Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149792 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harish Makarim
"Pencemaran di Sungai Citarum telah terjadi selama bertahun-tahun sehingga mendapatkan gelar sungai paling tercemar di dunia. Tidak hanya merusak lingkungan hidup, pencemaran yang terjadi di Sungai Citarum pun telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang Sungai Citarum. Kerugian tersebut antara lain ialah kerugian akan kesehatan dan juga kehilangan sumber air bersih. Namun demikian, selama ini belum pernah ada gugatan yang diajukan untuk memberikan masyarakat di Sungai Citarum ganti rugi atas penderitaan yang mereka alami. Selain itu, pabrik-pabrik di Sungai Citarum pun seolah tidak pernah bertanggungjawab atas kerugian yang masyarakat alami. Ketiadaan gugatan semacam ini diakibatkan oleh adanya permasalahan kausalitas dalam kasus pencemaran Sungai Citarum, yakni ketidakpastian kausalitas. Ketidakpastian kausalitas ini diakibatkan oleh dua hal, yakni ketidakpastian tergugat dan ketidakpastian penyebab kerugian. Ketidakpastian tergugat terjadi sebab terlampau banyak industri yang berdiri di Sungai Citarum, dan ketidakpastian penyebab terjadi sebab terlampau banyaknya sumber pencemar yang ada di Sungai Citarum. Skripsi ini hendak menjawab permasalahan ketidakpastian kausalitas tersebut dengan perkembangan doktrin tort yang ada di luar negeri. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan analisis deskriptif. Penelitian ini menuai hasil yang cukup memuaskan di mana doktrin market share liability dapat menjadi solusi atas permasalahan kausalitas yang dihadapi kasus pencemaran Sungai Citarum dengan penyesuaian-penyesuaian pada hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia. Namun demikian, terdapat tantangan-tantangan seperti dibutuhkannya aktivisme yudisial oleh hakim dan penelitian secara saintifik terhadap pencemaran Sungai Citarum, untuk dapat menerapkan doktrin market share liability  di Indonesia guna membuktikan kausalitas kerugian terhadap pencemaran yang terjadi.

Citarum River has been polluted for many years and has earned it the title of the most polluted river in the world. Not only destroying the environment, the pollution that occurs in the Citarum River has also caused losses to the people living along the Citarum River. These losses include the loss of health and also the loss of clean water sources. However, so far there has never been a lawsuit filed to provide the people in the Citarum River with compensation for the suffering they have experienced. In addition, it seems that the factories in the Citarum River have never been responsible for the losses suffered by the community. The absence of such a lawsuit is caused by a causality problem in the Citarum River pollution case, namely the uncertainty of causation. The uncertainty of causation is caused by two things, namely the uncertainty of the defendant and the uncertainty of the cause of the loss. The defendant's indeterminacy occurred because there were too many industries that stood on the Citarum River, and the causative indeterminacy occurred because there were too many sources of pollution in the Citarum River. This thesis aims to answer the uncertain causation problem with the development of the existing tort doctrine in other countries. The research method used is normative juridical research with a descriptive analysis approach. This study reaped satisfactory results where the market share liability doctrine could be the solution to the causality problem faced by the Citarum River pollution case with adjustments to the civil procedural law applicable in Indonesia. However, there are challenges such as the need for judicial activism by judges and scientific research on Citarum River pollution, in order to be able to apply the market share liability doctrine in Indonesia to prove the causality of losses to pollution. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nank Kusna Buchari
"Kegiatan pembangunan industri sebagai salah satu penunjang pembangunan nasional harus memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Peraturan PerUndang-Undangan. Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, dinyatakan bahwa pembangunan industri diarahkan untuk menuju kemandirian perekonomian nasional, meningkatkan kemampuan bersaing dan menaikkan pangsa pasar dalam negeri dan luar negeri dengan selalu memelihara kelestarian flmgsi lingkungan hidup.
