Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112749 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Carissa Audreyna Irnanda
"Penelitian ini bertujuan untuk menemukan perbedaan representasi perempuan dalam drama Followers (2020) yang diproduksi oleh saluran streaming content Netflix dengan bagaimana perempuan umumnya direpresentasikan dalam drama yang diproduksi oleh televisi luring. Penulis menggunakan teori representasi Stuart Hall (1997) sebagai konsep dasar dan teori gender Oakley (1972) serta konsep stereotip gender mengenai maskulinitas dan femininitas Mary E. Kite dalam Worell (2001) dengan metode analisis teks. Dari hasil analisis, ditemukan tokoh perempuan yang berusaha untuk mendobrak batasan gender dan representasi perempuan yang belum pernah muncul sebelumnya dalam drama Jepang yaitu perempuan yang ingin memiliki anak tanpa pernikahan. Hal ini dipengaruhi oleh Netflix sebagai ruang yang memungkinkan untuk menggambarkan representasi perempuan yang lebih beragam dan tidak terikat dengan norma patriarki. Drama Followers dapat dilihat sebagai refleksi terhadap masyarakat Jepang dewasa ini dengan meningkatnya perempuan yang keluar dari stereotip perempuan Jepang dan mendobrak norma patriarki yang tertanam dalam masyarakat Jepang.

This study aims to find differences from how women are represented in the drama Followers (2020) which was produced by Netflix, compared to the general idea of women represented in Japanese dramas produced by mainstream television. The writer uses the representation theory from Stuart Hall (1997) as the basic concept and gender theory from Oakley (1972) as well as the stereotypical concept of the nature and role of gender by Mary E. Kite in Worell (2001) with text analysis methods. The results showed that Followers featured strong female characters who tried to break the restriction on gender and also portrays a variety of women who have never been featured in Japanese dramas such as women who want to have a child without getting married. This is possible because Netflix creates a room that enables a diversity of women representation and gives them means to break from the patriarchal norms. The drama Followers can be seen as a reflection of current Japanese society with an increasing number of women who are trying to break the stereotype and the patriarchal system of Japan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Carissa Audreyna Irnanda
"Penelitian ini bertujuan untuk menemukan perbedaan representasi perempuan dalam drama Followers (2020) yang diproduksi oleh saluran streaming content Netflix dengan bagaimana perempuan umumnya direpresentasikan dalam drama yang diproduksi oleh televisi luring. Penulis menggunakan teori representasi Stuart Hall (1997) sebagai konsep dasar dan teori gender Oakley (1972) serta konsep stereotip gender mengenai maskulinitas dan femininitas Mary E. Kite dalam Worell (2001) dengan metode analisis teks. Dari hasil analisis, ditemukan tokoh perempuan yang berusaha untuk mendobrak batasan gender dan representasi perempuan yang belum pernah muncul sebelumnya dalam drama Jepang yaitu perempuan yang ingin memiliki anak tanpa pernikahan. Hal ini dipengaruhi oleh Netflix sebagai ruang yang memungkinkan untuk menggambarkan representasi perempuan yang lebih beragam dan tidak terikat dengan norma patriarki. Drama Followers dapat dilihat sebagai refleksi terhadap masyarakat Jepang dewasa ini dengan meningkatnya perempuan yang keluar dari stereotip perempuan Jepang dan mendobrak norma patriarki yang tertanam dalam masyarakat Jepang.

