Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175896 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rafif Abdul Aziz
"Nudibranchia merupakan biota laut yang memiliki mekanisme pertahanan diri berupa metabolit sekunder. Metabolit sekunder pada Nudibranchia dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Adanya perbedaan kondisi lingkungan antara Pulau Pramuka dan Pulau Damar Besar menimbulkan dugaan adanya perbedaan komposisi dan kuantitas metabolit sekunder yang dimiliki oleh Nudibranchia dari spesies Phyllidiella pustulosa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis metabolit sekunder yang dimiliki Phyllidiella pustulosa di Pulau Pramuka dan Pulau Damar. Sampel diambil dengan metode jelajah bebas pada wilayah perairan kedua pulau. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan metanol 96%. Analisis senyawa menggunakan instrumen Gas chromatography–mass spectrometry (GC-MS) untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam sampel, kemudian dianalisis dengan Principal component analysis (PCA) dan Hierarchical component analysis (HCA) untuk mengetahui pengelompokan sampel antar pulau. Terdapat 6 senyawa yang dianalisis yaitu senyawa methyl ester of 3-(3,5-di-tert-butyl-4-hydroxyphenyl)-propionic acid, 9-Octadecenamide, (Z)-, tributyl aconitate, 1,2-Benzenedicarboxylic acid, mono (2-ethylhexyl) ester, 13-Docosenamode, (Z)-, Phenol, 2,4-bis(1,1-dimethylethyl). Terdapat 4 senyawa yang berpengaruh pada PC1 dan 2 senyawa pada PC2 terhadap pengelompokan sampel. Hasil analisis menunjukkan terdapat 2 kelompok yang terbentuk satu sama lain dan menujukkan tidak ada perbedaan metabolit sekunder Phyllidiella pustulosa dari Pulau Pramuka dan Pulau Damar Besar.

Nudibranch is a marine organism that has secondary metabolites used as defense mechanism. Secondary metabolites in living things are influenced by environmental conditions. The differences in environmental conditions between Pramuka Island and Damar Besar Island might result in differences of the secondary metabolite of Phyllidiella pustulosa from both islands, not only in its chemical compositions but also in quantity. This study aims to analyze the secondary metabolites of Phyllidiella pustulosa in Pramuka Island and Damar Besar Island. Samples were taken using the free-roaming method in the waters of the two islands. The secondary metabolites were extracted by methanol 96% and detected using Gas chromatography-mass spectrometry (GC-MS) Data was then analyzed by Principal component analysis (PCA) and Hierarchical component analysis (HCA) to determine the grouping of samples from the both islands.methyl ester of 3-(3,5-di-tert-butyl-4-hydroxyphenyl)-propionic acid, 9-Octadecenamide, (Z)-, tributyl aconitate, 1,2-Benzenedicarboxylic acid, mono (2-ethylhexyl) ester, 13-Docosenamode, (Z)-, Phenol, 2,4-bis(1,1-dimethylethyl). Of all these six compounds, 4 compounds are considered to have the most influence from PC1 and 2 compounds have the most influence from PC2 on the grouping of samples. The results showed that the secondary metabolite compounds of Phyllidiella pustulosa were mixed in cluster regardless of their location, namely Pramuka Island and Damar Besar Island."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Hilmi Rizadha
"Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dan memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi, membuat Indonesia memiliki banyak perbedaan pada kondisi lingkungan, tingkat keanekaragaman hayati, hingga pada tingkat komposisi kimia dan kuantitas suatu senyawa yang terdapat dalam suatu makhluk hidup, salah satunya adalah senyawa metabolit sekunder. Hal ini membuat perlu adanya analisis secara metabolomik terhadap suatu makhluk hidup dengan membandingkan lokasi yang berbeda. Phyllidiella nigra merupakan salah satu Nudibranchia yang banyak ditemui di Pulau Rambut dan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Phyllidiella nigra mendapatkan metabolit sekunder dari mangsanya dengan cara mengakumulasi kemudian memanfaatkan senyawa metabolit sekunder untuk peran ekologisnya seperti sebagai antimicrobial, antifeedant, dan antifouling. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui perbandingan metabolit sekunder pada Phyllidiella nigra di lokasi yang berbeda yaitu Pulau Rambut dan Pulau Pramuka. Sampel diambil dengan cara jelajah bebas sebanyak sepuluh sampel. Metabolit sekunder diekstraksi menggunakan metanol 96%, diuapkan, kemudian dideteksi menggunakan GC-MS. Data kemudian dianalisis dengan PCA dengan scatter plot dan HCA dengan dendrogram. Terdapat delapan senyawa yang dapat dianalisis, tiga senyawa diantaranya memiliki pengaruh yang tinggi dalam pembentukan kelompok yaitu 1-propene-1,2,3-tricarboxylic acid, tributyl ester; tributyl acetylcitrate; dan phenol, 2,4-bis (1,1- dimethylethyl)-. Senyawa metabolit sekunder di kedua pulau tidak ditemukan adanya perbedaan karena berdasarkan PCA dan HCA, sampel di kedua pulau saling campur dan tidak membentuk kelompok sesuai lokasinya yaitu Pulau Rambut dan Pulau Pramuka.

