Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109628 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tiara Andrianah
"Pada abad ke-18, Kota Batavia mengalami permasalahan air seperti pencemaran sungai dan kekurangan sumber air bersih. Penyebabnya adalah faktor alam seperti daerah Batavia yang pada dasarnya merupakan area rawa dan erupsi Gunung Salak pada tahun 1699. Selain itu, ada faktor manusia seperti pembuangan limbah, sampah dan kotoran oleh penduduk ke Sungai Ciliwung serta masifnya pembangunan pabrik tebu di masa itu. Pemerintah Kota Batavia berusaha mengatasi permasalahan ini dengan membuat sistem saluran air yang dapat menampung dan mengalirkan air bersih atau waterleiding. Salah satu hasil pembangunan tersebut yaitu temuan waterleiding yang berada di Jalan Pintu Besar Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang struktur waterleiding di Jalan Pintu Besar Selatan. Metode yang digunakan yaitu pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan interpretasi data. Hasilnya adalah bentuk bak penampungan air adalah jajar genjang dan pipa terakota berbentuk bundar atau silinder. Pipa terakota dilindungi dengan bata kuning dan bata merah. Fungsi waterleiding adalah untuk menyalurkan air tawar di Kota Batavia, memenuhi kebutuhan air bersih pada masa tersebut.

In the 18th century, Batavia experienced water problems such as river pollution and a lack of clean water sources. The causes are natural factors such as the Batavia area which is basically a swamp area and the eruption of Mount Salak in 1699. Apart from that, there are human factors such as the dumping of waste, rubbish and dirt by residents into the Ciliwung River and the massive construction of sugar cane factories at that time. The Batavia City Government is trying to overcome this problem by creating a water channel system that can accommodate and distribute clean water or water flow. One of the results of this development is the discovery of water leiding which is located on Jalan Pintu Besar Selatan. This research aims to find out about the waterleiding structure on Jalan Pintu Besar Selatan. The methods used are data collection, data processing, data analysis, and data interpretation. The result is that the shape of the water reservoir is parallelogram and the terracotta pipe is round or cylindrical. Terracotta pipes are protected with yellow bricks and red bricks. The function of waterleiding is to distribute fresh water in the City of Batavia, meeting the need for clean water at that time."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virly Ferliani Aswirta
"Kota Metro merupakan salah satu kota dengan tingkat pelayanan air perpipaan yang rendah (5,05%), sehingga sebagian besar masyrakatnya menggunakan air tanah dengan sistem self-supply. Akan tetapi, keamanan sistem sumber self supply saat ini menjadi isu di masyarakat. Metode continuous monitoring dari April – Oktober 2021 melalui telepon setiap bulan dilakukan untuk membantu penilaian tingkat layanan air minum. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis variabilitas sumber air bersih dan air minum, menganalisis variabilitas tingkat pelayanan air minum yang dipersepsikan aman, menganalisis variabilitas biaya operasional dan pengelolaan layanan sumber air minum di rumah tangga, dan menganalisis intervensi pengolahan air minum di rumah tangga untuk meningkatkan kualitas air minum. Analisis dilakukan dengan analisis statistik deskriptif dan software SPSS 24 untuk uji Regresi Logistik Biner. Hasil menunjukkan 97% sumber air masyarakat Kota Metro adalah sumber air self-supply, yang didominasi oleh sumur gali tak terlindungi milik pribadi (45% sumber air bersih dan 30% sumber air minum). Berdasarkan persepsi rumah tangga (keamanan, rasa, penampilan, bau, keandalan, dan ketersediaan air minum), air isi ulang dan air kemasan memiliki tingkat keamanan paling konsisten selama 6 bulan survei (100%). Sistem non-self-supply diketahui lebih aman dari sistem self-supply dengan persentase 98% dan 95%. Variabel kejadian banjir diketahui signifikan terhadap penilaian tingkat pelayanan sumber air minum yang dipersepsikan aman dengan peluang 0,059 kali dalam mempengaruhinya. Rata-rata biaya yang dibutuhkan untuk maintenance mesin pompa adalah Rp 683.750,00 dan untuk maintenance lainnya (pipa, kran air, dll) sekitar Rp 85.833,00 per rumah tangga. Sedangkan biaya yang dihabiskan oleh 1 rumah tangga dalam 1 minggu untuk air isi ulang adalah sekitar Rp 19.751,00, sedangkan untuk air kemasan sekitar Rp 40.986,00. Variabel yang mempengaruhi biaya air minum adalah pengolahan air dengan perebusan yang berpeluang 0,029 kali. Berdasarkan persepsi rumah tangga, masalah sumber air minum yang paling banyak terjadi pada sumber air baku adalah penampilan (29,4%) dan bau (28,3%), serta kadar E.coli (72%) pada air minum. Dengan demikian, dibutuhkan intervensi strategi pengolahan air minum untuk mengatasi permasalahan yang ada dan meningkatkan kualitas air minum. Adapun intervensi pengolahan air minum yang direkomendasikan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah Slow Sand Filter (SSF) dengan media tambahan berupa Granular Activated Carbon (GAC) serta unit disinfeksi sinar UV.