Penegakan Hukum Lingkungan Industri yang dilaksanakan oleh aparat Kepolisian baik sebagai individu, sebagai fungsi dan sebagai organ sangat penting dalam mencegah dan menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup baik sebagai akibat pembangunan industri maupun akibat limbah dan kegiatan usaha industri, dalam mewujudkan pembangunan industri berwawasan lingkungan sebagai diatur antara lain dalam Undang-undang No.4 Tahun 1982, PP No 13 Tahun 1987 Tentang Izin Usaha Industri jo PP No 51 1993 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan jo SK. Menteri Penndustnan No. 291/M/SK/10/1989 Tentang Tata Cara Perizinan dan Standar Teknis Kawasan Industri jo SK. Menteri Perindustrian No.l34/M/4/1988 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Sebagai Akibat Kegiatan Usaha Industro jo KEPPRES No. 77 Tahun 1994 Tentang BAPEDAL jo Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang dan jo Undang-Undang Kepolisian RI No. 13 Tahun 1961 jo Undang-Undang HAP No. 8 Tahun 1981.
Pencegahan pencemaran yang meliputi antara lain pemilihan lokasi sesuai RUTR, pembuatan AMDAL, pengolahan dan lain-lain serta penanggulangan, seperti penetapan kualitas limbah dan nilai ambang batas bagi lingkungan, penanganan limbah melalui daur ulang dengan mengikuti prosedur Administrasi Pemerintah Daerah setempat.
Adanya kemungkinan perusahaan kawasan industri diberikan batas waktu tiga tahun untuk tidak menyusun RKL, RPL setelah persetujuan prinsip dikeluarkan, sebagaimana dimaksud SK. Menteri Perindustrian No. 291/M/SK/10/1989, dan hanya adanya kewajiban menyusun ANDAL, RKL dan RPL apabila ada dampak penting pada tingkat izin tetap sebagaimana diatur di dalam PP No. 51 Tahun 1993 tentang ANDAL, maka memberi peluang pada tingkat persetujuan prinsip bag! perusahaan industri terjadinya pencemaran dan kerusakan Hngkungan hidup, sebab pencemaran dan kerusakan itu dapat terjadi tidak saja setelah usaha industri itu beroperasi, tapi dapat juga pada tahap persiapan dan usaha pembangunan industri. Keadaan ini menjadikan tidak efektifnya peratuaran Izin Usaha Industri dalam rangka usaha pencegahan dan penanggulangan pencemaran industri terhadap lingkungan hidup. Di sinilah diperlukan suatu kebijakan yang merupakan suatu strategi penegak hukum dalam rangka menunjang pembangunan berwawasan lingkungan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualitas kebijakan dalam Penegakan Hukum Lingkungan dan tingkat kesadaran lingkungan para pengusaha dan masyarakat lingkungan industri. Di samping itu, dengan penelitian ini juga ingin diketahui (1) Perbedaan persepsi antara kelompok Pengusaha, Pengelola Lingkungan, dan pandangan Masyarakat Lingkungan Industri mengenai kualitas kebijakan dalam Penegakan Hukum Lingkungan (penyidikan di lingkungan industri). (2) Perbedaan persepsi antara kelompok Pengusaha, Pengelola Lingkungan dan Masyarakat Lingkungan Industri mengenai tingkat kesadaran lingkungannya. (3) Hubungan antara kualitas Kebijakan Penegakkan Hukum Lingkungan dengan Tingkat Kesadaran Masyarakat Lingkungan Industri menurut persepsi Kelompok Pengusaha, Pengelola Lingkungan, dan Masyarakat Lingkungan Industri itu sendiri.
Pelaksanaan penelitian ini di wilayah hukum POLDA JABAR dan khususnya di daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung sepanjang Sungai Citarum dari mulai Desa Sapan sampai dengan Bandung Selatan dengan memakan waktu selama (enam) bulan (dari mulai April sampai dengan September Tahun 1996). Metode penelitian ini digunakan metode survei dengan besar sampel seluruhnya 100 Responden untuk kelompok Pengelola Lingkungan 37 orang, kelompok Pengusaha 27 orang dan Masyarakat Lingkungan Industri 36 orang.
