Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151326 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afifah Raudah Jinan
"Herpes adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus.
Herpes Simplex Virus dapat ditularkan melalui hubungan seksual baik secara vaginal,
anal, maupun oral WHO (2022). Pada umumnya, terdapat dua jenis Herpes Simplex
Virus yang menyebabkan penyakit Herpes yaitu HSV-1 dan HSV-2. HSV-1 merupakan
tipe yang menyebabkan munculnya lesi kecil berisi cairan yang disebut cold sore atau
fever blister pada daerah bibir atau sekitar mulut (CDC, 2022). Sedangkan HSV-2
merupakan jenis virus yang seringkali menyebabkan penyakit herpes genital. Namun,
HSV-2 juga dapat menyebabkan herpes mulut dikarenakan aktivitas seksual dengan
mulut (CDC, 2022). Kedua jenis Herpes Simplex Virus dapat menginfeksi individu tanpa
memandang usia baik remaja maupun lansia. Berbagai upaya dilakukan untuk
mengendalikan Herpes. Salah satu strategi yang dilakukan yaitu kampanye pendidikan
mengenai aktivitas seksual yang harus dihindari serta penggunaan alat kontrasepsi.
Selain itu, pengendalian Herpes dapat juga dilakukan dengan menjalani pengobatan
berupa mengkonsumsi obat antivirus dengan durasi tertentu kepada individu yang
terinfeksi HSV-1 maupun HSV-2 . Pada penelitian ini, dikonstruksi model penyebaran
Herpes terhadap aktivitas seksual. Model matematika tersebut dikaji secara analitik dan
simulasi numerik. Kajian analitiknya antara lain mengenai eksistensi titik keseimbangan
bebas penyakit, kestabilan titik kesimbangan bebas penyakit, titik keseimbangan
endemik, dan basic reproduction number (R0). Dari hasil R0 diperoleh bahwa
kampanye pendidikan aktivitas seksual dan penggunaan kontrasepsi berpengaruh
terhadap penyebaran penyakit. Simulasi numerik juga dilakukan agar dapat
menggambarkan fenomena di lapangan dan memahami dinamika jangka panjang dari
model yang dikonstruksi.