Metro City is one of the cities with a low level of piped water service (5,05%), so that most of the people use groundwater with a self-supply system. However, the safety of the self-supply source system is currently an issue in society. A continuous monitoring method from April – October 2021 by telephone every month was carried out to help assess the level of drinking water services. The purpose of this study are to analyze the variability of clean water and drinking water sources, to analyze the variability of the level of drinking water services that are perceived as safe, to analyze the variability of operational and maintenances costs of drinking water facility in households, and to analyze the intervention of drinking water treatment in households to improve the quality of drinking water. The analysis was carried out using descriptive statistical analysis and SPSS 24 software for the Binary Logistics Regression test. The results show that 97% of Metro City's water sources are self-supply water sources, which are dominated by private unprotected dug wells (45% for clean water sources and 30% for drinking water sources). Based on household perceptions (safety, taste, appearance, smell, reliability, and availability of drinking water), refill and bottled water had the most consistent level of safety during the 6 months of the survey (100%). Non-self-supply systems are known to be safer than self-supply systems with a percentage of 98% and 95%, respectively. The flood incident variable is known to be significant to the assessment of the service level of drinking water sources that are perceived as safe with a 0,059 times chance of influencing it. The average cost required for pump engine maintenance is Rp 683.750,00 and for other maintenance (pipes, water faucets, etc.) it is around Rp 85.833,00 per household. Meanwhile, the cost spent by 1 household in 1 week for refill water is around Rp 19.751,00, while for bottled water it is around Rp 40.986,00. The variable that affects the cost of drinking water is water treatment by boiling which has a chance of 0.029 times. Based on household perceptions, the most common drinking water source problems that occur in raw water sources are appearance (29,4%) and smell (28,3%) and E.coli (72%) in drinking water. Thus, intervention strategies for drinking water treatment are needed to overcome existing problems and improve drinking water quality. The recommended drinking water treatment intervention to solve this problem is the Slow Sand Filter (SSF) with additional media in the form of Granular Activated Carbon (GAC) and UV disinfection unit."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Singgih Anditya Bagaskara
"Sub DAS Cisangkuy adalah salah satu Sub-DAS dari DAS Citarum bagian hulu yang terletak di Kabupaten Bandung. Sub DAS Cisangkuy merupakan penyangga utama untuk memenuhi kebutuhan air bagi Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Namun demikian, pada umumnya masyarakat setempat cenderung membuka lahan pada lereng di sekitar Sub-DAS Cisangkuy guna dialih fungsikan untuk keperluan pertanian. Meskipun pembukaan lahan tersebut bermaksud memberdayakan lahan tetapi secara tidak disadari menaikkan kekritisan lahan dan membahayakan penduduk setempat maupun penduduk di bagian hilir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi lahan di Sub-DAS Cisangkuy serta menetapkan tingkat prioritas pemulihan pada Sub-DAS Cisangkuy. Penelitian ini menggunakan acuan penetapan kriteria pemulihan DAS oleh Departemen Kehutanan yang terbagi menjadi tiga kriteria yakni Persentase Lahan Kritis, Persentase Tutupan Vegetasi, serta Indeks Erosi. Proses pengolahan dan analisis data hingga pemetaan menggunakan aplikasi ArcGIS. Hasil Akhir pengolahan merupakan sebaran klasifikasi pemulihan yang terbagi menjadi dua kategori, yakni ‘Wilayah yang Dipertahankan’ serta ‘Wilayah yang Dipulihkan’ Adapun hasil penelitian adalah Persentase Lahan Kritis Sub-DAS Cisangkuy sebesar 87,65% merupakan kategori ‘Tidak Kritis’ sehingga terklasifikasi ‘Sangat Rendah’, Persentase Tutupan Vegetasi sebesar 63,72% merupakan kategori ‘Vegetasi’, serta Indeks Erosi menunjukkan nilai 0.75 yang terkategori rendah. Dengan menggunakan persamaan linier, didapat hasil 49,8% merupakan ‘Wilayah yang Dipertahankan’, sementara 50,2% merupakan ‘Wilayah yang Dipulihkan’.

