Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204820 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laelia Nugrahani
"Pencemar partikulat (PM) merupakan pencemar udara yang umum di perkotaan dan dapat diatasi dengan memanfaatkan tumbuhan. Akan tetapi, deposit PM pada daun dapat memengaruhi aspek fisiologis beberapa tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan deposit PM berdiameter ≤125 μm (PM≤125) pada organ daun tumbuhan di TPST Bantargebang dan Kampus Universitas Indonesia (UI) serta menganalisis dampak deposit PM≤125 terhadap aspek fisiologis tumbuhan. Spesies tumbuhan yang digunakan meliputi Cerbera odollam, Polyalthia longifolia, Swietenia macrophylla, dan Terminalia mantaly. Parameter fisiologis yang diamati, yaitu kadar klorofil, karotenoid, relative water content (RWC), dan pH ekstrak daun. Uji Mann Whitney menunjukkan bahwa deposit PM≤125 pada daun tumbuhan di TPST Bantargebang secara signifikan lebih tinggi (p = 0,000) dibandingkan pada daun tumbuhan di Kampus UI. Urutan deposit PM tertinggi hingga terendah di TPST Bantargebang adalah P. longifolia, S. macrophylla, C. odollam, dan T. mantaly. Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa deposit PM≤125 secara signifikan memengaruhi RWC (r = -0,522, p < 0,01), serta kadar klorofil (r = -0,28) dan karotenoid (r = -0,017) meski tidak signifikan secara statistik (p > 0,05). Sementara itu, deposit PM≤125 tidak memengaruhi pH ekstrak daun (p > 0,05). Tumbuhan yang paling tidak terdampak pada penelitian ini adalah C. odollam dan T. mantaly. Hal tersebut kemungkinan karena deposit PM≤125 yang rendah pada keduanya. Tumbuhan P. longifolia memiliki deposit PM≤125 tertinggi sekaligus hanya terdampak pada dua aspek fisiologis yaitu kadar klorofil dan karotenoid. Oleh karena itu, tumbuhan yang paling tepat untuk ditanam di lokasi terpolusi guna mengurangi konsentrasi PM di udara adalah P. longifolia.

Particulate matter (PM) can be overcome by utilizing plants. However, the PM deposits on plants leaf organ could also give impacts on physiological aspects of some plants. The aims of this study were to compare the PM ≤125 μm (PM≤125) deposits isolated from leaf organ of plants growing at TPST Bantargebang and the Universitas Indonesia (UI) Campus and investigate their impacts on plant physiological aspects. The selected plants species were Cerbera odollam, Polyalthia longifolia, Swietenia macrophylla, and Terminalia mantaly Physiological aspects observed, including chlorophyll content, carotenoids content, relative water content (RWC), and pH of leaf extract. The PM≤125 deposits on plants leaf at TPST Bantargebang were significantly higher (p = 0.000) than those on plants leaf at UI Campus. The highest PM≤125 deposit on plants leaf at TPST Bantargebang was observed in P. longifolia, followed by S. macrophylla, C. odollam, and T. mantaly. The PM≤125 deposits significantly affected RWC (r = -0.522, p < 0.01) and it affected the content of chlorophyll (r = -0.28) and carotenoids (r = -0.017) but not statistically significant (p > 0.05). The PM≤125 deposits did not affect the pH of leaf extract (p > 0.05). The least affected plants species in this study were C. odollam and T. mantaly. It was probably due to the low mass of PM≤125 deposits on their leafs. The P. longifolia has the highest mass of PM≤125 and it was only affected in two physiological aspects (chlorophyll and carotenoids content). Therefore, the recommended plant to be planted in polluted sites to reduce PM concentrations in the air is P. longifolia."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halimah
"Telah dilakukan penelitian terhadap empat spesies pohon yang berpotensi sebagai pohon penyerap polusi udara di dua lokasi berbeda yaitu Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang dan Kampus Universitas Indonesia (UI). Penelitian bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan anatomi daun Cerbera odollam, Polyalthia longifolia, Swietenia macrophylla, dan Terminalia mantaly di dua lokasi tersebut, sehingga dapat memberikan informasi spesies yang memiliki kemampuan yang paling baik dalam penyerapan polutan udara. Tiga individu dari masing-masing spesies pohon dipilih secara acak di kedua lokasi, dan dari tiap individu diambil dua helai daun untuk dibuat sampel sayatan anatomi. Sayatan melintang daun dibuat dengan hand sliding microtome, sedangkan sayatan paradermal dibuat dengan metode pengerikan (scraping). Berdasarkan pengukuran parameter lingkungan, TPST Bantargebang memiliki iklim mikro yang lebih panas, kering, dan terang serta cenderung memiliki polusi udara yang lebih tinggi dibandingkan di Kampus UI. Hasil pengamatan anatomi menunjukkan, T. mantaly memiliki ketebalan kutikula, kutikula, dan indeks stomata yang lebih rendah di TPST Bantargebang dibandingkan Kampus