerol, sorbitol, and xylitol) as hydrogen bond donors (HBD) with 1:1 molar ratio. The optimal NADES used for optimization is choline chloride-glycerol with optimum extraction temperature of 50oC. The optimum extraction was achieved with 10% water content in NADES, solid to liquid ratio 1:20 g/ml, and agitation speed 600 rpm which obtain 5.54  0.074 mg/g powder curcuminoid and 15.32  0.080 mg/g powder xanthorrhizol. The digestion-ethanol method obtained 4.04  0.008 mg/g powder curcuminoid and 31.30  0.090 mg/g powder xanthorrhizol. Kinetic maceration-NADES extraction produced higher curcuminoid levels than digestion-ethanol method, but it produced lower xanthrorrhizol levels than digestion-ethanol."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basmah Nadia
"Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) memiliki kandungan utama kurkuminoid dan xanthorrhizol yang dapat memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh. NADES merupakan green solvent yang banyak diuji coba untuk mengekstraksi senyawa pada temulawak. NADES diketahui dapat meningkatkan solubilitas dan bioavailabilitas senyawa tidak larut air seperti kurkumin. Penelitian ini bertujuan untuk mencari kombinasi pelarut terbaik, menetapkan kondisi optimum ekstraksi dengan NADES menggunakan Ultrasound-Assisted Extractionuntuk senyawa kurkuminoid total (CUR) dan xanthorrhizol (XNT) pada rimpang temulawak, dan membandingkan hasilnya dengan ekstraksi konvensionalmaserasi-etanol. Variabel yang digunakan untuk optimasiberupa persentase penambahan air pada NADES (%), waktu ekstraksi (menit), dan rasio serbuk dengan pelarut (S/L). Semua variabel dimodelkan dengan menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Penetapan kadar dianalisis menggunakan KLT densitometri yang parameternya telah divalidasi, fase gerak diklorometana-kloroform (4:6), dan dideteksi pada panjang gelombang 425 nm (CUR) dan 224 nm (XNT). Dari hasil analisis ekstraksi, NADES terbaik yaitu kolin klorida dengan asam malat (ChCl-MA) dengan rasio 1:1. Ditemukan kondisi optimum dari hasil rekomendasi RSM, yaitu pada penambahan air 27,7%, waktu ekstraksi 17,5 menit, dan rasio serbuk pelarut 1:18,5 dengan hasil kadar 4,76 mg/g total CUR dan 12,98 mg/g XNT, sedangkan maserasi-etanol 96% menghasilkan kadar 1,88 mg/g total CUR dan 9,80 mg/g XNT. NADES-UAE lebih efektif menarik senyawa CUR dan XNT dibandingkan maserasi-etanol 96%. Data pada penelitian ini berguna untuk pengembangan metode ekstraksi hijau lebih lanjut untuk mengekstrak kurkuminoid dan xanthorrhizol menggunakan NADES.

