Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187251 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arnadi
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T58808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fazlines
"Latar belakang : Peningkatan prevalensi penyakit arteri perifer (PAP) sejalan dengan peningkatan prevalensi diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Strategi pencegahan komplikasi salah satunya berfokus pada pengendalian faktor risiko dan deteksi dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan PAP pada pasien DMT2 di tingkat layanan kesehatan primer.
Metode : Penelitian potong lintang ini melibatkan populasi DMT2 berusia 20-65 tahun yang berobat di sepuluh Puskesmas DKI Jakarta pada bulan Agustus 2020 – Juni 2021. Pasien yang dapat dilakukan pemeriksaan ABI dengan menggunakan USG doppler handheld pada salah satu atau kedua tungkai, dengan atau tanpa riwayat PAP sebelumnya, akan dimasukkan sebagai subjek penelitian dan dilakukan pencatatan data dasar usia, jenis kelamin, durasi penyakit diabetes, tekanan darah, kadar kolesterol total, K-HDL, K-LDL dan trigliserida serta riwayat merokok, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh dan lingkar pinggang. Dianggap PAP bila nilai ABI £0,9 atau >1,3 pada masing-masing tungkai.
Hasil : Dari 188 pasien DMT2 yang memenuhi kriteria inklusi, sebanyak 27 (14,4%) pasien mengalami komplikasi PAP dan 24 pasien diantaranya adalah perempuan. Proporsi masing-masing untuk PAP ringan, sedang dan berat adalah 56%, 18% dan 26%. Analisis bivariat menunjukkan perempuan 3-4 kali lebih berisiko mendapatkan PAP (IK 95% 1,099-13,253, p=0,024), sementara usia, durasi diabetes, dislipidemia, hipertensi, obesitas, obesitas sentral dan merokok tidak dijumpai adanya perbedaan signifikan. Namun, setelah disesuaikan dengan durasi diabetes dan merokok pada analisis regresi logistik, jenis kelamin perempuan menunjukkan hasil tidak signifikan.
Simpulan : Tidak dijumpai adanya hubungan bermakna antara usia ≥50 tahun, jenis kelamin perempuan, durasi diabetes ≥10 tahun, hipertensi, dislipidemia, kebiasaan merokok, obesitas dan obesitas sentral terhadap PAP pada pasien DMT2.

Background: The increasing prevalence of peripheral arterial disease (PAD) is in line with that of type 2 diabetes mellitus (T2DM). To prevent diabetes complications needs focuses on controlling risk factors and early detection. The aims of the study were to determine the prevalence and predictors of PAD in diabetic patients at the primary care setting.
Method: A cross sectional study of 188 diabetic patients aged 20-65 years old who attended ten community health centers in Jakarta from August 2020 until June 2021. Patients were performed for ABI using handheld doppler ultrasound on one or both limbs, with or without a previous history of PAD, were included. Baseline data such as age, gender, duration of diabetes, blood pressure, total cholesterol levels, c-HDL levels, c-LDL levels, triglyceride levels, smoking history, weight, height, body mass index and waist circumference were recorded. PAD was defined as the ABI value £0.9 or >1.3 in each limb.
Result: Of the 188 T2DM patients who met the inclusion criteria, 27 (14.4%) patients experienced PAD and 24 of them were female. The proportions for mild, moderate and severe PAD were 56%, 18% and 26%, respectively. Bivariate analysis showed that female were 3-4 times at risk of PAP (95% CI 1.099-13.253, p=0.024), while there were no significant differences in age, duration of diabetes, dyslipidemia, hypertension, obesity, central obesity and smoking. However, after adjusting for duration of diabetes and smoking in logistic regression analysis, female had no statistically significant.