UI. Ketebalan lapisan kutikula dan epidermis mengindikasikan pertahanan terhadap polutan, kekeringan dan pembelokan sinar matahari berlebih agar tidak merusak jaringan internal daun. Oleh karena itu, diduga T. mantaly sensitif terhadap perubahan lingkungan. Spesies C. odollam dan S. macrophylla memiliki ketebalan dari lamina, epidermis adaksial dan abaksial, mesofil, tinggi parenkim palisade, dan kerapatan stomata yang lebih tinggi di TPST Bantargebang dibandingkan Kampus UI (P<0,05). Kerapatan stomata tertinggi terdapat pada S. macrophylla dan memiliki indeks stomata yang lebih tinggi di TPST Bantargebang. Kerapatan dan indeks stomata dapat menjadi parameter tumbuhan disebut sebagai penyerap polutan udara dan bioindikator. Semakin tinggi kerapatan dan indeks stomata di area terpolusi menunjukkan tumbuhan tersebut merupakan bioindikator yang baik. Spesies dengan kategori paling baik sampai kurang baik sebagai penyerap polutan dan bioindikator yaitu S. macrophylla, C. odollam, P. longifolia, dan T. mantaly.

Research has been conducted on four tree species that have the potential to absorb air pollution at two locations, namely Bantargebang integrated waste management site (landfill) and Universitas Indonesia (UI) campus. This study aims to determine and analyze the anatomical differences of the leaves of Cerbera odollam, Polyalthia longifolia, Swietenia macrophylla, and Terminalia mantaly in Bantargebang landfill and UI campus to provide information on species that have the best ability to absorb air pollutants. Three individuals were selected randomly from each species at each location, and two leaves were taken from each individual. Cross section of leaf anatomy was made using the hand sliding microtome, while paradermal section were made using the scraping method. Based on the measurement of environmental parameters, Bantargebang landfill has a microclimate that is hotter, drier, and brighter and tends to have higher air pollution than the UI campus. The results of anatomical observations showed that T. mantaly had a lower cuticle thickness, cuticle, and stomatal index in Bantargebang landfill compared to UI Campus. The thickness of cuticle and epidermis layer indicates a defense against pollutants, and also helps the plant to retain leaf moisture and deflect excess sunlight from damaging the leaf tissue. Therefore, it is suspected that T. mantaly is sensitive to environmental changes. Cerbera odollam and Swietenia macrophylla had a thickness of lamina, adaxial and abaxial epidermis, mesophyll, palisade parenchyma height, and higher stomatal density in Bantargebang landfill than UI Campus (P<0.05). The highest stomatal density was found in S. macrophylla and had a higher stomatal index in Bantargebang landfill. Stomatal density and stomatal index can be used as plant parameters, which are known as air pollutant absorbers and bioindicators. The higher the density and the stomatal index in the polluted area, the more suitable the plant are to be used as absorber of air pollution and biondicator. The results showed that species with good to poor categories as as pollutant absorbers and bioindicators were S. macrophylla, C. odollam, P. longifolia, and T. mantaly."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katania Rosela Putri
"Dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari industri beton adalah pajanan debu partikulat terhadap pekerja yaitu Particulate Matter 2,5 mikron PM2,5 karena dapat terhirup ke dalam paru hingga masuk ke dalam peredaran darah. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis risiko kesehatan pekerja di Concrete Batching Plant PT. X akibat pajanan inhalasi debu partikulat PM2,5. Risiko dihitung menggunakan metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ARKL untuk mengetahui nilai Risk Quotient RQ. Nilai RQ diperoleh dengan membagi Asupan pajanan perberat badan perhari dengan nilai reference Concentration RfC. Jika nilai RQ>1 maka perlu dilakukan manajemen risiko. Penelitian ini menghitung risiko pajanan PM2,5 pada 59 pekerja di Batching Plant PT. X. Sampling dilakukan di 4 titik selama 1 jam menggunakan HVAS, masing-masing titik dilakukan 2 kali sampling yaitu pada siang hari dan malam hari dengan konsentrasi rata-rata 120 Konsentrasi tersebut setelah dikonversi berada diatas baku mutu. Perhitungan risiko dengan durasi real time secara rerata tidak berisiko namun berisiko bagi 5 orang pekerja. Perusahaan akan terus berjalan, maka perlu dilakukan penilaian risiko pada durasi life time 25 tahun dengan hasil rerata berisiko paling tidak selama 9 tahun kedepan. Maka, perlu dilakukan manajemen risiko untuk 25 tahun kedepan dengan cara menurunkan konsentrasi PM2,5 menjadi jika kondisi masih sama yaitu pekerja dengan rata-rata berat badan 66,85kg bekerja 12 jam perhari dalam 317 hari pertahun.

