Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 224170 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jocelyn Aprilia
"Diawali dengan perkembangan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual terhadap varietas tanaman, kontribusi petani dalam pelestarian dan pengembangan varietas tanaman mulai diakui oleh komunitas internasional. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan hak petani dalam melakukan kegiatan pengembangan varietas tanaman. Diskusi-diskusi mulai dilakukan di forum-forum FAO sejak tahun 1986 hingga tahun 2001, ketika diadopsinya the International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture, yang salah satu pasalnya mengatur mengenai aspek-aspek hak petani yang perlu dilindungi. Namun, selain dari sifat perlindungan hak petani yang berbeda dengan hak pemulia tanaman, pelaksanaan dari hak tersebut sepenuhnya bergantung kepada pemerintah nasional. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan untuk meneliti penerapan perlindungan hak petani, khususnya di Indonesia, India, dan Brazil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia dan Brazil belum memiliki peraturan nasional yang memadai untuk melindungi hak petani, padahal kedua negara tersebut telah membentuk peraturan yang komprehensif untuk perlindungan hak pemulia tanaman. Sedangkan India memiliki peraturan yang lebih komprehensif, dengan penggabungan peraturan perlindungan hak petani dan pemulia tanaman. Walaupun pelaksanaan tidak sepenuhnya bergantung kepada peraturan, namun peraturan yang komprehensif dalam melindungi hak petani dapat meningkatkan efektivitas implementasinya. Hal ini tergambar dari perbedaan penyelesaian kasus antara perusahaan-perusahaan besar dengan petani di India dan di Brazil.

Started with the development of Intellectual Property Rights on plant varieties, the contribution of farmers in preserving plant varieties began to be recognized by the international community. Therefore, it was deemed necessary to protect farmers’ rights in developing plant varieties. Discussions began to take place from 1986 to 2001, when the International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture was adopted, one of which regulates the aspects of farmers’ rights that need to be protected. However, apart from the different nature of farmers’ and plant breeders’ rights, the implementation of these rights is entirely dependent on the national government. The author uses a juridical-normative research method with literature studies to examine the implementation of farmers’ rights, particularly in Indonesia, India, and Brazil. This research concludes that even though Indonesia and Brazil have established comprehensive regulations on plant breeders’ rights, both countries have not created adequate regulations to protect farmers’ rights. India, on the other hand, has more adequate regulation to protect both farmers’ and breeders’ rights. Although the implementation of a certain regulation does not entirely dependent on the regulation, comprehensive regulations to protect farmers’ rights can increase the effectiveness of the implementation. This is illustrated by the different outcomes of cases between large companies and farmers in India and Brazil. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Burhanudin
"Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki sumber daya hayati yang sangat beragam dan Bering dinyatakan sebagai negara yang memiliki "mega-biodiversity". Dengan tingginya keanekaragaman hayati, maka terbuka peluang yang besar bagi upaya memanfaatkan sumber-sumber gen penting yang ada untuk program pemuliaan, untuk merakit varietas unggul masa depan, namun tanpa kita sadari terbuka peluang mudah untuk dicuri, dipindahkan, dan diperbaiki oleh pihak asing serta diakui sebagai milik meraka. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, memberikan hak kepada pemulia sehubungan dengan varietas tanaman yang dihasilkan yang mempunyai ciri baru, unik, stabil, seragam, dan diberi nama; untuk memproduksi atau memperbanyak benih, menyiapkan untuk tujuan propagasi, mengiklankan, menawarkan, menjual atau memperdagangkan, mengekspor, mengimpor. Hak ini diberikan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun untuk tanaman semusim atau 25 (dua puluh lima) tahun untuk tanaman tahunan setelah diberikan Sertifikat hak PVT. Undang-undang ini, diharapkan akan mendorong keterlibatan sektor swasta dalam mengembangkan industri benih, dan dengan Sistem Dokumentasi dan Jaringan Informasi PVT, maka apabila ada pihak lain yang menggunakan varietas hasil pemuliaan atau varietas loka1 sebagai benih sumber untuk mendapatkan turunannya tanpa ijin dari pihak yang berhak, maka dapat diketahui oleh pemegang hak atau kantor PVT bahwa telah terjadi pencurian varietas tanaman. Di lapangan masih banyak ditemukan pelanggaran terhadap perlindungan varietas tanaman seperti sertifikasi benih tanpa ijin. Sebagian besar diberi pembinaan dan hanya sedikit yang diajukan ke pengadilan. Penegakan hukum terhadap perlindungan varietas tanaman tidak semata-mata menjadi tanggungjawab criminal justice system yang dalam hal ini aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Penegakan hukum belum berhasil maka perlu dukungan dari Kantor Pusat PVT, Departemen Pertanian dan masyarakat.