Conclusion: No significant relationship was found among age, gender, duration of diabetes, dyslipidemia, hypertension, obesity, central obesity, smoking and PAP in T2DM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Novia Putri
"ABSTRAK

Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Salah satu komplikasi yang banyak ditemukan adalah neuropati perifer. Neuropati perifer menyebabkan perubahan pada biomekanik pasien sehingga terjadi keterbatasan mobilitas fisik yang dapat menurunkan kemampuan melakukan aktivitas fisik pasien diabetes melitus tipe 2 dengan neuropati perifer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penghalang yang berhubungan dengan aktivitas fisik pasien diabetes melitus tipe 2 dengan neuropati perifer. Penelitian ini merupakan penelitian analisis korelatif dengan desain cross sectional pada 77 orang sampel di Poliklinik Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu DKI Jakarta. Uji statistik yang digunakan untuk melihat hubungan dua variabel adalah chi square dan uji multivariat dengan logistik berganda untuk melihat faktor yang paling dominan. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara nyeri neuropati, sensasi kaki, dan deformitas kaki dengan aktivitas fisik jalan kaki dan peregangan statis. Malas dan pengetahuan berhubungan dengan aktivitas fisik peregangan statis pada responden, dimana malas merupakan faktor dominan. Sedangkan pengetahuan, status fungsional, dan rasa takut berhubungan dengan aktivitas fisik jalan kaki responden, dimana status fungsional merupakan faktor dominan. Aktivitas fisik jalan kaki dan peregangan statis merupakan jenis aktivitas fisik yang direkomendasikan pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan neuropati perifer, dimana jalan kaki merupakan aktivitas fisik yang paling banyak dilakukan pasien karena sederhana, tidak membutuhkan alat, mudah, dan dapat dilakukan kapan saja.


ABSTRACT

 


Diabetes mellitus is a chronic disease that can cause various complications. One of complication that commonly found is peripheral neuropathy. Peripheral neuropathy causes changes in the biomechanics, resulting limited physical mobility which can reduce the ability to perform physical activity in type 2 diabetes melitus patients with peripheral neuropathy. This study aimed to determine the barriers related to physical activity in type 2 diabetes mellitus with peripheral neuropathy. This study was a correlative analysis study with a cross sectional design in 77 people sampled at government hospital of Pasar Minggu Jakarta. The statistical test used to see the relationship between two variables is chi square and multivariate test with multiple logistics to see the most dominant factors. The results indicate that there is no relationship between neuropathic pain, foot sensation, and foot deformity with physical activity of walking and static stretching. Laziness and knowledge are related to the physical activity of static stretching, which laziness is the dominant factor. While knowledge, functional status, and fear are related to the physical activity of walking, which functional status is the dominant factor. Physical activity of walking and static stretching are type of physical activity that recommended in type 2 diabetes mellitus with peripheral neuropathy, where walking is a the most frequent of physical activity in patients as it is simple, no tools requirement,  easy, and can be done at any time.

 

"
2019
T53919
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martha Rosana, examiner
"Latar Belakang: Penyakit arteri perifer (PAP) merupakan salah satu komplikasi makrovaskular pada penyandang diabetes melitus tipe 2 (DMT2) yang menimbulkan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Hingga saat ini, belum ada telaah sistematis dan komprehensif mengenai faktor risiko kejadian PAP pada penyandang DMT2.
Tujuan: Mengetahui efek estimasi kumulatif dari berbagai faktor risiko kejadian penyakit arteri perifer pada penyandang diabetes melitus tipe 2.
Metode: Telaah sistematis dan mata-analisis ini disusun berdasarkan standar PRISMA.
Penelusuran literatur secara sistematis dan komprehensif dilakukan pada PubMed/MEDLINE, ProQuest, dan EMBASE, untuk mencari studi kohort dan kasus kontrol yang melaporkan faktor risiko PAP pada DMT2. Selain itu kami juga melakukan penelusuran terhadap grey literature. Risiko bias tiap studi yang diinklusi dinilai menggunakan the Newcastle-Ottawa Scale. Data dianalisis menggunakan RevMan versi 5.4 untuk mencari efek estimasi kumulatif dari tiap faktor risiko.
