Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163964 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lia Damayanti
"Pendahuluan: Pemberian terapi adjuvant (kemoterapi dan/atau radiasi) direkomendasikan untuk semua penderita retinoblastoma yang memperlihatkan gambaran histopatologik risiko tinggi untuk residif atau... .. metiiStasls jauh, diantaranya diferensiasi tumor, invasi khoroid dan sklera, serta nervus optikus. Apoptosis diperkirakan memegang peranan penting dalam menentukan respon terhadap kemo- dan radioterapi. Defek pada mekanisme apoptosis akan mengakibatkan sel tumor bersifat radio- atau kemoresisten. Eksekusi apoptosis tergantung kepada keadekuatan easpase efektor, terutama caspase-3. Ekspresi caspase-3 yang tinggi meneerminkan bahwa kedua jalur easpase yaitu jalur endogen dan eksogen berfungsi adekuat, sehingga sel tumor akan responsif terhadap kemo- dan radioterapi serta merefleksikan prognosis yang baik. Metode: Diperoleh 12 spesimen hasil enukleasi atau eksenterasi penderita retinoblastoma unilateral dengan gambaran histopatologik risiko tinggi. Ekspresi caspase-3 aktif diperiksa seeara imunohistokimia. Dilakukan penghitungan sel tumor dengan ekspresi easpase-3 aktif positif dan kemudian dihubungkan dengan ketahanan hidup penderita pasea pemberian tempi adjuvan. Dinilai juga hubungan antara derajat diferensiasi tumor dengan ketahanan hidup 5 tahun penderita. Basil: Seluruh penderita retinoblastoma mempunyai lebih dari satu gambaran histopatologik risiko tinggi, 58,3% memperlihatkan ekspresi easpase-3 aktif negatif dan 41,7% positif. Penderita dengan invasi sel tumor trans-skIera dan batas sayatan nervus optikus (N II) tidak bebas tumor memperlihatkan ketahanan hidup 5 tahun yang lebih buruk (p=O,03). Lima dari 7 penderita dengan ekspresi caspase-3 aktif negatif dan 3 dari 5 dengan ekspresi caspase-3 aktif meninggal dunia sebelum 5 tahun (RR=1.19, p=O,81l). Empat dari 7 penderita retinoblastoma berdiferensiasi buruk meninggal dunia sebelum 5 tahun sedangkan pada yang berdiferensiasi baik sebanyak 4 dari 5 penderita (RR=O,71, p=O,634). Tiga dari 7 tumor berdiferensiasi buruk memperlihatkan ekspresi easpase- aktif negatif dibandingkan dengan 4 dari 5 tumor (RR=O,53, p=O,414) Kesimpulan: lnvasi trans-skIera dan batas sayatan N II yang tidak bebas tumor berhubungan dengan ketahanan hidup 5 tahun yang buruk pada penderita retinoblastoma .. Terdapat hubungan dengan kekuatan sedang antara derajat diferensiasi tumor dengan ketabanan hidup 5 tahun penderita dan dengan derajat diferensiasi tumor walaupun seeara statistik tidak bermakna dikarenakan jurnlah sampel yang kecil. Tumor yang berdiferensiasi buruk memperlihatkan ketahanan hidup 5 tahun yang lebih baik (meneerminkan respon yarIg baik terhadap kemo- danlatau radioterapi) serta ekspresi caspase-3 aktif yang positif. Bagaimanapun juga, berdasarkan penelitian ini tidak terdapat hubungan antara besar caspase-3 aktif dengan ketahanan hidup 5 tahun penderita."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T59012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Audrey Darmadi
"Latar Belakang: Retinoblastoma adalah keganasan intraokular paling sering dan juga salah satu tumor padat tersering pada anak-anak. Di negara berkembang dimana terdapat perawatan dan deteksi dini yang baik, prognosis umumnya baik dengan tingkat kesintasan tinggi. Sayangnya, di negara berkembang termasuk Indonesia diagnosis umumnya tertunda dan kesintasan masih rendah. Hitung darah lengkap merupakan uji yang secara relative mudah dan murah serta dikatakan dapat memberikan informasi prognostik yang bernilai dan membantu menilai kesintasan pada berbagai jenis kanker. Namun, studi mengenai hal tersebut masih sangat sedikit pada kasus retinoblastoma.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara profil darah tepi pada presentasi awal dan kesintasan pada retinoblastoma.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang retrospektif dengan cara mengumpulkan rekam medis pasien retinoblastoma yang didiagnosis sejak Januari 2011 sampai Desember 2013 di Rumah Sakit Ibu dan Anak Cipto Mangunkusumo 'Kiara'. Demografi dan profil klinis pasien dikumpulkan dan keluaran dikategorikan menjadi event mati dan censored tidak mati . Analisis kesintasan dilakukan menggunakan metode Kaplan Meier dengan SPSS.