Herpes is a sexually transmitted disease caused by the Herpes Simplex Virus. Herpes Simplex Virus can be transmitted through sexual intercourse either vaginally, anal, or orally (WHO, 2022). In general, there are two types of Herpes Simplex the viruses that cause herpes are HSV-1 and HSV-2. HSV-1 is the type that causes small, fluid-filled lesions called cold sores or fever blisters on the lips or around the mouth (CDC, 2022). While HSV-2 is a type of virus that often causes genital herpes. However, HSV-2 can also cause oral herpes due to sexual activity mouth (CDC, 2022). Of the two types of Herpes Simplex Virus can infect individuals regardless of age, both teenagers and the elderly. Various attempts have been made to control Herpes. One of the strategies carried out is an educational campaign about activities of sexual intercourse that should be avoided and the use of contraceptives. Plus, control of Herpes can also be done by undergoing treatment in the form of taking drugs and antiviral agents with a specific duration for individuals infected with HSV-1 and HSV-2. In this study, a model for the spread of herpes to sexual activity was constructed. The mathematical model has been studied analytically and in numerical simulation. Study the analysis includes, among other things, the existence of a disease-free equilibrium point, the stability of the disease-free equilibrium point, the endemic equilibrium point, and the basic reproduction number R0. From the results of R0 it is obtained that the education campaign on sexual activity and the use of contraception affect the spread of disease. Numerical simulations are also carried out in order to describe the phenomena in the field and understand the long-term dynamics of the constructed model."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Karunia Burhanudin
"ABSTRAK
Latar Belakang: Laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki (LSL) adalah suatu
bentuk oritentasi seksual (homoseksual) yang lebih ditekankan kepada perilaku seksual berupa
hubungan seksual terhadap sesama jenis. Perilaku seksual pada LSL ini cenderung bebas,
berganti-ganti pasangan, dan tidak menggunakan kondom sehingga terjadi peningkatan risiko
kesehatan tertentu seperti Infeksi Menular Seksual (IMS). Infeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dan Virus Herpes Simpleks (VHS) merupakan salah satu IMS dan dapat berinteraksi
sinergistik. Pada individu dengan HIV dan koinfeksi VHS dapat meningkatkan risiko transmisi
penularan HIV serta mempercepat perburukan ke arah AIDS. Di Indonesia, belum pernah
dilaporkan proporsi VHS pada populasi LSL baik yang terinfeksi HIV maupun yang tidak
terinfeksi HIV.
Tujuan: Mengetahui perbandingan proporsi seroprevalensi VHS-1 dan VHS-2 pada LSL dengan
dan tanpa HIV serta peranan pemakaian kondom.
Metode: Penelitian ini berdesain potong lintang pada 76 LSL yang terinfeksi maupun tidak
terinfeksi HIV di klinik Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Wawancara
tentang kekerapan pemakaian kondom dan pemeriksaan serologis imunoglobulin G (IgG) VHS-1
serta VHS-2 dilakukan pada tahap awal penelitian.
Hasil: Dari 76 SP, 34 SP terinfeksi HIV dan 42 SP tidak terinfeksi HIV. Total proporsi
seroprevalensi VHS-1 dan VHS-2 masing – masing adalah sebesar 69,7% dan 23,7%. Proporsi
VHS-1 dan VHS-2 pada SP tanpa HIV adalah masing-masing sebesar 71,4% dan 14,3%.
Proporsi VHS-1 dan VHS-2 pada SP dengan HIV adalah masing-masing sebesar 67,6% dan
35,3%. Penggunaan kondom tidak berhubungan dengan kejadian terinfeksi VHS-1 (p=0,068; IK:
0,05-1,1) atau VHS-2 (p=0,447; IK: 0,09-2,8) pada kelompok LSL dengan HIV. Penggunaan
kondom berhubungan dengan kejadian terinfeksi VHS-1 pada kelompok LSL tanpa HIV
(p=0,036; IK: 0,52-0,9), tetapi penggunaan kondom tidak berhubungan dengan kejadian
terinfeksi VHS-2 pada kelompok LSL tanpa HIV (p=0,08; IK: 0,81-32,98).
Kesimpulan: Proporsi LSL dengan VHS-1 lebih tinggi dibandingkan dengan VHS-2, baik pada
kelompok tanpa dan dengan HIV. Proporsi LSL dengan VHS-2 pada kelompok HIV dua kali
lipat lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa HIV.