As one of the largest archipelagic countries in the world that is rich in biodiversity, Indonesia has various environmental conditions and biodiversity, either at the chemical composition and quantity contained in a living thing such as secondary metabolites. Hence, there is a need to perform a metabolomic analysis of a living thing that lived at different locations. Phyllidiella nigra is one of the Nudibranchia that is commonly found on Rambut Island and Pramuka Island, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Phyllidiella nigra accumulates secondary metabolites from its prey and then used the compounds for several ecological roles such as antimicrobial, antifeedant, and antifouling. This study analyses and compares the secondary metabolites of Phyllidiella nigra from two different locations, namely Rambut Island and Pramuka Island. Samples were taken by free-roaming as many as ten. The secondary metabolites were extracted using 96% methanol, evaporated, and then detected using GC-MS. Data was then analyzed by PCA with scatter plot and HCA with dendrogram. Eight compounds could be analyzed, three of which were dominant on group formation, namely 1-propene-1,2,3-tricarboxylic acid, tributyl ester; tributyl acetylcitrate; and phenol, 2,4-bis (1,1-dimethylethyl)-. There were no differences in the secondary metabolites between islands. Based on PCA and HCA, the samples on the two islands mixed and did not form groups according to their location, namely Rambut Island and Pramuka Island."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eureka Amadea
"Phyllidiella pustulosa merupakan Nudibranch yang minim pertahanan fisik dan menggunakan senyawa kimiawi sebagai bentuk pertahanan diri. Pengujian antifeedant ekstrak kasar Phyllidiella pustulosa telah dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta untuk mengetahui respons ikan karang secara spesifik terhadap uji tersebut. Sampel Phyllidiella pustulosa diambil sebanyak 81 individu dengan volume 153,5 mL dan diekstrak dengan metanol. Ekstrak kasar yang diperoleh yaitu sebanyak 9,04 g dengan konsentrasi fisiologis 60 mg/mL. Hasil analisis Chi-Square ? = 0,01 menunjukkan adanya aktivitas antifeedant terhadap ikan karang. Spesies ikan Chromis verator, Acanthochromis polychantus, dan Amblyglyphidodon aureus mampu mentolerir dan memakan pakan uji walau dalam jumlah sangat sedikit.

Phyllidiella pustulosa is a Nudibranch which has limited physical defense, thus it uses chemical metabolites to defend itself. Experimental study to assess the antifeedant effect of crude extract of Phyllidiella pustulosa was carried out at Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta to observe specific reef fish response. Phyllidiella pustulosa were collected as much as 81 individuals with volume of 153.5 mL and extracted using methanol. Crude extract yielded was 9.04 g with physiological concentration of 60 mg mL. Chi square analysis 0,01 result showed antifeedant activities toward reef fish. The Species Chromis verator, Acanthochromis polychantus, and Amblyglyphidodon aureus, were able to tolerate and eat some treatment assays although it was very few in numbers."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S67225
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mariana Nur Rahimah
"Nudibranchia Famili Phyllidiidae merupakan pemangsa spons Ordo Halichondrida. Nudibranchia Famili Phyllidiidae memangsa spons Halichondrida untuk mengambil dan mengakumulasi senyawa metabolit sekunder dari mangsanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi spons mangsa Phyllidiella nigra dan melakukan analisa hubungan pemangsaan Phyllidiella nigra terhadap spons mangsanya. Pengamatan dilakukan di lapangan dengan pengamatan secara langsung dan analisa hubungan pemangsaan dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode teknik kromatografi lapis tipis (KLT). Analisis dilakukan dengan membandingkan senyawa dari ekstrak Phyllidiella nigra dan spons mangsa yang muncul pada pelat KLT.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa nudibranchia Phyllidiella nigra merupakan pemangsa spons Ordo Halichondrida. Hal tersebut terbukti dengan terlihatnya penjuluran bulbus faring dari mulut Phyllidiella nigra dan tanda bekas pemangsaan pada spons mangsa. Hasil analisa di laboratorium juga memperkuat bukti pemangsaan terlihat dari hasil KLT yang menunjukkan adanya kesamaan senyawa antara Phyllidiella nigra dan spons mangsa.