Hasil: Analsis survival dengan metode Kaplan-Meier dan log-rank test menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antar kesintasan pasien, baik berdasarkan status hemoglobin p=0,219 , status leukosit p=0,903 , dan status trombosit p=0,649 sebelum menerima terapi sistemik. Namun demikian, terlihat ada trend kesintasan.

Background: Retinoblastoma is the most common intraocular malignancy and is also one of the most common solid tumors in children. In developed countries where treatment is good and early detection is available, the prognosis and survival is good. Unfortunately, in developing countries including Indonesia diagnosis is still often delayed and survival is still low. Complete blood count as a relatively accessible and affordable test has been studied to provide valuable prognostic information and help in assessing the survival in various types of cancers. However, such studies is still very limited in retinoblastoma cases.
Objectives: This study aims to identify the relation between peripheral blood profile on first presentation and survival in retinoblastoma.
Methods: This study uses retrospective cross sectional study design by collecting medical records of retinoblastoma patients diagnosed from January 2011 to December 2013 in Cipto Mangunkusumo Children and Maternal Hospital 'Kiara'. The demography and clinical profile of patients is collected and outcome is categorized into event dead and censored not dead. Survival analysis is done using Kaplan Meier with SPSS.
Results: Survival analysis using Kaplan Meier method and log rank test shows no significant difference in survival between patients, either according to hemoglobin status p 0,219 , leukocyte status p 0,903 , and thrombocyte status p 0,649 before receiving systemic therapy. Nevertheless, there seem to be a trend of lower mean survival in group with abnormal Hb and leukocyte, although such relation is not seen in thrombocyte.Conclusion Although there is no significant relation, there seem to be a trend in which patients with worse peripheral blood profile has worse survival.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Asih
"Tujuan Karena belum ada data mengenai gambaran Tomografi Komputer (TK) pada pasien retinoblastoma (RB) di Indonesia maka tujuan penelitian ini untuk menentukan distribusi pasien dan menggambarkan temuan TK pada pasien RB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Metode Melakukan pemeriksaan TK dari April 2004 sampai Agustus 2007 pada 64 pasien RB baru dengan tanda klinis leukocoria pada 19 pasien, leukocoria disertai dengan penonjolan bola mata pada 41 pasien, buftalmus pada 2 pasien dan mata merah pada 2 pasien. Pemeriksaan menggunakan single slice CT dan multislice CT potongan aksial dan potongan koronal.
Hasil TK dikelompokan menjadi 3 golongan: golongan I: tumor terbatas di bulbus okuli, golongan II: tumor meluas mengenai jaringan lunak orbita atau nervus optikus, dan golongan III: tumor meluas melewati orbita mencapai ruang intrakranial. Setiap golongan dievaluasi tentang adanya kalsifi kasi, penyangatan kontras dan lateralisasi. Hasil Dari 64 pasien retinoblastoma yang dievaluasi (30 anak perempuan dan 34 anak laki-laki) dengan rentang usia 3 bulan-9 tahun terdapat tumor bilateral pada 20 pasien, dan unilateral pada 44 pasien. Leukocoria ditemukan pada 19 pasien (6 pasien golongan I, dan 13 pasien golongan II). Proptosis ditemukan pada 41 pasien (27 pasien golongan II, dan 14 pasien golongan III). Pasien dengan bufthalmus dan mata merah ternyata dari hasil TK masuk golongan II. Kalsifi kasi dan penyangatan terlihat pada semua golongan I (6 pasien). Pada golongan II (44 pasien) ditemukan kalsifi kasi pada 41 pasien dan tidak terlihat penyangatan pada 6 pasien. Pada golongan III (14 pasien) tidak terlihat kalsifi kasi pada 2 pasien, sedangkan semua pasien lainnya memperlihatkan penyangatan.
