Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165572 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adisty Setyari Putri
"Tujuan: Mini implan ortodontik berbahan titanium alloy sebagai penjangkaran skeletal diketahui memiliki ketahanan korosi yang tinggi, namun beberapa penelitian menemukan adanya perubahan ketahanan korosi setelah berkontak dengan larutan kumur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan topografi permukaan dan perubahan komposisi elemental mini implan ortodontik titanium alloy setelah pemaparan dengan tiga jenis larutan kumur.
Metode: Sebanyak 28 mini implan ortodontik dibagi menjadi empat kelompok secara merata dan direndam selama 28 hari dalam larutan klorheksidin glukonat 0.2%, sodium fluoride 0.2%, dan kitosan 1.5%, dan air destilasi. Topografi permukaan bagian kepala dan leher mini implan ortodontik diperiksa menggunakan scanning electron microscopy (SEM) dan komposisi elemental dinilai menggunakan energy-dispersive x-ray spectroscopy energi (EDS).
Hasil: Topografi permukaan mini implan ortodontik pada semua kelompok menunjukkan beberapa iregularitas permukaan karena cacat manufaktur, tetapi tidak ditemukan korosi celah maupun korosi lubang. Mini implan ortodontik yang direndam dalam kitosan menunjukkan permukaan yang lebih halus. Komposisi elemental hanya menunjukkan perbedaan bermakna pada elemen titanium dan aluminium antara kelompok sodium fluorida dan kitosan.
Kesimpulan: Mini implan ortodontik titanium alloy menunjukkan ketahanan korosi yang baik setelah pemaparan dalam larutan klorheksidin glukonat, sodium fluoride, dan kitosan selama 28 hari. Mini-implan ortodontik yang direndam dalam kitosan menunjukkan permukaan yang lebih halus dan komposisi elemen titanium dan aluminium yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lain.

Objectives: Orthodontic mini-implants are widely used as an intraoral skeletal anchorages. Titanium alloy orthodontic mini-implants are known to have high corrosion resistance, but studies have found some corrosion behavior after contact with mouthwashes. The current in- vitro study aimed to examine surface topography and elemental composition as parameters of corrosion resistance for titanium alloy orthodontic mini-implants after being immersed in three different types of mouthwashes.
Methods: A total of 28 titanium alloy orthodontic mini- implants were divided equally into four groups and immersed for 28 days in chlorhexidine gluconate 0.2% mouthwash, sodium fluoride 0.2% mouthwash, chitosan 1.5% mouthwash, and distilled water. All the orthodontic mini-implants’ heads and necks were then examined for surface topography using a scanning electron microscopy (SEM) and the elemental composition was assessed using energy-dispersive x-ray spectroscopy (EDS).
Results: Surface topography of the orthodontic mini-implants immersed in chlorhexidine gluconate, sodium fluoride, chitosan, and distilled water exhibited some manufacturing defects and rough surfaces, but no signs of crevices or pitting corrosion on the heads and necks. The elemental composition of all groups was comparable, but there was a statistically significant difference between titanium and aluminum (at%) between the sodium fluoride group and the chitosan group.
Conclusion: Titanium alloy orthodontic mini-implants exhibited good corrosion resistance after immersion for 28 days in chlorhexidine gluconate 0.2%, sodium fluoride 0.2%, and chitosan 1.5%. Orthodontic mini-implants immersed in chitosan showed a smoother surface and higher titanium and aluminum (at%) than other groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adisty Setyari Putri
"Tujuan: Mini implan ortodontik berbahan titanium alloy sebagai penjangkaran skeletal diketahui memiliki ketahanan korosi yang tinggi, namun beberapa penelitian menemukan adanya perubahan ketahanan korosi setelah berkontak dengan larutan kumur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan topografi permukaan dan perubahan komposisi elemental mini implan ortodontik titanium alloy setelah pemaparan dengan tiga jenis larutan kumur. Metode: Sebanyak 28 mini implan ortodontik dibagi menjadi empat kelompok secara merata dan direndam selama 28 hari dalam larutan klorheksidin glukonat 0.2%, sodium fluoride 0.2%, dan kitosan 1.5%, dan air destilasi. Topografi permukaan bagian kepala dan leher mini implan ortodontik diperiksa menggunakan scanning electron microscopy (SEM) dan komposisi elemental dinilai menggunakan energy-dispersive x-ray spectroscopy energi (EDS). Hasil: Topografi permukaan mini implan ortodontik pada semua kelompok menunjukkan beberapa iregularitas permukaan karena cacat manufaktur, tetapi tidak ditemukan korosi celah maupun korosi lubang. Mini implan ortodontik yang direndam dalam kitosan menunjukkan permukaan yang lebih halus. Komposisi elemental hanya menunjukkan perbedaan bermakna pada elemen titanium dan aluminium antara kelompok sodium fluorida dan kitosan. Kesimpulan: Mini implan ortodontik titanium alloy menunjukkan ketahanan korosi yang baik setelah pemaparan dalam larutan klorheksidin glukonat, sodium fluoride, dan kitosan selama 28 hari. Mini-implan ortodontik yang direndam dalam kitosan menunjukkan permukaan yang lebih halus dan komposisi elemen titanium dan aluminium yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lain.