Hasil: Didapatkan 10 studi yang dimasukkan ke dalam telaah sistematis ini, dengan total 73.834 pasien DMT2. Semua studi memiliki kualitas baik berdasarkan Newcastle-Ottawa Scale. Hubungan yang bermakna secara statistik terhadap kejadian PAP pada DMT2 didapatkan pada kelompok dengan usia ≥ 70 tahun (OR 3.44; IK 95% 2.11, 5.62), durasi diabetes ≥ 5 tahun (OR 1.81; IK 95% 1.24, 2.64), riwayat penyakit jantung koroner (OR
1.55; IK 95% 1.30, 1.83), hipertensi (OR 1.43; IK 95% 1.10, 1.86), dan peningkatan LDL (OR 2.51; IK 95% 1.38, 4.56). Semua bukti temuan memiliki tingkat keyakinan moderate (GRADE rating)
Kesimpulan: Usia ≥ 70 tahun, durasi diabetes ≥ 5 tahun, riwayat penyakit jantung koroner, hipertensi, dan peningkatan LDL merupakan faktor risiko kejadian PAP pada DMT2

Background: Peripheral arterial disease (PAD) is one of the macrovascular complications of type 2 diabetes mellitus (T2DM), which cause serious rate of
morbidities and mortality. To date, there have not been any systematic and comprehensive review regarding the risk factors of incidence of PAD in T2DM populations.
Objective: Our study aims to analyze the pooled effect estimates of each risk factors of PAD incidence in T2DM populations. factors of PAD incidence in T2DM populations.
Methods: This systematic review and meta-analysis was conducted using the PRISMA standard. A systematic and comprehensive literature searching was conducted in
PubMed/MEDLINE, ProQuest, and EMBASE database, to obtain any cohort or casecontrol studies reporting the risk factors of PAD incidence in T2DM populations. We also
conducted searching on gray literature and hand-searching. We assessed risk of bias using
Newcastle-Ottawa Scale assessment tool. The pooled effect estimates of each risk factors was analyzed using RevMan version 5.4.
Results: Ten studies were included in this review comprising 73834 T2DM patients in total. All the studies had good quality based on Newcastle-Ottawa Scale. Significant association with the incidence of PAD in T2DM was found in the group of age ≥ 70 years
old (OR 3.44; 95% CI 2.11, 5.62), diabetes duration ≥ 5 years (OR 1.81; 95% CI 1.24, 2.64), coronary artery disease history (OR 1.55; 95% CI 1.30, 1.83), hypertension (OR
1.43; 95% CI 1.10, 1.86), and increased LDL (OR 2.51; 95% CI 1.38, 4.56). All the evidence has moderate certainty (GRADE rating).
Conclusion: Age ≥ 70 years old, diabetes duration ≥ 5 years, coronary artery disease history, hypertension dan increased LDL are significant risk factors of PAD incidence in T2DM population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Martha
"ABSTRAK
Diabetes Melitus merupakan masalah di Perusahaan X, data pemeriksaan kesehatan
berkala tahun 2008-2009 memperlihatkan sebanyak 25% pekerja berisiko menderita
penyakit diabetes melitus. Tujuan utama penelitian ini adalah menjelaskan faktor
risiko penyakit diabetes mellitus pada pekerja perusahaan X, tujuan khususnya
menjelaskan gambaran faktor risiko diabetes, yaitu: dislipidemia, riwayat hipertensi,
stres, merokok, obesitas, kurang olah raga, usia, riwayat keluarga dengan diabetes
mellitus, kebiasaan makan tinggi lemak dan gula. Penelitian ini dilaksanakan pada
Februari ? Mei 2012. Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan studi
cross sectional, dengan sampel 111 orang. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi
diabetes melitus pada perusahaan X sebesar 21,6%. Dari variabel dislipidemia
berhubungan signifikan dengan diabetes mellitus (p= 0,058, OR= 3,36). Variabel
umur ≥ 40 tahun berhubungan signifikan dengan diabetes mellitus (p= 0,038,
OR=5,22). Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah prevalensi
diabetes mellitus di perusahaan X cukup tinggi dan kejadian diabetes ini berhubungan
dengan dislipidemia dan usia ≥ 40 tahun. Dari penelitian ini disarankan untuk
melakukan pola hidup gizi seimbang.

