Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145956 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurhadi
"TB Paru menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmet global dalam SDGs. Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TBC adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu Jumlah semua kasus TBC yang diobati dan dilaporkan diantara perkiraan jumlah semua kasus TBC (insiden). Kementerian Kesehatan menetapkan target CDR minimal pada tahun 2021 sebesar 85%. Pencapaian Cakupan Treatment (TC) Provinsi Jambi pada tahun 2021 sebesar 26,91% angka ini belum memenuhi target minimal yang telah ditetapkan yaitu sebesar 85%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko kejadian TB paru di RSUD Raden Mattaher. Desain penelitian menggunakan Cross sectional, dengan jumlah sampel sebanuak 116 sampel. Hasil penelitian diperoleh faktor determinan terhadap kejadian TB di RSUD Raden Mattaher adalah status gizi dan status diabetes militus. Diperoleh status gizi (OR=3,12 ; 1,07 – 9,04) dan Status DM (OR=3,63 ; 1,17 – 11,27)

Pulmonary Tuberculosis (TB) has become one of the diseases whose control is a global commitment within the SDGs (Sustainable Development Goals). One of the indicators used in TB control is the Case Detection Rate (CDR), which is the number of all treated and reported TB cases among the estimated number of all TB cases (incidence). The Ministry of Health has set a minimum CDR target of 85% in 2021. The achievement of the Treatment Coverage (TC) in Jambi Province in 2021 was only 26.91%, which did not meet the set minimum target of 85%. This research aims to analyze the risk factors for pulmonary TB incidents at RSUD Raden Mattaher. The research design used in this study is Cross-sectional, with a sample size of 116. The research results revealed that the determinants for TB incidents at RSUD Raden Mattaher are nutritional status and diabetes mellitus status. The obtained odds ratio for nutritional status was 3.12 (confidence interval: 1.07 - 9.04), while for diabetes mellitus status, it was 3.63 (confidence interval: 1.17 - 11.27)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahmawati Pebriani
"Saat ini bakteri Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi sekitar seperempat populasi dunia yang menyebar melalui udara dan Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban tuberkulosis yang tinggi. 4 dari 6 provinsi di Pulau Jawa masuk dalam 10 provinsi dengan prevalensi TB paru tertinggi, yaitu Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah dengan prevalensi TB paru di atas 0,4 yang merupakan rata-rata Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik individu dan kondisi lingkungan dengan kejadian tuberkulosis paru pada penduduk usia ≥ 15 tahun di Pulau Jawa tahun 2018. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dengan menggunakan data Riskesdas 2018. Jumlah sampel yang digunakan adalah 216.098 responden. Analisis data menggunakan univariat dan bivariat dengan uji chi-square. Hasil analisis bivariat menunjukkan variabel yang memiliki hubungan signifikan secara statistik dengan kejadian tuberkulosis paru yaitu jenis kelamin, status gizi, tingkat Pendidikan, merokok, jumlah anggota keluarga, pencahayaan kamar utama, pencahayaan dapur, pencahayaan ruang keluarga, keberadaan jendela kamar utama, keberadaan jendela dapur, ventilasi kamar utama, dan ventilasi dapur. Penting untuk dilakukan peningkatan pengetahuan masyarakat terkait dengan penularan dan pencegahan tuberkulosis paru, termasuk pemberian edukasi tentang kriteria rumah sehat, serta meningkatkan surveilans penemuan kasus melalui peningkatan pemberdayaan kader kesehatan.