Objectives: Orthodontic mini-implants are widely used as an intraoral skeletal anchorages. Titanium alloy orthodontic mini-implants are known to have high corrosion resistance, but studies have found some corrosion behavior after contact with mouthwashes. The current in- vitro study aimed to examine surface topography and elemental composition as parameters of corrosion resistance for titanium alloy orthodontic mini-implants after being immersed in three different types of mouthwashes. Methods: A total of 28 titanium alloy orthodontic mini- implants were divided equally into four groups and immersed for 28 days in chlorhexidine gluconate 0.2% mouthwash, sodium fluoride 0.2% mouthwash, chitosan 1.5% mouthwash, and distilled water. All the orthodontic mini-implants’ heads and necks were then examined for surface topography using a scanning electron microscopy (SEM) and the elemental composition was assessed using energy-dispersive x-ray spectroscopy (EDS). Results: Surface topography of the orthodontic mini-implants immersed in chlorhexidine gluconate, sodium fluoride, chitosan, and distilled water exhibited some manufacturing defects and rough surfaces, but no signs of crevices or pitting corrosion on the heads and necks. The elemental composition of all groups was comparable, but there was a statistically significant difference between titanium and aluminum (at%) between the sodium fluoride group and the chitosan group. Conclusion: Titanium alloy orthodontic mini-implants exhibited good corrosion resistance after immersion for 28 days in chlorhexidine gluconate 0.2%, sodium fluoride 0.2%, and chitosan 1.5%. Orthodontic mini-implants immersed in chitosan showed a smoother surface and higher titanium and aluminum (at%) than other groups."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Maria Ulfah
"ABSTRAK
Pengembangan material implan gigi berbasis titanium yaitu Ti-6Al-4V dan Ti-6Al-7Nb termodifikasi TiO2 nanotube TiNT berdopan logam Ag, telah dipelajari dalam penelitian ini. Kondisi di dalam mulut yang minim energi foton perlu adanya modifikasi material implan gigi tersebut dengan TiNT terdopankan logam Ag. Kombinasi TiNT dan pendopanan logam Ag dilakukan dengan metode Photo-Assisted Deposition PAD dapat berperan sebagai electron trapper dan menghasilkan radikal hidroksil sehingga memiliki sifat menghambat pertumbuhan biofilm. Selain itu juga meningkatkan hidrofilitas permukaan material implan gigi dan dapat meningkatkan osseointegrasi antara sel osteoblas dan implan gigi. Kemampuan titanium untuk melekat dengan sel atau jaringan hidup disekitarnya osseointegrasi dapat diamati dari pertumbuhan sel osteoblas secara in vitro. Pembuktian sifat ossointegrasi dilakukan dengan uji viabilitas sel untuk mengetahui kemampuan sel ostoblas dalam bertahan hidup menggunakan 3- 4,5-dimethylthiazol-2-yl -2,5-diphenyltetrazolium bromide MTT assay serta uji Alkaline Phosphatase ALP assay untuk mengetahui aktivitas enzim ALP yang dapat membentuk jaringan keras gigi dan tulang pada waktu inkubasi 7 dan 14 hari. Karakterisasi bahan dilakukan dengan XRD, FESEM/EDX dan Contact Angle Meter. Hasil uji in vitro yang optimum adalah Ti-6Al-4V dan Ti-6Al-7Nb dengan konsentrasi dopan logam Ag 0,10 M yang memiliki persentase viabilitas sel masing-masing sebesar 113,72 dan 99,68 dalam waktu inkubasi 14 hari. Modifikasi material implan gigi ini mampu meningkatkan pertumbuhan sel osteoblas sehingga memiliki sifat osseointegrasi yang baik.