Kesimpulan Pada studi ini kalsifi kasi terdapat pada 92% kasus. Kalsifi kasi bukan merupakan suatu petanda prognosis yang baik karena kalsifi kasi dapat terlihat pada hampir semua kasus ekstraokular dan intrakranial. Penyangatan kontras tidak berhubungan dengan perluasan tumor ke ekstraokular. Penemuan klinis leukocoria dan belum terdapat proptosis tidak menyingkirkan adanya perluasan ke ekstraokular. Kemungkinan invasi intrakranial harus difi kirkan pada pasien proptosis. Umumnya kasus RB di RSCM didiagnosis pada stadium lanjut sehingga tujuan terapi lebih untuk mempertahankan kehidupan tanpa melihat fungsi penglihatan.

Aim As data of CT fi ndings for retinoblatoma in Indonesia is not yet available, this study aimed to determine patient distribution and to describe CT fi ndings of RB patients at Cipto Mangunkusumo Hospital. Methods From April 2004 to August 2007, CT scans were performed on 64 new patients of RB with clinical fi ndings: leukocoria (19 patients), leukocoria with proptosis (41 patients), buphthalmus (2 patients) and red eyes (2 patients). The CT scan was performed using single slice CT scan and multislice CT scan with axial and coronal section. The cases were categorized into 3 groups: grade I: tumor confi ned to the globe, grade II: tumor extended to orbital soft tissue or involved the optic nerve, and grade III: tumor extended beyond the orbit or intracranial space. The CT features were evaluated in each group for the presence of calcifi cation, contrast enhancement and lateralization.
Results Sixty four patients (30 females and 34 males) were evaluated. Age range: 3 months up to 9 years old; bilateral 20 patients, unilateral 44 patients. Six patients of 19 patients with clinical fi nding leukocoria were included in group I, and the remaining were included in group II. Twenty seven patients of 41 patients with proptotic eyes were included in group II, and the remaining were included in group III. Patients with clinical fi nding buphthalmus and red eyes were included in group II. All of the group I tumors (6 patients) showed calcifi cation and enhancement. In group II (44 patients), calcifi cation was detected in 41 patients, and there was no evidence of contrast enhancement in 6 patients. Group III (14 patients): no calcifi cation in 2 patients, all of the tumors showed enhancement.
Conclusion Our study showed calcifi cation in 92% of RB. Calcifi cation was not a favorable prognostic sign, because calcifi cation was detected in almost all of the extraocular and intracranial tumors. Tumor enhancement was not correlated with extra ocular tumor extension. The fi nding of leukocoria without proptosis could not exclude the presence of extraocular tumor extension. Suspicious intracranial invasion should be considered in proptotic RB patient. Most retinoblastoma cases in Indonesia are diagnosed at advanced stage, so that the objective of the therapy is life saving rather than visual salvation Key words: leukocoria, enhancement, calcifi cation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Angela Putri Maharani
"Diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) adalah limfoma non-Hodgkin yang paling banyak ditemukan, sebanyak 25% hingga 35% pada negara maju, dan 86,6% di negara berkembang. Algoritma Hans membagi DLBCL menjadi dua kelompok yaitu germinal centre B-cell like (GCB) dan non-GCB, di mana kelompok GCB memiliki prognosis yang lebih baik. Meskipun DLBCL merupakan keganasan yang memiliki potensi untuk sembuh, namun 40% pasien akan meninggal karena resisten terhadap pengobatan atau mengalami relapse. Gen p63 memiliki beberapa isoform yang bekerja secara antagonis. Salah satu isoform berfungsi untuk membantu p53 sebagai tumor suppressor, dan isoform lainnya sebagai onkogen yang memicu tumorigenesis. Terdapat sebuah spekulasi bahwa p63 terletak dekat dengan poin translokasi yang sering ditemukan pada DLBCL, yaitu BCL6. Berdasarkan WHO, rearrangement BCL6 terjadi lebih tinggi pada DLBCL subtipe ABC, yaitu sebanyak 25-30% dibandingkan subtipe GCB, yaitu sebanyak 15%. Berdasarkan hal ini, dibutuhkan penelitian terhadap p63 untuk membuktikan kaitannya dengan DLBCL subtipe GCB dan non-GCB. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Sampel terdiri atas 30 kasus DLBCL subtipe GCB dan 30 kasus DLBCL subtipe non-GCB yang sudah ditegakkan diagnosisnya berdasarkan pemeriksaan IHK di RSCM dari Januari 2014 sampai Desember 2017. Dilakukan pulasan p63 dan penilaian menggunakan H-score. Hasil: Titik potong H-score pada ekspresi p63 didapatkan 4,4 dengan sensitivitas dan spesifisitas 46,7%. Ekspresi p63 positif didapatkan pada 16 kasus DLBCL subtipe GCB dan 14 kasus non-GCB. Tidak terdapat perbedaan ekspresi p63 pada DLBCL subtipe GCB dan non-GCB.