ABSTRACT
Background: Men who have sex with men (MSM) is homosexual orientation that emphasizes
on sexual behavior to the same sex. The sexual behaviors among MSM tend to have free sex,
multiple sexual partners, and perform unsafe sex, thus it may increase risk of infection to
sexually transmitted diseases (STD). Human Immunodeficiency Virus (HIV) and Herpes
Simplex Virus (HSV) infection are examples of STD that are able to interact synergistically one
to another. Individual with HIV and co-infected with HSV may increase risk of transmission
HIV and progressively worsening to AIDS. In Indonesia, proportion VHS infection in those who
either with and without HIV in MSM population, is never been reported.
Objective: To compare proportion HSV-1 and HSV-2 seroprevalence in MSM with and without
HIV infection and its association with condom use.
Methods: It is cross sectional study to 76 MSM, either with or without HIV, coming to seek
health services in PKBI outpatients clinic. Interview regarding frequency condom use and
serological test immunoglobulin G to HSV-1 and HSV-2 was done in the early of research.
Results: Out of 76 MSM, 34 MSM are infected with HIV and 42 MSM those who are not. Total
proportion HSV-1 and HSV-2 seroprevalence respectively are 69,7% and 23,7%. Proportion
HSV-1 and HSV-2 to those who are not infected to HIV respectively is 71,4% and 14,3%.
Proportion HSV-1 and HSV-2 to those who are infected to HIV respectively is 67,6% and
35,3%. Condom use is not associated either with a risk of infection to HSV-1 (p=0,068; IK:
0,05-1,1) or HSV-2 (p= 0,447; IK: 0,09-2,8) in MSM who are infected to HIV. Condom use is
associated with a risk of infection to VHS-1 (p=0,036; IK: 0,52-0,9), but it is not associated with
risk of infection to HSV-2 (p=0,08; IK: 0,52-32,98) among those who are not infected to HIV.
Conclusion: Proportion MSM who are infected to HSV-1 is higher compared to HSV-2 in both
groups (with and without HIV). Proportion MSM who are infected to HSV-2 in HIV group is
twice higher compared to group those who are not."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadi Rihatmadja
"Sepengetahuan penulis, belum ada data koinfeksi VHS-2 dan T. pailidum pada individu yang terinfeksi HIV di Indonesia. Mengingat tingginya transmisi HIV melalui rute heteroseksual di Indonesia maka kiranya perlu dilakukan penelitian mengenai prevalensi kedua 1MS tersebut. Data yang diperoleh diharapkan dapat berguna bagi program pencegahan transmisi HIV di Indonesia. Diagnosis infeksi kedua IMS pada penelitian ini akan dinyatakan dengan kepositivan pemeriksaan serologik antibodi terhadap VHS-2 serta RPR dan TPHA.
Penelitian ini akan dilakukan di Poliklinik Kelompok Studi Khusus (Pokdisus) AIDS Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo - Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kelompok ini dibentuk sejak ,kasus AIDS ditemukan pertama kali di Indonesia tahun 1986. Pokdisus AIDS mengerjakan berbagai aktivitas yang terkait dengan pengendalian HIVIAIDS, termasuk pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan, Iayanan telepon hotline khusus AIDS, konseling dan pemeriksaan laboratorium, akses ke fasilitas diagnostik dan pengobatan, dan juga berfungsi sebagai pusat rujukan. Dalam kegiatannya tersebut Pokdisus AIDS telah membantu Iebih dari 1000 orang penderita infeksi HIVIAIDS memperoleh ()bat antivirus sejak tahun 1999. Dalam dua tahun terakhir, Pokdisus AIDS menangani kira-kira 700-800 kasus infeksi HIV baru. Selain kegiatan medis, Pokdisus AIDS juga melakukan berbagai penelitian pada populasi penderita HIVIAIDS khususnya di Jakarta. Dari penelitian yang pemah dilakukan, dapat dikemukakan di sini bahwa herpes simpleks merupakan salah satu infeksi oportunistik yang sering dijumpai, dan infeksi HIV di kalangan IDU amat tinggi, hingga mencapai 80%.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
5
1. Berapakah proporsi kepositivan pemeriksaan antibodi (IgG) terhadap VHS-2 pada pasien HIV/AIDS yang berobat di Pokdisus AIDS RSCM/FKUI?
2. Berapakah proporsi kepositivan pemeriksaan serologik terhadap Treponema pallidum (RPR dan TPHA) pada pasien HIVIAIDS yang berobat di Pokdisus AIDS RSCM/FKUI?
3. Faktor sosiodemografi dan perilaku seksual apakah yang berhubungan dengan kepositivan pemeriksaan IgG VHS-2, RPR dan TPHA pada pasien HIVIAIDS yang berobat di Pokdisus AIDS RSCM/FKUI?
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21451
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harknett, Philippa
London: Thorsons , 1994
616.951 8 HAR h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mediana Sutopo Liedapraja
"ABSTRAK Kanker endometrium merupakan keganasan ginekologi tersering keempat pada wanita. Di seluruh dunia, setiap tahun 142,000 wanita terdiagnosis kanker endometrium dan angka mortalitas sekitar 42,000. Kanker endometrium dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe 1 dan tipe 2 berdasarkan histologi dan karakteristik molecular. Kanker endometrium sekitar 80%-90% adalah tipe 1 yaitu adenokarsinoma endometrioid. Tipe I berhubungan dengan estrogen berlebih, faktor-faktor risiko antara lain obesitas, diabetes mellitus, menopause lambat dan nulliparitas. Insiden tipe 2 sekitar 10-20%, angka mortalitas lebih tinggi pada tipe ini. Faktor risiko pada tipe 2 tidak diketahui dengan pasti, dan tidak bergantung pada estrogen. Kanker endometrium tipe 2 memiliki angka kesintasan yang lebih buruk dibandingkan tipe 1.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan faktor risiko yaitu obesitas, diabetes mellitus tipe 2 dan status menopause pada kanker endometrium tipe 1 dan tipe II.