The Javanese turmeric (Curcuma xanthorriza Roxb) contains curcuminoids (CUR) and xanthorrhizol (XNT) as a main compounds that can provide health benefits. NADES is one of the green solvent that has been tested for extracting temulawak. This study aims to obtain the optimum condition to extract total CUR and XNT from Curcuma xanthorriza Roxb. using organic acid-based NADES with Ultrasound-Assisted Extraction. The variables used were water addition (%), extraction time (min), and solid-to-liquid ratio (S/L). All variables were modelled by using Response Surface Methodology (RSM). Determination of marker content was analysed using TLC Densitometry that was validated, dichloromethane-chloroform (4:6) as mobile phase, was detected at a wavelength of 425 nm for total CUR and 224 nm for XNT. Three organic acid-based NADESs were screened to find one NADES combination that gives the highest content of CUR and XNT. It resulted in choline chloride and malic acid DES (ChCl-MA) at a 1:1 M ratio. The result showed the optimal extraction conditions with ChCl-MA (1:1) is 25% water addition, 15 minutes of extraction time, and a 1:20 S/L ratio. These conditions produce total CUR levels of 4.58 mg/g and XNT of 12.93 mg/g; the ethanol 96%-maceration produces 1.88 mg/g total CUR levels and 9.80 mg/g XNT. The most influential variable observed for the extraction was the solid-to-liquid ratio (S/L) and the addition of water (%) (p<0,05). Based on the result, NADES-UAE is more effective than ethanol maceration. The data reported herein are useful for further developments of green extraction methods to extract curcuminoids and xanthorrhizol.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meika Putri Hidayati
"Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan konsep ekstraksi hijau terus dikembangkan untuk mengurangi pengonsumsian pelarut organik yang mudah menguap dan menimbulkan polusi. Salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan menggunakan pelarut hijau alternatif yang dikenal sebagai Ionic Liquid (IL), karena sifatnya tidak mudah menguap dan dapat digunakan berulang dengan dipurifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimasi ekstraksi rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) menggunakan IL, 1-Heksadesil-3-Metilimidazolium Klorida dengan Ultrasound Asissted Extraction (UAE), kemudian hasil kadar senyawa xantorizol dan kurkuminoid yang terekstraksi menggunakan metode IL-UAE akan dibandingkan dengan metode konvensional maserasi dengan pelarut Etanol 96%. Proses ekstraksi IL- UAE dilakukan hingga didapatkan kondisi optimum dengan bantuan Response Surface Methodology (RSM), dimana variabel bebas yang digunakan yakni konsentrasi pelarut (0,08 M, 0,1 M, dan 0,12 M), waktu ekstraksi (10 menit, 15 menit, dan 20 menit), dan rasio pelarut-sampel (1:20; 1:30; dan 1:40). Penetapan kadar xantorizol dan kurkuminoid dilakukan dengan menggunakan metode KLT Densitometri dengan fase gerak Diklorometana:Kloroform (4:6) dan dideteksi pada panjang gelombang 224 nm untuk xantorizol dan 425 nm untuk Kurkuminoid. Data analisis menunjukkan kondisi optimal dihasilkan oleh pada run 3 dengan perolehan kadar senyawa xantorizol dan kurkuminoid yang tertinggi yaitu berturut-turut sebesar 36,98 mg/g dan 6,64 mg/g serbuk, dimana kondisi ekstraksinya menggunakan konsentrasi IL 0,1 M, waktu ekstraksi 20 menit dan rasio sampel terhadap pelarut 1:40 g/mL. Berdasarkan hasil penelitian, pelarut IL lebih efektif digunakan untuk menarik senyawa xantorizol dan kurkuminoid apabila dibandingkan dengan metode konvensional maserasi dengan pelarut etanol 96% yang hanya memberikan kadar 9,25 mg/g serbuk untuk xantorizol dan 2,16 mg/g serbuk untuk kurkuminoid.