Diffuse Large B-cell lymphoma (DLBCL) is the most common type of non-Hodgkin lymphoma, approximately 25% to 35% in developed countries and 86,6% in developing countries. The Hans' algorithm classifies DLBCL into two subtypes, the germinal center B-cell like (GCB) and the non-germinal center B-cell like (non-GCB), where GCB subtype has a better outcome. Although DLBCL is a potentially curable disease, 40% of patients would suffer bad prognosis due to a relapse or refractory disease. The p63 gene produces two isoforms that work antagonistically. One of the isoforms supports p53 as a tumor suppressor, and the other isoform functions as an oncogene which triggers tumorigenesis. There is speculation that p63 is located close to the translocation points that are often found in DLBCL, namely BCL6. According to WHO, BCL6 rearrangement occurs higher in ABC subtype DLBCL compared to GCB subtype (25%-30% vs 15%). Based on this, research on p63 is needed to prove its relation to GCB and non-GCB subtypes. This was a cross-sectional study with 30 cases of DLBCL GCB subtype and 30 cases of non-GCB that had been diagnosed based on immunohistochemistry examination at RSCM from January 2014 to December 2017. All cases stained by p63 antibody and evaluated using H-score. The H-score cut-off point on p63 expression was obtained at 4.4 with 46.7% sensitivity and specificity. The positive p63 expression was obtained in 16 cases of GCB subtype and 14 cases of non-GCB subtype. Conclusion: There are no different expressions of p63 on DLBCL GCB subtype and non-GCB subtype.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samuel Febrian Wijaya
"Sel Natural Killer (NK) adalah sel pelepas granul sitotoksik yang melisis patogen intracytoplasmic (yaitu infeksi virus atau bakteri) dan sel tumor/kanker sebagai bagian dari imunitas bawaan. Sel NK berasal dari diferensiasi sel punca hematopoietik (SPH) di jalur Common Lymphoid Progenitor (CLP). SPH diperoleh dari darah tali pusat, dengan jumlah SPH yang lebih tinggi daripada sumsum tulang. Berbagai protokol diferensiasi telah dilaporkan dengan jumlah sel NK dan fenotipe yang berbeda. Studi perbandingan efektivitas diferensiasi sel NK dengan sampel SPH yang dikultur dan SPH yang baru diisolasi masih minim. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tahapan maturasi diferensiasi sel NK yang dihasilkan antara sampel SPH yang dikultur dan baru diisolasi menggunakan modifikasi protokol Dezell dkk. dengan menggunakan interleukin-2 (IL-2) tanpa keberadaan feeder cell. Kultur SPH dilakukan selama dua minggu sebelum diferensiasi untuk sampel SPH yang dikultur. Hasil kultur diferensiasi selama lima minggu dianalisis menggunakan flow cytometry untuk mengetahui keberadaan reseptor NKp46, pengamatan Giemsa untuk mengetahui tahapan maturasi sel NK, dan qRT-PCR untuk mengetahui ekspresi gen perforin dan granzyme B. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel SPH yang dikultur menghasilkan jumlah sel NK di tahap dewasa (tahap 5) yang lebih tinggi dibandingkan sampel SPH yang diisolasi melalui pengamatan Giemsa. Hasil flow cytometry menunjukkan nilai MFI NKp46 yang berbeda signifikan pada kedua sampel, dengan keberadaan reseptor aktivasi NKp46 yang lebih tinggi dijumpai pada sampel isolasi di hari ke-35. Hal ini disebabkan oleh aktivitas ROS pada kultur SPH dan regulasi mikroRNA. Oleh karena itu, sampel SPH yang dikultur dan sampel SPH yang baru diisolasi mampu menghasilkan populasi sel NK yang dewasa.