Currently, Mycobacterium tuberculosis bacteria have infected about a quarter of the world's population that spreads through the air and Indonesia is one of the countries with a high burden of tuberculosis. 4 out of 6 provinces in Java are included in the 10 provinces with the highest prevalence of pulmonary TB, namely Banten, West Java, DKI Jakarta, and Central Java with the prevalence of pulmonary TB above 0.4 which is the Indonesian average. The purpose of this study was to determine the relationship between individual characteristics and environmental conditions with the incidence of pulmonary tuberculosis in the population aged 15 years in Java Island in 2018. The study design used was cross-sectional using Riskesdas 2018 data. used are 216,098 respondents. Data analysis used univariate and bivariate with chi-square test. The results of the bivariate analysis showed that the variables that had a statistically significant relationship with the incidence of pulmonary tuberculosis were gender, nutritional status, education level, smoking, number of family members, main room lighting, kitchen lighting, living room lighting, presence of main bedroom window, presence of kitchen windows, main bedroom ventilation, and kitchen. It is important to increase public knowledge related to the transmission and prevention of pulmonary tuberculosis, including providing education about the criteria for healthy homes, as well as increasing case finding surveillance by increasing the empowerment of health cadres."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Marchella Purwaningtyas
"Latar Belakang: Tuberkulosis paru merupakan salah satu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditularkan melalui media udara. Tuberkulosis menempati urutan kedua sebagai penyebab utama kematian. Indonesia saat ini berada di peringkat kedua sebagai negara dengan penderita tuberkulosis tertinggi di dunia. Kota Jakarta Selatan berada di urutan ke-3 dengan kasus tuberkulosis terbanyak di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2022.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara cakupan pengobatan, success rate, jenis kelamin, dan kepadatan penduduk terhadap incidence rate tuberkulosis paru di 10 kecamatan di Jakarta Selatan pada tahun 2022.
Metode: Menggunakan desain studi berupa studi ekologi dengan uji korelasi untuk menganalisis hubungan antara cakupan pengobatan, success rate, jenis kelamin, dan kepadatan penduduk terhadap incidence rate tuberkulosis paru di 10 kecamatan di Jakarta Selatan dengan menggunakan data dari bulan Januari-Desember pada tahun 2022.
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cakupan pengobatan memiliki hubungan yang signifikan terhadap incidence rate tuberkulosis paru di 10 kecamatan (p = 0,000 –1,000), success rate memiliki hubungan yang signifikan terhadap incidence rate tuberkulosis paru di Kecamatan Jagakarsa (p = 0,047, r = 0,582), proporsi jenis kelamin laki-laki penderita tuberkulosis paru tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap incidence rate tuberkulosis paru di seluruh kecamatan (p = > 0,05), proporsi jenis kelamin perempuan penderita tuberkulosis paru tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap incidence rate tuberkulosis paru di seluruh kecamatan (p = > 0,05), dan kepadatan penduduk memiliki memiliki hubungan yang signifikan terhadap incidence rate tuberkulosis paru di Kecamatan Jagakarsa (p = 0,020, r = -0,659).
Kesimpulan: Hasil studi ini menyarankan Suku Dinas Kesehatan Kabupaten Jakarta Selatan dengan Pemerintah Kota Jakarta Selatan untuk melakukan advokasi dan pemberdayaan masyarakat setempat, memanfaatkan peran dan pelayanan fasilitas kesehatan dalam promosi Kesehatan, serta pelaporan kasus tuberkulosis guna memaksimalkan pengendalian dan pencegahan penyakit tuberkulosis paru.

Background: Pulmonary tuberculosis is one of contagious diseases caused by Mycobacterium tuberculosis. Tuberculosis is transmitted through the air. Tuberculosis ranks as the second main cause of death in the world. Indonesia is currently ranked second as country with the highest number of tuberculosis cases. In 2022, South Jakarta City is ranked 3rd with the most tuberculosis cases in DKI Jakarta Province.
Objective: This study aims to determine the relationship between treatment coverage, success rate, gender, and population density on the incidence rate of pulmonary tuberculosis in 10 sub-districts in South Jakarta in 2022.
Method: The research method being used in this study is an ecological study with a correlation test to analyze the relationship between treatment coverage, success rate, gender, and population density on the incidence rate of pulmonary tuberculosis in 10 sub-districts in South Jakarta using data from January to December in 2022.
Result: This study shows that treatment coverage has a significant relationship with the incidence rate of pulmonary tuberculosis in 10 sub-districts (p = 0,000–1,000), success rate has a significant relationship with the incidence rate of pulmonary tuberculosis in Jagakarsa District (p = 0,047, r = 0,582), the proportion of men with pulmonary tuberculosis does not have a significant relationship with the incidence rate of pulmonary tuberculosis in all sub-districts (p = > 0,05), the proportion of women with pulmonary tuberculosis does not have a significant relationship with the incidence rate of pulmonary tuberculosis in all sub-districts (p = > 0.05), and population density has a significant relationship with the incidence rate of pulmonary tuberculosis in Jagakarsa District (p = 0.020, r = -0.659).