Indonesia is one of the countries in the world which has various biological resources, and is frequently called a "mega-biodiversity" country. Then, by height such biodiversity, it had opened opportunity to get benefit from important gene resources being available for superiority program such as assembling of leading variety for the future, nevertheless, unintentionally, also it had opened opportunity to be stolen, removed and repaired by foreigners and acknowledges as their property. By enactment of Laws No. 29 year 2000 on Plant Variety Protection, it had given right to breed improver pertaining to resulted plantation variety having new characteristic, unique, stable, uniform, and named; to produce or proliferate seeds, prepare for propagation objective, advertises offer, sell or trade, export, and import. It is given twenty {20) years for one season plantation or twenty five (25) years for annual plantation upon obtaining certificate of PVT right. This legislation is wished will motivate the involvement of private sector to develop seed industry and then, by Documentation System and PVT Information Network, other party who use variety derived from breed improvement or local variety as source seeds to get its generation without permission from authorized party then, it will be known by right holder or office of PMT upon stalling of plantation variety. In the field, so many violation is still found against protected plantation variety as certification without permission. Largely, those had been given building and some of them had been brought to the court. Solely, the enactment of protected plantation variety is not responsible of criminal justice system in this case is police apparatus, attorney's office, court and correctional facility. Law enforcement had not been realized succesfully, but, it requires support from head Office of PVT, Department of Agriculture and society."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Wening
"Sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian SDGT merupakan elemen peting untuk pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Oleh karena itu maka negara-negara sepakat untuk membuat perjanjian mengenai pengelolaan SDGT, yaitu International Treaty Plant Genetic Resources for Food and Agriculture ITPGRFA. ITPGRFA merupakan pengaturan utama bagi pengelolaan SDGT. Salah satu hal penting yang diatur terdapat dalam pasal 9 mengenai Hak Petani. Ada 4 poin terkait dengan hak petani, yaitu perlindungan pengetahuan tradisional terkait dengan SDGT, hak petani di dalam pembagian keuntungan yang adil terhadap pengelolaan SDGT, hak petani untuk ikut berpatisipasi di dalam pengambilan keputusan di tingkat nasional yang terkait dengan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dan hak petani untuk menyimpan, menggunakan, menukar dan menjual bibit.
Dalam banyak kasus seperti dalam kasus Beras Basmati, Jagung Kediri, Talas Hawai rsquo;i dan Industrialisasi Gandum di India, petani sangat dirugikan berkaitan dengan haknya untuk menggunakan kembali bibit karena terkendala dengan paten dan sertifikasi. Indonesia sudah seharusnya Indonesia mengiplementasikan hak petani di dalam hukum nasional karena telah melakukan ratifikasi ITPGFRA. Skripsi ini menganalisis mengenai kesenjangan yang terjadi antara pengaturan internasional dan pengaturan nasional Indonesia mengenai hak petani terkait dengan SDGT dan melihat apa yang dapat dilakukan untuk melindungi Hak petani. Analisis akan dilakukan dengan studi kepustakaan, membandingkan Instrumen Internasional dengan peraturan nasional terkait SDGT, serta wawancara. Hasil dari penelitian adalah bahwa Indonesia belum mengakomodir Hak Petani terkait SDGT.

Plant genetic resources for food and agriculture PGRFA is an important element for the fulfillment of human food needs. Therefore, many countries have agreed to endorse and enforce the agreement about PGRFAs management. The agreement is International Treaty Plant Genetic Resources for Food and Agriculture ITPGRFA. ITPGRFA is the main regulation for PGRFA, with one particular specified regulation is set forth in article 9 about Farmers'Rights. There are 4 points related to Farmers Right protecting relevant traditional knowledge, making provision for farmers to participate in benefits sharing derived from their use, ensuring the right of farmers to participate in national decision making processes related to the conservation and use of plant genetic resources, and rights of farmers to save, use, exchange and sell farm saved seeds and propagating materials.
In many cases such as the cases of Basmati Rice, Kediri corn, Hawai'ian Taro, and industrialization of wheat in India, all of which were very disadvantageous for many farmers because of patents. Indonesia has ratified ITPGRFA, and therefore Indonesia should have already been implementing the Farmers Right in national law. This thesis discusses the gap of international's instrument and Indonesia national law related to Farmers Right for PGRFA, and suggests what can be done to protect Farmers Right, and written through literature studies, comparative study approach between international instrument and national law, and interviews. The result of the research, that Indonesia has not accommodated Farmers Right related to PGRFA.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melyani Auryn Soetjipto
"Skripsi ini membahas mengenai hubungan antara dokter dan pasien berdasarkan hukum di Indonesia, perlindungan hukum terhadap pasien dari persepektif hukum perdata serta penyelesaian masalah kesehatan antara dokter dan pasien dari segi perspektif hukum perdata. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan data sekunder serta metode analisis kualitatif. Hasil dari penulisan ini yang dikaitkan dengan Putusan-Putusan di Indonesia bahwa dokter melanggar Pasal 1365 KUHPerdata yaitu melakukan perbuatan melawan hukum. Sehingga, pasien membutuhkan perlindungan hukum dari perspektif hukum perdata yang diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan dokter memberikan pertanggungjawaban hukum kepada pasien yang diatur dalam Pasal 50 dan 51 Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran.