Natural Killer (NK) cells are cytotoxic-granule-releasing cells which lysis intracytoplasmic pathogens (ie. virus or bacteria infection) and tumor/ cancer cells as part of innate immunity. NK cells originate from differentiation of hematopoietic stem cells (HSCs) in the Common Lymphoid Progenitor (CLP) pathway. HSCs can be obtained from umbilical cord blood, with a higher number of HSCs than bone marrow. Various differentiation protocols have been reported with different NK cell yields and phenotypes obtained. Comparative studies on the effectiveness of NK cell differentiation with cultured HSC samples and freshly isolated HSC are still minimal. The aim of this study was to compare the different stages of NK cell differentiation maturation produced between cultured and newly isolated SPH samples using a modified protocol of Dezell et al. using interleukin-2 (IL-2) in the absence of feeder cells. For expanded HSC samples, cultures were carried out for two weeks before differentiation. The results of the differentiation culture for five weeks were then analyzed using flow cytometry to determine the presence of NKp46 receptors, Giemsa observations to determine the stages of NK cell maturation, and qRT-PCR to determine the expression of perforin and granzyme B genes. The results show that cultured HSC samples can produce a higher number of NK cells with a more mature stage than freshly isolated HSC samples by Giemsa's observations which showed the presence of NK cells at stages 5. The results of flow cytometry showed that the MFI NKp46 values ​​were significantly different in the two samples, with a higher NKp46 activation receptor found in the isolated samples on day 35. This is due to ROS activity on SPH culture and microRNA regulation. Therefore, the cultured HSC samples and freshly isolated HSC samples were able to produce mature NK cell populations."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftah Irramah
"Latar belakang : Overtraining berdampak buruk terhadap kesehatan karena dapat menyebabkan kematian mendadak pada atlet muda. Berdasarkan data epidemiologi ditemukan bahwa kejadian kematian mendadak (suddent cardiac death) pada atlet muda, penyebab paling banyak adalah gangguan kardiovaskular. Tubuh melakukan adaptasi terhadap beban berlebih, berupa remodelling (morfologi dan elektrofisiologi). Remodeling elektrofisiologis yaitu perubahan pada gap junction, berupa perubahan ekspresi Cx43 yang yang mengakibatkan gangguan penghantaran konduksi listrik. Selama latihan fisik dapat terbentuk ROS yang akan menginduksi permeabilitas mitokondria sehingga terjadi kebocoran sitokrom c, selanjutnya akan mengaktifkan kaskade apoptosis.
Metode : Penelitian ini dilakukan pada 6 jaringan kardiomiosit tikus Wistar kelompok kontrol dan overtraining. Ekspresi Cx43 dan caspase-3 diamati melalui pulasan imunohistokimia dan diukur dengan image J.
Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan bermakna pada ekspresi Cx43 total overtraining (43644.57±27711.03) dibandingkan kelompok kontrol (13002.37±3705.41). Tidak ditemukan perbedaan bermakna ekspresi caspase-3 pada kedua kelompok meskipun diperoleh hasil lebih tinggi pada kelompok overtraining (14.15%±10.54%) dibandingkan kelompok kontrol (2,63%±3.56%).
Kesimpulan : Overtraining meningkatkan ekspresi Cx43 total tetapi tidak terbukti meningkatkan caspase-3 pada kardiomiosit ventrikel kiri tikus.

Background: overtraining has bad effect for health, overtraining can cause sudden death in young athlete, reports of sudden death incidences in young athlete claim that cardiovascular disease is the cause. The heart can face the excess load by remodeling as it?s adaptation mechanism. There is 2 type remodeling, morphology and electrophysiology. Remodeling electrophysiology is a change on Cx43 expression which can interfere the heart?s electrical conduction. Free radical which formed from physical exercise can induce mitochondrial permeability that lead leakage of cytochrome c, so that so that activate the apoptosis cascade.
Methods: This study conducted on 12 Wistar rat?s cardiomyocytes tissue that divided into control and overtraining group. Cx43 expression and caspase-3 was observed through immunohistochemical staining and measured by image J.