In recent years, the use of green extraction has been continuously developed to reduce the consumption of volatile and polluting organic solvents. One way to achieve this is to use an alternative green solvent known as Ionic Liquid (IL), which is recognized for its non-volatile and reusable properties by using the purification method. This study aims to optimize the extraction of Javanese Tumeric rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) using IL, 1-Hexadecyl-3- Methylimidazolium Chloride by Ultrasound Assisted Extraction (UAE), then the results of xantorizol and curcuminoid compounds extracted using the IL-UAE method will be compared with the conventional method of maceration with 96% Ethanol solvent. The extraction process with IL-UAE was carried out until optimum conditions were achieved using Response Surface Methodology (RSM), where the independence variable for instance, solvent concentration (0.08 M, 0.1 M, and 0.12 M), extraction time (10 min, 15 min, and 20 min) and sample to solvent ratio (1:20; 1:30; and 1:40) variables. Determination of xanthorrhizol and curcuminoids content was analyzed by using TLC Densitometry method that was validated using mobile phase conditions of Dichloromethane: Chloroform (4:6) and was detected at a wavelength of 224 nm for xanthorrhizol dan 425 nm for curcuminoids. The results showed that the optimal conditions from IL 1-Hexadecidyl-3-Metylmidazolium Chloride, use the 0.1 M solvent, extraction time of 20 minutes and sample to solvent ratio of 1:40. These conditions produce xanthorrhizol content of 36.98 mg/g and Curcuminoids content of 6.64 mg/g of powder. Based on the results, it can be concluded that IL solvent is more effective to extract xanthorrhizol and curcuminoids than 96% Etanol maceration, which can only extract xanthorrhizol content of 9.25 mg/g and Curcuminoids content of 2.16 mg/g of powder."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felita Irene Sumarli
"Natural Deep Eutectic Solvent (NADES) semakin banyak menarik perhatian sebagai alternatif ramah lingkungan pengganti pelarut organik konvensional yang toksik dan berbahaya bagi lingkungan. NADES memiliki volatilitas yang dapat diabaikan pada suhu ruang, solubilitas tinggi, toksisitas rendah, dan selektivitas yang dapat diatur. Pada studi ini, NADES dievaluasi kemampuannya untuk ekstraksi senyawa bioaktif α-mangostin dari buah manggis (Garcinia mangostana L.). Buah manggis dipilih karena kandungan senyawa bioaktifnya yang bermanfaat tinggi bagi kesehatan dan ketersediaannya yang cukup melimpah di Indonesia. NADES dibuat dengan mencampurkan garam ammonium kuartener dengan pendonor ikatan hidrogen dari berbagai senyawa yang terdapat di alam dalam berbagai variasi rasio. Pada NADES dilakukan uji polaritas, uji viskositas, analisa struktur kimia, dan analisa perilaku termal, untuk mengetahui karakteristik fisika dan kimianya. Ekstraksi dilakukan dengan metode shaking pada suhu ruang dan metode ultrasonikasi. Hasil ekstraksi diuji dengan high performance liquid chromatography (HPLC). Senyawa α-mangostin berhasil diekstrak dengan NADES, dengan hasil tertinggi diperoleh menggunakan NADES campuran kolin klorida dan 1,2-propanediol. Metode ultrasonik memberikan hasil lebih tinggi dalam waktu lebih singkat dibandingkan metode shaking, namun metode shaking memberikan reprodusibilitas lebih baik. Studi ini memperlihatkan potensi NADES untuk aplikasi di bidang ekstraksi senyawa bioaktif dari alam.

Natural Deep Eutectic Solvents (NADES) have received considerable attention due to their potential as green solvent substituting conventional organic solvents which are high in toxicity and harmful to the environment. NADES have unique properties, such as negligible volatility at room temperature, high solubility for wide range of compounds, low toxicity profile, and adjustable selectivity. In this study, NADES were being evaluated for their application as extraction solvents for bioactive compound, α-mangostin, from mangosteen (Garcinia mangostana L.). Mangosteen is chosen as object of study due to its highly beneficial bioactive compounds for health and its high availability