ABSTRACT
The development of dental implant material based titanium Ti 6Al4V and Ti 6Al 7Nb modified with TiO2 nanotube array TiNT metal doped Ag, have been studied in this research. The oral condition which has less photon of energy will inhibit activation of photocatalyst. Combination between composition of metal doped and method Photo Assisted Deposition PAD can serve as electron trapper and produces hydroxyl radicals that have the properties of inhibiting the growth of biofilm. Furthermore, this modivication can increase hidrophilicity and osseointegration cell dental implant. Osseointegration denotes the formation of interface between the bone and implant surface an can be osbserved by the growth of osteoblast cells. The surface morphology of titanium alloys was characterized using XRD, FESEM EDX and Contact Angle Meter. Moreover, the results was investigated by a test to obtain the viability of osteoblasts growth in vitro method with 3 4,5 dimethylthiazol 2 yl 2,5 diphenyltetrazoliumbromide MTT assay and Alkaline phosphatase ALP assay to reflect osteoblast activity and is thought to play a major role in bone formation and mineralization. As a coclusion, Ti 6Al 4V and Ti 6Al 7Nb doped Ag 0,10 M improves 113,72 and 99,68 of viability osteoblast cell, respectively."
2017
T48240
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Wahyu Diasmika
"Tulang tengkorak berfungsi untuk membentuk struktur kepala dan melindungi organ-organ penting di dalamnya. Keretakan tulang tengkorak dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, mental, dan bahkan kematian. Polilaktida (PLA) telah menjadi salah satu bahan implan yang paling banyak digunakan untuk keretakan tulang tengkorak. Hal ini dikarenakan PLA memiliki sifat toksisitas yang rendah, biokompatibilitas, dan biodegradabilitas, serta sifat mekanis yang baik. Salah satu turunan dari PLA adalah PLLA (poli(L-laktida)) dengan struktur semi-kristalin yang digunakan pada penelitian ini. PLLA tersebut perlu dilakukan alterasi supaya sifat mekanis dan sifat degradasi sesuai dengan aplikasi pelat fiksasi patah tulang kraniomaksilofasial. Bahan yang ditambahkan dalam matriks PLLA merupakan agar-agar dengan struktur amorf. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh komposisi campuran yang optimal dari variasi campuran agar-agar, yaitu 4%, 8%, dan 12%. Pencampuran menggunakan metode melt-blending yaitu mencampurkan dan mengaduk bahan dalam kondisi lelehan. Sampel dicetak dengan dimensi 80×10×4 mm sesuai standar ISO 178 untuk pengujian kekuatan tekuk polimer. Sampel dilakukan karakterisasi FTIR, TGA, DSC, three-point bending UTM. Hasil karakteriasi dengan FTIR menunjukan terdapat gugus C=O, C-H simetris dan asimetris, C-O, C-COO, serta pergeseran nomor gelombang karena pengaruh suhu yang lebih tinggi. Selain itu, karakteriasi termal TGA menunjukan bahwa campuran dengan konsentrasi agar-agar yang lebih tinggi menunjukkan degradasi yang lebih besar pada suhu campuran 180°C. Suhu yang lebih tinggi juga mempercepat degradasi agar-agar dalam campuran. Hasil DSC menunjukan bahwa semakin tinggi penambahan agar-agar dalam matriks PLLA, maka titik leleh dan %Xc dari PLLA akan semakin menurun. Hal tersebut juga berdampak dengan hasil pengujian sifat mekanis, di mana kekuatan tekuk semakin menurun seiring bertambahnya agar-agar. Nilai dari kekuatan tekuk dan regangan cenderung terus menurun dari 0,87 hingga 0,35 MPa seiring dengan bertambahnya kadar agar-agar dalam matriks PLLA baik untuk T1 (160oC) maupun T2 (180oC).