Results: There was significant increase in the expression of Cx43 total overtraining (43644.57 ± 27711.03) compared to the control group (13002.37 ± 3705.41). Found no significant differences in the expression of caspase-3 in both groups although the result was higher in the group of overtraining (14,15% ± 10,54%) compared to the control group (2,63% ± 3,56%).
Conclusion: Overtraining increase total Cx43 expression but not proven to increase caspase-3 in the rat left ventricular cardiomyocytes.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Chrisnata
"Latar Belakang: Peningkatan konsumsi oksigen selama tindakan bedah risiko tinggi dapat menyebabkan gangguan oksigenasi organ vital, sehingga tubuh akan mengambil kompensasi, misalnya melalui vasokonstriksi splanknik. Saluran cerna akan rentan terhadap kerusakan yang akan mengakibatkan disfungsi gastrointestinal. Lama perawatan ICU dan penggunaan ventilasi mekanik lebih panjang pada pasien-pasien yang mengalami disfungsi gastrointestinal. Oleh karena itu pada pasien yang berisiko perlu mendapat perhatian dan tatalaksana lebih awal.
Metode: Penelitian ini adalah kohort prospektif yang dilakukan di RSCM selama bulan Februari sampai Juni 2023 yang bertujuan untuk mengetahui peran kadar I-FABP plasma, skor SOFA, balans cairan, dan dosis vasopresor dalam memprediksi terjadinya disfungsi gastrointestinal pada pasien pascabedah risiko tinggi yang dirawat di ICU. Sebanyak 66 subyek diambil dengan metode consecutive sampling. Pengambilan data skor SOFA, balans cairan dan dosis vasopresor dilakukan pada saat pasien admisi di ICU, sedangkan kadar I-FABP diukur pada saat admisi dan 24 jam kemudian. Analisis data dilakukan dengan SPSS.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna kadar I-FABP hari ke-0 (p=0,001) dan hari ke-1 (p=0,001), serta skor SOFA (p=0,03) pada subjek yang mengalami disfungsi gastrointestinal dengan yang tidak mengalami disfungsi gastrointestinal. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada balans cairan dan rerata dosis vasopresor pada subjek yang mengalami disfungsi gastrointestinal dengan yang tidak mengalami disfungsi gastrointestinal. Kadar I-FABP plasma, dengan titik potong ≥2.890,27 pg/ml pada hari ke-0 dan ≥1.501,2 pg/ml pada hari ke-1 dapat menjadi prediktor disfungsi gastrointestinal pada pasien pascabedah risiko tinggi yang dirawat di ICU.
Simpulan: Kadar I-FABP plasma dapat memprediksi kejadian disfungsi gastro- intestinal pada pasien pascabedah risiko tinggi yang dirawat di ICU.

Background: Increased oxygen demand during high-risk surgery can lead to impaired oxygenation of vital organs so that the body will compensate, for example, through splanchnic vasoconstriction. The gastrointestinal tract will be prone to injury, resulting in gastrointestinal dysfunction. ICU length of stay and use of mechanical ventilation are longer in patients with gastrointestinal dysfunction. Therefore, patients who are at risk need to receive early consideration and management.
Methods: This is a prospective cohort study conducted at RSCM from February to June 2023, which aims to determine the role of plasma I-FABP levels, SOFA scores, fluid balance, and vasopressor doses in predicting the incidence of postoperative gastrointestinal dysfunction in high-risk surgery patients admitted to the ICU. A total of 66 subjects were taken by consecutive sampling method. SOFA score data, fluid balance, and vasopressor doses were collected at admission to the ICU, while I-FABP levels were measured at admission and 24 hours later. Data analysis was performed with SPSS.
Results: There was a significant difference in I-FABP levels on day 0 (p=0.001) and day 1 (p=0.001) and the SOFA score (p=0.03) in subjects with gastrointestinal dysfunction and those without gastrointestinal dysfunction. There were no significant differences in fluid balance and the average dose of vasopressors in subjects with gastrointestinal dysfunction and those without gastrointestinal dysfunction. Plasma I- FABP levels, with cut points of ≥2,890.27 pg/ml on day 0 and ≥1,501.2 pg/ml on day 1, can be a predictor of postoperative gastrointestinal dysfunction in high-risk surgery patients admitted to the ICU.