Nudibranchia Famili Phyllidiidae merupakan pemangsa spons Ordo Halichondrida. Nudibranchia Famili Phyllidiidae memangsa spons Halichondrida untuk mengambil dan mengakumulasi senyawa metabolit sekunder dari mangsanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi spons mangsa Phyllidiella nigra dan melakukan analisa hubungan pemangsaan Phyllidiella nigra terhadap spons mangsanya. Pengamatan dilakukan di lapangan dengan pengamatan secara langsung dan analisa hubungan pemangsaan dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode teknik kromatografi lapis tipis (KLT). Analisis dilakukan dengan membandingkan senyawa dari ekstrak Phyllidiella nigra dan spons mangsa yang muncul pada pelat KLT.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa nudibranchia Phyllidiella nigra merupakan pemangsa spons Ordo Halichondrida. Hal tersebut terbukti dengan terlihatnya penjuluran bulbus faring dari mulut Phyllidiella nigra dan tanda bekas pemangsaan pada spons mangsa. Hasil analisa di laboratorium juga memperkuat bukti pemangsaan terlihat dari hasil KLT yang menunjukkan adanya kesamaan senyawa antara Phyllidiella nigra dan spons mangsa.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S63979
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrianto Setiawan
"Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui adanya berbagai macam respons ikan karang yang berbeda terhadap Uji antifeedant ekstrak kasar Phyllidiella nigra telah dilakukan 4 Mei sampai 10 Mei 2017 di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dan menguji efektifitas antifeedant Ekstrak kasar metanol Phyllidiella nigra terhadap ikan karang di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Sampel Phyllidiella nigra diekstrak dengan methanol dan menghasikan kadar ekstrak sebesar 4,4 . Uji antifeedant dilakukan dengan menggunakan pakan perlakuan yang mengandung ekstrak kasar Phyllidiella nigra serta pakan tanpa ekstrak kasar Phyllidiella nigra sebagai kontrol, dalam bentuk kubus jeli 1 cm3 yang dikaitkan pada tali pancing. Pakan tersebut kemudian diujikan pada ikan di terumbu karang dengan kedalaman 3--4 meter dan diamati respons ikan karang terhadap ekstrak kasar Phyllidiella nigra serta dihitung jumlah pakan yang dimakan dan tidak. Hasil uji statistik Chi-kuadrat pada taraf signifikasi ? 0,01 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian pakan perlakuan pada ketidaksukaan makan ikan. Berdasarkan hal tersebut maka ekstrak kasar Phyllidiella nigra positif memiliki aktivitas antifeedant terhadap ikan karang dan terdapat berbagai macam respons ikan karang terhadap ekstrak kasar Phyllidiella nigra.