The skull functions to form the structure of the head and protect the vital organs within it. Skull fractures can cause various health issues, mental disturbances, and even death. Polylactide (PLA) has become one of the most widely used implant materials for skull fractures due to its biocompatibility, biodegradability, low immunogenicity and toxicity, and good mechanical properties. The main material used is poly(L-lactide) (PLLA) with a semi-crystalline structure. The PLLA needs to be altered to achieve the appropriate mechanical and degradation properties for craniomaxillofacial fracture fixation plates. Agar-agar with an amorphous structure is added to the PLLA matrix. This study aims to obtain the optimal composition from the variations of agar-agar mixtures, namely 4%, 8%, and 12%. The mixing is done using the melt-blending method, which involves mixing and stirring the materials in a molten state. Samples are molded to dimensions of 80×10×4 mm according to ISO 178 standards for polymer bending strength testing. The samples are characterized using FTIR, TGA, DSC, and three-point bending UTM. The FTIR characterization results show the presence of C=O, symmetric and asymmetric C-H, C-O, C-COO groups, and shifts in wave numbers due to the influence of higher temperatures. Additionally, the TGA thermal characterization shows that mixtures with higher agar-agar concentrations exhibit greater degradation at a mixing temperature of 180°C. Higher temperatures also accelerate the degradation of agar-agar in the mixture. DSC tests indicate that the higher the addition of agar-agar in the PLLA matrix, the more the melting point and %Xc of PLLA decrease. This also impacts the mechanical properties test results, where the bending strength decreases with increasing agar-agar content. In the mechanical properties test, the values of bending strength and strain tend to continuously decrease with increasing agar-agar content in the PLLA matrix for both T1 (160oC) and T2 (180oC)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tentues Immanuel Pratama
"Pelepasan ion Al dan V pada produk komersial implan medis Ti-6Al-4V dapat menyebabkan permasalahan kesehatan karena bersifat toksik. Selain itu modulus elastisitas implan medis Ti-6Al-4V relatif lebih tinggi dari modulus elastisitas tulang manusia, sehingga dapat menyebabkan fenomena stress shielding effect. Oleh sebab itu, dilakukan pergantian unsur Al dan V dengan unsur Nb dan Mo yang tidak bersifat toksik. Kemudian ditambahkan kembali unsur low cost Mn dengan variasi 2%, 4%, dan 6% untuk mensubtitusi unsur Nb dan Mo yang termasuk unsur yang relatif mahal. Unsur Nb, Mo dan Mn merupakan unsur penstabil fasa β yang memiliki nilai modulus elastisitas lebih rendah dibanding Ti-6Al-4V. Fasa β merupakan fasa yang stabil pada suhu tinggi, sehingga dilakukan perlakuan panas untuk menstabilkan fasa ini dengan homogenisasi pada 3, 6 dan 12 jam untuk mengetahui pengaruhnya.
Hasil penelitian membuktikan bahwa penambahan komposisi Mn pada paduan menyebabkan penurunan efek toksisitas dengan menstabilkan pembentukan lapisan pasif pada permukaan logam. Lalu, didapatkan perolehan fraksi volume fasa β yang meningkat seiring penambahan komposisi unsur Mn sehingga didapatkan nilai modulus elastisitas yang menurun. Pada proses perlakuan panas, waktu 6 jam merupakan waktu yang optimal untuk memperoleh fasa β yang lebih homogen dengan mengeliminasi sisa fraksi volume fasa α yang ada pada paduan.
Dapat disimpulkan penambahan komposisi unsur paduan Mn akan meningkatkan perolehan fasa β dan perlakuan panas perlu dilakukan untuk mendapatkan fasa β yang stabil dan homogen, sehingga didapatkan paduan yang lebih inert dengan nilai modulus elastisitas mendekati nilai modulus elastisistas tulang manusia.