Conclusions: Plasma I-FABP levels can predict the incidence of postoperative gastrointestinal dysfunction in high-risk surgery patients admitted to the ICU.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Afdilah Irawati Wahyono
"Peran protein retinoblastoma (pRb) dalam pencegahan pembentukan tumor diinhibisi oleh interaksinya dengan protein E7 HPV pada kanker serviks. Oleh sebab itu, perlu dilakukan strategi pengembangan uji in vitro untuk analisis interaksi pRb dan E7, terutama dalam pengembangan vaksin HPV berbasis antigen E7. Protein pRb dapat diperoleh dalam bentuk protein rekombinan yang diproduksi pada bakteri Escherichia coli. Penelitian bertujuan untuk memperoleh klona gen RB1 dalam vektor pQE_80L. Sintesis gen RB1 (2787 pb) dilakukan dengan metode PCR overlap extension. Fragmen gen RB1 dan vektor didigesti dengan enzim restriksi BamHI dan SalI kemudian diligasikan dengan enzim T4 ligase. Hasil ligasi ditransformasi ke dalam Escherichia coli TOP10 secara kejut panas. Hasil transformasi diseleksi menggunakan PCR koloni untuk mengidentifikasi keberadaan DNA sisipan. Sebanyak 1 dari 27 koloni yang diseleksi mengandung plasmid rekombinan. Plasmid rekombinan kemudian diisolasi dan diverifikasi dengan digesti dan sekuensing. Hasil analisis digesti dan sekuensing menunjukkan gen RB1 berhasil disisipkan ke vektor pQE_80L. Namun terdapat beberapa mutasi, yaitu substitusi (c.117G>A dan c.2316T>C) serta mutasi delesi (c.719_724delAAACAG).

The role of human retinoblastoma protein (pRb) as tumor suppressor is inhibited by its interaction with HPV E7 protein in cervical cancer. Therefore, it is interesting to develop strategy for development of in vitro assay to analyze pRb and E7 interaction, especially in the development of therapeutic HPV vaccine that is based on E7 antigen. The pRb protein can be provided in the form of recombinant protein that is poduced in Escherichia coli. The study objective was to obtain RB1 gene clone in pQE_80L vector. The synthesis of RB1 gene (2787 pb) was performed by using overlap extension PCR. The RB1 gene fragment and vector was digested by BamHI and SalI restriction enzyme then ligated by T4 ligase enzyme. The ligation product was transformed into Escherichia coli TOP10 with heat shock. The transformation result was screened using colony PCR to identify the presence of insert DNA. There was 1 out of 27 selected colonies that carried the recombinant plasmid. The recombinant plasmid then isolated and verified with digestion and sequencing. The results of digestion and sequencing analysis showed that RB1 gene was successfully inserted into pQE_80L vector. However, there were mutations which were substitution (c.117G>A and c.2316T>C) and deletion (c.719_724delAAACAG)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanien Indriani
"Preeklampsia/Eklampsia merupakan penyebab kematian ibu nomer dua di Indonesia dengan prosentase 24% dari seluruh kematian ibu yang terjadi di Indonesia. Sedangkan di Kota Tegal sendiri, preeklampsia/eklampsia selalu menjadi salah satu penyebab kematian ibu pada empat tahun terakhir mulai dari tahun 2008. Karena RSUD Kardinah merupakan rumah sakit rujukan yang ada di Kota Tegal yang ikut menangani kasus preeklampsia/eklampsia yang terjadi, maka dilakukanlah penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan preeklampsia/eklampsia di RSUD Kardinah tahun 2011.
Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol dengan jumlah sampel 80 orang untuk kasus dan 80 pasien sebagai kontrolnya dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien. Sampel yang diambil adalah pasien yang bersalin di RSUD Kardinah pada tahun 2011 yang memenuhi data rekam medis untuk variabel yang akan diteliti yang lengkap. Dan faktor-faktor yang diteliti adalah umur, graviditas, paritas, riwayat abortus, usia gestasi dan status pekerjaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara preeklampsia dengan umur (OR=3,4), usia gestasi (OR=3,182) dan status pekerjaan (OR=4,58). Sedangkan faktor graviditas, paritas dan riwayat abortus tidak mempunyai hubungan yang signifikan dalam penelitian ini.