The Cisangkuy Sub-watershed is one of the sub-watersheds of the upper Citarum watershed located in Bandung Regency. The Cisangkuy Subwatershed is the main buffer to fulfill the water needs of Bandung City and Bandung Regency. However, in general, local communities tend to clear land on the slopes around the Cisangkuy Sub-watershed for agricultural purposes. Although the land clearing is intended to empower the land, it unconsciously increases land criticality and endangers local residents and residents downstream. The purpose of this research is to analyze the condition of land in the Cisangkuy Sub-watershed and determine the priority level of recovery in the Cisangkuy Sub-watershed. This research uses the reference of the determination of watershed recovery criteria by the Ministry of Forestry which is divided into three criteria, namely the Percentage of Critical Land, Percentage of Vegetation Cover, and Erosion Index. Data processing and analysis to mapping using ArcGIS application. The final result of the processing is the distribution of recovery classifications which are divided into two categories, namely 'Maintained Areas' and 'Restored Areas' The results of the study are the Percentage of Critical Land in the Cisangkuy Sub-Watershed of 87.65% is the 'Non-Critical' category so that it is classified as 'Very Low', the Percentage of Vegetation Cover of 63.72% is the 'Vegetation' category, and the Erosion Index shows a value of 0.75 which is classified as low. By using a linear equation, the results show that 49.8% is the 'Maintained Area', while 50.2% is the 'Restored Area'."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathimah Azzahrah Putri
"Sebagai negara yang memiliki sumberdaya air yang melimpah, Indonesia perlu menggunakan konsep Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu (Integrated Water Resources Management) dalam mengelola sumberdaya air. Berawal dari berbagai hasil konferensi yang melibatkan berbagai negara dunia yang ikut serta dalam menyelenggarakan konferensi tersebut dan membahas poin-poin terkait dengan pengelolaan sumberdaya air, kemudian diadopsi oleh Indonesia dengan diterbitkannya Peraturan Undang-Undang yang menyesuaikan kondisi Indonesia dan sumberdayanya. Tercatat bahwa Indonesia mengalami beberapa kali perubahan terkait pengaturan air, seperti misalnya dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Undang-Undang No. 7 Tahun 2004, dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Akan tetapi, seriring dengan berjalannya waktu, dengan dikeluarkannya undang-undang tersebut, berbagai anggapan dan permasalahan timbul sehingga peraturan tersebut dinilai tidak lagi sesuai dengan amanat dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam implementasi dari konsep tersebut, terdapat hal-hal yang menjadi kendala atau permasalahan dalam mengelola sumberdaya air sehingga konsep Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu ini tidak berjalan sebagaimana maksud dan tujuan awal. Oleh karena itu, perlu adanya pembaharuan terkait Peraturan Undang-Undang dan berbagai peraturan sejenisnya yang mengatur secara komprehensif terkait dengan sistem Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu yang diterapkan di Indonesia agar hasil atau tujuan akhir dalam konsep ini dapat tercapai dengan hasil yang lebih optimal, dikarenakan dalam hal ini air memegang peranan penting dalam perekonomian serta kesejahteraan rakyat dalam skala nasional.