The negative impact that can be generated from the Concrete industry is particulate dust exposure to workers which is Particulate Matter 2.5 micron PM2,5 because it can be inhaled into the lungs and enter the blood circulation. This research has purpose to analyze worker health risk in Concrete Batching Plant PT. X due to inhalation exposure of particulate dust of PM2.5. The risk is calculated using the Environmental Health Risk Analysis method ARKL to determine the value of Risk Quotient RQ. The RQ value is obtained by dividing body exposure intake by reference concentration RfC. If the value of RQ 1 then it is necessary to do risk management. This study calculated the risk of PM2,5 exposure on 59 workers in Batching Plant PT. X. Sampling is done at 4 points for 1 hour using HVAS, each point is done 2 times that is during day and night with concentration average 120 mg m3. The concentration after converting is above the quality standard. The average calculation of risk with real time duration is not risky but only risky for 5 workers. The company will continue to run so it is necessary to do risk assessment on life time duration 25 years with the average yield at least for the next 9 years. Thus, risk management is required for the next 25 years by reducing the concentration of PM2,5 to 0.039mg m3 if the condition is still the same for workers with average weight are 66,85kg, working 12 hours per day in 317 days per year.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chika Biata Malau
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jejak karbon mahasiswa komuter yang melakukan perjalanan terhadap mahasiswa yang berasal dari Kota Tangerang Selatan dan Jakarta Pusat menuju Universitas Indonesia Depok. Jejak karbon merupakan ukuran dari emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh individu atau kegiatan tertentu. Penelitian ini penting untuk menganalisis jejak karbon yang dihasilkan, hotspot dari jejak karbon, dan memberikan rekomendasi dari aktivitas komuter Mahasiswa Universitas Indonesia yang berdomisili di Tangerang Selatan dan Jakarta Pusat. Dalam penelitian ini, metode perhitungan jejak karbon yang digunakan adalah metode fuel-based dari World Resources Institute (WRI), yang mempertimbangkan faktor ekonomi energi dari WRI dan faktor emisi dari UK Department for Business, Energy, & Industrial Strategy (2021). Metode ini dilakukan dengan pengumpulan data tentang pola perjalanan mahasiswa komuter melalui penggunaan survei dan wawancara sebagai instrumen utama, dengan fokus pada mahasiswa Universitas Indonesia yang berdomisili di Tangerang Selatan dan Jakarta Pusat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya korelasi signifikan antara faktor jarak tempuh yang ditempuh oleh responden dan jejak karbon yang dihasilkan, dengan nilai koefisien korelasi Pearson sebesar 0,608. Hal ini menunjukkan bahwa semakin jauh jarak yang ditempuh, jejak karbon yang dihasilkan cenderung lebih tinggi. Selain itu, berdasarkan perhitungan, rata-rata jejak karbon oleh aktivitas komuter mahasiswa dari Kota Tangerang Selatan sebesar 334,196 kgCO2eq/Tahun-orang, sementara mahasiswa komuter dari Jakarta Pusat menghasilkan jejak karbon rata-rata sebesar 171,931 kgCO2eq/Tahun-orang. Penelitian ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor yang berkontribusi terhadap jejak karbon yang dihasilkan oleh mahasiswa komuter, serta memberikan rekomendasi terkait aktivitas komuter mahasiswa Universitas Indonesia yang berdomisili di Tangerang Selatan dan Jakarta Pusat. Penelitian ini memiliki implikasi penting dalam upaya pengurangan jejak karbon di kalangan mahasiswa komuter Universitas Indonesia serta masyarakat umum. Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini dapat menjadi dasar bagi universitas dan pemerintah terkait perancangan kebijakan dalam mobilitas mahasiswa.