in Indonesia. NADES were made by mixing quaternary ammonium salt with hydrogen bond donor (HBD) in various ratios. Physiochemical properties of NADES are being investigated, including polarity test, viscosity test, chemical structure analysis, and thermal behavior analysis. Extraction was done by shaking in room temperature and ultrasonikation. The extracts were analysed by High Performance Liquid Chromatography (HPLC). α-mangostin successfully extracted by NADES, with highest yield obtained by NADES composed of choline chloride and 1,2-propanediol. It was also observed that ultrasonikation gives high extraction yield in shorter period of time compared to shaking method, although shaking method gives better reproducibility. This study shows the potential of NADES for application in extraction of bioactive compounds from natural sources.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurcahyanti Wahyuningtyas
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Cisplatin merupakan obat golongan platinum yang sering dipakai pada terapi kanker, seperti kanker testis, kepala, leher, kandung kemih dll. Sayangnya, efek samping berupa gagal ginjal akut atau kronis seringkali membatasi pemberian dosis cisplatin. Sejauh ini, mekanisme nefrotoksisitas cisplatin belum sepenuhnya diketahui. Radikal bebas diperkirakan berperan penting dalam terjadinya nefrotoksisitas cisplatin. Hal ini ditandai dengan peningkatan peroksidasi lipid dan penurunan enzim-enzim antioksidan setelah pemberian cisplatin. Kurkumin telah banyak diteliti sebagai antioksidan dan bersifat protektif terhadap kerusakan di beberapa organ atau sel yang terkena paparan radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek proteksi kurkumin terhadap nefrotoksisitas cisplatin pada tikus dan mengetahui apakah efek proteksi ini diperantarai oleh efek antioksidan kurkumin. Untuk melihat peranan antoksidan, efeknya dibandingkan dengan N-asetil sistein (NAC). Tiga puluh ekor tikus jantan galur Sprague Dawley dibagi secara acak menjadi 5 kelompok. Kelompok cisplatin (Csp) diberi pelarut kurkumin (CMC 1%) per oral selama 7 hari berturut-turut dan pada hari ke-5 diberi injeksi cisplatin 5 mg/kg BB intraperitoneal. Kelompok Csp-Curl0 dan Csp-Cur50 masing-masing diberikan kurkumin 10 mg/kg BB dan 50 mg/kg BB per oral selama 7 hari berturut-turut dan pada hari ke-5 diberi injeksi cisplatin 5 mg/kg B13 intraperitoneal. Kelompok Csp-NAC mendapatkan NAC 500 mg/kg BB per oral selama 7 hari berturut-turut dan pada hari ke-5 diberi injeksi cisplatin 5 mg/kg BB intraperitoneal. Kelompok kantrol diberi CMC 1% per oral selama 7 hari berturut-turut dan pada hari ke-5 diberi injeksi salin 0,9% intraperitoneal. Pada hari ke-8, fungsi ginjal diukur dengan parameter ureum dan kreatinin serum, sedangkan adanya peroksidasi lipid diukur dengan parameter kadar malondialdehid (MDA) dalam plasma dan ginjal.
Hasil dan Kesimpulan : Kadar ureum dan kreatinin serum meningkat berturut-turut sebesar 318% dan 275% dibandingkan kelompok kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa cisplatin menyebabkan gangguan fungsi ginjal yang bermakna. Pemberian cisplatin juga menyebabkan peningkatan kadar MDA plasma (165%) dan ginjal (146%), meskipun tidak mencapai kemaknaan statistik. Pemberian kurkumin 10 mg/kg BB sedikit menurunkan kadar ureum, kreatinin dan MDA plasma dibandingkan kelompok Csp namun tidak bermakna secara statistik, sedangkan kadar MDA ginjal menurun secara bermakna sampai kadar normal. Peningkatan dosis kurkumin menjadi 50 mg/kg BB tidak menurunkan kadar ureum dan kreatinin dibandingkan kelompok Csp. Kadar MDA plasma menurun secara bermakna (p<0,05) sampai kadar normal dan kadar MDA ginjal sedikit menurun dibandingkan kelompok Csp tetapi secara statistik tidak berbeda bermakna. Pemberian NAC 500 mg/kg BB sedikit menurunkan kadar ureum, kreatinin dan MDA, namun secara statistik tidak bermakna. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberian kurkumin sebelum dan sesudah pemakaian cisplatin tidak mengurangi nefrotoksisitas cisplatin secara bermakna. Pengurangan stres oksidatif oleh kurkumin tidak mampu mencegah nefrotoksisitas cisplatin.