This study aims to find differences from how women are represented in the drama Followers (2020) which was produced by Netflix, compared to the general idea of women represented in Japanese dramas produced by mainstream television. The writer uses the representation theory from Stuart Hall (1997) as the basic concept and gender theory from Oakley (1972) as well as the stereotypical concept of the nature and role of gender by Mary E. Kite in Worell (2001) with text analysis methods. The results showed that Followers featured strong female characters who tried to break the restriction on gender and also portrays a variety of women who have never been featured in Japanese dramas such as women who want to have a child without getting married. This is possible because Netflix creates a room that enables a diversity of women representation and gives them means to break from the patriarchal norms. The drama Followers can be seen as a reflection of current Japanese society with an increasing number of women who are trying to break the stereotype and the patriarchal system of Japan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alinda Febrina
"Isu mengenai gender merupakan salah satu bentuk keanekaragaman fenomena sosial yang cukup sensitif di kalangan masyarakat. Setiap individu memiliki kebebasan dalam memilih peran gendernya masing-masing. Akan tetapi, akibat adanya paham dan nilai-nilai masyarakat patriarki yang mengkategorikan peran gender telah memunculkan pakem tertentu tentang peran gender perempuan dan laki-laki. Seiring berjalannya waktu mulai terjadi perubahan peran gender tradisional dalam masyarakat Korea. Representasi dari peran gender perempuan salah satunya tercermin dalam drama berjudul My Mister. Penelitian ini menganalisis peran gender perempuan yang direpresentasikan melalui tiga tokoh perempuan dalam drama My Mister, dengan melihat narasi visual dan oral yang disajikan melalui gambar dan dialog antar tokoh. Hasil penelitian menunjukkan peran gender perempuan dalam drama My Mister terbagi menjadi tiga kategori, yaitu perempuan dalam sektor publik, perempuan dalam sektor domestik, dan maskulinitas perempuan dalam melawan kekerasan yang membuktikan adanya perubahan peran gender perempuan yang cukup signifikan dengan berubahnya stereotipe perempuan dalam peran gender tradisional.

The issue of gender is one form of the diversity of social phenomena that is quite sensitive in the community. Each individual has the freedom to choose their respective gender roles. However, due to the understanding and values of patriarchal society that categorize gender roles, it has given rise to certain standards regarding the gender roles of women and men. Over time, the traditional gender roles in Korean society began to change. The representation of women's gender roles is reflected in a drama called My Mister. This study analyzes the gender roles of women represented through three female characters in the drama My Mister, by looking at the visual and oral narratives presented through pictures and dialogues between characters. The results of the study show that the gender role of women in the drama My Mister is divided into three categories, namely women in the public sector, women in the domestic sector, and women's masculinity in fighting violence which proves that there is a significant change in women's gender roles with the changing stereotypes of women in traditional gender roles."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Anishya Rizka
"Ketidakadilan gender yang terjadi pada wanita di Korea Selatan tak terlepas dari budaya patriarki dan hal itu membuat munculnya film, novel, maupun web drama yang mengangkat isu tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana bentuk representasi ketidakadilan gender terhadap wanita di dalam web drama Jom Yeminhaedo Gwaenchana 2. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan analisis semiotika Roland Barthes. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa representasi ketidakadilan gender terhadap wanita dalam web drama  Jom Yeminhaedo Gwaenchana 2 lebih dominan terlihat pada tanda verbal berupa kalimat yang menyatakan kekerasan, marginalisasi, subordinasi, beban kerja dan stereotip dalam dialog tokoh. Sementara itu, tanda non-verbal yang menyatakan ketidakadilan  gender terhadap wanita dapat dilihat dari ekspresi wajah tokoh, tindakan tokoh, teks tertulis, gestur, gambar dalam adegan dan latar tempat pada adegan.

