Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8793 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lee, Dae Han
Jakarta: Bmedia Imprint Kawan Pustaka, 2023
495.7 LEE b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Binar Candra Auni
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas K-pop sebagai budaya populer Korea Selatan. K-pop telah menjadi salah satu produk budaya populer yang dinikmati banyak orang di seluruh dunia. Munculnya K-pop sebagai musik populer perlu dikaji dari perkembangan budaya yang dipengaruhi oleh perubahan sosial, politik, dan ekonomi di Korea Selatan. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis K-pop dikaitkan dengan perjalanan perkembangan budaya di Korea Selatan. Penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dan pendekatan diakronis dalam penelitian. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa munculnya K-pop dipengaruhi oleh budaya asing, yaitu budaya populer Amerika yang masuk pada tahun 1950-an. Budaya populer Amerika tersebar di Korea Selatan melalui konser pop di markas militer Amerika Serikat 8th Army, hiburan di klub, dan saluran komunikasi American Forces Korean Network. Perkembangan ekonomi dan teknologi, kebijakan terkait budaya, dan globalisasi pun menjadi faktor penting yang membentuk K-pop saat ini. Hingga kini, pengaruh budaya populer Amerika pada K-pop dapat dilihat melalui judul maupun lirik lagu yang mengandung unsur Bahasa Inggris.

ABSTRACT
This paper study about K-pop as popular culture in South Korea. K-pop has become a product of popular culture consumed by people around the world. The emerge of K-pop as popular music need to be investigated from the perspective of social, political, and economic changes in South Korea. This paper means to analyze K-pop in correlation with the cultural development in South Korea. Researcher uses the descriptive qualitative method and diachronic approach in the analysis process. The finding shows that K-pop is influenced by foreign culture, which is American popular culture that gain entrée in 1950s. The American popular culture disseminated in South Korea through pop concerts in the US 8th Army military base, performances in US nightclubs, and a US radio station, American Forces Korean Network. The technology and economy, cultural policy, and globalization become the important factors that shaped K-pop today. Until this day, the influence of American popular culture in K-pop reflected through the use of English in song titles and lyrics."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Wahyudi
Jakarta: Kata Media, 2007
495.78 IBN c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fisra Afriyani
Jakarta: Kompas , 2011
495.7 FIS c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Annisaa Fitri
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang K-Pop yang digunakan sebagai instrumen bagi Pemerintah Korea Selatan dalam melakukan imperialisme struktural di Indonesia. Tesis ini menguraikan perjalanan panjang sejak awal K-Pop diciptakan hingga bagaimana K-Pop menjadi agen bagi Pemerintah Korea Selatan dalam melakukan imperialisme struktural yang berujung pada spasialisasi industri di Indonesia. Kata kunci: imperialisme struktural, imperialisme budaya, spasialisasi, ekonomi politik, K-Pop

ABSTRACT
The focus of this study is K Pop which being used as a tool for South Korea Government in doing structural imperialism in Indonesia. This study explains the long journey since K Pop was established until how it is used as a South Korea Government agent in doing structural imperialism through industry spacialization in Indonesia. Key words structural imperialism, cultural imperialism, spacialization, political economy, K Pop "
2018
T51534
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chintya Hanindhitakirana Wirawan
"J-pop dan K-pop merupakan dua budaya populer yang berkembang di era globalisasi. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis dinamika perkembangan J-pop dan K-pop di Jepang dan Korea Selatan di era globalisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis J-pop yang dapat menjadi inspirasi bagi Korea Selatan dalam membangun K-pop, menganalisis K-pop yang dapat menyaingi kepopuleran J-pop sebagai pendahulunya di tengah globalisasi, serta menganalisis upaya yang dilakukan pelaku industri musik J-pop dalam menyikapi pesatnya perkembangan industri musik K-pop di tengah globalisasi. Studi ini menggunakan teori globalisasi yang diungkapkan oleh Giddens (1990) dengan konsep modernitas refleksif. Studi ini menggunakan data kualitatif yang diperoleh melalui sumber-sumber dari buku, jurnal, dan artikel dalam situs web. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam rentang waktu 1990 hingga 2022, J-pop dan K-pop saling menginspirasi untuk terus berkembang dan menciptakan konten yang menarik bagi penggemar mereka. Interaksi antara kedua budaya populer ini menciptakan hubungan saling menguntungkan antars Jepang dan Korea Selatan.