As a country that has abundant water resources, Indonesia needs to use the concept of Integrated Water Resources Management in managing water resources. Starting from the results of various conferences involving various world countries that participated in holding the conference and discussing points related to water resource management, Indonesia was later adopted by the issuance of laws and regulations that adapted the conditions of Indonesia and its resources. It is noted that Indonesia has undergone several changes related to water regulation, for example with the enactment of Law no. 11 of 1974 concerning Irrigation, Law no. 7 of 2004, and Law no. 17 of 2019 concerning Water Resources. However, over time, with the issuance of the law, various assumptions and problems arise so that the regulation is considered no longer in accordance with the mandate of Article 33 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. In the implementation of the concept, there are things -Things that become obstacles or problems in managing water resources so that the concept of Integrated Water Resources Management does not work as intended and intended initially. Therefore, there is a need for reforms related to laws and regulations and various similar regulations that comprehensively regulate the Integrated Water Resources Management system implemented in Indonesia so that the final results or goals in this concept can be achieved with more optimal results, because in terms of in this case, water plays an important role in the economy and people's welfare on a national scale."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Zulvickar
"Kabupaten Sumbawa Barat menjadi kawasan andalan bagi Provinsi NTB dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan industri yang terus meningkat. Proyeksi kebutuhan air dari sektor industri pada tahun 2037 menyentuh angka 13,56 juta liter per hari. Sesuai regulasi, pemenuhan kebutuhan air bersih bagi sektor industri harus menggunakan akuifer dengan kedalaman lebih dari 40 meter. Untuk mengidentifikasi lapisan batuan terkait potensi air tanah digunakan metode geolistrik 2D. Lima lintasan geolistrik diukur menggunakan resistivitas meter dengan konfigurasi Wenner-Schlumberger, jarak elektroda 15 meter dan panjang masing-masing jalur 705 meter. Lapisan akuifer dengan kedalaman lebih dari 40 meter diduga berupa pasir lempungan dan breksi lapuk yang tersaturasi dengan kisaran resistivitas 0-30 Ωm dengan batas nir akuifer berupa breksi segar. Akuifer ditemukan pada semua lintasan dengan lintasan 3 menjadi daerah paling prospektif. Titik rekomendasi pengeboran berada tepat di lintasan 3 bagian Barat Daya.

West Sumbawa Regency is a mainstay area for NTB Province with population growth and industrial growth that continues to increase. The projected water demand from the industrial sector in 2037 will reach 13.56 million liters per day. According to regulations, the fulfillment of clean water needs for the industrial sector must use aquifers with a depth of more than 40 meters. To identify rock layers related to groundwater potential, the 2D geoelectric method is used. Five geoelectric lines were measured using a resistivity meter with a Wenner-Schlumberger configuration, the electrode distance was 15 meters and the length of each line was 705 meters.. The aquifer layer with a depth of more than 40 meters is assumed to be clay sand and weathered breccia which are saturated with a resistivity range of 0-30 m with the non-aquifer boundary in the form of fresh breccia. Aquifers were found in all paths with path 3 being the most prospective area. The drilling recommendation point is right on track 3 of the Southwest section."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Femila Zen Fataya
"Salah satu alternatif dalam penyediaan air untuk pengairan sawah seluas 30 Ha yang merupakan laboratorium alam kompleks Ma’had Al-Zaytun adalah dengan membuat waduk lstisqa seluas 1 Ha. Waduk dibangun di bagian utara kompleks Ma’had Al-Zaytun dengan kedalaman total 9 m (galian 6 m dan timbunan 3 m). Waduk sengaja dibangun dengan mempunyai ketinggian dimaksudkan agar dapat mengalirkan air ke sawah sekitarnya secara gravitasi. Sementara waduk sendiri mendapatkan air dari penampungan dengan sistem pemompaan.
Penampungan secara langsung mendapatkan air dari sungai Ci Benua dan air hasil pengolahan limbah non fecal dari water treatment. Sebelum diolah di water treatment, air limbah terlebih dulu ditampung di penampungan khusus untuk air limbah untuk mendapatkan debit yang konstan sekaligus sebagai pengendapan awal. Sumber air limbah sendiri berasal dari kompleks Ma’had Al- Zaytun bagian timur laut yang terdiri dari asrama, laundry, dapur, gedung pertemuan, masjid, dll. Potensi air sungai ditentukan dengan pengolahan data curah hujan.
Waduk difungsikan untuk mengairi sawah yang merupakan laboratorium alam bidang pertanian. Pola kebutuhan air tanaman dan masa tanam hasil penelitian laboratorium alam tersebut, diterapkan pada kajian ini.