Metode: Penelitian desain potong lintang di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, pasien yang terdiagnosa kanker endometrium dengan hasil histologi dan ditatalaksana selama juli 2014-desember 2016. Data pasien obesitas, diabetes mellitus tipe 2 dan status menopause dicatat dan dianalisa.

Hasil: Didapatkan total 255 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Pada kanker endometrium tipe 1 didapatkan Indeks massa tubuh (IMT) overweight yaitu 25,09 kg/m2, sedangkan tipe 2 didapatkan berat badan ideal. Faktor risiko diabetes mellitus tipe 2 pada kedua tipe kanker tidak signifikan bermakna, pada analisis multivariat didapatkan tipe 2 lebih banyak didapatkan pada status menopause yang lebih awal.

Kesimpulan: Profil faktor risiko antara tipe 1 dan tipe 2 kanker endometrium hampir serupa pada penelitian ini, dikarenakan karakteristik pasien dan jalur etiologi yang bervariasi. Kanker endometrium tipe 2 lebih banyak terjadi pada usia menopause lebih awal.


ABSTRACT Endometrial cancer (EC) is a four common malignancy in women.The incidence in worldwide about 142,000 women diagnosed and 42,000 deaths due to endometrial cancer. There were two distinct types based on histologic and molecular characteristics. Type I EC comprise 80-90%, commonly referred to as the endometrioid type. Type I EC is an estrogen dependent tumor, risk factors for type I EC are obesity, diabetes mellitus, late menopause and nulliparity. Type II EC incidence about 10-20%, mortality was higher in this type. The risk factors of type II EC were not well known and not through the estrogen pathway. Type II EC have worse survival rate compared to type I EC.

Purpose:  The purpose of this study is to identify correlation and compare risk factors between obesity, diabetes mellitus type II and menopausal state in type I and type II endometrial cancer

Method: This cross sectional study was conducted in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo hospital, records of all patients with histology proven endometrial carcinoma, diagnosed and treated from 2013-2017 were reviewed. Patients data including obesity, diabetes mellitus type II, and menopausal state were recorded. All of the information was collected and analyze.

Result: From total of 255 subjects of this study that complete inclusion criteria. Overweight BMI was found in endometrial cancer type 1. Diabetes mellitus type 2 and menopausal state was not statistically significant (p >0.25). On multivariate analysis found endometrial cancer type 1 was found higher in early menopause women.

Conclusions: The risk factor profiles for type 1 and type 2 are similar in this study, suggesting patient characteristics and various etiologic pathways.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chandradewi Kusristanti
"ABSTRAK
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang paling sering muncul di dunia. Banyaknya regimen yang harus dipatuhi penderita DM, adanya risiko komplikasi, dan lain sebagainya merupakan faktor yang dapat memengaruhi munculnya diabetes-related distress pada penderita DM. Melalui berbagai penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa diabetes-related distress memberikan pengaruh negatif terhadap kondisi fisik ataupun psikologis penderita DM. Pengaruh negatif tersebut juga dialami oleh penderita DM, yang juga diperburuk oleh karakteristik lanjut usia.
Melihat pengaruh negatif dari diabetes-related distress pada penderita DM yang tergolong lanjut usia (lansia) tersebut, peneliti tertarik untuk memberikan intervensi untuk mengurangi diabetes-related distress dengan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy. Penelitian dilakukan kepada dua orang lansia yang mengalami diabetes-related distress. Kedua partisipan yang menjalani intervensi Cognitive Behavior Therapy mengalami penurunan tingkat diabetes-related distress. Hal tersebut didapatkan melalui wawancara dan observasi, serta pengukuran menggunakan alat ukur PAID (Problem Areas In Diabetes). Setelah intervensi selesai diberikan, para partisipan sudah mampu mempraktikkan teknik-teknik intervensi yang diberikan dalam rangkaian intervensi. Para partisipan juga memahami bahwa keberhasilan intervensi ditentukan oleh kemandirian dan niat mereka untuk menjalankan teknik-teknik tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