ABSTRACT
Diabetes Mellitus has been a problem to factory X, base on screening of medical
checkup data of factory X on year 2008 ? 2009 shown that 25% of their employee
indicated with Diabetes Mellitus. Mine concern on this research are to explain risk
factor of Diabetes Mellitus to the employee, with more focus on explaining the factor
and risk of Diabetes, which is: Dyslipidemia Syndrome, history of hypertension,
stress, smoking habit, obesity, low physical activity, age, family history with
Diabetes, unhealthy eating habit. This research has conduct on February to May of
2012. The design study used in this study is a cross sectional study, number of sample
are 111 person of sample. The prevalence of Diabetes on factory X are 21,6%. The
Dyslipidemia variable shown significant relation on Diabetes Mellitus (p= 0,058,
OR= 3,36). Age variable of ≥ 40 has direct relation with Diabetes Mellitus (p=
0,038, OR=5,22). Conclusion, from this study it is shown the prevalent of Diabetes
Mellitus on factory X are high and correlation between Diabetes Mellitus with
Dyslipidemia and age ≥ 40 years old. It is suggest from this study to live base on
healthy diet."
2012
T31278
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Nur rachmanto
"Diabetes melitus (DM) merupakan kondisi yang mendorong perkembangan dan progresi penyakit arteri perifer (PAP). Short Chain Fatty Acid (SCFA) memiliki peran dalam modulasi sistem imun yang merupakan komponen penting dalam patogenesis dari aterosklerosis. Peran SCFA dalam regulasi kadar glukosa dan aterosklerosis memiliki kemungkinan penggunaan SCFA sebagai upaya mencegah PAP pada pasien DM Tipe 2. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu hubungan antara SCFA dengan parameter ultrasonografi pada pasien diabetes melitus tipe 2 tanpa penyakit arteri perifer ekstremitas bawah Metode: Sebuah penelitian potong lintang pada pasien diabetes melitus tanpa PAP pada selama Februari 2023 s/d Mei 2023 di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo. Seluruh pasien dilakukan ultrasonografi pada ekstremitas bawah untuk menilai diameter, volume flow, peak systolic value, gelombang spektral, dan plak. Kemudian dialukan pemeriksaan SCFA dari feses Hasil: Terdapat 39 pasien yang diikutsertakan pada penelitian ini. Pada penelitian ini ditemukan korelasi positif sedang antara diameter SFA dengan propionat persen (r= 0,408; p= 0,025), terdapat korelasi negatif antara PSV CFA dengan total SCFA (p= 0,007), korelasi positif antara valerat persen dengan PSV PTA (r= 0,375; p= 0,041) dan PSV DPA (r= 0,379; p= 0,039), terdapat korelasi antara VF DPA dengan total SCFA (p =0.025), dan korelasi antara VF PTA dengan total SCFA (p=0,006) dan asetat absolut (p=0,038). Hasil ini dapat dipengaruhi oleh antropometri, jenis kelamin, kadar kolesterol, tekanan darah dan kadar gula darah pasien Kesimpulan: Terdapat potensi hubungan antara kadar SCFA dengan parameter ultrasonografi ekstremitas bawah. Perlu penelitian lebih lanjut dengan desain kohort dengan jumlah sampel yang lebih banyak untuk mengevaluasi efek sebab-akibat terkait hubungan SCFA dengan parameter-parameter klinis dan ultrasonografi pasien DM tanpa PAP.