The cause of gender inequality against women in South Korea cannot be separated from the patriarchal culture and it has raised films, novels, and web-dramas which concern about that. This research aims to explain how the form of representation of gender inequality against women as seen in the web-drama titled Jom Yeminhaedo Gwaenchana 2 is. This research uses a descriptive analysis method and Roland Barthes`s semiotics analysis. The result of this research shows that the representation of gender inequality against women in the web-drama is dominantly seen in verbal signs or sentences in dialogue which contain violence, marginalization, subordination, workload, and stereotypes. On the other side, the non-verbal signs which reflect gender inequality against women can be seen through facial expression, behavior, written texts, gesture, pictures, and setting of the scenes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Stefhany Azzahra
"Permasalahan terhadap ketimpangan peran gender yang menaruh perempuan pada posisi sekunder kerap terjadi di Eropa pada akhir abad kesembilan belas hingga awal abad kedua puluh. Banyak perempuan mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan marginalisasi, terutama dalam memilih pekerjaan. Hal tersebut digambarkan dalam sebuah film berjudul Paula. Sebagai perempuan muda yang hidup di Jerman pada akhir abad kesembilan belas, tokoh utama bernama Paula Becker harus melalui berbagai konflik untuk mendapatkan posisi di dunia seni yang masih didominasi oleh laki-laki. Dalam mencapai tujuannya, Paula Becker membuat strategi agar karyanya mendapat pengakuan. Penelitian ini dianalisis menggunakan teori The Second Sex dari Simone de Beauvoir dan teori Semiotika oleh Roland Barthes. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bentuk perjuangan pelukis perempuan dalam memperjuangkan aspirasinya. Hasil penelitian menunjukkan bentuk marginalisasi yang dihadapi oleh seniman perempuan serta melihat bentuk strategi yang dilakukan untuk mendapatkan pengakuan di dunia seni Eropa pada akhir abad kesembilan belas. Bentuk marginalisasi yang dihadapi oleh seniman perempuan diperlihatkan saat tokoh Paula tidak memiliki kuasa penuh akan hidupnya sendiri dan eksistensinya sebagai pelukis tidak dianggap oleh orang-orang di lingkungannya. Hal ini mendorong Paula untuk membuat sebuah inovasi berupa lukisan self-portrait nude dengan aliran ekspresionisme sebagai strategi untuk mendapatkan posisi di dunia seni Eropa.

Problems with unequal gender roles that put women in a secondary position were common in Europe in the late nineteenth and early twentieth centuries. Many women experienced discrimination and marginalization, especially in choosing a job. This is depicted in a movie called Paula. As a young woman living in Germany at the end of the nineteenth century, the main character named, Paula Becker, must go through various conflicts to get a position in the art world, which men still dominate. In achieving her goals, Paula Becker makes strategies so that her work will be recognized. This research is analyzed using Simone de Beauvoir's The Second Sex Theory and Roland Barthes' Semiotics theory. The purpose of this research is to see the form of struggle of female painters in fighting for their aspirations. The research results show the forms of marginalization faced by female artists and the strategies to gain recognition in the European art world at the end of the nineteenth century. The marginalization faced by female artists is shown when Paula's character does not have complete control over her own life, and people in her environment do not consider her existence as a painter. This encourages Paula to create an innovation in the form of nude self-portrait paintings with expressionism as a strategy to gain a position in the European art world."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Maznah Mohamad
"ABSTRAK
Malaysias representation of women as parliamentarians remains one of the lowest in comparison to other Southeast Asian and global parliamentary democracies. However, when contextualized against Malaysias politics of divides and dissent starting from 1999 onward, there are some newer characteristics of womens involvement in formal politics. This paper explores the specificities of womens experience in formal politics under the one-party dominant rule of the National Front before it was defeated in the May 2018 general election. The paper questions various incidents of political transitioning from an old to a newer political regime. Processes such as the collaboration between womens civil society and formal state political actors, the cultivation of clientelist and patronage relations, and the maintenance of a cohesive multiparty coalition as a strategy for electoral advantage have all had fruitful bearings on the way the formalization of women in politics has developed. However, given the insufficiency of these developments for increasing womens representation, this paper proposes the more reliable gender quota or reserved seats mechanism as one of the considerations for gender electoral reform."
2018
050 SEAS 7:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Kusumaningrum
"Skripsi ini membahas tentang bagaimana drama korea merepresentasikan relasi gender dalam konflik hubungan romantis. Studi pustaka menunjukkan adanya perbedaan lakilaki yang mendapatkan sosialisasi gender maskulin dengan perempuan yang mendapatkan sosialisasi gender feminin dalam menghadapi konflik hubungan romantis. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif menggunakan analisis semiotika kode televisi John Fiske. John Fiske melihat bahwa kode-kode yang ditampilkan di televis membawa ideologi tertentu. Metode penelitian merupakan studi kasus dengan mengambil objek penelitian drama tvN tahun 2016, Another Miss Oh.
Hasil penelitian menunjukkan adanya ideologi patriarki dengan laki-laki yang lebih banyak mendominasi dalam konflik hubungan dibanding perempuan. Ideologi patriarki tersebut didukung dengan stereotipstereotip feminin dan maskulin yang juga ditampilkan dalam drama. Hal tersebut ditambah dengan penggambaran konflik sebagai sebuah adegan romantis yang mengaburkan batasan antara konflik dengan romantisme dalam drama. Dengan representasi tersebut, nilai patriarki semakin mudah diterima oleh perempuan sebagai penonton utama yang semakin sulit melihat adanya ketidaksetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan.