Selanjutnya akan dihitung neraca air pada waduk berdasarkan kebutuhan dan ketersediaan air."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S35785
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kuni Ngafifah
"Penelitian ini membahas bagaimana privatisasi air mempengaruhi kualitas pelayanan dan ketidakadilan dalam akses dan distribusi air. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan cara membagikan kuesioner. Pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam. Privatisasi air diterapkan karena PAM Jaya dianggap tidak memiliki kemampuan teknis dan keuangan untuk meningkatkan kualitas pelayanan air di Jakarta. Berdasarkan konsep privatisasi dan kualitas pelayanan publik, penelitian ini menemukan bahwa pasca privatisasi air telah terjadi perbedaan pelayanan, ketidakadilan akses dan distribusi air.

This thesis examines how water privatization affect the quality of services and injustice on access and water distribution. This thesis used the quantitative and qualitative approaches. The quantitative approach is done by distributing questionnaires. The qualitative approach is done by in depth interview. Water privatization is implemented due to PAM Jaya consider does not have technical and financial ability to improve the quality of water services in Jakarta. Based on the concept of privatization and the quality of public services, this thesis find that after privatization there are different services, inequality on access and water distribution.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55362
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Mulia Primatama
"Krisis air bersih di daerah berair payau belakangan ini semakin memprihatinkan terutama saat musim kemarau tiba. Mesin Reverse Osmosis (RO) yang berfungsi untuk mengolah air tanah menjadi air bersih bagi penduduk daerah berair payau juga sudah tidak berfungsi secara maksimal. Karena kebutuhan air bersih yang dibutuhkan tidak tersedia, penduduk setempat terpaksa menggunakan air tanah dari sumur mereka yang berasa asin (payau). Hal tersebut mendorong pengembangan alat water purifier yang dapat mengatasi krisis air bersih di daerah berair payau secara aplikatif. Alat ini memanfaatkan prinsip kerja filtrasi, adsorpsi, dan desalinasi. Unit filtrasi menggunakan saringan micron, unit adsorpsi menggunakan kombinasi adsorben zeolite dan karbon aktif, dan unit desalinasi menggunakan metode capacitive deionization. Alat ini direncanakan akan berfungsi dengan output 5 Liter. Kriteria yang akan ditinjau dalam mengetahui kinerja water purifier adalah kualitas produk keluaran berupa konsentrasi TDS (mg/L), konduktivitas (μS/cm), dan penurunan kadar garam (%). Variasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah jenis air payau yang memiliki konsentrasi TDS dan konduktivitas berbeda, susunan ketinggian adsorben pada unit adsorpsi, dan tegangan pada unit desalinasi. Unit desalinasi dengan capacitive deionization bekerja optimum pada tegangan 2V dan jenuh pada waktu 15 menit. Penurunan kadar garam maksimal dari unit desalinasi mencapai 13,4%. Energi yang dibutuhkan sel CDI pada penelitian ini adalah 1,05 kWh/m3. Pada unit filtrasi dan adsorpsi komposisi ketinggian adsorben paling baik adalah 40cm-40cm (karbon aktif-zeolit) yang memiliki penurunan kadar garam 17,1%. Total penurunan kadar garam pada alat water purifier ini adalah 30,4%.

Recently, clean water crisis in brackish water area is increasing, particularly during the dry season. Water sources that have been used by residents is low. Reverse Osmosis (RO), which serves to cultivate the soil water into clean water for the inhabitants of brackish water area also was not functioning optimally. Because of the need of clean water required are not available, local residents are forced to use ground water from their wells that are salty (brackish). It encourages the development of water purifier that can overcome the water crisis directly in the brackish watery region. This water purifier utilizes the working principles of filtration, adsorption, and desalination. Filtration unit uses a micro fiber filter, adsorption units uses a combination between the zeolite adsorbent and activated carbon, and the desalination unit used capacitive deionization as the method. This tool is planned to be functioning with an output of 5 L. The criteria that will be reviewed in knowing the water purifier's performance is the quality of the product output of TDS concentrations (mg / L), conductivity (μS / cm), and decrease of salt content (%). This research involves the variation of feed?s TDS concentration and conductivity, the height combination of both adsorbents, and the applied voltage on CDI cell. Desalination unit with capacitive deionization work optimally at a voltage of 2V and saturated at 15 minutes. The maximum decrease of salt content at desalination unit is 13.4%. The CDI cells required 1.05 kWh / m3 energy. On filtration and adsorption unit, the best height combination of adsorbents is 40cm-40cm (activated carbon-zeolite) that has a 17.1% reduction in salt levels. Total decrease in salinity in the water purifier tool is 30.4%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62662
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizali Karliansyah
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sampai seberapa jauh pengaruh kualitas air sungai yang buruk mempengaruhi kualitas air sumur penduduk, sehubungan dengan masih banyaknya penduduk di RW 04 Kelurahan Manggarai yang menjadikan air sungai sebagai tempat membuang hajat dan menggunakan air sumur pampa sebagai air baku air minum.