The release of Al and V ions in commercial products of Ti-6Al-4V medical implants can cause health problems because they are toxic. In addition, the modulus of elasticity of Ti-6Al-4V medical implants is relatively higher than the modulus of elasticity of human bones, so that it can cause stress shielding effect phenomena. Therefore, al and V elements are replaced with Nb and Mo elements which are not toxic. Then the low cost Mn element was added with variations of 2%, 4%, and 6% to substitute Nb and Mo elements which included relatively expensive elements. Nb, Mo and Mn elements are β phase stabilizers which have a modulus of elasticity lower than Ti-6Al-4V. The β phase is a phase that is stable at high temperatures, so heat treatment is carried out to stabilize this phase by homogenization at 3, 6 and 12 hours to determine its effect.
As a result, the addition of the Mn composition to the alloy causes a decrease in the effect of toxicity by stabilizing the formation of a passive layer on the metal surface. Then, the acquisition of β phase volume fraction obtained increases with the addition of the composition of the element Mn so that the modulus of elasticity decreases. In the heat treatment process, 6 hours is the optimal time to obtain a more homogeneous β phase by eliminating the remaining α phase volume fraction present in the alloy.
It can be concluded that the addition of Mn alloy element composition will increase β phase acquisition and heat treatment needs to be done to obtain a stable and homogeneous β phase, so that more inert alloys with elastic modulus values ​​are obtained close to the human bone elastic modulus.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Sutowo
"Disertasi ini membahas mengenai pengembangan paduan titanium berbasis Ti-Mo-Nb untuk mendukung kebutuhan akan material implan medis. Perekonomian yang meningkat dan meningkatnya populasi merupakan kombinasi yang menarik di mana terdapat potensi kebutuhan material implan medis. Peningkatan populasi ini berdampak pada peningkatan penduduk usia lanjut dan penyakit degeneratif seperti osteoporosis. Saat ini penggunaan paduan Ti6Al4V telah banyak digunakan sebagai material implan medis, namun permasalahannya adalah kandungan logam Al dan V yang berpotensi berbahaya bagi tubuh manusia serta nilai modulus elastisitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tulang sehingga mendorong peneliti untuk mengembangkan paduan titanium baru untuk menggantikan Ti6Al4V. Paduan titanium β (beta) berbasis Ti-Mo-Nb dengan penambahan Sn dan Mn ini merupakan paduan yang aman digunakan dan memiliki modulus elastisitas yang lebih rendah dibandingkan Ti6Al4V.
Paduan Ti-Mo-Nb-Sn-Mn dibuat melalui peleburan menggunakan electric arc vaccuum furnace pada lingkungan inert gas argon. Ingot hasil peleburan dihomogenisasi pada temperatur 1100 oC kondisi inert selama 7 jam dilanjutkan dengan pendinginan air. Selanjutnya dilakukan karakterisasi struktur mikro, sifat mekanis, sifat korosi dan in-vitro untuk mengetahui sifat–sifat yang dihasilkan sesuai aplikasi. Desain paduan Ti-6Mo-6Nb-8Sn-4Mn merupakan komposisi optimum yang dicapai. Paduan ini memiliki modulus elastisitas 92,4 GPa, laju korosi 0,00160 mmpy dan visibilitas sel mencapai 100%. Jadi dapat disimpulkan bahwa sifat mekanik, perilaku korosi dan hasil uji sel in-vitro menunjukkan bahwa paduan ini lebih baik daripada paduan komersial Ti6Al4V dan merupakan kandidat yang menarik untuk aplikasi material implant medis.

This dissertation discusses the development of Ti-Mo-Nb-based titanium alloys to support the need for medical implant materials. An increasing economy and a growing population is an attractive combination where there is a potential demand for medical implant materials. This population increase has an impact on the increase in the elderly population and degenerative diseases such as osteoporosis. Currently, the use of Ti6Al4V alloys has been widely used as medical implant materials. However, the problem is the content of Al and V metals which are potentially harmful to the human body, and the value of the modulus of elasticity is much higher than that of human bone, thus encouraging researchers to develop new titanium implant alloys to replace Ti6Al4V. Ti-Mo-Nb alloy with the addition of Sn and Mn is an element that is safe to use and has a lower modulus of elasticity than Ti6Al4V.