This thesis talks about how korean drama represents gender relation in relationship conflict between a man and a woman. Literature research shows that men who learn about masculinity and women who learn about femininity have different ways in handling romantic relationship conflict. The study was conducted with qualitative methods using semiotic television code analysis from John Fiske. John Fiske saw television as a tool to represent certain ideologies. The research method that is used is case study of Another Miss Oh, a korean drama released in 2016 from channel tvN.
The results indicate tha there is a patriarchal ideology in the drama that can be seen from male domination in relationship conflict. This patriarchal ideology is supported by feminine and masculine stereotypes in the drama. The depiction of conflict as a romantic scene also helps in blurring the boundary between conflict and romanticism and contributes in peoples perception of the drama. With those values being represented, patriarchy is being accepted well by female watchers of the drama and make it harder for these female watchers to spot gender inequality in daily life.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisha Rachmat
"Representasi hubungan antara satu kelompok ras/etnis dengan yang lain di budaya populer Amerika Serikat lebih sering membahas hubungan orang kulit hitam sebagai minoritas dengan orang kulit putih sebagai mayoritas. Namun, ada peningkatan representasi di budaya populer yang menggambarkan hubungan antar kelompok minoritas, khususnya kelompok-kelompok orang kulit hitam yang beragam di AS. Walaupun representasi keragaman ini patut dirayakan, representasi ini layak dikritik. Penelitian ini menganalisis hubungan antara karakter-karakter Afrika Amerika dan Jamaika dalam serial televisi Netflix Marvel Luke Cage (2018) dengan menggunakan teori konstruksi Self/Other. Penulis berargumen bahwa karakter-karakter Afrika Amerika diposisikan sebagai Self melalui cara-cara yang menggambarkan mereka sebagai karakter-karakter yang bertentangan terhadap karakter-karakter Jamaika. Oleh karena itu, karakter-karakter Jamaika diposisikan sebagai Other. Proses Othering terhadap karakter-karakter tersebut dapat dilihat dari bagaimana mereka mempunyai lebih sedikit kekuasaan dari karakter-karakter Afrika Amerika. Selain itu, identitas mereka dipertentangkan dengan identitas karakter-karakter Afrika Amerika sehingga identitas mereka diberi kesan tidak sama unggulnya dengan identitas Afrika Amerika. Walaupun karakter-karakter Jamaika ini mempunyai agency untuk merespon terhadap proses Othering, mereka dapat dianggap sebagai “the dangerous Other” karena salah satu cara mereka menunjukkan agency tersebut.

Popular representations of race and ethnic relations in the US more often than not revolve around the Black minority-White majority discourse; however, there is an increase in pop culture media focusing on relationships among minorities, particularly the diverse Black population in the US. Although representing the diversity within Black people is applaudable, these representations are worth critiquing. This research analyzes the relationship between the Jamaican and African American characters in the Netflix Marvel TV series Luke Cage (2018) through the Self/Other construction theory. It argues that the African American characters are positioned as the Self due to how they are defined against the Jamaican characters. In turn, the Jamaican characters are positioned as the Other by having them struggle for power and contrasting their identity with the one embodied by the African American characters. Although the Jamaican characters are portrayed to have agency, the way they exercise it risks confining them to the dangerous Other trope."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Angelia Stefany
"Drama Korea merupakan salah satu media hiburan yang kerap kali mengangkat isu-isu sosial yang terjadi di masyarakat Korea Selatan sebagai bagian dari narasi cerita. Kekerasan Berbasis Gender (KBG) menjadi permasalahan yang serius di Korea Selatan sehingga kerap diangkat dalam drama Korea. Salah satu drama yang mengangkat isu tersebut adalah Mask Girl dengan karakter bernama Mo-mi yang mengalami kekerasan berbasis gender. Tindak kekerasan berbasis gender yang dialami oleh Mo-mi menimbulkan perubahan perilaku pada dirinya menjadi agresif dan amoral. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perlawanan perempuan terhadap kekerasan berbasis gender melalui perubahan respons Mo-mi. Metode penelitian yang digunakan yakni kualitatif deskriptif dengan pendekatan gothic feminism oleh Diane Hoeveler. Sumber data penelitian berupa potongan adegan dan dialog pada beberapa episode yang relevan dengan kajian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender yang dialami oleh Mo mi adalah negative lookism, kekerasan psikologis, stereotip, dan kekerasan seksual. Respons yang dilakukan oleh Mo-mi terhadap kekerasan berbasis gender yang ia alami adalah internalisasi dan perlawanan agresif.