Diabetes mellitus (DM) is a condition that promotes the development and progression of peripheral arterial disease (PAD). Short Chain Fatty Acid (SCFA) has a role in modulating the immune system in the pathogenesis of atherosclerosis. The role of SCFA in the regulation of glucose levels and atherosclerosis has the possibility of using SCFA as an effort to prevent PAD in Type 2 DM patients. Therefore, this study aims to find out the relationship between SCFA and ultrasound parameters in type 2 DM patients without lower extremity peripheral artery disease. Methods: A cross-sectional study of DM patients without PAD from February 2023 to May 2023 at Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital. All patients underwent ultrasonography of the lower extremities to assess diameter, volume flow, peak systolic value, spectral waves, and plaques. Then a SCFA examination of the stool is carried out Results: There were 39 patients included in this study. This study found a positive correlation between SFA diameter and propionate percent (r= 0,408; p= 0,025), there was a negative correlation between PSV CFA and total SCFA (p= 0,007), a positive correlation between valerate percent and PSV PTA (r= 0,375 ; p = 0,041) and PSV DPA (r = 0,379; p = 0,039), there is a correlation between VF DPA and total SCFA (p = 0,025), and a correlation between VF PTA and total SCFA (p = 0,006) and absolute acetate (p =0.038). These results can be influenced by anthropometry, gender, cholesterol levels, blood pressure and blood sugar levels of the patient. Conclusion: There is a potential relationship between SCFA levels and lower extremity ultrasound parameters. Further research is needed with a cohort design with a larger number of samples to evaluate the causal effect related to the relationship between SCFA and clinical and ultrasound parameters of DM patients without PAP."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wafa Rahmatina
"Latar Belakang: Penyakit tidak menular diketahui menjadi penyebab 41 juta kematian di dunia setiap tahunnya. Diabetes merupakan satu dari empat jenis utama penyakit tidak menular di seluruh dunia. Pada tahun 2018, Kota Depok memiliki prevalensi diabetes melitus sebesar 2,17% dan menjadi kabupaten/kota dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi kedua di Jawa Barat. Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 pada penduduk Kota Depok tahun 2023. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-sectional. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari Sistem Informasi Penyakit Tidak Menular (SIPTM) Kota Depok tahun 2023 dan dilakukan analisis univariat serta bivariat menggunakan uji chi-square. Variabel independen terdiri dari faktor sosiodemografis (usia, jenis kelamin, riwayat diabetes keluarga, obesitas, obesitas sentral, dan hipertensi) serta faktor perilaku (merokok, kurang aktivitas fisik, kurang konsumsi sayur buah, konsumsi alkohol, dan konsumsi gula berlebih). Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan adanya prevalensi diabetes melitus tipe 2 sebesar 21,9% pada penduduk Kota Depok tahun 2023. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah usia > 45 tahun (POR 1,225; 95% CI: 1,197—1,254), jenis kelamin laki-laki (POR 1,379; 95% CI: 1,347— 1,411), memiliki riwayat diabetes keluarga (POR 0,297; 95% CI: 0,267—0,330), obesitas (POR 1,524; 95% CI: 1,487—1,562), obesitas sentral (POR 0,908; 95% CI: 0,886—0,930), hipertensi (POR 0,500; 95% CI: 0,488—0,511), merokok (PR 1,289; 95% CI: 1,244—1,335), kurang aktivitas fisik (POR 1,218; 95% CI: 1,189—1,247), kurang konsumsi sayur buah (POR 0,846; 95% CI: 0,812—0,881), dan konsumsi gula berlebih (POR 1,879; 95% CI: 1,828–1,932). Sedangkan, faktor konsumsi alkohol tidak terbukti memiliki hubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan: Faktor sosiodemografis dan perilaku terbukti memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk pembuatan program pencegahan dan pengendalian diabetes melitus tipe 2 sehingga dapat menurunkan prevalensi diabetes di Kota Depok.