Ti-Mo-Nb-Sn-Mn alloys are made by electric arc vaccuum furnace in an inert argon gas atmosphere. The ingot resulting was homogenized at a temperature of 1100 °C for 7 hours in an inert atmosphere of argon gas, followed by water quenching. Microstructure characterization, mechanical and corrosion properties, and in-vitro were carried out to determine the suitability of the resulting properties for biomedical applications. Alloy Ti-6Mo-6Nb-8Sn-4Mn is the optimum composition achieved. This alloy has an elastic modulus of 92.4 GPa, a corrosion rate of 0.00160 mmpy and a visibility cell of 100%. So it can be concluded that the mechanical properties, corrosion behavior, and in vitro cell test results indicate that this alloy is better than the commercial alloy Ti6Al4V and is an attractive candidate for medical implant material applications.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Wira Yuda
"Geometri implan yang kompleks harus diproduksi dengan akurasi tinggi dan kualitas permukaan yang baik. Pemesinan freis-mikro adalah cara yang efektif dan efisien untuk mendapatkan komponen mikro tiga dimensi yang kompleks. Namun, proses pemesinan ini menimbulkan burr (duri) yang mengurangi akurasi dimensi dan kualitas permukaan. Dalam aplikasi biomedis, burr meningkatkan kemungkinan penolakan autoimun dari komponen yang dipasang. Teknik untuk menghilangkan burr (deburring) secara manual atau gerinda dapat menjadi sangat agresif, yang menyebabkan kerusakan. Teknik abrasif halus merupakan metode yang cepat dan efektif untuk menghilangkan bagian burr kecil. Proses ini menggunakan nozzle di mana material abrasif yang bercampur dengan udara bertekanan, diarahkan ke permukaan bagian yang akan dibersihkan.
Teknik abrasif halus ini direkomendasikan sebagai pilihan untuk deburring komponen mikro tetapi belum diteliti untuk mikromilling beralur. Kemudian, diferensiasi sel telah terbukti dipengaruhi oleh kekasaran permukaan. Beberapa penelitian in vitro telah menunjukkan peningkatan proliferasi osteoblas pada permukaan yang agak kasar. Teknik abrasif halus akan menyebabkan peningkatan kekasaran permukaan, oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui karakteristik perlakuan termasuk ukuran abrasif, tekanan udara, dan perubahan jarak terhadap kekasaran permukaan yang terjadi. Dengan demikian, makalah ini berfokus pada penelitian rinci tentang proses deburring implan sekrup mini yang memiliki alur (groove) dari proses pemesinan freis-mikro dengan teknik abrasif halus.

Complex implant geometry must be produced with high accuracy and surface quality. Micromilling is an effective and efficient way to obtain complex three-dimensional micro components. However, micromilling process raises a burr which reduces dimensional accuracy and reduces surface quality. In biomedical applications, burrs increase the possibility of autoimmune rejection of installed components. Techniques for removing burrs (deburring) manually or grinding can be overly aggressive, causing damage to the feature. The fine-abrasive technique presents a fast and effective method for removing small burr parts. This process uses a nozzle through which abrasive material is mixed with compressed air, directed to the surface of the part to be cleaned.
This fine-abrasive technique is recommended as an option for deburring micro components but has not been studied for grooved micromilling. Thus, this paper focuses on detailed research on deburring process of mini-screw implants that have grooves from the micromilling process.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Mandala
"Permintaan akan produk berskala mikro meningkat secara cepat di berbagai bidang perusahaan seperti elektronik, bio-medis, dan sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi pengaruh parameter pemesinan yang paling signifikan untuk menghasilkan produk mikro dengan tingkat kekasaran permukaan yg rendah pada material Titanium Ti-6Al-4V dengan menggunakan mesin micromilling Hadia 5X Micromill. Dilakukan eksperimen dengan melakukan proses micromilling dengan variasi parameter pemesinan spindle speed dan feed rate dengan depth of cut konstan 10 μm menggunakan pahat potong material karbida dengan diameter 1 mm. Parameter dibagi menjadi 2 yaitu parameter pemesinan low speed cutting dan high speed cutting. Hasil pemesinan berupa slot sepanjang 4 mm dengan kedalaman 10 μm yang kemudian diukur kekasaran permukaannya menggunakan alat ukur kekasaran permukaan.