Masalah pokok yang diteliti adalah (a) berapa besar kandungan Escherichia coil di dalam air sumur-sumur pompa tangan penduduk pada jarak dari tepi sungai, kedalaman, dan pemakaian air yang berbeda-beda; (b) korelasi antara nilai Most Probable Number (MPN)" koli tinja dengan parameter fisika-kimia, sehingga dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1) Makin banyak pemakaian air sumur, makin besar kemungkinan terkontaminasi koli tinja.
2) Makin dalam sumur pompa penduduk, makin kecil kemungkinan terkontaminasi oleh bakteri koli tinja.
Penelitian ini dilaksanakan dengan cara mengambil sampel-sampel air sumur secara sensus dan air sungai secara acak, masing-masing 3 kali ulangan selama 3 hari berturut-turut di awal musim kemarau. Di samping itu diambil pula data kuesioner, wawancara, dan observasi langsung sebagai data penunjang.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara analisis statistik menggunakan korelasi jenjang Spearman terhadap nilai MPN koli tinja dan parameter fisika-kimia.
Hasil penelltian menunjukkan bahwa 9 dari 14 sumur pompa tangan yang diteliti telah tercemar oleh bakteri koli tinja, di mana faktor jarak dan kedalaman berpengaruh terhadap nilai MPN koli tinja. Sedangkan besarnya pemakaian air tidak berpengaruh terhadap nilai MPN koli tinja. Di samping itu sanitasi lingkungan yang buruk dan tingkah laku masyarakat yang kurang saniter turut membantu pencemaran koli tinja ke air sumur-sumur pompa.
Salah satu dampak pencemaran sumber air oleh E. coli di wilayah ini adalah tingginya angka penderita penyakit diare dan angka kematian bayi. Di samping itu kandungan E. coil yang tinggi juga merupakan beban yang berat bagi pihak Proyek Air Minum (PAM) DKI Jakarta dalam proses pengolahan air baku air minum.
Diharapkan penurapan dan pemindahan lokasi pemukiman penduduk RW 04 (RT 006 sld RT 0017) ke lokasi pemukiman baru dapat menjadi prioritas pembangunan di Kecamatan Tebet. Hal ini mengingat kondisi kualitas air yang sangat buruk di samping lokasi tersebut (bantaran sungai) memang tidak layak sebagai kawasan pemukiman. Di dalam Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) Kecamatan Tebet tahun 2005, kawasan tersebut telah diperuntukan sebagai kawasan hljau tanpa bangunan.

ABSTRACT
The aim of this research is to know how deep the bad river water quality influences the well-water-pump quality in relation to the fact that people at RW 04 Manggarai Village use the river as a defecation place and the well-water-pump as the source of drinking water.
Research points of view are (a) how many Escherichia coli present in the well-water-pump in different distances from the river edge, in different depth of the well, and in different quantity of water usage; (b) the correlation between MPH fecal coil and physic-chemist parameters.
Therefore, the formulations of hypothesis are: (l) the more well-water-pump usage, the bigger the potentiality of fecal col. contamination. (2) The deeper the well water pump, the lesser the potentiality of fecal coli contamination.
This research was implemented by taking the well-water-pump samples with census sampling method and the river water samples with random sampling method, each sample 3 times a day for 3 consecutive days in the early dry season. Questioners, interviews, and direct field observation were also taken as supporting data.
Statistical analysis of the hypothesis was performed with Spearman rank correlation to the value of MPN fecal cola and physic-chemist parameters.
The result of this research indicates that 9 from the 14 well-water-pump tested were polluted by fecal coil bacteria, with distance and depth factors influencing the value of MPN fecal coll. Whereas the quantity of well water pump usage did not influence the value of MPN fecal coli. In addition, bad environmental sanitation and less sanitary-conscience human behavior also supported the fecal coil contamination to the well water pump.