This study aims to analyze the carbon footprint of commuter students traveling from South Tangerang City and Central Jakarta to the University of Indonesia Depok. Carbon footprint is a measure of greenhouse gas emissions produced by individuals or specific activities. The research is important to analyze the generated carbon footprint, identify carbon footprint hotspots, and provide recommendations for the commuting activities of University of Indonesia students residing in South Tangerang City and Central Jakarta. The research utilizes the fuel-based method from the World Resources Institute (WRI) for carbon footprint calculations, considering energy economics factors from WRI and emission factors from the UK Department for Business, Energy, & Industrial Strategy (2021). The data on commuter student travel patterns are collected through surveys and interviews as the primary instruments, focusing on University of Indonesia students residing in South Tangerang City and Central Jakarta. The results of this study indicate a significant correlation between the distance traveled by respondents and the resulting carbon footprint, with a Pearson correlation coefficient of 0.608. This suggests that the greater the distance traveled, the higher the resulting carbon footprint. Furthermore, the calculations reveal that the average carbon footprint from commuting activities for students from South Tangerang City is 334.196 kgCO2eq/person-year, while students from Central Jakarta generate an average carbon footprint of 171.931 kgCO2eq/person-year. This research provides a better understanding of the contributing factors to the carbon footprint generated by commuter students and offers recommendations regarding the commuting activities of University of Indonesia students residing in South Tangerang City and Central Jakarta. The study has significant implications for reducing the carbon footprint among commuter students at the University of Indonesia and the general public. The recommendations derived from this research can serve as a basis for universities and relevant government agencies in designing policies related to student mobility."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pranda Mulya Putra Garniwa
"[ABSTRAK
Listrik adalah kebutuhan pokok untuk kegiatan dan aktivitas manusia, terutama untuk kegiatan ekonomi. PLTU Suralaya adalah PLTU berbahan bakar batubara, yang mempunyai kapasitas untuk menghasil listrik yang murah namun juga menghasil polusi yang besar juga. PLTU Suralaya menghasilkan listrik yang digunakan untuk seluruh penduduk yang terhubung pada jaringan Jawa, Madura dan Bali, namun polusi udara yang dihasilkan memiliki perilaku-perilaku tertentu dan berdampak pada penduduk di sekitar PLTU Suralaya. Atas dasar dari deskripsi tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perilaku spasial polusi udara yang terbentuk dan efek apa saja yang dialami penduduk yang berdomisili di sekitar PLTU Suralaya. Dalam penelitian ini, untuk menentukan polusi udara menggunakan zat SO2 sebagai indikatornya. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode pemetaan dan pengolahan citra satelit, survey, dan wawancara.
Perilaku Spasial pencemaran polusi udara terbentuk 4 fase, yakni : fase I (musim penghujan), fase II (musim peralihan kemarau), fase III (musim kemarau), dan fase IV (musim peralihan hujan). Perilaku spasial pencemaran polusi udara tahun 2005 adalah mengikuti pola pergerakkan angin muson. Sedangkan perilaku spasial pencemaran polusi udara tahun 2014 memiliki pergerakkan dari barat menuju timur. Efek dari polusi polusi udara tidak dirasakan oleh PLTU Suralaya, namun efeknya dirasakan di area lain yakni Kota Cilegon

ABSTRACT
Electricity is a basic need for human activity, mainly for economic activities. PLTU Suralaya is a coal-fired power plant, which has the capacity to produce cheap electricity but also generate substantial pollution as well. PLTU Suralaya generate electricity that is used for the entire population residing in Java, Madura and Bali, but the resulting air pollution have spatial behaviors and the impacts on residents around Suralaya. On the basis of this description, the purpose of this study is to analyze the spatial behavior of air pollution is formed and any effects experienced by people who live around Suralaya. In this research, SO2 will be used for indicator as air pollution. The method used in this research is a method of mapping and satellite image processing, surveys, and interviews.
Spatial Behavior of air pollution formed four phases, namely: Phase I (rainy season), phase II (intermediate dry season), Phase III (dry season), and phase IV (transition rainy season). Spatial behavior of air pollution in 2005 was followed the movement pattern of the monsoons. While the spatial behavior of air pollution in 2014 has movement from west to east. Effects of air pollution is not felt by residents in Suralaya, but the effect is felt in other areas of the Cilegon;Electricity is a basic need for human activity, mainly for economic activities. PLTU Suralaya is a coal-fired power plant, which has the capacity to produce cheap electricity but also generate substantial pollution as well. PLTU Suralaya generate electricity that is used for the entire population residing in Java, Madura and Bali, but the resulting air pollution have spatial behaviors and the impacts on residents around Suralaya. On the basis of this description, the purpose of this study is to analyze the spatial behavior of air pollution is formed and any effects experienced by people who live around Suralaya. In this research, SO2 will be used for indicator as air pollution. The method used in this research is a method of mapping and satellite image processing, surveys, and interviews.