Preeklampsia/Eklampsia was a second cause of maternal mortality in Indonesia that was 24% from all maternal mortality that was happened. In Tegal, preeclampsia always bacome one of causes of maternal mortality in 4 years later since 2008. RSUD Kardinah is a refferal hospital in Tegal that were treated preeclampsia/eclampsia.
This research is a case control study with 80 sample as case and 80 sample as control using secunder data that were got from pasien medical records. The sample that were taken were the pasien who were delivered their baby in RSUD Kardinah in 2011 who had complete medical record. And the risk factors that were studied were age, gravidity, parity, abortus, gestasional age and work status.
The result of this research shown that there is a significancy relation between preeclampsia with age (OR=3,4), gestasional age (OR=3,182) and work status (OR=4,58). Therefore the gravidity, parity and abortus experience don‟t have a significant relation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nasywa Zahrainda Shafana
"Dalam rangka mendukung penandatangan Paris Agreement untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% di tahun 2030 serta Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menetapkan porsi energi terbarukan minimal 23% dalam bauran energi pada tahun 2025, dibutuhkan adanya alternatif pergantian bahan bakar fosil. Energi surya merupakan salah satu energi terbarukan yang melimpah di Indonesia dan dapat digunakan sebagai sumber listrik melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). PLTS terapung merupakan sistem modul surya yang dipasang di atas media yang mengapung pada berbagai jenis permukaan perairan. Danau Universitas Indonesia memiiki potensi yang besar untuk dibangun PLTS terapung, terlebih dapat memecahkan masalah keterbatasan lahan. Penelitian ini membahas tentang analisis risiko investasi PLTS terapung pada seluruh Danau UI, yaitu Danau Agathis, Danau Kenanga, Danau Puspa, Danau Salam, dan Danau Ulin. Berdasarkan hasil perhitungan keekonomian, seluruh Danau UI memiliki nilai NPV positif, IRR diatas 8%, PBP kurang dari 15 tahun, dan PI lebih dari 1. Nilai LCOE yang dihasilkan untuk seluruh Danau UI masih di bawah harga patokan tertinggi sebesar 60% dari harga pembelian tenaga listrik golongan P-2 yang sebesar 8,915 cent/kWh, yaitu berkisar pada 4 cent/kWh, yakni. Hal ini menandakan bahwa proyek ini dikatakan layak untuk dilaksanakan. Untuk mendukung hasil perhitungan keekonomian, dilakukan analisis risiko dengan menggunakan simulasi Monte Carlo. Terlihat bahwa keenam Danau UI memiliki nilai derajat keyakinan terhadap nilai NPV, IRR, PBP, dan PI diatas 75%. Berdasarkan analisis sensitivitas, terlihat bahwa penjualan daya ke PLN dan LCOE merupakan komponen paling berpengaruh pada penelitian ini.

In order to support the signing of the Paris Agreement to reduce emissions by 29% in 2030, and in alignment with the General Plan for National Energy (RUEN) that sets a minimum of 23% renewable energy in the energy mix by 2025, alternatives are needed to replace fossil fuels. Solar energy is one of the abundant renewable energy sources in Indonesia and can be utilized as an electricity source through photovoltaic solar power plants. Floating solar power plants are systems where solar modules are installed on floating media on various types of water surfaces. The lakes at the University of Indonesia have great potential for the construction of floating solar power plants, especially as a solution to the problem of land scarcity. This study discusses the investment risk analysis of floating solar power plants in all the lakes at UI, namely Lake Agathis, Lake Kenanga, Lake Puspa, Lake Salam, and Lake Ulin. Based on economic feasibility calculations, all of the UI Lakes have a positive NPV, an IRR above 8%, a PBP of less than 15 years, and a PI greater than 1. The resulting LCOE for all UI Lakes are still below the highest price of 60% of the P-2 electricity purchase price of 8.915 cents/kWh, which is around 4 cents/kWh. This indicates that the project is feasible to be implemented. To support the economic feasibility results, a risk analysis was conducted using Monte Carlo simulation. It shows that all of UI Lakes have a degree of freedom above 75% for NPV, IRR, PBP, and PI values. Based on sensitivity analysis, it is evident that power sales to PLN and LCOE are the most influential components in this study."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>