Scope of Study and Methods: Cisplatin is a platinum group of chemotherapeutic agent, frequently used for treatment of testicular, head, neck, bladder cancer, etc. Unfortunately, the use of cisplatin is limited by the high rate of acute or chronic renal failure. The mechanism of cisplatin-induced nephrotoxicity is not fully understood. However, free radicals are suggested to play an important role in cisplatin nephrotoxicity. Administration of cisplatin increases lipid peroxidation and reduces the activity of antioxidant enzymes. Curcumin has been reported to be a potent antioxidant agent and has protective effects on several organs or cells from free radical-induced injury. The present study was aimed to investigate the protective effects of curcumin on cisplatin-induced nephrotoxicity in rats and to find out whether these protective effects were mediated by the antioxidant effects of curcumin. The antioxidant effects of curcumin were compared to N-acetyl cysteine (NAC). Thirty male Sprague Dawley rats were randomly devided into 5 groups of 6 rats. Cisplatin group (Csp) received solvent of curcumin (CMC 1%) by gavage for 7 consecutive days, and on day 5, intra peritoneal injection of cisplatin 5 mg/kg BW was given. Csp-Cur10 and Csp-Cur50 groups received curcumin 10 mg/kg BW and 50 mg/kg BW, respectively, by gavages for 7 consecutive days, and on day 5, intra peritoneal injection of cisplatin 5 mg/kg BW was given. The NAC group received NAC 500 mg/kg BW by gavage for 7 consecutive days, and on day 5, intra peritoneal injection of cisplatin 5 mg/kg BW was given. The control group received the solvent of curcumin (CMC 1%) by gavage for 7 consecutive days, and on day 5, intra peritoneal injection of saline 0,9% was given. On day 8, serum ureum and creatinin were measured as parameters of renal function. MDA was assayed from plasma and renal homogenate and taken as the parameter of oxidative stress.
Results and Conclusion: Serum ureum and creatinin were increased by 318% and 275%, respectively in the cisplatin treated animals compared to the negative control. Administration of cisplatin increased MDA levels in plasma (165%) and kidney (146%), although it was not statistically significant. Curcumin administration at the dose of 10 mg/kg BW slightly, but not significantly reduced ureum, creatinin and plasma MDA levels compared to the Csp group. Whereas the renal MDA level was significantly reduced approaching normal level. The increase of curcumin dose to 50 mg/kg BW did not decrease ureum and creatinin levels compared to the Csp group. In contrast to renal MDA level, the administration of curcumin 50 mg/kg BW significantly decreased MDA level in plasma. Administration of NAC 500 mg/kg 13W slightly reduced ureum, creatinin, and NIDA levels; however, no statistical significance was observed. From this study we concluded that curcumin administration before and after cisplatin injection did not significantly decrease the nephrotoxicity effects of cisplatin. The reduced oxidative stress by curcumin may not prevent cisplatininduced nephrotoxicity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16207
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Adelina
"Curcuma xanthorrhiza, tanaman obat asli Indonesia, telah dikenal memiliki berbagai manfaat kesehatan, seperti antioksidan, antikanker, dan antiinflamasi. Namun, efek antilelah dari C.xanthorrhiza belum pernah diteliti. Berbagai bioaktivitas C. xanthorrhiza dikaitkan dengan metabolit utamanya, yaitu xanthorrhizol (XTZ). Karenanya, diperlukan ekstraksi XTZ yang berkelanjutan dan selektif. Dalam penelitian ini, natural deep eutectic solvent (NADES) digunakan sebagai alternatif pelarut hijau untuk ekstraksi XTZ dari C. xanthorrhiza. Penelitian ini juga bertujuan untuk menyelidiki efek antilelah ekstrak NADES C. xanthorrhiza. Enam jenis NADES disintesis terdiri dari kombinasi kolin klorida (CC) dan glukosa (Glu) sebagai akseptor ikatan