Spatial Behavior of air pollution formed four phases, namely: Phase I (rainy season), phase II (intermediate dry season), Phase III (dry season), and phase IV (transition rainy season). Spatial behavior of air pollution in 2005 was followed the movement pattern of the monsoons. While the spatial behavior of air pollution in 2014 has movement from west to east. Effects of air pollution is not felt by residents in Suralaya, but the effect is felt in other areas of the Cilegon, Electricity is a basic need for human activity, mainly for economic activities. PLTU Suralaya is a coal-fired power plant, which has the capacity to produce cheap electricity but also generate substantial pollution as well. PLTU Suralaya generate electricity that is used for the entire population residing in Java, Madura and Bali, but the resulting air pollution have spatial behaviors and the impacts on residents around Suralaya. On the basis of this description, the purpose of this study is to analyze the spatial behavior of air pollution is formed and any effects experienced by people who live around Suralaya. In this research, SO2 will be used for indicator as air pollution. The method used in this research is a method of mapping and satellite image processing, surveys, and interviews.
Spatial Behavior of air pollution formed four phases, namely: Phase I (rainy season), phase II (intermediate dry season), Phase III (dry season), and phase IV (transition rainy season). Spatial behavior of air pollution in 2005 was followed the movement pattern of the monsoons. While the spatial behavior of air pollution in 2014 has movement from west to east. Effects of air pollution is not felt by residents in Suralaya, but the effect is felt in other areas of the Cilegon]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lenny Stia Pusporini
"ABSTRAK
Polusi udara dapat mengakibatkan gangguan pada kesehatan manusia. Ibu hamil merupakan
salah satu kelompok yang rentan terpapar polusi udara. Kurangnya informasi menyebabkan ibu
tidak mengetetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek polusi udara pada
kehamilan, dan adanya ancaman pada kehamilannya menyebabkan ibu mengalami kecemasan.
Ketidaktahuan dan adanya kecemasan yang dialami oleh ibu hamil dapat diintervensi oleh
intervensi keperawatan yang sesuai sehingga pengetahuan ibu meningkat khususnya tentang
upaya perawatan kehamilan terhadap efek polusi udara dan kecemasan ibu menurun. Tujuan
studi ini adalah untuk mengetahui efektivitas paket kasih ibu terhadap tingkat pengetahuan dan
kecemasan tentang efek polusi udara bagi kehamilan pada ibu hamil yang terpapar polusi udara.
Jumlah responden ada 130, yang terdiri dari 65 responden kelompok kontrol dan 65 responden
kelompok intervensi. Penelitian ini menggunakan metoda kuasi eksperimen, pre test and posttest
with control group design. Hasil penelitian menunjukkan paket kasih ibu efektif terhadap tingkat
pengetahuan dan tingkat kecemasan ibu tentang efek polusi udara bagi kehamilan pada ibu hamil
yang terpapar polusi udara di Wilayah Kotamadya Cilegon (p<0,05). Hasil penelitian
direkomendasikan bahwa paket kasih ibu diperlukan sebagai salah satu cara dalam
menyampaikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan menurunkan kecemasan pada
ibu hamil yang terpapar polusi udara sehingga ibu dapat secara mandiri melakukan perawatan
kehamilan selama tinggal di wilayah yang terpapar polusi udara.

ABSTRACT
Air pollution can result healty trouble of human being. Pregnant mother is the one of group which have a risk contaminated air pollution. The impact during a period of pregnancy not only experience of mother but also fetus. Lack of information cause pregnant mother don’t know effort able to be conducted to decrease air pollution effect, and threat of her pregnancy cause anxiety. The nursing intervension intervention increase the knowledge of pregnant women specially about treatment of preganancy and to overcame unknown and anxiety about air pollution effect. The purpose of this study in to know the effectiveness package of mother care to knowledge level and anxiety about air pollution effect to pregnant mother who contaminated. Change of knowledge level and anxiety of intervensiongroup compared to consist of 65 group responden control and 65 intervention group renspondent. This research result use kuasi experiment, pre test and post tes with control group design. The result show there is different meaning of knowledge level and anxiety of mother at group before and after as one of the way in submitting information to increase knowledge and decrease anxiety at pregnant mother about air pollution effect so that mother self supporting do treatment during living in region which contaminated air pollution effect. "
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Mufrizon
"Pertumbuhan adalah hal yang menarik dalam kebijakan ekonomi dan lingkungan untuk menuju pembangunan berkelanjutan dimana dibutuhkan indikator-indikatornya sebagai sumber informasi. Perubahan ekonomi di Indonesia, membuat indikator keberlanjutan sangat.penting untuk menelaah keluaran di bidang lingkungan yang berkaitan dengan peningkatan konsumsi, pergeseran kondisi pasar, dan makin terbukanya system perdagangan dan investasi. Sehingga dibutuhkan kebijakan lingkungan yang mendukung keluaran lingkungan. Telah menjadi pandangan umum bahwa peningkatan konsumsi lebih lanjut. akan memberikan tekanan terhadap lingkungan, tetapi perlu diketahui pula pada tahap apa sehingga peningkatan tersebut mengharuskan dibutuhkannya proteksi terhadap lingkungan.