Among the impacts of water-source pollution by E. coli in this area were the high diarrhea sufferer and infant mortality rate. The high E. coil content in the water source also represent the heavy burden of the drinking water processing at Jakarta Municipal Water Treatment Plant (PAM DKI Jakarta).
We hope that the plastering of river edges and the transfer of residents of RW 04 (RT 006 to RT 0017) to the new residence location would be the development priority of Tebet Sub district, considering the bad water quality and improper residence location. In the Regional City Division Plan (RBWK) of Tebet Sub district 2005, this area would be a green-open space.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriadi
"ABSTRAK
Perkembangan pembangunan di Jakarta cenderung mengubah tanah menjadi kedap air. Daerah yang sebelumnya merupakan media yang bisa dirembesi air diubah menjadi daerah yang ditutupi berbagai jenis bangunan seperti permukiman, pertokoan, jalan, dll. Sementara itu kebutuhan akan air bersih yang berasal dari air tanah cukup tinggi, yaitu menurut Transoto (1988) 78 %, sedang dari hasil penelitian ini di lapangan adalah 94,7 %. Kebutuhan air bersih yang berasal dari air tanah diperkirakan akan semakin meningkat, karena tingkat pertambahan penduduk yang cukup tinggi (3,0%/tahun), dan meningkatnya jumlah pertokoan, perkantoran serta industri, sementara kemampuan Perusahaan Air Minum (PAM) DKI masih sangat terbatas untuk memasok air bersih.
Sebagai akibat dari kekedapan permukaan tanah terhadap air di DKI maka timbul berbagai masalah lingkungan seperti kekeringan pada musim kemarau, (karena persediaan air tanah kurang) dan intrusi air laut.
Permasalahan di atas erat kaitannya dengan persepsi masyarakat terhadap sumberdaya air hujan, yang pada akhirnya mempengaruhi pengelolaan air hujan yang di terapkan mereka selama ini. Untuk meliput persepsi masyarakat terhadap air hujan serta tingkat kepatuhan masyarakat terhadap peraturan pemerintah dalam hubungannya dengan IMB, terutama Koefisien Dasar Bangunan dan ruang terbuka, maka dalam penelitian ini dicoba untuk meneliti seluruh wilayah DKI Jakarta yang dibagi ke dalam 4 zone.
Pembagian zone didasarkan pada perbedaan topografi, dan sifat air tanah. Pada masing-masing zone diambil tiga tempat yang diharapkan dapat menggambarkan zone secara keseluruhan. Sedangkan untuk kelurahan contoh dipilih daerah yang terdapat dibagian tersebut, karena diasumsikan bahwa pada daerah yang terpadat kebutuhan akan air tanah adalah sangat tinggi, dan daerah yang tertutup oleh bangunan atau kedap air lebih luas.
Menurut hasil penelitian ini, di zone 2 rasa air tanahnya sekarang adalah payau, sedangkan pada tahun 1979 (Sandy, 1979) rasa airnya masih tawar. Dengan demikian intrusi air laut telah meluas sampai ke zone 2 dalam selang waktu 9 tahun terakhir.
Dalam hubungan dengan pengelolaan air hujan yang diterapkan masyarakat ataupun perkantoran, ternyata masyarakat lebih banyak yang membuang air ke selokan atau sungai, tanpa usaha untuk mengembalikannya ke dalam tanah. Hanya sebagian kecil yang mengalirkan air hujan ke dalam kolam atau bak resapan. Ada juga yang membiarkan air hujan itu jatuh dari atap ke halaman, tetapi hal ini bukan untuk mengupayakan air hujan masuk ke dalam tanah. Nampaknya masyarakat selama ini masih menganggap bahwa air hujan merupakan limbah yang secepat mungkin harus dibuang atau dialirkan ke sungai, bukan sebagai suatu sumberdaya yang harus diselamatkan. Dalam hubungannya dengan pengelolaan air hujan hanya sebagian kecil saja masyarakat yang menggunakan air hujan untuk berbagai keperluan, sedang yang terbanyak mempergunakan air hujan tersebut adalah masyarakat di zone pantai atau zone 1.