Background: Non-communicable diseases (NCDs) are known to cause 41 million deaths globally each year. Diabetes is one of the four major types of NCDs worldwide. In 2018, the city of Depok had a diabetes mellitus prevalence of 2.17%, making it the second-highest prevalence of diabetes mellitus in West Java. Objective: To identify the factors associated with type 2 diabetes mellitus among the residents of Depok City in 2023. Methods: This study is a quantitative research with a cross-sectional study design. The data used are secondary data obtained from the Non-Communicable Disease Information System (SIPTM) of Depok City in 2023 and analyzed using univariate and bivariate analysis with the chi-square test. Independent variables include sociodemographic factors (age, gender, family history of diabetes, obesity, central obesity, and hypertension) as well as behavioral factors (smoking, lack of physical activity, insufficient consumption of vegetables and fruits, alcohol consumption, and excessive sugar consumption). Results: This study showed a prevalence of type 2 diabetes mellitus of 21.9% among the residents of Depok City in 2023. The factors associated with the incidence of type 2 diabetes mellitus are age > 45 years (POR 1.225; 95% CI: 1.197—1.254), male gender (POR 1.379; 95% CI: 1.347—1.411), having a family history of diabetes (POR 0.297; 95% CI: 0.267—0.330), obesity (POR 1.524; 95% CI: 1.487—1.562), central obesity (POR 0.908; 95% CI: 0.886—0.930), hypertension (POR 0.500; 95% CI: 0.488—0.511), smoking (POR 1.289; 95% CI: 1.244—1.335), lack of physical activity (POR 1.218; 95% CI: 1.189—1.247), insufficient consumption of vegetables and fruits (PR 0.846; 95% CI: 0.812—0.881), and high sugar consumption (POR 1,879; 95% CI: 1,828–1,932. However, alcohol consumption was not proven to be associated with type 2 diabetes mellitus. Conclusion: Sociodemographic and behavioral factors are significantly associated with type 2 diabetes mellitus. This study is expected to serve as a consideration for the development of prevention and control programs for type 2 diabetes mellitus to reduce the prevalence of diabetes in Depok City.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Iswara
"ABSTRAK
Gangguan saraf fasialis prefer unilateral merupakan suatu gangguan pada saraf fasialis akibat kelumpuhan otot sebagian atau seluruh wajah. Dalam menangani kasus saraf fasialis perifer unilateral, setiap klinisi dapat menggunakan beberapa modalitas pemeriksaan seperti pemeriksaan motorik sistem Freyss, House-Brackmann, uji topognostik (schirmer, refleks stapedius, gustatometri) dan pemeriksaan elektrofisiologis (kecepatan hantaran saraf, refleks blink, jarum EMG) dalam menentukan derajat kerusakan saraf dan letak lesi berdasarkan onset, derajat kerusakan saraf dan etiologi dalam membantu menegakkan diagnosis dan memperkirakan prognosis. Sangat penting dalam menyampaikan informasi yang tepat dan efektif antar klinisi mengenai keadaan saraf fasialis yang mengalami paresis saraf fasialis dalam menentukan tatalaksana selanjutnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif cross-sectional dengan pengambilan subjek penelitian secara consecutive sampling di poliklinik Neurotologi THT dan poliklinik EMG Neurologi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Agustus 2012 sampai dengan Mei 2013 dan didapatkan sebanyak 44 subjek penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna dan kesesuaian yang cukup (Kappa R =0,5, p<0,05) pada 32 subjek penelitian dengan onset lama dengan derajat kerusakan sedang dan berat antara pemeriksaan motorik sistem Freyss, House-Brackmann dengan pemeriksaan elektrofisiologis. Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna dan kesesuaian yang baik (Kappa R=0,011, p=0,935) dalam menentukan letak lesi antara pemeriksaan uji topognostik dengan pemeriksaan elektrofisiologis. Tiga belas subjek penelitian tidak dapat ditentukan letak lesi berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologis pada onset kronis dengan derajat kerusakan sedang dan berat sedangkan pemeriksaan uji topognostik mampu menentukan letak lesi pada onset akut maupun kronis. Untuk daerah-daerah yang tidak memiliki modalitas pemeriksaan elektrofisiologis, pemeriksaan motorik sistem Freyss dan House-Brackmann dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis dan memprediksi prognosis.