This study aimed to identify the difference of reef fish responses to the antifeedant test of Phyllidiella nigra raw extract has been done from 4 May to 10 May 2017 in Pramuka Island, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta and the level of Phyllidiella nigra raw extract antifeedant effectiveness of reef fish Pramuka Island, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Phyllidiella nigra samples were extracted with methanol and yielded a 4.4 extract content. An antifeedant test was performed using a diet containing Phyllidiella nigra extract and feed without Phyllidiella nigra raw extract as a control, in the form of 1 of jelly cube that is resistant to the fishing line. The feed was then tested on fish in coral reefs within 3 4 meters depth and see the response of reef fish to the raw extract of Phyllidiella nigra and calculated the amount of eaten feed and not. Chi square statistic test results at the significance level 0.01 indicates the presence of food inequality. Based on the explanation above, the raw extract of Phyllidiella nigra positively has antifeedant activity against reef fish and there are various responses of reef fish to the raw extract of Phylidiella nigra."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S69057
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurma Tsabita Hanifah
"Telah dilakukan penelitian terkait deteksi dan analisis korelasi dari senyawa naftalena dalam sedimen serta bagian daging teripang hitam Holothuria leucospilota di perairan Pulau Rambut, Pulau Damar Besar, dan Pulau Semak Daun. Sebanyak 76 sampel H. leucospilota dan sedimen dikeringbekukan, dimaserasi menggunakan pelarut n-heksana selama 24 jam, dan diuapkan dengan alat rotary evaporator untuk mendapatkan ekstrak. Ekstrak dari kulit H. leucospilota dan sedimen kemudian dianalisis menggunakan alat U-HPLC. Peak yang dihasilkan kemudian dibandingkan menggunakan larutan standar naftalena. Nilai konsentrasi didapatkan menggunakan regresi linear yang telah dibuat dari data larutan standar naftalena. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh sampel mengandung senyawa polutan naftalena. Konsentrasi senyawa naftalena pada ekstrak sampel H. leucospilota dan sedimen yang tertinggi dari Pulau Rambut dan Pulau Damar Besar berada di bagian selatan. Nilai konsentrasi untuk ekstrak H. leucospilota tertinggi di Pulau Rambut sebesar 28,47 ppm dan Pulau Damar Besar sebesar 10,37 ppm. Nilai konsentrasi untuk ekstrak sedimen tertinggi di Pulau Rambut sebesar 13,16 ppm dan Pulau Damar Besar sebesar 15,70 ppm. Data kemudian dianalisis menggunakan korelasi Spearman. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara konsentrasi senyawa naftalena yang berada di H. leucospilota dan di sedimen dari Pulau Rambut, Pulau Damar Besar, dan Pulau Semak Daun.

Research related to the detection and correlation analysis of naphthalene compound in sediment and flesh of Holothuria leucospilota from Rambut Island, Damar Besar Island, and Semak Daun Island have been carried out. Total 76 samples of H. leucospilota and sediment samples were obtained, macerated with n-hexane solvent for 24 hours, and evaporated with a rotary evaporator machine to obtaine the extracts. Extracts from the flesh of H. leucospilota and sediment were analyzed using the U-HPLC machine. The resulting peak were compared to a standard solution of naphthalene. The concentration value is obtained using a linear regression that has been created from standard solution data of naphthalene. The results showed that all samples contain naphthalene compound. The highest concentration of naphthalene compound in extracts of H. leucospilota samples and sediment of Rambut Island and Damar Besar Island is in the south area. The highest concentration of naphthalene in extract of H. leucospilota from Rambut Island amounted to 28.47 ppm while Damar Besar Island amounted to 10.37 ppm. The highest concentration of naphthalene in extract of sediment from Rambut Island amounted to 13.16 ppm and Damar Besar Island amounted to 15.70 ppm, respectively. Data were analyzed using Spearman correlation. Results showed that there was no correlation between the concentration of naphthalene compounds located in H. leucospilota and in the sediment of Rambut Island, Damar Besar Island, and Semak Daun Island."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilrahman Muhammad