ABSTRACT
Diabetes Mellitus (DM) is one of the most frequent diseases to appear globally. Too many regimens to adhere, complication risks, and so on can endorse diabetes-related distress in DM patients. Many studies have found that the presence of diabetes-related distress gives negative impacts to patients, physically and psychologically. In older DM patients, those negative impacts is worsen by the characteristics of older adults.
Knowing those negative impacts to older DM patients, I decided to conduct a study that consists of delivering intervention with cognitive behavior therapy approach to lessen diabetes-related distress for older adults with DM. There are two participants in this study, both are older adults with high level of diabetes-related distress. All participants experienced decreased level of diabetes-related distress from their participation in this intervention, as shown in interview, observation, and an assessment using PAID (Problem Areas In Diabetes). After all the intervention sessions have been delivered, all participants are able to practice the interventions techniques that were given. All participants also understand that the therapeutic success is determined by their independence and their willingness to change by practicing the techniques in daily life.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
616.522 INF
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Berliany Hedinata
"Demam berdarah disebabkan oleh virus dengue yang memiliki empat serotipe: DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4 dengan infeksi sekunder antara DENV-2 dan DENV-4 menimbulkan gejala paling parah. Meskipun antivirus umum digunakan sebagai pengobatan alternatif, tetapi belum ada antivirus dengue yang berlisensi hingga saat ini. Mengingat potensi antivirus dari ekstrak tanaman, penelitian ini mengevaluasi 12 ekstrak tanaman mengandung berbagai fitokimia, termasuk flavonoid, yang mampu mengikat langsung protein virus. Penelitian bertujuan untuk mengetahui nilai sitotoksisitas (CC50) dan potensi aktivitas antivirus DENV-2 dan DENV-4 Isolat Indonesia. Kedua virus dipropagasi dan dilakukan plaque assay untuk mendapatkan konsentrasi berdasarkan nilai titer virus. 12 ekstrak dipreparasi dan diuji MTT untuk mendapatkan nilai sitotoksisitas (CC50). Hasil dari kedua pengujian, yaitu konsentrasi titer virus dan nilai sitotoksisitasnya kemudian diuji untuk mengukur potensi aktivitas antivirus dengan plaque assay. Andrographis paniculata dan Phyllanthus niruri sebagai kontrol pembanding memiliki nilai sitotoksisitas (CC50) sebesar 148,8 dan 151,7 ppm, serta menunjukkan aktivitas antivirus DENV-2 dengan nilai inhibisi 79,1% dan 65,8%. Dibandingkan dengan kontrol pembanding, diketahui bahwa delapan dari sepuluh ekstrak, yaitu Sonchus arvensis, Kaempferia galanga, Curcuma aeruginosa, Syzygium polyanthum, Centella asiatica, Ardisia elliptica, Anredera cordifolia, dan Sechium edule bersifat tidak lebih toksik terhadap galur sel BHK-21. Setelah pengujian aktivitas antivirus diketahui Syzygium polyanthum, Ardisia elliptica, dan Anredera cordifolia memiliki potensi antivirus DENV-2 dan DENV-4 dengan nilai inhibisi sekitar 50—100%. Namun, senyawa spesifik yang bertanggung jawab atas aktivitas antivirus dalam esktrak tersebut belum diketahui, sehingga memerlukan fraksinasi dan pengujian ulang untuk mengidentifikasi senyawa spesifik berpotensi menjadi antivirus DENV-2 dan DENV-4.