Conclusion: It is advisable for the and health department of South Jakarta district along with South Jakarta government to advocate and empower the local communities, utilize the role and service of health facilities in health promotion and tuberculosis cases reporting in order to maximize the control and prevention of pulmonary tuberculosis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sara Fadila
"Tuberkulosis (TB) Paru merupakan salah satu penyakit penyebab utama kesakitan dan kematian di seluruh dunia. Pada tahun 2020 penyakit TB menempati peringkat kedua penyebab utama kematian akibat infeksi agen tunggal. Infeksi TB pada anak masih menjadi salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas sehingga dibutuhkan tindakan preventif dan promotif yang tepat untuk menurunkan angka insiden TB salah satunya dengan mengevaluasi faktor-faktor risiko kejadian TB paru pada anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian TB paru pada anak di Kota Bekasi tahun 2022. Penelitian ini menggunakan studi kasus-kontrol dengan sampel 135 kasus dan 135 kontrol yang diambil berdasarkan data SITB Kota Bekasi. Variabel yang diteliti antara lain usia, jenis kelamin, status gizi, status vaksinasi BCG, riwayat kontak serumah dengan penderita TB, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, kepadatan hunian, ventilasi rumah, dan sumber pencahayaan. Hasil penelitian berdasarkan analisis multivariat menunjukkan faktor risiko usia 0 - ≤5 tahun (OR 2,27; 95% CI: 1,22-4,22), status vaksinasi BCG negatif (OR 7,96; 95% CI: 2,02-31,40), status gizi kurang (OR 13,24; 95% CI: 5,44-32,22), riwayat kontak TB serumah lebih dari 4 minggu (OR 4,52; 95% CI: 2,41-8,48), dan pencahayaan rumah tidak memenuhi syarat (OR 2,39; 95% CI: 1,17-4,84) memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian TB paru pada anak di Kota Bekasi tahun 2022.

Tuberculosis (TB) is one of the main causes of morbidity and mortality in worldwide. In 2020 TB disease is the second leading cause of death due to single agent infection. TB infection in children is still one of the causes of mortality and morbidity, so appropriate preventive and promotive measures are needed to reduce the incidence of TB, one of which is by evaluating the risk factors for pulmonary TB in children. The purpose of this study was to determine the risk factors associated with the incidence of pulmonary TB in children in Bekasi City in 2022. This study used a case-control study with a sample of 135 cases and 135 controls taken based on SITB from Bekasi City. The variables studied included age, gender, nutritional status, BCG immunization status, history of household contact with TB, parents' education level, parents' occupation, occupancy density, house ventilation, and lighting sources. The results of the study based on multivariate analysis showed that the risk factors were age 0 - ≤5 years (OR 2,27; 95% CI: 1,22-4,22), negative BCG immunization status (OR 7,96; 95% CI: 2,02-31,40), malnutrition status (OR 13,24; 95% CI: 5,44-32,22), history of contact with TB in the household for more than 4 weeks (OR 4,52; 95% CI: 2,41-8,48), and house lighting not requirements (OR 2,39; 95% CI: 1,17-4,84) has a significant relationship with the incidence of pulmonary TB in children in Bekasi City in 2022."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarnuzi
"Keterlambatan diagnosis dapat memperparah penyakit, meningkatkan risiko kematian dan kemungkinan penularan tuberkulosis di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapakah proporsi dan lama waktu keterlambatan diagnosis dan faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan keterlambatan diagnosis TB paru di Kabupaten Tebo. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilakukan pada penderita tuberkulosis yang berobat di rumah sakit dan puskesmas dalam Kabupaten Tebo tahun 2018. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 366 responden. Anaisis multivariat menggunakan cox regression. Hasil penelitian proporsi keterlambatan diagnosis (>28 hari) sebesar 63,93%. Faktor predisposisi (umur ≥ 45 tahun), faktor pendukung (jenis UPK Non-DOTS dikunjungi pertama kali, stigma tinggi dan jarak tempuh ke UPK ≥ 30 menit) dan faktor kebutuhan (persepsi penyakit tidak serius) merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan keterlambatan diagnosis. Perlu dilakukan peningkatan kualitas program pengendalian tuberkulosis, penyuluhan tuberkulosis agar masyarakat mempunyai persepsi yang benar terhadap tuberkulosis dan untuk mengurangi stigma negatif terhadap penyakit tuberkulosis, meningkatkan akses ke unit pelayanan kesehatan DOTS serta penemuan secara aktif untuk mengurangi keterlambtan diagnosis.