"Berbagai macam senyawa pencemar dapat dengan mudah masuk ke wilayah laut, salah satunya melalui buangan limbah dari kapal. Limbah kapal berupa asap dan buangan minyak, tentu dapat merusak ekosistem laut. Salah satu senyawa pencemar yang dapat terlepas ke laut dari limbah kapal yaitu Polyclic Aromatic Hydrocabon (PAH). PAH seperti naftalena, benzo[a]pirena dan dibenzo[a,h]anthrasena dikategorikan sebagai senyawa karsinogenik bagi manusia berdasarkan International Agency for Research on Cancer (IARC). Penelitian ini bertujuan mengetahui keberadaan dan korelasi senyawa naftalena yang terdapat pada sedimen dan gonad bulu babi Diadema setosum di Pulau Rambut, Pulau Semak Daun, dan Pulau Damar Besar. Sampel diambil dari masing masing arah mata angin yang berbeda di pulau sebanyak tiga individu dan tiga titik sedimen di tempat bulu babi berasal. Analisis senyawa PAH dilakukan dengan mengekstrak sampel. Sampel dikering-bekukan terlebih dahulu menggunakan alat Freeze-dry Büchi Lyovapor. Sampel kemudian dimaserasi menggunakan pelarut n-heksana dan diuapkan menggunakan alat Rotary Evaporator Büchi R-100. Ekstrak akan dianalisis menggunakan Ultra High Performance Liquid Chormatography. Seluruh sampel baik sedimen dan gonad mengandung naftalena dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Konsentrasi naftalena tertinggi berada di bagian selatan kedua pulau. Konsentrasi naftalena pada sedimen di Pulau Rambut sebesar 11,72 ppm sedangkan untuk gonad sebesar 6,83 ppm. Konsentrasi naftalena pada sedimen di Pulau Damar Besar sebesar 3,13 ppm, sedangkan untuk gonad sebesar 4,71 ppm. Tidak terdapat korelasi antara konsentrasi naftalena yang berada di sedimen dengan di gonad.

Various kinds of pollutant such as waste disposal from ships can certainly damage the marine ecosystem. One of the pollutants that can be released into the sea from ship waste is Polycyclic Aromatic Hydrocabon (PAH). Content of PAHs such as naphthalene, benzo [a] pyrene and dibenzo [a, h] anthracene are categorized as carcinogenic compounds for humans based on the International Agency for Research on Cancer (IARC). This study aimed to determine the existence and correlation between naphthalene compounds found in sediments and gonads of Diadema setosum sea urchins in Rambut Island, Semak Daun Island, and Damar Besar Island. Samples were taken from each stations with different wind directions on the island as many as three individuals and three sediment points where the sea urchins found. Analysis of naphthalene compounds was done by extracting the sample. Before extracting, samples were frozen using the Freeze-dry Büchi Lyovapor. The samples were macerated using n-hexane solvent and evaporated using the Rotary Evaporator Büchi R-100. The extraction results were analyzed using Ultra High Performance Liquid Chormatography. Both of sediment and gonad samples contain naphthalene with different concentrations. The highest concentration of naphthalene in Rambut Island sediment was 11,72 ppm whereas for the gonads it was 6,83 ppm, meanwhile in Damar Besar Island sediment was 3,13 ppm, while for the gonads was 4,71 ppm. There is no correlation between the concentration of naphthalene in the sediment and the gonad."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anis Savirania
"Telah dilakukan penelitian mengenai kandungan logam berat pada 2 spesies Phyllidiella di beberapa pulau Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pencemaran logam berat di Teluk Jakarta saat ini sangat memprihatinkan yang bersumber dari aktivitas daratan utama Jakarta. Penelitian bertujuan untuk menganalisa perbedaan kandungan logam berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada Phyllidiella pustulosa dan Phyllidiella nigra di Pulau Pramuka, Pulau Damar Besar dan Pulau Rambut, kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Januari—Februari 2021. Analisis logam berat dilakukan dengan menggunakan Inductively Coupled Plasma Mass Spectometry (ICP-MS). Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan Cd tertinggi pada Phyllidiella pustulosa terdapat di Pulau Pramuka (681,93±190,38 g/kg) dan Pb tertinggi terdapat di Pulau Damar Besar (4220,82±784,90 g/kg); sementara itu kandungan Cd tertinggi pada Phyllidiella nigra yang hidup di perairan Pulau Pramuka (369,38±156,07 g/kg) dan nilai Pb tertinggi di perairan Pulau Rambut (5553,34±1781,81 g/kg). Berdasarkan nilai rata-rata dan standar deviasi, kandungan Cd dan Pb pada Phyllidiella pustulosa dan Phyllidiella nigra tidak memiliki perbedaan yang nyata dan memiliki pola yang sama.