Korean dramas are one type of entertainment that often bring social issues that occur in South Korean society as part of its story narrative. Gender Based Violence (GBV) is a serious problem in South Korea so it is often brought up in Korean dramas. One of the dramas that brought up this issue is Mask Girl with a character named Mo-mi that has experienced gender-based violence. From all of those gender-based violence Mo-mi had experienced, her behavior turned aggressive and immoral. This study aims to explain women’s resistance to gender-based violence through changes in Mo-mi’s response. The research method used is descriptive qualitative along with a gothic feminism approach by Diane Hoeveler. The data source of this research is in the form of cuts of scenes and dialogue in several episodes that are relevant to this study. The research results show that the forms of gender-based violence Mo-mi’s had experienced are negative lookism, psychological violence, stereotypes, and sexual violence. Mo-mi's response to the violence she experienced was internalization and aggressive resistance."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Ayu Prameswari
"Berbagai majalah perempuan seringkali menyuguhkan konstruksi tradisional gambaran perempuan melalui sampul depan dari majalah. Memiliki karakter yang feminin, selalu diasosiasikan dengan pekerjaan domestik, dan menjadi objek adalah stereotipe perepmpuan yang seringkali digambarkan pada sampul majalah. Jessica Young (2011), yang melakukan penelitian mengenai representasi gender pada sampul majalah, menegaskan bahwa gambaran perempuan dan laki-laki masih terkonstruksi secara tradisional. Akan tetapi, pada Women's Adventure, stereotipe feminin pada perempuan telah terdekonstruksi. Penemuan-penemuan menunjukkan bahwa para perempuan pada sampul depan majalah tersebut diberikan sisi karakter maskulin serta tidak dijadikan sebagai objek semata. Penampilan fisik, kekuatan fisik, kegiatan di tempat terbuka, olahraga, dan alam adalah komponen-komponen pada berbagai sampul majalah yang digunakan untuk menunjukkan sisi maskulin para perempuan. Akan tetapi, majalah tersebut seringkali menggunakan warna-warna yang termasuk dalam warna-warna yang melambangkan sifat feminin. Dengan menggunakan semiotik analisis untuk mengidentifikasi elemen-elemen pada sampul majalah, penelitian ini meyakini bahwa Women's Adventure mencoba untuk menentang sekaligus menguatkan kembali konstruksi tradisional perempuan. Dalam kata lain, majalah tersebut mengkomunikasikan maskulinitas perempuan dengan memanfaatkan elemen-elemen pada sampul majalah. Penelitian ini berkontribusi dalam penelitian lebih lanjut mengenai ideologi gender yang ditampilkan pada sampul-sampul pada majalah.

Many women’s magazines represent traditional construction of women image through the front covers of the magazines. Women in the covers are being stereotyped as having feminine characteristics, being associated with domestic works, and being objectified. Conducting research about gender representation in magazine covers, Jessica Young (2011) argues that women and men are still traditionally constructed. However, in Women’s Adventure, the feminine stereotypes of women are being deconstructed. The findings show that the women in the front covers are attributed with masculine characteristics and not being objectified. Physical appearance, physical strength, outdoor activities, sports, and nature are components in the covers used to display the masculine side of women. However, the magazine often uses colors which are considered as feminine colors. By using semiotic analysis to examine the elements of the magazine covers, this research argues that Women’s Adventure both challenges and reaffirms the traditional construction of women. In other words, the magazine communicates female masculinity by utilizing the elements of the covers. This research will contribute in further study regarding gender ideology presented in magazine covers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>