Pada sisi lain, data indikator lingkungan yang dibutuhkan dalam melakukan telaah sangat jarang, data yang di dapat dari Biro Pusat Statistik Indonesia memperlihatakan data yang menyebar dan berbeda¬beda, ketiga dibutuhkan data untuk tingkat yang lebih rendah, data makin sulit. Kondisi data yang dihadapai adalah pertama adalah tidak komplit, kedua masih banyak hal-hal panting yang belum terukur dan ketiga masih sedikitnya penelitian sebelumnya.
Dengan data yang diperoleh, penelitian ini mencoba menelaah hubungan antara polusi udara dengan pembangunan ekonomi, dengan mengukur efek dari pertumbuhan ekonomi terhadap tiga indikator pencemaran udara yaitu HC, NOx dan CO. sedangkan indikator bagi pertumbuhan ekonomi menggunakan 7 variabel yang menggambarkan peningkatan konsumsi, pergeseran kondisi pasar, dan makin terbukanya system perdagangan dan inverstasi.
Seluruh data merupakan gabungan dan data kerat lintang (antar individu/cross section) yaitu 26 propinsi di Indonesia dan data urut waktu (time series) yaitu 12 (1989-2000) tahun observasi sehingga digunakan metode estimasi panel data dengan teknik fixed effect model. Sehingga diharapkan mampu menjelaskan hubungan pertumbuhan ekonomi akan memberikan tekanan terhadap pencemaran udara.
Hasil studi ini menunjukkan kondisi pencemaran udara sangat tergantung dari perkembangan waktu, pencemaran udara masih akan terus meningkat. Variabel anggaran belanja lingkungan tidak mendukung upaya pengurangan kerusakan pencemaran udara karena memang kecilnya pengeluaran pemerintah untuk bidang pencemaran udara atau tidak tepat sasaran dari anggaran biaya tersebut. Bedasarkan hasil regresi menunjukan beberapa variabel yang secara nyata turut menyebabkan peningkatan pencemaran udara, sedangkan sebagian lainnya belum memberikan dampak yang negatif terhadap pencemaran udara tetapi perlu diwaspadai, Secara keseluruhan hasil studi ini telah dapat menjawab pertanyaan dan sesuai dengan hypothesis yang diajukan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Hasanul Huda
"Bahaya Karbon Monoksida dan timbal peroksida memberikan dampak negatif bagi kesehatan Polantas. Penelitian ini merupakan penelitian korelatif yang bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tentang bahaya karbon monoksida (CO) dan timbal peroksida (PbO2) dengan motivasi pemakaian masker pada Polantas dengan desain cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah 97 Polantas Poltabes Pekanbaru. Teknik sampling yang digunakan adalah random sampling. Sebanyak 34 Polantas (57,4%) memiliki tingkat pengetahuan tinggi mempunyai tingkat motivasi yang tinggi.
Dari penelitian disimpulkan ada hubungan tingkat pengetahuan tentang bahaya karbon monoksida dan timbal peroksida dengan motivasi pemalcaian masker pada Polantas (p = 0,021). Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan pengetahuan kepada Polantas dan bisa memotivasi polantas untuk menggunakan masker. Saran bagi peneliti selanjutnya adalah memperluas area penelitian.

The dangerous of carbon monoxide and timbale proxide give the bad effect for Polantas' health. This research was a correlative researched and used cross sectional design which has a purpose to know relation between the level of knowledge about the dangerous of carbon monoxide and timbale peroxide with Polantas' motivation in wearing masker. The number of sample in this research was 97 Polantas from Poltabes Pekanbaru. Sampling technique which is used in this research was random sampling. Thirty four (57,4%) of Polantas had the high level in both knowledge motivation.
The conclusion from this research is there was a relation between the level of knowledge about the dangerous of carbon monoxide and timbale peroxide with Polantas' motivation in wearing masker (p=0,021). The result from this research can be used for giving knowledge and motivation for Polantas in wearing masker. Recommendation for the next researcher is making area become wider.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
TA5765
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Apranti
"Perkembangan aktivitas penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan mobilisasi yang ditandai dengan adanya peningkatan jumlah kendaraan hingga mencapai suatu tingkat tertentu dimana laju pertumbuhan jalan tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan jumlah kendaraan yang terus meningkat sehingga terjadilah suatu permasalahan yang disebut sebagai kemacetan. Permasalahan tersebut banyak terjadi di kota-kota besar, khususnya di Kota Jakarta. Salah satu upaya untuk menyelesaikan permasalahan kemacetan yang terjadi adalah pembangunan jalan tol.