Sebagian rumah yang dibangun developer telah menerapkan pengelolaan air hujan dengan cara mengalirkan hujan dan atap lewat rantai ke bak resapan. Bak resapan tersebut terletak di sudut teras, akan tetapi bak ini terbuka dan volumenya juga kecil. Tetapi oleh sementara pemilik rumah tersebut, sistem yang begini telah diubah dengan mengalirkan air dari atap ke selokan, berarti kualitas pengelolaannya menjadi turun. Dalam hubungannya dengan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap peraturan pemerintah, terlihat bahwa mayoritas masyarakat memiliki KDB (koefisien Dasar Bangunan) di atas 41 % baik di zone 1, 2, 3 dan maupun di zone 4. Sedangkan dalam peraturan pemerintah KDB diharuskan 40 %. Di samping itu khusus untuk bagian selatan Jakarta pemerintah DKI telah menetapkan bahwa pada setiap kapling harus ada ruang terbuka sebesar 85 % agar air berkesempatan meresap ke dalam tanah lebih banyak. Ternyata dari hasil penelitian ini, umumnya (96 %) masarakat memiliki ruang terbuka di bawah 69 %, bahkan 25 % dan diantaranya hanya 0-17 % saja yang mempunyai ruang terbuka.
Dari analisis regresi dan korelasi antara tingkat pendidikan dengan pengelolaan air hujan di zone pantai atau zone 1 ternyata bahwa orang yang berpendidikan lebih tinggi menggunakan sistem pengelolaan air hujan yang lebih baik dari orang yang berpendidikan lebih rendah, akan tetapi hubungannya adalah nyata. Sedangkan masyarakat yang bermukim di zone 2 dan 3 ternyata orang yang berpendidikan lebih tinggi menerapkan sistem pengelolaan air hujan yang lebih jelek dari pada orang yang berpendidikan lebih rendah. Khusus bagi masyarakat yang bermukim di zone 4, sistem pengelolaan air hujan yang diterapkan oleh orang yang berpendidikan lebih tinggi hampir tidak ada bedanya dengan sistem pengelolaan air hujan yang diterapkan oleh orang yang berpendidikan lebih rendah.
Hubungan antara tingkat pendidikan dengan penggunaan air hujan oleh masyarakat di zone 1 (pantai) ternyata orang yang berpendidikan lebih rendah lebih banyak menggunakan air hujan dibandingkan dengan orang yang berpendidikan lebih tinggi, tetapi hubungannya tak nyata. Di zone 2 dan 3 juga orang yang berpendidikan lebih rendah lebih banyak menggunakan air hujan dari pada orang yang berpendidikan lebih tinggi, dan hubungannya adalah nyata. Akan tetapi di zone 4 temyata orang yang berpendidikan lebih tinggi lebih banyak menggunakan air hujan dibandingkan dengan orang yang berpendidikan lebih rendah, dan hubungannya nyata.

ABSTRACT
The development of Jakarta tends to alter land to become impermeable areas which are functioning among others to absorb rainwater, have been changed into buildings, settlements, business centers, roads, etc. In the meantime, the capability of public water supply of Jakarta is limited. Only less then 40 % of 7.5 million populations is supplied with tap water. In the study area there are kampungs that only have 33.8 % tap water supplies. Therefore, the need for clean water is substituted mostly by using river water and pumping the groundwater. It was assumed that the exploitation of groundwater will increase proportionally with the population growth rate of 3.0 % per year.
This has become even more serious due to the lack of appropriate management of rainwater by the community. The prospect of rainwater as a resource is neglected, and rainwater is even regarded as a problem.
The rapid growths of buildings are also made worse due to the fact that most people do not follow the regulation concerning license to build. They neglect the limit of the allowable building base coefficient. The allowable building basic coefficient is 15 %, while the fact shows that in the study area the coefficient is increasing to 41 %. These conditions gave rise to a lot of environmental problems, such as drought, intrusion of seawater, particularly into densely populated areas where high-rise buildings were built.
With the population of 7.5 million people and the water consumption of 200 liter per day per person, there is a daily need for clean water of 15 million cu.m. While the whole Jakarta area (approximately 560.sq. km with its 2,000 mm annual rainfall) may have a daily supply of rain-water of 32 million cu.m. If during the rainy season (with is 6-7 months annually) 50 % of the rainwater can be met. Therefore, there is an urgency to develop rainwater conservation campaign.
The conservation of rainwater will serve as a resource, reducing the use of groundwater or dirty river water.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>