Dari hasil kekasaran permukaan yang didapat dari eksperimen pemesinan slot Ti-6Al-4V, diperoleh bahwa pada parameter pemesinan yang tepat, hasil kekasaran permukaan proses slot cutting Ti-6Al-4V low speed cutting dan high speed cutting tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Dari segi produktivitas, high speed cutting memiliki keunggulan dalam menghasilkan produk dengan waktu pemesinan yang cepat dengan kekasaran permukaan yang rendah. Low cutting speed tetap dapat digunakan pada kondisi machine tool yang tidak mempunyai kapabilitas high speed machining dengan mendapatkan kekasaran permukaan yang rendah.

The demand for micro-scale products is increasing rapidly in various fields of industries such as electronics, bio-medical, optical industry, and so on. This study aims to investigate the influence of the most significant machining parameters to produce micro-products with a low level of surface roughness in Titanium Ti-6Al-4V material using the Micromill Hadia 5X micromilling machine. Experiments carried out by micromilling process with variations in machining parameters of spindle speed and feed rate with a constant depth of cut of 10 μm using a cutting tool of carbide material with a diameter of 1mm. The machining parameters of the micromilling process are divided into 2, namely machining parameters, low speed cutting and high speed cutting. The machining results in the form of a 4 mm long slot with a depth of 10 μm, which then measures its surface roughness using a surface roughness measuring instrument.
From the results of surface roughness obtained from the Ti-6Al-4V slot machining experiment, it was found that with the appropriate cutting parameter, the results of the surface roughness of the Ti-6Al-4V slot cutting process with low speed cutting and high speed cutting did not have a significant difference. In terms of productivity, high speed cutting has the advantage of producing products with fast machining times with low surface roughness. On the other hand, low speed cutting still can be useful for machine tools that does not have the capability of high speed cutting and still can produce the same surface roughness as high speed cutting does.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahmadani
"

Plasma electrolytic oxidation (PEO) merupakan metode konversi permukaan logam menjadi lapisan oksida dengan bantuan plasma yang bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik permukaan dan ketahanan korosi logam. Retakan dan pori menurunkan ketahanan korosi dan sifat mekanik lapisan. Dalam penelitian ini digunakan zat aditif SiO2 dan metode post-alkali treatment pada lapisan PEO yang ditumbuhkan pada paduan magnesium AZ31 dan commercially pure titanium (CP-Ti). PEO dilakukan di dalam larutan 95 g/l Na3PO4 + 2 g/l KOH menggunakan rapat arus DC  sebesar 300 A.m-2 selama 10 menit. NP-SiO2 sebanyak 2 g/l ditambahkan di dalam larutan PEO. Setelah logam terlapisi, post-alkali treatment dilakukan di dalam larutan 0,5 M NaOH pada suhu 80 ºC selama 30 menit. Morfologi permukaan dan kandungan unsur lapisan dianalisis menggunakan SEM-EDS dan XPS. Komposisi fasa kristal diteliti menggunakan X-ray Difraction (XRD). Sifat mekanik lapisan PEO diuji dengan metode vickers microhardness dan ketahanan aus dievaluasi menggunakan metode Ogoshi. Sifat korosi dianalisis dengan uji polarisasi, EIS, dan uji rendam. Sifat bioaktivitas diteliti dengan cara perendaman sampel dalam larutan SBF. Hasil penelitian menunjukkan penambahan aditif SiO2 dan post-alkali treatment dapat meningkatkan ketahanan korosi dan sifat mekanik lapisan PEO pada logam Mg dan Ti. Pada PEO-Mg, lapisan PEO/SiO2+AT memiliki nilai rapat arus korosi paling rendah dan nilai kekerasan paling tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya yaitu berturut-turut 7,34x10-7 A.cm-2 dan 359 HV. Tren yang sama juga dihasilkan pada PEO-Ti, lapisan PEO/SiO2+AT memiliki nilai rapat arus korosi relatif rendah dan nilai kekerasan paling tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya yaitu berturut-turut 3,4x10-9 A.cm-2 dan 305 HV.