This research paper consist about the relation between doctor and patient based on Indonesian law, legal protection for patient based on civil law and problem solving between doctor and patient based on civil law. This research is using the Juridistic Normative method which is the literature study. The result of this research are related with a several Indonesian Jurisprudence that doctors violate on the Article 1365 Code on Civil Law that is a tort law. Thus, patients need legal protection from the perspective of Civil Law as regulated in the Article 19 Paragraph (1) of the Law on Consumer Protection, and doctors provide legal accountability to patients as regulated in Article 50 and 51 of the Law on Medical Practice. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman Al-Fatih Ifdal
"Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) merupakan suatu pembangkit tenaga listrik dengan daya termal yang memaksimalkan satu atau lebih reaktor nuklir selaku sumber panas. PLTN memiliki ragam manfaat esensial terhadap pemenuhan kebutuhan energi suatu negara, tak terkecuali di Indonesia. Sampai sekarang, Indonesia belum memiliki PLTN terlepas dari adanya wacana pembangunan PLTN dari sejak disahkannya Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Atom. Hingga akhirnya UU ini dicabut dengan UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pengaturan PLTN kembali diperkuat dengan adanya landasan hukum yang membolehkan PLTN untuk dibangun di Indonesia selama mempertimbangkan faktor keselamatan yang ketat. Kendati demikian, prospek yang cerah terhadap pembangunan PLTN pun tidak kunjung membawakan adanya realisasi pembangunannya secara nyata di Indonesia. Berangkat dari latar belakang berikut, tulisan ini akan menggali, mengkaji, dan menganalisis tinjauan rencana pembangunan PLTN di Indonesia yang dilihat dari segi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Penggunaan lensa hukum lingkungan dalam menjelaskan prospek PLTN jarang diliput secara ilmiah, terlebih dari kacamata hukum lingkungan Indonesia. Analisis dalam tulisan menggunakan pendekatan yuridis berupa penelitian keseluruhan data sekunder hukum terkait PLTN di Indonesia untuk menjawab permasalahan kajian prinsip hukum ketenaganukliran, kesesuaian rencana PLTN, dan tinjauan lainnya dalam rangka memberikan gambaran komprehensif secara meluas (helicopter view). Dari sini, akan didapatkan rekomendasi langkah yang harus diambil Indonesia dalam menetapkan peta jalan pembangunan PLTN jika (akhirnya) terwujudkan.

A nuclear power plant (NPP) is a power plant with thermal power that maximizes one or more nuclear reactors as heat sources. NPPs have a variety of essential benefits for meeting the energy needs of a country, including in Indonesia. Until now, Indonesia has not had a nuclear power plant apart from the discourse on nuclear power plant development since the enactment of Law Number 31 of 1964 concerning the Basic Provisions of Atomic Energy. Until finally this law was repealed by Law Number 10 of 1997 concerning Nuclear Energy as amended by Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation, the regulation of NPP was again strengthened by the existence of a legal basis that allowed nuclear power plants to be built in Indonesia as long as it considered strict safety factors. However, the bright prospects for the construction of NPPs have not led to a real realization of its development in Indonesia. Departing from the following background, this paper will explore, study, and analyze a review of the NPP development plan in Indonesia in terms of environmental protection and management. The use of environmental law lenses in explaining the prospect of nuclear power plants is rarely covered scientifically, especially from the perspective of Indonesian environmental law. The analysis in the paper uses a juridical approach in the form of research on all secondary legal data related to nuclear power plants in Indonesia to answer the problems of nuclear law principle studies, the suitability of nuclear power plants, and other reviews in order to provide a comprehensive overview in a broad manner (helicopter view). From this, this thesis provides recommendations for steps that Indonesia should take in determining the road map for NPP development if (in the end) it is realized."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Burhanudin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19283
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S23221
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ancilla Serafina Winarta
"Hak pekerja harian di Indonesia belum menerima perlindungan hukum secara maksimal dari pada pekerja harian di Singapura. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia perlu bekerja. Salah satu opsi dalam bekerja yang dapat dipilih adalah bekerja secara harian. Pekerja yang bekerja secara harian disebut pekerja harian. Pada praktiknya di Indonesia, pekerja harian masih sering tidak memperoleh haknya. Hal ini berbeda dengan pekerja harian di Singapura. Singapura yang merupakan salah satu negara terkemuka di Asia telah mengkategorikan pekerja yang memiliki karakteristik mirip dengan pekerja harian sebagai pekerja paruh waktu. Hak-hak pekerja harian di Singapura telah secara jelas diatur dalam undang-undang dan hampir memiliki hak yang sama seperti pekerja tetap. Oleh karena itu, tulisan ini menjelaskan lebih dalam tentang perlindungan hukum hak pekerja harian di Indonesia dan di Singapura, serta menganalisis lebih dalam terkait persamaan dan perbedaan perlindungan hukum bagi hak pekerja harian di Indonesia dan Singapura, sehingga pembaca dapat menemukan keunggulan perlindungan hukum hak yang dimiliki oleh Singapura. Selain itu, tulisan ini juga membahas tentang kemungkinan penerapan perlindungan hukum hak pekerja harian di Indonesia berdasarkan unsur-unsur yang diatur di Singapura dan masalah yang akan timbul jika terjadi penerapan ini. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal dengan mengumpulkan dan mengkaji sumber kepustakaan atau data sekunder.  Setelah data terkumpul, data tersebut diolah dan dianalisis dengan metode deskriptif analitis, artinya data akan dikelompokkan sesuai dengan aspek yang diteliti, kemudian ditarik kesimpulan, dan diuraikan secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa perlindungan hukum bagi hak pekerja harian di Indonesia dan Singapura memiliki keunggulannya masing-masing. Jika ditunjau dengan teori perlindungan hukum, hukum ketenagakerjaan di Singapura lebih memberikan perhatian pada pekerja harian dibandingkan di Indonesia. Hal ini dibuktikan dari hak upah lembur, cuti, dan sistem jaminan sosial di Singapura yang lebih memberikan apresiasi terhadap kinerja pekerja.