Research about heavy metal content in 2 Phyllidiella species in several islands Seribu Islands, DKI Jakarta has been conducted. Heavy metal pollution in Jakarta Bay is currently very concerning that sourced from the activities of mainland Jakarta. The aim of this study was to analyze the heavy metal content of Cd and Pb in Phyllidiella pustulosa and Phyllidiella nigra in Pramuka Island, Damar Besar Island and Rambut Island, Seribu Islands, DKI Jakarta. The study was conducted in January until February 2021. Heavy metal analysis was performed using Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP-MS). The analysis results showed that the highest Cd heavy metal content in Phyllidiella pustulosa was in Pramuka Island (681,93±190,38 g/kg) and the highest Pb was in Damar Besar Island Besar (4220,82±784,90 g/kg); meanwhile, the highest Cd heavy metal content in Phyllidiella nigra that lived in Pramuka Island (369,38±156,07 g/kg) and the highest Pb value was in Rambut Island (5553,34±1781,81 g/kg). Based on the average and standard deviation value, the heavy metal content of Cd and Pb in Phyllidiella pustulosa and Phyllidiella nigra did not have a significant difference and have the same pattern."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrizal Ari Iwari
"Peningkatan gas CO2 di atmosfer dapat mengakibatkan peningkatan suhu rata-rata di bumi yang dapat menyebabkan perubahan iklim. Padang lamun, salah satu komunitas penyusun ekosistem pesisir pantai memiliki fungsi yang dapat dipertimbangkan sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis laju penyerapan karbon dan potensi tiap jenis lamun sebagai penyimpan karbon serta mengestimasi total kandungan karbon komunitas lamun. Penelitian dilakukan pada bulan Januari - Juni 2013 di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Data diperoleh dengan menggunakan metode transek kuadrat untuk menentukan struktur komunitas dan biomassa. Pengukuran pertumbuhan dan produksi daun lamun dilakukan dengan metode penandaan daun, sementara untuk produktivitas serasah menggunakan metode kurungan. Analisis kandungan karbon dalam bagian tanaman lamun dan serasah lamun dilakukan dengan metode Walkley & Black.
Hasil menunjukan bahwa rata-rata laju penyerapan karbon di Pulau Pramuka sebesar 0,53 gC/m2/hari. Dua jenis lamun yang mempunyai laju penyerapan karbon yang tinggi yaitu Thalassia hemprichii (1,69 gC/m2/hari) dan Cymodocea rotundata (0,65 gC/m2/hari), sedangkan jenis lamun yang memiliki cadangan karbon yang tertinggi yakni Enhalus acoroides (139,95 gC/m2) diikuti oleh Thalassia hemprichii (56,87 gC/m2) dan yang terendah ditemukan pada Halophila ovalis (1,91 gC/m2). Rata-rata cadangan karbon pada komunitas lamun Pulau Pramuka sebesar 200,90 gC/m2. Berdasarkan estimasi, total luas padang lamun di Pulau Pramuka sebesar 59,25 ha, sehingga total kandungan karbon yang diperoleh yakni 119,03 ton atau setara dengan 2,01 ton/ha dan jumlah CO2 yang diserap oleh padang lamun Pulau Pramuka yakni sekitar 436,84 ton CO2.

The increase of CO2 in the atmosphere may caused the increasing average temperature of the earth, which could cause climate change. Seagrass beds, one of the constituent communities and coastal ecosystems has a function that can be considered as a carbon sink and carbon stock. This study aims to analyze the rate of carbon sequestration and the potential of each species of seagrass as a carbon sink as well as estimating total carbon stock in seagrass communities. The study was conducted in January - June 2013 in the Pramuka Island, Seribu Islands, Jakarta. Data obtained using quadratic transect method for determining community structure and biomass of seagrass. Measurement of seagrass growth and leaf production is done by the leaf marking method, while for leaf litter productivity using cages method. Analysis percentage of carbon in the plant parts of seagrass and seagrass leaf litter carried by Walkley & Black method.