Plasma electrolytic oxidation (PEO) is a method of converting metal surfaces into an oxide layer with the help of plasma which aims to improve the surface mechanical properties and corrosion resistance of metals. Cracks and pores reduce the corrosion resistance and mechanical properties of the coating. In this research, SiO2 additives and post-alkali treatment methods were used on PEO layers grown on AZ31 magnesium alloy and commercially pure titanium (CP-Ti). PEO was carried out in a solution of 95 g/l Na3PO4 + 2 g/l KOH using a DC current density of 300 A.m-2 for 10 minutes. SiO2 additive with a concentration of 2 g/l was added to the PEO solution. After the metal is coated, post-alkali treatment is carried out in a 0.5 M NaOH solution at a temperature of 80 ºC for 30 minutes. The surface morphology and element content of the layers were analyzed using SEM-EDS and XPS. The composition of the crystal phase was investigated using XRD. The mechanical properties of the PEO coating were tested using the vickers microhardness and the wear resistance was evaluated using the Ogoshi method. Corrosion properties were analyzed by polarization test, EIS, and immersion test. The bioactivity properties were studied by immersing the samples in SBF. The research results show that the addition of SiO2 and post-alkali treatment can improve the corrosion resistance and mechanical properties of PEO layers on Mg and Ti metals. In PEO-Mg, the PEO/SiO2+AT layer has the lowest corrosion current density value and the highest hardness value compared to other samples, namely 7.34x10-7 A.cm-2 and 359 HV respectively. The same trend was also produced on PEO-Ti, the PEO/SiO2+AT layer had a relatively low corrosion current density value and the highest hardness value compared to other samples, namely 3.4x10-9 A.cm-2 and 305 HV respectively.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulandani Liza Putri
"Latar belakang: Kolonisasi bakteri Streptococcus mutans di sekitar braket ortodonti sering terjadi dan menjadi penyebab terjadinya lesi white spot.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan efektivitas antibakteri nanopartikel titanium dioksida dan nanopartikel kitosan dalam adesif resin ortodonti terhadap jumlah koloni Streptococcus mutans.
Metode: Desain penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penelitian ini dilakukan di di Laboratorium Oral Biologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia pada bulan Agustus 2019. Penelitian ini melibatkan 30 sampel gigi yang terbagi atas tiga kelompok uji. Setiap kelompok dipasangkan bracket menggunakan adesif resin ortodonti/ adesif resin ortodonti yang dicampur nanopartikel titanium dioksida/ adesif resin ortodonti yang dicampur nanopartikel titanium dioksida. Sampel dimasukkan ke dalam suspensi bakteri dan setelah 24 jam dilakukan penghitungan jumlah koloni Streptococcus mutans di sekitar braket ortodonti menggunakan metode Total Plate Count. Kemudian data diolah dan dianalisis secara statistik.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna jumlah koloni Streptococcus mutans di sekitar braket yang direkatkan menggunakan adesif resin ortodonti, adesif resin ortodonti yang dicampur nanopartikel titanium dioksida, dan adesif resin ortodonti yng dicampur nanopartikel kitosan.
Kesimpulan: Tidak terlihat efektivitas antibakteri nanopartikel titanium dioksida dan nanopartikel kitosan dalam adesif resin ortodonti terhadap jumlah koloni Streptococcus mutans di sekitar braket ortodonti.

Background: Strepococcus mutans colonization around orthodontic bracket is the common thing and become white spot lesion.
Objective: The ojective of this researh is to analyse antibacterial effect of titanium dioxide nanoparticles and chitosan nanoparticles in orthodontic resin adhesive toward Streptococcus mutans colony.
Methods: This research was conducted in RSKGM University of Indonesia on August 2019. Thirty extracted premolars were randomly divided by three groups. Teeth bonded with orthodontic adhesive resin (Transbond XT), Titanium dioxide nanoparticles/ chitosan nanoparticles incorporated into orthodontic adhesive resin (Transbond XT). Each sample was submerged in bacterial suspension and was incubated for 24 hours. Streptococcus mutans colony around orthodontic bracket was counted with Total Plate Count methode and then analysed by statistical analysis.
Result: There is no difference in Streptococcus mutans colony around orthodontic brackets among three groups.
Conclusion: Titanium dioxide nanoparticles and chitosan nanoparticles incorporated into orthodontic adhesive resin are not effective in reduce colony Streptococcus mutans around orhodontic bracket.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>