J-pop and K-pop are two popular cultures that developed in the globalization era. In this research, the author analyzes the dynamics of the development of J-pop and K-pop in Japan and South Korea in the globalization era. The purpose of this study is to analyze J-pop that can be an inspiration to South Korea in establishing K-pop, analyze K-pop that can challenge the popularity of J-pop as its predecessor in the midst of globalization, and analyze the efforts made by J-pop music industry players in responding to the rapid development of the K-pop music industry in the midst of globalization. This study uses the globalization theory expressed by Giddens (1990) using the concept of reflexive modernity. This study uses qualitative data obtained through sources from books, journals, and articles on websites. The results of this study show that from 1990 to 2022, J-pop and K-pop inspired each other to grow and create engaging content for their fans. The interaction between these two popular cultures created a mutually beneficial relationship between Japan and South Korea."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Artika Isnanda Sarah
"ABSTRAK
Penekanan terhadap representasi visual, seperti tampilan fisik, kostum dan
koreografi tari membuat girlband dan boyband K-pop menjadi terseksualisasi,
menjadikan mereka hanya sebagai gambaran objek seksual. Pada musik video,
yang merupakan media paling utama bagi girlband dan boyband K-pop generasi
kedua dalam mempromosikan lagu serta menghimpun penggemar dari global,
seksualisasi ini ditunjukkan dengan gambaran tubuh perempuan dan posisinya
dari laki-laki. Pada tahun 2015, kecenderungan berbeda ditunjukkan oleh Brown
Eyed Girls dan Stellar yang memunculkan tanda-tanda (sign) merujuk pada
genital perempuan. Bahkan Big Bang, kelompok boyband juga ikut menampilkan
hal serupa. Menggunakan pemikiran Julia Kristeva tentang abjeksi terhadap tubuh
perempuan, tiga video tersebut dianalisa menggunakan metode semiotika
pragmatis Pierce untuk menemukan makna di balik simbol-simbol yang menjadi
tanda bagi subjektifitas. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa musik BigBang
dengan lagu Bae Bae menunjukkan subjektifitas perempuan yang pasif dan aktif
bagi laki-laki seperti pada ajaran Konfusius, lagu Brown Eyed Girls,
menunjukkan subjektifitas perempuan pada era 1960-an yang menjadikan
tubuhnya sebagai ekspresi diri dan identitas feminin, sementara musik video
Stellar Vibrato menunjukkan komersialisasi tubuh dalam industri K-pop.

ABSTRACT
K-pop girlband and boyband has been emphasized visual representations on their
physical appearance, costume, and dance choreography which make their own
been sexualized as sexual imagery. This sexualization can also been found on On
the music video, the main media for second wave K-pop to promote song and
gather global fans, potrays women body and their position from man. In 2015, the
sexualization coming with new trends which the sexual innuendos that refer to
female genitalia is significantly appear. There are three music videos which the
girlbands, Brown Eyed Girls, Stellar and Big Bang boyband showed this kind of
sexual innuendos in their new single. Using the Kristeva thought and Peirce
pragmatics semiotics, this research found that on Big Bang Bae Bae music video,
the genitalia signs is potrayed woman and man subjectivity based on
Confusianism. Meanwhile, on Brown Eyed Girls music video, the subjectivity
representation is related to Korean women who in 1990?s transformed their body
as expression and feminine identity. The transformation on woman thought about
their mind and body is comersialized on K-pop industry which can be observed on
Stellar music video."
2016
S64926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanisa Fitri Amelia
"ABSTRAK
Jakarta Selatan sebagai bagian dari ibukota negara menjadi pusat bisnis dan investasi termasuk bagi kaum ekspatriat Korea dalam mengembangkan bisnis kuliner Korea. Pada umumnya, terdapat 2 jenis restoran Korea khususnya yang berada di Indonesia, yaitu restoran Korea tradisional dan modern. Tren budaya K-Pop disinyalir dapat memengaruhi peningkatan konsumen di restoran Korea. Sebagai konsumen restoran Korea, penggemar budaya K-Pop memiliki faktor yang berpengaruh dalam memilih restoran Korea yang dapat dikaji dari aspek spasial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan makna tempat restoran Korea tradisional dengan restoran Korea modern dan menganalisis perilaku spasial penggemar budaya K-Pop dalam memilih restoran Korea di Jakarta Selatan dengan mengetahui aspek kognitif, afektif serta konatif. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode purposive sampling untuk menentukan informan penelitian yang selanjutnya akan ditemui untuk wawancara mendalam. Analisis spasial dengan metode deskriptif digunakan untuk menganalisis pola spasial dari perilaku penggemar budaya K-pop sebagai konsumen restoran Korea. Penelitian ini menghasikan 10 informan utama yang dibedakan berdasarkan tipologi penggemar budaya K-Pop. Hasil penelitian menunjukkan bahwa restoran Korea tradisional dimaknai sebagai restoran dengan suasana formal yang tidak memutarkan lagu K-Pop serta memiliki harga menu makanan relatif mahal dengan rasa autentik. Sementara restoran Korea modern K-Pop dimaknai sebagai restoran dengan suasana casual yang memutarkan lagu K-Pop serta memiliki harga menu makanan relatif murah dengan rasa yang telah dimodifikasi. Dalam memilih restoran Korea, pola spasial perilaku penggemar budaya K-Pop yang terbentuk yaitu perilaku mengunjungi restoran Korea modern yang dekat dari titik asal keberangkatan dengan mengendarai alat transportasi dan menempuh waktu yang relatif singkat. Penggemar budaya K-Pop dari ketiga tipologi umumnya memiliki preferensi terhadap restoran Korea modern K-Pop yang memiliki site yaitu memutarkan lagu dan musik K-Pop, dengan motivasi mengunjungi yaitu motivasi sosial sehingga memunculkan makna tempat restoran Korea sebagai fungsi sosial.