ABSTRACT
Unilateral peripheral facial nerve palsy is a disturbance in facial nerve caused by partial or complete muscle paralysis. Clinician can use multiple examination modality such as Freyss system, House-Brackmann, topognostic test (schirmer, stapedius reflex, gustatometry) and electrophysiology (nerve conduction velocity, blink reflex, EMG needle) to establish diagnosis and prognosis. It is very important to deliver right and effective information between clinician about facial nerve condition and paralysis to determine further management. Achieve conformity between Freyss system, House-Brackmann, topognostic study and electophysiologic examination in diagnosis and prognosis. This study used descriptive cross-sectional method by taking study subject with consecutive sampling in Neurotology division of ENT department and EMG division of Neurology Department outpatient-clinic and 44 study subjects.
According to study result, there is significance and conformity (Kappa R =0,5, p=0,005) for 32 subjects late onset with detriment degree moderate severe between motoric examination Freyss, House-Brackmann and electrophysiologic examination. In this study there is no significanceand conformity (Kappa R=0,011, p=0,935) between determining lesion site between topognostic test and electrophysiology examination. Thirteen study subjects could not be determined for lesion site, due to chronic onset with moderate severe damage by electrophysiology examination, whereas topognostic test can determine lesion site in acute nor chronic onset. In region without facility for electrophysiologic examination, Freyss and House-Brackmann motoric system can be used in establishing diagnosis and determining prognosis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Rangga Putera
"Sepertiga masa kehidupan perempuan berlangsung dalam periode menopause, dengan lebih dari 80 % perempuan yang melaporkan gejala klimakterik dengan berbagai keluhan dan akibat pada tingkat kualitas kehidupan. Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2) menyebabkan perubahan metabolik yang dapat menyebabkan menopause dini dan memperburuk gejala klimakterik. Penelitian kami bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara gangguan tingkat kualitas hidup perempuan menopause yang mengalami DMT2, dengan durasi telah menopause, durasi telah DMT2, nilai antropometri, dislipidemia, tingkat aktivitas fisik, status nutrisi dan status kendali kadar glukosa darah. Studi potong lintang ini dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2024 pada 108 perempuan menopause dengan DMT2, yang merupakan peserta Program Pengelolaan Penyakit Kronis pada 15 Pusat Kesehatan Masyarakat tingkat Kecamatan, yang termasuk dalam kriteria penerimaan. Kuesioner The Menopause-spesific Quality Of Life (MENQOL) digunakan untuk mengetahui gejala klimakterik dan tingkat kualitas hidup. Studi ini menunjukkan bahwa gejala klimakterik dengan gangguan kualitas hidup tersering adalah nyeri sendi dan otot (72,2%), mudah pelupa (68,5%) dan kekuatan fisik berkurang (62,0%). Rerata tertinggi skor MENQOL untuk tiap aspek adalah aspek fisik (3,01 ± 1,06), diikuti oleh aspek psikososial (2,60 ± 1,24). Terdapat hubungan yang berbeda secara statistik pada faktor Indeks Massa Tubuh dengan gangguan aspek psikososial (p = 0,036) dan vasomotor (p = 0,005), lingkar pinggang dengan gangguan aspek vasomotor (p = 0,009), serta durasi telah DMT2 dengan gangguan aspek seksual (p = 0,032). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dampak gejala klimakterik pada tingkat kualitas hidup perempuan menopause dengan DMT2, yang menekankan perlunya menciptakan kesadaran mengenai gejala klimakterik dan tata kelola untuk memperbaiki kualitas hidupnya.