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuesioner, baik untuk kelompok Pengusaha, kelompok Pengelola Lingkungan, dan kelompok Masyarakat Lingkungan Industri. Jumlah pertanyaan seluruhnya ada 181 butir. Untuk kelompok Pengusaha terdiri atas 80 butir mengenai materi kebijakan manajemen Penegakan Hukum Lingkungan, dan 39 butir untuk tingkat Kesadaran Lingkungan Industri, 62 butir untuk Administrasi Penegakkan Hukum Lingkungan. Sedangkan kelompok Pengelola Lingkungan jumlah butir instrumennya sebanyak 80 butir pernyataan tentang materi Kebijakan dalam Penegakkan Hukum Lingkungan, 39 butir tentang Tingkat Kesadaran Lingkungan. Sementara itu untuk kelompok Masyarakat Lingkungan Industri instrumennya adalah 80 butir tentang materi Kebijakan dalam Penegakkan Hukum Lingkungan dan 39 butir materi tentang tingkat Kesadaran Lingkungan Industri. Dari jumlah butir masing-masing instrumen, seluruhnya tidak diujicobakan, tetapi telah diperhitungkan tentang tingkat validitas dan reabilitasnya. Teknik analsis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, ANOVA satu jalan dan korelasi sederhana pada taraf signifikansi a = 5%. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Faatiha Rahmauli
"Tulisan ini membahas tentang environmental harm pada pencemaran Sungai Ciujung yang dilakukan oleh PT. Indah Kiat Pulp and Paper PT. IKPP . Konsep environmental harm digunakan karena istilah "crime" sering didefinisikan sebagai pelanggaran atas aturan-aturan. Sedangkan pencemaran Sungai Ciujung diakibatkan karena pembuangan limbah cair dari aktivitas industri yang legal dan sah karena memiliki izin dari pemerintah. Limbah cair yang dibuang ke sungai memiliki zat-zat kimia yang apabila melebihi baku mutu air akan merusak fungsi dari Sungai Ciujung. Dampak yang muncul dari pencemaran Sungai Ciujung berupa kerugian lingkungan dan masyarakat yang tinggal dan memanfaatkan keberadaan sungai.

This paper discuss about environmental harm to pollution of Ciujung River conducted by PT. Indah Kiat Pulp and Paper PT IKPP . The concept of environmental harm is used because 39 crime 39 is often defined as a violation of the rules. While the pollution of the Ciujung River is caused by the disposal of liquid waste from legal and legitimate industrial activity because it has permission from the government. Liquid waste discharged into the river has chemicals that, if exceeding the water quality standard, will impair the function of the Ciujung River. The impact that arises from pollution of the Ciujung River is the loss of the environment and the people who live and utilize the existence of the river."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mawaddah
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kapasitas pengambilan keputusan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan prinsip good environmental governance terutama dalam pengendalian pencemaran udara. Teori yang digunakan adalah konsep good environmental governance (GEG) yang didalamnya terdapat tujuh prinsip bagaimana membangun tata kelola lingkungan yang baik. Pendekatan penelitian ini adalah post positivist dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini adalah sebagian besar memenuhi prinsip GEG karena sudah berdasarkan prinsip deliberative, efficeient, science-based, dan risk-based namun terdapat prinsip yang belum dilaksanakan secara maksimal yaitu transparent, accountable, open and balance. Hal ini disebabkan kapasitas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan lingkungan hidup mengalami beberapa kendala seperti terbatasnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pengendalian pencemaran udara, terbatasnya perangkat hukum dan kewenangan, hubungan antar SKPD, hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah DKI Jakarta, serta jumlah dan kualitas sumber daya manusia.

ABSTRACT
This research aims to describe decision making capacity by DKI Jakarta Province Government on how to manage environment based on Good Environmental Governance (GEG) principal, especially on air pollution. The research use the concept of good environmental governance in which there are seven principles of how build good environmental governance. The approach was post positivist using literature review and depth interview. Most of the results meet GEG principles which are deliberative, efficient, science-based, dan risk-based, but there are principles have not been implemented maximally which are transparent, accountable, open and balance. It is due to the capacity of Jakarta?s Provincial Government in environmental management having some obstacles such as public awareness limitation related to air pollution control importance, a set of law and authority limitation, relationship inter-SKPD, relationship between central government and province government, and quantity and quality of human resource
"
2016
S64054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, Caleb Patrick Sihar