Dengue fever caused by dengue virus, which has four serotypes: DENV-1, DENV-2, DENV-3, and DENV-4. Secondary infections between DENV-2 and DENV-4 can result in most severe symptoms. Although antivirals used as alternative treatments, there currently no licensed dengue antivirals. Given antiviral potential of plant extracts, this study evaluated antiviral activity of 12 plant extracts containing various phytochemicals, including flavonoids, which can directly bind viral proteins. The study aimed to determine cytotoxicity and potential antiviral activity of DENV-2 and DENV-4 isolates from Indonesia. Both viruses propagated and plaque assays performed to obtain concentrations based on viral titers. The 12 extracts were prepared and tested using MTT assay to determine their cytotoxicity (CC50). The results, viral titers and cytotoxicity values, were used to measure potential antiviral activity using plaque assays. Andrographis paniculat and Phyllanthus niruri as comparison control, with cytotoxicity (CC50) values of 148.8 and 151.7 ppm, and showed antiviral DENV-2 with inhibition values of 79.1% and 65.8%. Compared to the comparison control, it was found that eight of the ten extracts, including Sonchus arvensis, Kaempferia galanga, Curcuma aeruginosa, Syzygium polyanthum, Centella asiatica, Ardisia elliptica, Anredera cordifolia, and Sechium edule, was not more toxic to BHK-21 cell lines. After testing antiviral activity, it was found Syzygium polyanthum, Ardisia elliptica, and Anredera cordifolia had potential antiviral DENV-2 and DENV-4 with inhibition values around 50-100%. However, specific compounds responsible for antiviral activity in extracts remain unknown, necessitating further fractionation and re-testing to identify specific compounds with potential antiviral DENV-2 and DENV-4."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilbert Lazarus
"Pendahuluan Diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) diderita oleh sekitar 1 dari 10 orang dewasa di seluruh dunia. Patomekanisme DMT2 yang diperantarai oleh stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan multisistem, khususnya sistem kardiovaskular. Beberapa efek samping penggunaan metformin telah dilaporkan. Hal ini menyebabkan alfa-mangostin (αMG) muncul sebagai salah satu alternatif pengobatan DMT2 yang memiliki potensi tinggi akibat aktivitas anti-oksidatifnya. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi efek protektif αMG terhadap kadar malondialdehid (MDA) dan aktivitas superoksida dismutase (SOD) pada organ jantung tikus model DMT2.
Metode Tiga puluh enam tikus Wistar jantan dibagi ke dalam enam kelompok yang masing-masing berisi enam ekor: kelompok normal, kelompok normal + αMG (200 mg/kgBB), kelompok DMT2, kelompok DMT2 + metformin (200 mg), kelompok DMT2 + αMG 100 dan 200 mg/kgBB. Konsentrasi MDA dan aktivitas SOD diukur untuk menilai tingkat stres oksidatif pada setiap kelompok. ANOVA Welch diikuti dengan uji post-hoc Games-Howell digunakan untuk membandingkan data dengan nilai kemaknaan 0,05.
Hasil Studi ini mendemonstrasikan bahwa αMG dapat menurunkan konsentrasi MDA (p=0,003) dan meningkatkan aktivitas SOD (p=0,001) pada model tikus DMT2 secara signifikan, bahkan hingga melebihi kelompok normal untuk parameter SOD (rerata, 8,98 vs. 6,02 U/mL; p<0,001). Terlebih lagi, αMG dapat meningkatkan aktivitas SOD secara dose-dependent (rerata, 8,98 vs. 11,96 U/mL; p=0,019). Dibandingkan dengan metformin, αMG memperbaiki stres oksidatif lebih baik pada kedua parameter (MDA, p=0,029; SOD, p=0,007).
Kesimpulan Temuan pada studi ini menunjukkan bahwa αMG mampu memperbaiki stres oksidatif pada jaringan jantung tikus yang mengidap DMT2, terbukti pada peningkatan aktivitas SOD serta penurunan konsentrasi MDA.