Delay in diagnosis can lead to increased severity of the disease, increased the risk of death and the possibility of transmission of tuberculosis in the community. The objective of this study was to determine proportion and the length of delay in diagnosis and factors associated with the delay in diagnosis among pulmonary tuberculosis patient in Tebo Distric. This study design using cross sectional conducted in patients with tuberculosis who was treated at hospitals and health centers at Tebo District in 2018. The sample in this study amounted to 366 respondents. Multivariat analysis using a multivariate cox regression. The results showed that the proportion of diagnosis delay (> 28 days) was 63.93 %. Predisposing factors (age ≥ 45 years), enabling factors (first consulting Non-DOTS health care unit, high stigma and distance to the health care unit DOTS ≥ 30 minutes) and need factors (perception of the disease is not serious) are risk factors associated with the diagnostic delay. Necessary improving the quality of tuberculosis control programs, counseling tuberculosis so that people have the correct perception against tuberculosis and to reduce the negative stigma against tuberculosis, improving access to health care units DOTS and active case finding are vital to reduce diagnostic delay."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifa Rahma Izzati
"Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain melalui droplet yang ditransmisikan melalui udara. Tingginya angka kasus penyakit TB dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor kepadatan penduduk, cakupan rumah sehat, serta iklim (suhu udara, kelembaban udara, dan curah hujan) terhadap angka proporsi kasus TB paru BTA Positif di Kota Surabaya pada tahun 2015-2019. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistika dan Dinas Kesehatan Kota Surabaya dengan metode studi ekologi time trend dan analisis spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara variabel kepadatan penduduk (p = 0,000; r = 0,308), cakupan rumah sehat (p = 0,000; r = -0,363), serta kelembaban udara pada lag time 1 tahun (p = 0,014; r = 0,949) dengan proporsi TB paru BTA positif. Sementara untuk faktor suhu udara serta curah hujan menunjukkan hubungan yang tidak signfikan dengan proporsi TB paru BTA Positif. Berdasarkan peta analisis spasial, didapatkan pola yang jelas bahwa angka proporsi yang tinggi terdapat pada wilayah kecamatan yang memiliki cakupan rumah sehat yang rendah, namun pada faktor kepadatan penduduk tidak terlihat pola yang jelas. Oleh karena itu, disarankan untuk dilakukan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit TB paru terutama pada wilayah kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan juga melalui upaya pengembangan rumah sehat yang optimal.

Pulmonary tuberculosis or pulmonary TB is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. This disease is transmitted from one person to another through droplets that are transmitted through the air. The high number of TB cases can be caused by various factors, one of which is environmental factors. This study aims to determine the relationship between population density, healthy housing coverage, and climate factors (air temperature, relative humidity, and rainfall) to the proportion smear-positive pulmonary TB cases in Surabaya city in 2015-2019. This study uses secondary data from the Central Bureau of Statistics and the Surabaya City Health Office with time trend ecological study methods and spatial analysis. The results showed that there was a significant relationship between population density (p = 0.000; r = 0.308), healthy house coverage (p = 0.000; r = -0.363), and humidity at a 1 year lag time (p = 0.014; r = 0.949) with the proportion of smear-positive pulmonary TB. Meanwhile, the air temperature and rainfall factors showed a non-significant relationship with the proportion of smear-positive pulmonary TB. Based on the spatial analysis map, a clear pattern is found that the high proportion is found in sub-districts that have low coverage of healthy homes, but on the population density factor there is no clear pattern. Therefore, it is recommended to prevent and control pulmonary TB disease, especially in sub-districts that have a high population density and also through efforts to develop optimal healthy homes."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Eka Saputri
"Tuberkulosis paru merupakan sebuah penyakit yang menular sehingga mengakibatkan kesehatan buruk dan juga salah satu dari sepuluh penyebab kematian paling atas di dunia. Penyebab penyakit tuberkulosis paru yakni Mycobacterium tuberculosis. Penyakit tuberkulosis paru masih menjadi salah satu masalah Kesehatan di kota bogor dari tahun 2020-2022. Tujuan: Menganalisis hubungan cakupan rumah sehat, cakupan rumah tangga ber PHBS, fasilitas kesehatan dan kepadatan penduduk terhadap kasus tuberkulosis paru di Kota Bogor pada tahun 2020-2022. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi ekologi berbasis waktu. Hasil: Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa Rumah sehat (p=0,256), Rumah ber-phbs (p=-0,257), Fasilitas Kesehatan (p=0,338), Kepadatan penduduk (p=-0,943) terhadap kejadian tuberkulosis paru. Kesimpulan: Terdapat hubungan signifikan antara fasilitas Kesehatan dan kepadatan penduduk terhadap kejadian tuberkulosis. Dan terdapat hubungan yang tidak signifikan antara rumah sehat dan rumah tangga ber-phbs terhadap kejadian tuberkulosis paru.