ABSTRACT
South Jakarta as part of the capital city became a center of business and investment for Korean expatriates in developing Korean culinary business. In general, there are two types of Korean restaurants, particularly those in Indonesia, which are traditional and modern Korean restaurants. K Pop trends are alleged to affect the increase of consumer in Korean restaurants. As a Korean restaurant consumer, K Pop fans have influential factors in choosing a Korean restaurant that can be studied from spatial aspects. This study aims to analyze the difference of sense of place, of a traditional Korean restaurant with a modern Korean restaurant and to analyze the spatial behavior of K Pop fans in choosing Korean restaurant in South Jakarta by knowing cognitive, affective and conative aspects. This study uses qualitative approach by using purposive sampling method to determine informant of research which can be encountered for in depth interviews. Spatial analysis by using the descriptive method is used to analyze the spatial patterns of K Pop fans behavior as a Korean restaurant consumer. This study produces 10 main informants that are distinguished by the typology of K Pop fans. The results show that traditional Korean restaurant is interpreted as a restaurant with a formal atmosphere that does not play K Pop songs and has a relatively expensive food menu prices with an authentic taste. While a modern Korean restaurant K Pop is interpreted as a casual atmosphere restaurant that plays K Pop songs and has a relatively cheap food menu prices with modified taste. In choosing a Korean restaurant, the spatial pattern of K Pop fan behavior is the act of visiting modern Korean restaurants that are close to the point of departure by driving and taking relatively short periods of time. K Pop fans by the three typologies generally have a preference for a modern Korean restaurant K Pop that has a site that plays K Pop songs and music, with a visiting motivation social motivation that raises the sense of place of Korean restaurant as a social function."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seoul: Universitas Dankook Korea, 2009
KOR 495.782 MAR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andita Dyah Octaviani
"Dikenal secara global, idola K-Pop banyak diminta untuk menunjukkan kemampuan Bahasa Inggris mereka saat mempromosikan diri di kalangan penggemar internasional. Gagasan bahwa idola K-Pop harus mampu berbicara Bahasa Inggris pun ditekankan oleh seorang pembawa acara dalam variety show berjudul The Immigration yang ditayangkan di K-Style TV. Ia menegaskan bahwa sangat penting bagi idola K-Pop untuk mampu berbicara Bahasa Inggris sebelum hadir di berbagai acara, khususnya acara di luar negeri. Akan tetapi, banyak idola K-Pop yang belum terbiasa berbicara Bahasa Inggris. Hal ini menyebabkan adanya penggunaan alih-kode dan campur-kode oleh idola K-Pop. Untuk mencari tahu berbagai faktor yang berpengaruh dalam penggunaan alih dan campur-kode, studi ini meneliti tiga episode dari The Immigration. Selain itu, studi ini juga menggunakan kuesioner dari Google Forms untuk mengetahui opini para penonton internasional setelah menyaksikan The Immigration. Hasil studi menunjukkan bahwa idola K-Pop cenderung menggunakan alih-kode dan campur-kode untuk menjaga kesinambungan topik pembicaraan dan menjaga solidaritas antar anggota. Selain itu, survei menunjukkan bahwa pandangan yang muncul dari partisipan, baik laki-laki maupun perempuan, terhadap idola K-Pop bergantung pada rasa kedekatan mereka terhadap komunitas penggemar K-Pop.

Well-known worldwide, K-Pop idols are expected to maintain their fame by speaking in English to promote themselves to international viewers. The idea of K-Pop idols ought to speak English is even emphasised by a host of a variety show called The Immigration, aired on K- Style TV. The host stated that speaking English is essential for K-Pop idols before attending any overseas performance. Nonetheless, some of the K-Pop idols are still unaccustomed to English, which leads to phenomena called code-switching and code-mixing. To find out this matter, this study used three episodes of The Immigration to find out the influential factors behind code-switching and code-mixing phenomena. Besides, this study also used a questionnaire which was filled through the Google Forms to gather opinions from the international viewers after watching the shows. The result shows that K-Pop idols tend to switch and mix the languages to maintain the topic and solidarity between the group members. Furthermore, the survey shows that the perception from participants of both sex groups towards K-Pop idols may vary due to their sense of belonging to the K-Pop fandom.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>