Background: One-third of a woman's lifespan occurs during the menopausal period, with over 80% of women reporting climacteric symptoms during menopause, resulting in various symptoms and consequences on the quality of life. Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) induces metabolic changes that can lead to early menopause and exacerbate climacteric symptoms. Our study aimed to investigate whether there is a relationship between disturbances in the quality of life of menopausal women with T2DM and the duration of menopause, duration of T2DM, anthropometric values, dyslipidemia, level of physical activity, nutritional status, and blood glucose control status.
Methods: A cross-sectional study was conducted from January to February 2024 involving 108 menopausal women with diabetes mellitus, who were participants of the Chronic Disease Management Program at 15 District Health Community Centers, meeting the inclusion criteria. The Menopause-Specific Quality Of Life (MENQOL) questionnaire was utilized to assess climacteric symptoms and the quality of life.
Results: This study revealed that the most prevalent climacteric symptoms affecting quality of life were joint and muscle pain (72.2%), poor memory (68.5%), and reduced physical strength (62.0%). The highest mean MENQOL scores for each aspect were in the physical domain (3.01 ± 1.06), followed by the psychosocial domain (2.60 ± 1.24). Furthermore, the Body Mass Index was found to significantly increase the quality of life disturbances in the psychosocial aspect (p = 0.036) and vasomotor (p = 0.005) aspects, waist circumference in the vasomotor aspect (p = 0.009), and duration of T2DM in the sexual aspect (p = 0.032).
Conclusion: Climacteric symptoms have an impact on the quality of life of menopausal women with T2DM, emphasizing the need to raise awareness about climacteric symptoms and the management to improve their quality of life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Mei Astuti
"Diabetes Melitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit yang memerlukan pengelolaan berkelanjutan khususnya dalam pengendalian kadar glukosa darah untuk mencegah atau memperlambat terjadinya komplikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pengendalian kadar glukosa darah pasien DM tipe 2 yang meliputi umur, jenis kelamin, durasi penyakit, kepatuhan minum obat, kepatuhan diet, asupan (karbohidrat, protein, lemak, serat), indeks glikemik, aktivitas fisik, pengetahuan dan dukungan keluarga. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, dengan responden 86 pasien DM tipe 2 rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang pada bulan April-Mei 2013. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kuesioner, food recall 1x24 jam, pengukuran berat badan dan tinggi badan serta pencatatan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dari catatan medik pasien. Analisis statistik menggunakan uji Chi square dan Anova. Hasil penelitian menunjukkan 61,6% responden memiliki pengendalian kadar glukosa darah buruk. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara kepatuhan minum obat, kepatuhan diet, pengetahuan, asupan lemak dan dukungan positif keluarga dengan pengendalian kadar glukosa darah. Berdasarkan hasil tersebut, diharapkan petugas kesehatan dapat meningkatkan edukasi dan evaluasi terkait diet pasien kepada pasien dan keluarga pasien serta memberikan motivasi bagi pasien dan keluarga pasien mengenai pentingnya peran keluarga dalam pengelolaan diabetes.

Type 2 Diabetes Mellitus is a disease that requires continuous management particularly in blood glucose control to prevent or slowing complication. The objective of this study was to identify factors related to blood glucose control in type 2 Diabetes Mellitus includes age, gender, duration of disease, medication adherence, dietary adherence, intake (carbohydrate, protein, fat, fiber), glycemic index, physical activity, knowledge and family support. The design used in this study is cross sectional, with 86 outpatients at Internal Medicine Clinic Prof. Dr. Soerojo Psychiatric Hospital Magelang in April-May 2013 as respondent. Data were collected through interview with questionnaire, 1x24 hour food recall, weight and height measurement and record blood glucose assessment result from patient medical record. Statistical analysis used Chi square and Anova test. The result of this study showed that 61,6% respondents have poor blood glucose control. Bivariate analysis indicated that there were significance association between medication adherence, dietary adherence, knowledge, fat intake, and positive family support with blood glucose control. Based on that result, health workers are expected to improve education and evaluation for patient and their family regarding patient dietary and improve education and motivation for patient and their family regarding the importance of family support in diabetes management."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S46439
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>