Ruas jalan tol memiliki sistem pembayaran tarif yang dilakukan pada pintu tol. Pada beberapa pintu tol tertentu, pembayaran tarif tol masih dilayani oleh petugas pintu tol, dimana petugas pintu tol ini bekerja secara rutin. Hal ini menyebabkan petugas pintu tol terpapar oleh emisi kendaraan bermotor. Salah satu diantaranya Total Suspended Particulate (TSP) yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia, seperti ISPA, Bronchitis kronis, penurunan fungsi paruparu, serangan jantung minor, dan lain-lain. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengukuran terhadap besarnya konsentrasi TSP di sekitar pintu tol sehingga dapat dilakukan perhitungan tingkat resiko pemajanan TSP, yang dinyatakan dalam nilai Risk Quotient, terhadap kesehatan petugas pintu tol.
Pengendalian terhadap besarnya nilai konsentrasi TSP dapat dilakukan secara efektif dengan mengendalikan sumber yang paling mempengaruhi besarnya nilai yang terukur. Sumber utama penghasil TSP pada daerah sekitar pintu tol merupakan kendaraan bermotor, sehingga perlu dilakukan identifikasi jenis kendaraan bermotor mana yang paling mempengaruhi dan paling berkontribusi terhadap besarnya nilai konsentrasi TSP yang terukur.
Metode yang digunakan untuk pengukuran konsentrasi TSP adalah metode gravimetri dengan perangkat HVAS, dimana pengukuran dilakukan selama 7 jam, mulai dari pukul 06.00 hingga pukul 13.00. Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis deskriptif, metode regresi linier sederhana dan berganda serta Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Sedangkan, pengukuran konsentrasi timbal dilakukan dengan metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS).
Hasil penelitian menunjukkan jenis kendaraan yang paling mempengaruhi besarnya nilai konsentrasi TSP yang terukur di pintu tol Cililitan 2 adalah kendaraan Golongan II yang merupakan Truk dengan dua gandar. Nilai koefisien determinasi R2 antara volume kendaraan total dengan konsentrasi TSP sebesar 0,123, menandakan bahwa 12,3 % besarnya nilai konsentrasi TSP yang terukur dipengaruhi oleh besarnya volume kendaraan total, dan 87,7 % sisanya dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya suhu dan kelembaban.
Nilai RQ hasil perhitungan menunjukkan para petugas pintu tol masih berada dalam tingkat resiko yang cukup aman akibat pemaparan polutan TSP. Namun, resiko pajanan yang diterima oleh petugas pintu tol tidak hanya berasal dari TSP, tetapi juga dari zat pencemar lain yang dihasilkan kendaraan bemotor, seperti NOx, SOx, HC, dan sebagainya, sehingga diperlukan data konsentrasi zat pencemar lain untuk menghitung resiko kesehatan total yang dialami oleh petugas gardu.
Nilai hasil uji kadar konsentrasi Pb menunjukkan hasil sebesar 0,055 g/Nm3. Hasil konversi nilai konsentrasi Pb untuk pengukuran 24 jam adalah 0,032 μg/Nm3. Nilai ini tidak melebihi baku mutu udara ambien sesuai dengan PP No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Development of people?s activities is bringing on the rise of mobilization that pointed out in an increase number of vehicles up to a certain level where the rate of path growth can not compensate for the increasing number of vehicles, so that there is traffic jam. It usually occurs in many metropolis on the development country, especially in Jakarta. One of effort to solve this problem is highway construction.
Highway payment system is carried out on the highway gate. In many gate, payment is still served by an officer who works in a continous period. This lead the officer to expose by motor vehicle emissions. One of the emission is Total Suspended Particulate (TSP) which is bad for human health, such as respiratory infections, bronchitis, decrease the function of lung, minor heart attack, etc. Therefore, it is important to measure the TSP concentration around the gate so that we can assess TSP exposure risk level, where described in Risk Quotient value, to the officer?s health.
Control of TSP concentration can be done effectively by controlling the source that has the most influence to the magnitude of TSP concentration measured around the gate. The main source of TSP in such area is motor vehicle, therefore it is necessary to identify the type of vehicle which the most influential and most contribute to TSP concentration.