The rights of daily workers in Indonesia have not received the maximum legal protection compared to daily workers in Singapore. To fulfill their daily needs, humans need to work. One of the work options that can be chosen is working daily. Workers who work daily are called casual workers. In practice in Indonesia, daily workers often do not receive their rights. This is different from daily workers in Singapore. Singapore, which is one of the leading countries in Asia, has categorized workers who have characteristics similar to daily workers as part-time workers. The rights of casual workers in Singapore are clearly regulated in law and have almost the same rights as permanent workers. Therefore, this article explains in more depth the legal protection of the rights of daily workers in Indonesia and Singapore, as well as analyzing further the similarities and differences in legal protection for the rights of daily workers in Indonesia and Singapore, so that readers can discover the advantages of legal protection of rights that owned by Singapore. Apart from that, this article also discusses the possibility of implementing the law to protect the rights of daily workers in Indonesia based on the elements regulated in Singapore and the problems that will arise if this implementation occurs. This article was prepared using doctrinal research methods by collecting and reviewing library sources or secondary data. After the data is collected, the data is processed and analyzed using the analytical descriptive method, meaning that the data will be collected according to the aspects studied, then conclusions will be drawn and described descriptively. Based on the research results, it can be seen that legal protection for the rights of daily workers in Indonesia and Singapore has its own advantages. If we look at the theory of legal protection, employment law in Singapore pays more attention to daily workers than in Indonesia. This is realized from the rights to overtime pay, leave, and the social security system in Singapore which provides greater appreciation for worker performance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Welsh, James R.
Jakarta : Erlangga, 1991
581.35 WEL d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Zahra Feriani
"Skripsi ini berisi tentang perlindungan program komputer di bidang teknologi dilihat dari perspektif undang-undang paten di Indonesia. Pokok permasalahan terdapat pada apakah Undang-Undang Paten di Indonesia memungkinkan untuk memberikan perlindungan terhadap program komputer yang dimana di Indonesia selama ini suatu prpogram komputer dilindungi dengan Undang-Undang Hak Cipta. Selain itu ditinjau pula kemungkinan terjadi perlindungan ganda (double protection) yaitu dengan rezim hak cipta dan paten sekaligus terhadap suatu program komputer. Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif dimana sumber data diperoleh dari data sekunder dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan Program komputer dilindungi dengan Undang-Undang Paten namun tetap harus dilihat secara substansial bahwa program komputer tersebut memenuhi syarat-syarat paten dan memiliki fungsi paten.

This focus of this study is about the legal protection of computer programs is seen from the perspective of patent law in Indonesia. The subject matter is contained in the Patents Act in Indonesia makes it possible to provide protection to computer programs which in Indonesia is a computer program protected by Copyright Law. In addition it also reviewed the possibility of (double protection) to protect the computer programs. This research is a juridical-normative which source data obtained from secondary and analyzed qualitatively. The results showed that there is a possibility of a computer program is protected by patent law, but remains to be seen that a computer program substantially meets the requirements patents and has patents functions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44795
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>