The results show that the average rate of carbon sequestration at Pramuka Island is 0,53 gC/m2/day. There are two species of seagrass that have a high rate of carbon sequestration is Thalassia hemprichii (1,69 gC/m2/day) and Cymodocea rotundata (0,65 gC/m2/day). While seagrass species that has the highest carbon stocks that Enhalus acoroides (139,95 gC/m2) followed by Thalassia hemprichii (56,87 gC/m2) and the lowest was found in Halophila ovalis (1,91 gC/m2). Average carbon stock in seagrass communities Pramuka Island at 200,90 gC/m2. Based on estimates​​, the total area of ​​seagrass beds at Pramuka Island of 59,25 ha. The total carbon stock can be determined that 119,03 tons, or equivalent to 2,01 tons/ha and the amount of CO2 absorbed by seagrass Pramuka Island which is about 436,84 tons of CO2.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T35805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Arvanza Rivaie
"Teritip (Thecostraca) adalah satu krustasea laut yang memiliki keragaman paling tinggi dan sangat penting secara ekologis di dunia. Pulau Pramuka dengan keragaman terumbu karang yang sangat tinggi, merupakan habitat bagi berbagai biota laut. Diduga keragaman teritip cukup tinggi di pulau ini, mengingat ekosistem lautnya yang hangat, merupakan habitat optimal bagi teritip. Akan tetapi, sejauh ini informasi mengenai keragaman teritip di Pulau Pramuka masih terbatas. Untuk itu, telah dilakukan suatu penelitian untuk mengkaji keragaman spesies teritip secara morfologi di Pulau Pramuka dan Area Perlindungan Laut Taman Nasional Kepulauan Seribu, guna mendapatkan informasi yang diperlukan untuk penelitian selanjutnya. Penelitian dilakukan pada bulan Januari dan Februari 2024, pada pengambilan sampel di kedalaman 10–25 m. Identifikasi dan deskripsi morfologi dari sampel teritip dilakukan dengan cara mencocokkan karakter morfologi dari spesimen teritip yang diperoleh dengan deskripsi terdahulu untuk dilihat persamaan dan perbedaannya, di laboratorium Krustasea dan Entomologi, BRIN Cibinong. Hasil penelitian ini menemukan 7 genus dan 10 spesies teritip di perairan Pulau Pramuka. Spesies-spesies teritip tersebut berasal dari 3 famili teritip acorn dan 1 famili teritip penggali (burrowing barnacle). Spesies-spesies teritip yang ditemukan antara lain adalah Chthamalus malayensis, Chthamalus sp., Trevethana sarae, Darwiniella angularis, Tetraclita squamosa, Neonrosella vitiata, Megabalanus tintinnabulum, Amphibalanus Amphitrite, Amphibalanus reticulatus, dan Amphibalanus zhujiangensis. Teritip-teritip tersebut ditemukan baik di zona intertidal maupun pada rataan terumbu karang. Pada zona intertidal, sebagian besar teritip menempel pada struktur buatan manusia, sedangkan pada zona subtidal ditemukan berasosiasi dengan terumbu karang sebagai inangnya.

Barnacle (Thecostraca) is one of the most diverse and ecologically important marine crustaceans in the world. Pramuka Island, with its very high diversity of coral reefs, is a habitat for various marine biota. It is suspected that the diversity of barnacles is quite high on this island, considering that its warm marine ecosystem is an optimal habitat for barnacles. However, so far, information regarding their diversity on Pramuka Island is still limited. A research was carried out to identify the morphological diversity of barnacle species on Pramuka Island and the National Park Marine Protection Area at Seribu Islands in order to obtain the information needed for further research. The research was carried out in January and February 2024, at a depth of 10–25 m. Identification and morphological description of the barnacle samples were carried out by matching the morphological characters of the barnacle specimens obtained with the previous description to see the similarities and differences at the Crustacean and Entomology Laboratory, BRIN Cibinong. The results of this research revealed seven genera and 10 species of barnacles in the waters of Pramuka Island. Species of barnacles come from three families of acorn barnacles and one family of burrowing barnacles. The barnacle species found included Chthamalus malayensis, Chthamalus sp., Trevethana sarae, Darwiniella angularis, Tetraclita squamosa, Neonrosella vitiata, Megabalanus tintinnabulum, Amphibalanus amphitrite, Amphibalanus reticulatus, and Amphibalanus zhujiangensis. These barnacles were found both in the intertidal zone and on coral reef flats. In the intertidal zone, most barnacles were attached to man-made structures, while on coral reef flats, they were found associated with coral reefs as their hosts."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>