TSP concentration was measured from 06.00 A.M to 01.00 P.M by using Gravimetry method with HVAS Equipment. Lead concentration was measured by Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). The most influential type of vehicle to TSP concentration was determined by descriptive analysis. The relationship between TSP concentration and vehicle traffic volume was assessed by using least square and multiple regression analysis. Whereas TSP exposure risk level in Risk Quotient (RQ) value was assessed using Environmental Health Risk Analysis.
Result of analysis shows the type of vehicle that the most affect the magnitude of TSP concentration measured at Cililitan 2 gate highway is vehicle that belongs to Category II, truck with two axles. Coefficient of determination R2 between total vehicles volume with TSP concentration is 0,123. The value indicates that 12,3 % data of TSP concentration influenced by total vehicles volume, and 87,7% data of TSP concentration influenced by other factors, such as formation of secondary particulate, changes in temperature and humidity, etc.
Result of Risk Quotient (RQ) assessment shows that the officers are still in a safe level from risk due to exposure of TSP. However, the risk of exposure received by the officer not only come from TSP, but also come from the other pollutants, such as NOx, SOx, HC, etc. So, investigating another pollutant concentration data is necessary to calculate the total health risk experienced by the officers.
Measurement of Pb concentration level with AAS method shows the value of 0,055 μg/Nm3. The conversion value for 24 hours measurement is 0,032 μg/Nm3. It is not exceed the ambient air quality standards accordance with government regulation PP No.41/1999 about Air Pollution Control.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1113
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bartiana Sari
"Ekspor maupun PMA merupakan pendorong peningkatan output (pertumbuhan ekonomi). Namun ekspor dan PMA Indonesia yang masih banyak dilakukan pada sektor industri pengolahan, dapat menimbulkan dampak buruk salah satunya berupa pencemaran udara dari berbagai jenis polutan yang dikeluarkan oleh aktivitas sektor industri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekspor dan PMA industri penyumbang polusi terhadap pencemaran udara di Indonesia menggunakan data 26 kota di Indonesia. Periode pengamatan dilakukan secara bulanan sejak Agustus 2019 hingga Februari 2020 yaitu saat stasiun pemantauan kualitas udara telah memiliki titik pantau di 26 kota. Dari pengolahan data menggunakan metode data panel fixed effect, diperoleh hasil bahwa ekspor dari total pelaku Ekspor di 7 industri penyumbang polutan berpengaruh positif dan signifikan terhadap polusi udara O3. Sementara itu aktivitas ekspor di 7 industri dari hasil produksi PMA di wilayah pengamatan tidak menunjukkan hubungan yang signifikan pada semua variabel polutan yang diamati. PMA signifikan mempengaruhi polusi PM2,5. Pertumbuhan ekonomi signifikan meningkatkan polusi O3, PM10 dan PM2,5. Adanya aktivitas industri di wilayah dengan pangsa PDRB Industri pengolahan yang tinggi dan memiliki Pelabuhan ekspor utama menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan dengan kenaikan polusi CO, PM10 dan PM2,5. Sementara itu kepadatan penduduk tidak memberikan pengaruh signifikan pada dependen variabel. Meskipun rata-rata partikulat O3 serta PM10 masih berada di bawah ambang batas KLHK dan WHO, namun pemantauan tetap perlu ditingkatkan diantaranya melalui pemanfaatan kendaraan umum serta terus menggalakkan ketentuan yang dapat mengakselerasi penggunaan energi ramah lingkungan di sektor industri.

Exports and FDI are drivers of increased output (economic growth). However, Indonesia's exports and FDI, which are still mostly carried out in the industrial processing sector, can have adverse effects, one of which is air pollution from various types of pollutants released by industrial sector activities. This study aims to determine the influence of exports and FDI of polluting industries on air pollution in Indonesia using data from 26 cities in Indonesia. Our monthly observation begins from August 2019 until February 2020, this is the period when the air quality monitoring stations have already been set up in 26 cities in Indonesia. From data processing using the fixed effect panel data method, the result is that exports from a total of export actors in 7 pollutant contributing industries have a positive and significant effect on O3 air pollution. Meanwhile, export activities in 7 industries from FDI production in the observation area did not show a significant relationship to all the pollutant variables observed. FDI significantly affects PM2.5 pollution. Significant economic growth increases O3, PM10 and PM2.5 pollution. The presence of industrial activity in areas with a high share of GRDP in the manufacturing industry and having major export ports shows a positive and significant relationship with CO, PM10 and PM2.5 pollution. Meanwhile, population density does not have a significant effect on the dependent variable. Even though the average O3 and PM10 particulates are still below the KLHK and WHO thresholds, monitoring still needs to be improved, among others through the use of public transportation and continuing to promote provisions that can accelerate the use of environmentally friendly energy in the industrial sector."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>