Pulmonary tuberculosis is an infectious disease that causes poor health and is also one of the top ten causes of death in the world. The cause of pulmonary tuberculosis is Mycobacterium tuberculosis. Pulmonary tuberculosis is still one of the health problems in Bogor City from 2020-2022. Objective: To analyze the relationship between healthy home coverage, PHBS household coverage, health facilities and population density with pulmonary tuberculosis cases in Bogor City in 2020-2022. Method: This study is a quantitative study with a time-based ecological study design. Results: The results of the correlation analysis showed that Healthy houses (p = 0.256), PHBS houses (p = -0.257), Health facilities (p = 0.338), Population density (p = -0.943) on the incidence of pulmonary tuberculosis. Conclusion: There is a significant relationship between health facilities and population density on the incidence of tuberculosis. And there is an insignificant relationship between healthy houses and PHBS households on the incidence of pulmonary tuberculosis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Wulandari
"Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah dikenal ribuan tahun silam dengan ditemukannya tulang belulang di Jerman dan juga fosil di Mesir Kuno yang membuktikan bahwa penyakit ini sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Sampai sekarang, tuberkulosis merupakan prioritas masalah kesehatan masyarakat, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar 1,9 milyar manusia atau sekitar sepertiga penduduk dunia ini, telah terinfeksi kuman TB.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis spasial kejadian TB Paru BTA (+) baik kasus baru dan insidens di Jakarta Selatan tahun 2006-2010. Desain penelitian ini menggunakan desain studi ekologi. Data yang digunakan adalah data agregat sehingga semua populasi dijadikan sampel penelitian. Sumber data didapatkan dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dan Badan Pusat Statistik Jakarta Selatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara spasial kejadian TB Paru BTA (+) tinggi baik kasus baru dan insidens terdapat pada kepadatan penduduk yang tinggi yaitu pada wilayah Jakarta Selatan bagian timur laut dan barat dan juga pada jumlah sarana kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan yang tinggi yaitu pada wilayah Jakarta Selatan bagian timur dan timur laut. Secara statistik, variabel yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan kasus baru TB Paru BTA (+) yaitu kepadatan penduduk (p = 0,000, r = 0,628 dan R2 = 0,395) dan variabel yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan insidens TB Paru BTA (+) yaitu kepadatan penduduk (p = 0,002, r = 0,420 dan R2 = 0,176) sedangkan variabel yang tidak mempunyai hubungan yang signifikan baik dengan kasus baru dan insidens TB Paru BTA (+) yaitu rata-rata jiwa/rumah tangga, jumlah sarana kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan dengan p > 0,05.
Selama lima tahun terakhir, kejadian TB Paru BTA (+) baik kasus baru dan insidens di Jakarta Selatan relatif mengalami peningkaan. Sumber penyakit yaitu penderita TB Paru BTA (+), dimana sebaiknya segera melakukan pengobatan sampai sembuh, sehingga tidak dapat menularkan penyakit pada orang lain dan merupakan cara paling efektif untuk memutuskan rantai penularan. Penelitian ini menunjukkan bahwa wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi yang mempunyai kejadian TB paru BTA (+) tinggi baik kasus baru dan insidens di Jakarta Selatan. Pemerintah sebaiknya lebih mempriotitaskan program penananggulangan TB Paru BTA (+) terutama pada wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi.

Tuberculosis (TB) is a disease that has been known for thousands of years ago with the discovery of bones in Germany as well as fossils in ancient Egypt who proved that the disease has become a public health problem. Until now, tuberculosis is a priority public health problem, World Health Organization (WHO) states that approximately 1.9 billion people or about a third of world population, have been infected with TB germs.