Introduction Type 2 diabetes mellitus (T2DM) afflicts about 1 in 10 adults worldwide. Oxidative stress in T2DM leads to multisystem damages, particularly the cardiovascular system. As deteriorating adverse effects on the use of metformin have been reported, alpha-mangostin (αMG) rise as a potential alternative due to its anti-oxidative properties. This study aims to evaluate the protective effects of αMG against oxidative stress markers (i.e. malondialdehyde [MDA] and superoxide dismutase [SOD]) in heart tissued of T2DM-induced rats. Methods Thirty-six male Wistar rats were divided into 6 groups of 6 each, i.e., normal group, normal + αMG (200 mg/kg), T2DM group, T2DM + metformin group, T2DM + various doses of αMG (100 and 200 mg/kg). T2DM were induced using high-fat/high-glucose diet followed by streptozotocin injection (HF/HGSTZ). MDA level and SOD activity were assayed to assess oxidative stress between groups. Welch's ANOVA followed by Games-Howell post-hoc test was used to compare the data with significance level of 0.05.
Results This study demonstrated that αMG remarkably decreased MDA (p=0.003) and increased SOD (p=0.001) in T2DM-induced rats, even to the extent of exceeding controls for SOD (mean 8.98 vs. 6.02 U/mL, p<0.001). Furthermore, αMG were dose-dependent in SOD (mean, 8.98 vs. 11.96 U/mL; p=0.019). Compared to metformin, αMG improves oxidative stress better either for MDA (p=0.029) or SOD (p=0.007). Conclusion These findings suggest that αMG is capable of ameliorating oxidative stress in heart tissues of T2DM-induced rats, evident in the increase of SOD and the decrease of MDA."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfi Nabilah Qonitah
"Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kondisi kadar glukosa darah yang tinggi karena ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan insulin secara normal atau untuk memproduksi insulin yang cukup. Dalam kurun waktu 5 tahun, prevalensi diabetes melitus pada penduduk berusia ≥ 15 tahun meningkat dari 6,9% pada tahun 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh obesitas terhadap DM tipe 2 di Indonesia, dengan desain penelitian kohort retrospektif. Data yang digunakan berasal dari IFLS-1 dan IFLS-5 dengan sampel sebesar 4.707 dan dianalisis menggunakan uji cox regression. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat 7,4% sampel mengalami diabetes tipe 2. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat pengaruh obesitas dan umur pada tahun 1993 terhadap kejadian DM tipe 2 tahun 2014; dan terdapat hubungan antara konsumsi fast food, konsumsi soft drink, konsumsi buah, aktivitas fisik, dan wilayah tempat tinggal pada tahun 2014 dengan DM tipe 2. Sedangkan, konsumsi cemilan gorengan, konsumsi cemilan manis, konsumsi sayur dan status gizi pada tahun 2014, kebiasaan merokok pada tahun 1993, tidak berhubungan yang bermakna dengan DM tipe 2. Kesimpulan dari penelitian ini adalah status gizi obesitas berisiko 5,62 kali terkena DM tipe 2 dibandingkan dengan status gizi normal setelah dikontrol oleh variabel usia, status gizi tahun 2014, dan wilayah tempat tinggal sebagai confounding

Type 2 diabetes mellitus (DM) is a disease characterized by high blood glucose levels due to the body's inability to use insulin normally or to produce enough insulin. Within 5 years, the prevalence of diabetes mellitus in the population aged 15 years and above increased from 6.9% in 2013 to 8.5% in 2018. This study aims to determine the effect of obesity on type 2 DM in Indonesia, with a research design retrospective cohort. The data used comes from IFLS-1 and IFLS-5 with a sample of 4,707 and analyzed using cox regression test. The results of this study showed that 7.4% of the sample had type 2 diabetes. The results of the bivariate analysis showed that there was an effect of obesity and age in 1993 on the incidence of type 2 diabetes in 2014; and there is a relationship between consumption of fast food, consumption of soft drinks, consumption of fruit, physical activity, and area of ​​residence in 2014 with type 2 DM. Meanwhile, consumption of fried snacks, consumption of sweet snacks, consumption of vegetables and nutritional status in 2014, habits smoking in 1993, was not significantly associated with type 2 diabetes. The conclusion of this study is that the nutritional status of obesity has a 5.62 times risk of developing type 2 diabetes compared to normal nutritional status after controlling for variables of age, nutritional status in 2014, and the area of residence as confounding."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>