hidrogen dan asam organik (asam laktat, asam malat, dan asam sitrat) sebagai donor ikatan hidrogen. Efek antilelah ekstrak CC-Sukrosa dari minyak C. xanthorrhiza dievaluasi menggunakan mencit. Ikatan hidrogen antar komponen NADES dikonfirmasi dengan analisis FTIR dan Nuclear Overhauser Effect Spectroscopy (NOESY). Analisis kuantitatif menggunakan metode HPLC-UV yang valid mendapatkan ekstraksi dengan Glu-LA menghasilkan perolehan XTZ lebih tinggi (29 mg/g serbuk rimpang) dibandingkan etanol (11.38 mg/ g serbuk rimpang). NADES dan ekstrak NADES mempunyai aktivitas antioksidan yang lemah dengan metode DPPH (IC50 46.43 – 285.13 mg/mL; 0.46 mg/mL untuk ekstrak etanol) and metode FRAP (0.018 – 4.99 mmolTE/g; 22.71 mmolTE/g untuk ekstrak etanol). Pada 0.036 and 0.038 mg XTZ/g rimpang kering, ekstrak Glu-LA dan ekstrak etanol memperlihatkan aktivitas perlindungan terhadap kerusakan oksidatif plasmid pBR322 DNA yang diinduksi H2O2, masing-masing 62.15% dan 78.04%. Secara umum, perlakuan dengan semua NADES dan ekstrak NADES aman untuk S. aureus, namun, menghambat pertumbuhan E.coli. Studi antilelah in vivo pada mencit menunjukkan bahwa perlakuan dengan ekstrak CC-Suk dan ekstrak etanol C. xanthorrhiza mampu meningkatkan waktu berenang secara dose-dependent. Dosis tinggi ekstrak CC-Suk meningkatkan kadar ATP dan AMPK pada otot mencit dan mengurangi kadar urea nitrogen dalam serum, dengan hasil setara dengan taurine. Berdasarkan hasil di atas, C.xanthorrhiza dapat dikembangkan menjadi suplemen makanan antilelah menggunakan CC-Suk yang penyiapannya cepat dan ramah lingkungan. Studi lebih lanjut dapat diarahkan pada mekanisme aktivitas antilelah C.xanthorrhiza dan keamanannya.

Curcuma xanthorrhiza, a native Indonesian medicinal plant, has been recognized for different health benefits, including antioxidant, anticancer, and anti-inflammatory activities. However, the antifatigue effect of C.xanthorrhiza has not been studied. Its different bioactivities were associated with xanthorrhizol (XTZ), its main metabolite. Thus, selective sustainable extraction of XTZ is required. In this work, natural deep eutectic solvent (NADES) was studied as viable green solvent alternatives to organic solvents for extraction of XTZ from C. xanthorrhiza. In addition, this study aimed to investigate the effect of C. xanthorrhiza NADES extracts to overcome fatigue. Six NADES were synthesized and characterized, which were based on combinations of choline chloride (CC) and glucose (Glu) as hydrogen bond acceptors and organic acids (lactic acid, malic acid, and citric acid) as hydrogen bond donors. The antifatigue effect of CC-sucrose extract of C. xanthorrhiza oil was evaluated in mice. The FTIR and Nuclear Overhauser Effect Spectroscopy (NOESY) spectra confirmed the formation of NADES. Quantitative analysis using a valid reversed-phase HPLC-UV method showed that among the studied NADES, Glu-LA obtained the highest yield of XTZ (29.59 mg/g dried rhizome), higher than that observed for ethanol extract (11.38 mg/g dried rhizome). NADES and NADES extracts showed weak antioxidant activity by DPPH (IC50 46.43 – 285.13 mg/mL; 0.46 mg/mL for ethanol extract) and FRAP methods (0.018 – 4.99 mmolTE/g; 22.71 mmolTE/g for ethanol extract). At 0.036 and 0.038 mg XTZ/g dried rhizome, Glu-LA and ethanol extracts exhibited strong protective effects against H2O2-induced oxidative damage to pBR322 plasmid DNA, by 62.15% and 78.04%, respectively. Generally, Glu- and CC-based NADES and extracts were safe to S. aureus, however, inhibited E.coli growth. In vivo antifatigue study in mice demonstrated that treatment with CC-Suc and ethanol extracts of C.xanthorrhiza could increase swimming time in a dose-dependent manner. High dose of CC-Suc extract of C. xanthorrhiza elevated ATP and AMPK levels in mice muscle and reduced serum urea nitrogen, with effects comparable to taurine treatment. These results suggest C.xanthorrhiza may be developed as an antifatigue dietary supplement using CC-Suc for rapid and green preparation. These findings recommend further studies to elucidate detailed mechanisms of the antifatigue properties of C.xanthorrhiza and its safety."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhita Nur Fajriana