"DAS Citarum Hulu DAS Citarum termasuk ke dalam wilayah Perencanaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai (PSDWS) sejak tahun 2016, yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air utama dari keseluruhan Sungai Citarum. Ditambah lagi DAS Citarum Hulu mengalami pengembangan secara pesat dan dimanfaatkan sebagai daerah pemukiman, pertanian, pertanian, dan industri. Penelitian ini bertujuan untuk menyimulasikan pencemaran paramater BOD, COD, dan TSS di keseleruhan DAS Citarum Hulu menganalisis sensitivitas parameter permodelan kualitas air sungai DAS Citarum Hulu dengan QUAL2KW. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode QUAL2KW. Kondisi eksisting pada Sungai Wangsisagara memiliki konsentrasi BOD yang memenuhi baku mutu, yaitu masih di bawah 12 mg/l, sementara pada lokasi pengujian lainnya mengandung konsentrasi BOD yang melebihi baku mutu. Sungai Wangisagara mengandung konsentrasi COD yang memenuhi baku mutu kelas 3, dan Jembatan Koyod, Sungai setelah IPAL Cisarung, dan Sungai Nanjung memenuhi baku mutu kelas 4. Untuk konsentrasi TSS, pada Sungai Wangisagara memenuhi baku mutu kelas 1, Sungai setelah IPAL Cisarung masih memenuhi baku mutu kelas 3, dan pada Jembatan Koyod dan Sungai Nanjung berada pada kelas 4. Jumlah beban pencemar yang berasal dari air limbah domestik memiliki total beban pencemar BOD sebesar 13,6 juta kg/tahun, COD sebesar 2,6 juta kg/tahun, dan TSS sebesar 40,9 kg/tahun. Hasil analisis sensitivitas terhadap simulasi BOD adalah konsentrasi DO diffuse source, konsentrasi BOD diffuse source, dan debit pencemar diffuse source; COD adalah konsentrasi DO diffuse source, konsentrasi COD diffuse source, dan debit pencemar diffuse source; TSS adalah konsentrasi DO diffuse source, konsentrasi TSS diffuse source, dan debit pencemar diffuse source; DO pada DAS Citarum Hulu segmen Cirawa – Nanjung konsentrasi DO diffuse source, oxygen temperature correction, dan lebar dasar sungai.

The Upper Citarum Watershed The Citarum River Basin is included in the River Basin Water Resources Planning (PSDWS) area since 2016, the Upper Citarum watershed functions as the main water catchment area of ​​the entire Citarum River. In addition, the Upper Citarum watershed is experiencing rapid development and is used as a residential, agricultural, agricultural and industrial area. This study aims to simulate the contamination of BOD, COD, and TSS parameters in the entire Upper Citarum watershed to analyze the sensitivity of the water quality modeling parameters of the Upper Citarum Watershed with QUAL2KW. This research was conducted using the QUAL2KW method. The existing condition on the Wangsisgara River has a BOD concentration that meets the quality standard, which is still below 12 mg/l, while at other test locations it contains a BOD concentration that exceeds the quality standard. The Wangisagara River contains COD concentrations that meet the class 3 quality standard, and the Koyod Bridge, the River after the Cisarung WWTP, and the Nanjung River meet the class 4 quality standard. class 3 quality, and on the Koyod Bridge and Nanjung River it is in class 4. The total pollutant load originating from domestic wastewater has a total pollutant load of 13.6 million kg/year BOD, 2.6 million kg/year COD, and TSS of 40.9 kg/year. The results of the sensitivity analysis on the BOD simulation are the DO diffuse source concentration, the diffuse source BOD concentration, and the diffuse source pollutant discharge; COD is a diffuse source DO concentration, a diffuse source COD concentration, and a diffuse source pollutant discharge; TSS is a diffuse source DO concentration, diffuse source TSS concentration, and diffuse source pollutant discharge; DO in the Upper Citarum watershed in the Cirawa – Nanjung segment, DO concentration is diffuse source, oxygen temperature correction, and riverbed width.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Yusha Amalia
"Pendekatan command and control merupakan pendekatan yang berarti Pemerintah merupakan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab untuk membuat suatu norma peraturan, mengawasi, dan melalukan penegakan hukum. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pendekatan command and control tidak berjalan dengan efektif di Indonesia, khususnya yang akan dibahas dalam tulisan ini yaitu penerapan pendekatan command and control di Sungai Citarum, karena kondisi pencemaran di Sungai Citarum yang tidak kunjung membaik selama bertahun-tahun. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif. Penerapan pendekatan command and control di Sungai Citarum kurang berjalan dengan efektif karena disebabkan oleh beberapa faktor, yang diantaranya peraturan perundang-undangan yang ada kurang memadai dan pihak Pemerintah yang tidak tegas dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukumnya. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa yang seharusnya dihilangkan bukanlah pendekatan command and control-nya, melainkan dilakukannya suatu perbaikan sistem pelaksanaan peraturan oleh Pemerintah dan mengkombinasikan pendekatan command and control dengan instrumen informasi menggunakan smart regulation.