This study aims to determine the spatial analysis of the incidence of pulmonary tuberculosis AFB (+) good and the incidence of new cases in South Jakarta 2006-2010. The design of this study using ecological study designs. The data used are aggregate data so that all the sampled population study. Sources of data obtained from the Health Office of South and Central Bureau of Statistics of South Jakarta.
The results showed that the spatial incidence of pulmonary tuberculosis AFB (+) high incidence of both new cases and present in high population density in South Jakarta is the northeast and west and also on the number of health facilities and the high number of health workers is in the region South Jakarta eastern and north-east. Statistically, variables that had significant associations with new cases of pulmonary tuberculosis AFB (+) population density (p = 0.000, r = 0,628 and R2 = 0,395) and the variables that have a significant relationship with the incidence of pulmonary tuberculosis AFB (+) population density (p = 0.002, r = 0,420 and R2 = 0,176) while the variables that do not have a significant relationship with the incidence of new cases of pulmonary TB and smear (+) is the average life / household, the number of health facilities and the number of health workers with p> 0.05.
Over the last five years, the incidence of pulmonary tuberculosis AFB (+) good and the incidence of new cases in South Jakarta peningkaan relative experience. Source of disease is pulmonary TB patients with sputum smear (+), which should immediately take treatment until cured, so it can not transmit the disease to others and is the most effective way to break the chain of transmission. This study shows that areas with high population density that has the incidence of pulmonary tuberculosis AFB (+) good height and incidence of new cases in South Jakarta. Government should be more mempriotitaskan penananggulangan program pulmonary TB smear (+), especially in areas with high population density.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chici Pratiwi
"HIV/AIDS telah menjadi penyakit yang merajalela di seluruh dunia. Sebagian besar pasien yang menderita HIV/AIDS meninggal karena penyakit infeksi yang menyertainya dan infeksi paru termasuk empat penyakit infeksi komorbid tersering pada pasien HIV/AIDS. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui prevalensi penyakit infeksi komorbid pada pasien HIV serta faktor-faktor yang berhubungan sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi pada pasien HIV dan mengurangi angka morbiditas ataupun mortalitas pada pasien HIV. Penelitian ini dikerjakan dengan metode cross-sectional. menggunakan 108 sampel yang dipilih dengan metode simple random sampling dari data rekam medik pasien RSCM tahun 2010. Data diolah dengan sistem SPSS menggunakan uji chi-square dan mann-whitney.
Hasilnya adalah responden dengan infeksi paru sebanyak 84,3%, paling banyak berada pada rentang usia 25-49 tahun (90,1%), berjenis kelamin laki-laki (70,3%), memiliki faktor resiko penularan berupa penggunaan jarum suntik saja (33%). Perbandingan Index Massa Tubuh dan cd4+ absolute pada pasien HIV dengan infeksi paru dan tanpa infeksi paru memberikan hasil nilai p berturut-turut p=0,009 dan p=0,913. Dengan demikian dapat disimpulkan, Infeksi paru pada pasien HIV/AIDS berhubungan dengan Index Massa Tubuh namun tidak berhubungan dengan cd4+ absolut serta karakteristik lainnya.

HIV/AIDS has become a worldwide disease. Most patients who suffer from HIV/AIDS die of infectious diseases that accompany it. Pulmonary infection is included in the four infectious diseases that most often occurs in patients with HIV. This study was designed to determine the prevalence of comorbid infectious disease in HIV patients and related factors that can prevent infection in HIV patients and reduce morbidity or mortality in HIV patients. The research was done by cross-sectional method, using 108 samples selected by simple random sampling method, and obtained from medical records of patients hospitalized RSCM in 2010. Data processed with the SPSS system using chi-square and Mann-Whitney test.
The result is respondents with pulmonary infection as much as 84.3%, most are in the age range 25-49 years (90.1%), male sex (70.3%), using needles as a risk factor of transmission (33%). The Comparison of Body Mass Index and absolute CD4 + count in HIV patients with pulmonary infection and without pulmonary infection giving the value of p respectively p = 0.009 and p = 0.913. It can be concluded, pulmonary infections in HIV / AIDS-related body mass index but not associated with an absolute CD4 + count as well as other characteristics.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kemalasari Nas Darisan
"ABSTRAK
Latar belakang : Penyebab kematian pada TB paru seringkali tidak
tergambarkan dengan jelas disebabkan sebagian besar studi mengandalkan pada
registrasi TB berdasarkan sertifikat kematian. Hanya sedikit studi penyebab
kematian berdasarkan otopsi ataupun audit kematian untuk mengetahui penyebab
kematian sebenarnya. Audit kematian diperlukan untuk meningkatkan mutu
pelayanan Rumah Sakit.
Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian pada TB
paru bakteriologis terkonfirmasi apakah berkaitan dengan TB secara langsung
atau tidak langsung (berkaitan dengan komorbid) berdasarkan audit kematian,
guna identifikasi intervensi yang efektif untuk mencegah kematian TB.
Metoda : Penelitian potong lintang ini dilakukan di RSUP Persahabatan dengan
subjek penelitian adalah semua pasien TB paru bakteriologis terkonfirmasi yang
meninggal di RS Persahabatan tahun 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Data diambil dari rekam medis, dilakukan audit kematian dan dinilai
kesesuaian penyebab kematian langsung maupun tidak langsung antara sertifikat
kematian dengan audit kematian.
Hasil : Terdapat 51 subyek dengan laki-laki sebanyak 35 orang (68,6%) dan
perempuan 16 orang (31,4%). Penyebab kematian langsung terkait TB
berdasarkan audit kematian sebanyak 15 subyek (29,4 %) yaitu disebabkan oleh
gagal napas (17,6 %) dan meningitis TB (11,8%). Penyebab kematian langsung
tidak terkait TB berdasarkan audit kematian adalah 36 subyek (70,6%) yaitu
sepsis infeksi bakteri (41,2%) menjadi penyebab terbanyak, diikuti AIDS (3,9%),
penyakit kardiovaskular (3,9 %), penyebab lain (5,9 %) dan tidak diketahui
(15,7%). Diagnosis TB paru bakteriologis terkonfirmasi yang sesuai pada
sertifikat kematian berdasarkan audit adalah 25 subyek (49%) dan penyebab
kematian langsung TB paru bakteriologis terkonfirmasi pada sertifikat kematian
yang sesuai berdasarkan audit kematian adalah 27 subyek (52,9%).
Kesimpulan : Penyebab kematian langsung pada TB paru bakteriologis
terkonfirmasi terkait TB yang terbanyak disebabkan oleh gagal napas sedangkan
yang tidak terkait TB yang terbanyak disebabkan oleh sepsis infeksi bakteri.
Diperlukan intervensi lebih lanjut untuk mencegah kematian TB.

ABSTRACT
Background : The causes of death in pulmonary TB are often not represented
clearly caused most studies rely on the registration of TB based on death
certificates. Only a few studies based on autopsy or death audits. Medical audit is
necessary to improve the quality of service in the hospital.
Objective : The aim of the study is to know the cause of death in pulmonary TB
bacterically proven whether related directly or undirecly with TB (regarding
comorbid) based on audit of death to identify effective intervention to prevent
mortality in TB.
Method : This is cross sectional study in RSUP Persahabatan with subject of
study all of pulmonary TB patients bacterically proven died in RSUP
Persahabatan in 2014 according to inclution and exclusion criteria. The data were
taken from medical record, with audit of death asses the cause of death direct or
not direct between certificate of death and audit of death.
Result : There are 51 subjects. Male are 35 subjects (68,6%) and female are 16
subject (31,4%).The causes of death directly related with TB based on audit of
death are 15 (29,4%) caused by respiratory failure (17,6 %) and meningitis TB
(11,8 %). The causes of death are not directly related with TB based on audit of
death are 36 subjects (70,6 %) caused by sepsis with bacterial infection (41,2 %),
AIDS are (3,9 %), cardiovascular diseases (3,9 %), other causes are (5,9 %) and
unknown are (15,7 %). The diagnosis of pulmonary TB in a death certificate in
accordance with the results of the audit are 25 subjects (49%) and pulmonary
tuberculosis cause of death on death certificates in accordance with the results of
the audit are 27 subjects (52.9%).
Conclusion : The causes of death are pulmonary tuberculosis bacteriology most
directly caused by respiratory failure while the causes of death are not
immediately TB that most caused by sepsis with bacterial infection as the cause.
Required further interventions to reduce mortality of TB."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>