"Latar Belakang: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang mengandung zat antijamur. Faktor virulensi berperan penting dalam proses infeksi Candida albicans, salah satunya adalah sekresi enzim fosfolipase yang dapat merusak membran sel inang. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penghambatan dan pemberantasan aktivitas enzim fosfolipase pada fase awal, intermediet, dan pematangan biofilm C. albicans ATCC 10231. Metode: Efek penghambatan ekstrak etanol temulawak diamati dengan menginkubasi C. albicans selama 1,5 jam, kemudian dipapar ekstrak KHBM50. etanol temulawak kemudian diinkubasi selama 6, 24, dan 48 jam untuk mencapai fase awal, intermediet, dan pematangan biofilm C. albicans. Efek eradikasi diamati dengan menginkubasi C. albicans selama 6, 24, dan 48 jam, kemudian dipapar KEBM50 EET dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. KHBM50 dan KEBM50 EET (kelompok perlakuan), nistatin 100.000 IU (kontrol positif), dan SDB (kontrol negatif). Aktivitas enzim fosfolipase dianalisis berdasarkan luas zona pengendapan yang terbentuk pada agar kuning telur. Hasil: KHBM50 EET pada fase awal 15%, intermediate 15%, dan pematangan 25%. Nilai KEBM50 EET untuk ketiga fase biofilm C. albicans adalah 35%. Pada kontrol positif baik inhibisi maupun eradikasi, tidak terlihat adanya zona presipitasi pada ketiga fase biofilm C. albicans. Sementara itu, kelompok penghambatan dan pemberantasan menunjukkan ukuran zona pengendapan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif pada ketiga fase biofilm C. albicans. Kesimpulan: Aktivitas enzim fosfolipase cenderung menurun pada fase awal, menengah, dan pematangan biofilm C. albicans setelah penghambatan dan eradikasi ekstrak etanol temulawak.
Background: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is a medicinal plant native to Indonesia that contains antifungal substances. Virulence factors play an important role in the process of Candida albicans infection, one of which is the secretion of phospholipase enzymes that can damage host cell membranes. Objective: This study aimed to analyze the effect of inhibition and eradication of phospholipase enzyme activity in the early, intermediate, and maturation phases of C. albicans ATCC 10231 biofilm. Methods: The inhibitory effect of temulawak ethanol extract was observed by incubating C. albicans for 1.5 hours, then exposed to KHBM50 extract. Temulawak ethanol was then incubated for 6, 24, and 48 hours to reach the initial, intermediate, and maturation phases of the C. albicans biofilm. The eradication effect was observed by incubating C. albicans for 6, 24, and 48 hours, then exposed to KEBM50 EET and incubated at 37ºC for 24 hours. KHBM50 and KEBM50 EET (treatment group), nystatin 100,000 IU (positive control), and SDB (negative control). The activity of the phospholipase enzyme was analyzed based on the area of ​​the deposition zone formed on egg yolk agar. Results: KHBM50 EET in early phase 15%, intermediate 15%, and maturation 25%. The KEBM50 EET value for the three phases of the C. albicans biofilm was 35%. In the positive control, both inhibition and eradication, no precipitation zones were seen in the three phases of the C. albicans biofilm. Meanwhile, the inhibition and eradication groups showed a smaller deposition zone size when compared to the negative control group in all three phases of the C. albicans biofilm. Conclusion: The activity of the phospholipase enzyme tends to decrease in the early, intermediate, and maturation phases of C. albicans biofilm after inhibition and eradication of ethanol extract of temulawak."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>