The command and control approach is an approach which means that the Government is the only party who is responsible for making regulatory norms, supervising, and doing law enforcement. There is an opinion that the command and control approach does not work effectively in Indonesia, especially the one that will be discussed in this paper that the application of the command and control approach does not work in Citarum River because the pollution conditions have not improved for years. The research method used is juridical-normative. The application of the command and control approach in the Citarum River is not running effectively because it is caused by several factors, including inadequate existing regulations and the Government who are not strict in conducting supervision and law enforcement. The conclusion in this study is that what should be eliminated is not the command and control approach, but rather an improved system of implementing regulations by the Government and combining the command and control approach with information instrument using smart regulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mudarisin
"Sungai adalah torehan dipermukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air dan material yang dibawa dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah pengaliran ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya bermuara ke laut.
Sungai Cipinang merupakan salah satu dari 13 Sungai di DKI Jakarta yang mengalir melewati Kotamadya Jakarta Timur dengan hulu sungai Situ Jatijajar Kotamadya Depok dan bermuara di Sungai Sunter. DAS Sungai Cipinang meliputi 5 wilayah kecamatan di Kotamadya Jakarta Timur Yaitu Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan Ciracas, Kecamatan Kramat Jati, Kecamatan Makasar dan Kecamatan Jatinegara. Luas DAS Cipinang 4.526,32 Ha dan panjang sungai 30,165 km.
Di Daerah pengaliran Sungai ini terdapat berbagai kegiatan usaha yaitu kegiatan industri, rumah sakit dan pemukiman. Dengan adanya berbagai kegiatan ini maka sungai Cipinang selain menampung curah hujan juga menampung limbah dari berbagai kegiatan tersebut. Akibat masuknya beban limbah dari berbagai kegiatan tersebut tanpa didukung oleh kemampuan daya tampung sungai yang memadai maka terjadilah pencemaran. Hal ini dapat dilihat dari hasil pemantauan kualitas air sungai Cipinang dan pengolahan data dengan metode storet yang dilakukan BPLHD DKI Jakarta.
Adanya industri dan usaha kegiatan lainnya seperti pasar dan rumah sakit di sepanjang daerah aliran Kali Cipinang Jakarta Timur pada satu nisi dapat membawa keuntungan bagi penduduk karena terciptanya lapangan kerja serta meningkatnan pendapatan perkapita, sedangkan dampak yang lebih terasa akibat adanya industri tersebut adalah meningkatnya pencemaran lingkungan. Di sepanjang sungai Cipinang terdapat ± 60 Industri besar dan menengah yang terdiri atas industri makanan, farmasi, tekstil dan proses metal (Elektropating), kemudian 5 rumah sakit , dan 5 pasar yang berpotensi besar sebagai sumber pencemar.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian:
1) Apakah beban pencemar yang berasal dari kegiatan Instansional (industri, rumah sakit dan pasar) lebih besar dari pencemar yang berasal dari kegiatan pemukiman (rumah tangga),
2) Berapa besar nilai kecepatan reakasi orde satu,(k) Sungai Cipinang yang merupakan faktor penting dalam pengendalian pencemaran zat organic,
3) Berapa besar daya tampung sungai Cipinang terhadap beban pencemar baik yang berasal dari kegiatan instansional maupun non-instansional (pemukiman penduduk).
Hipotesis yang disajikan dalam penelitian ini adalah:
1). Beban pencemar organik dari kegiatan permukiman penduduk lebih besar dibandingkan dengan beban dari kegiatan instansional (industri, rumah sakit dan pasar).
2). Jika koefisien kecepatan rekasi orde satu (k) diketahui maka strategi pengendalian pencemaran sungai cipinang dapat dirumuskan.
3). Daya tampung Sungai Cipinang akan meningkat jika pasokan debit ditingkatkan dan pengurangan beban masuk pada Sungai.
Variabel penelitian adalah debit, kecepatan aliran, waktu alir, kadar BOD. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran lapangan kecapatan aliran dengan current meter, pengambilan sampel air limbah untuk dianalisis di laboratorium dan data sekunder dari Pemerintah Daerah DICE Jakarta. Pemilihan lokasi sampling berdasarkan segmentasi/ruas yang ada.
Perhitungan daya tampung beban dilakukan dengan metoda Streeter-Phelp sedangkan nilai kecamatan reaksi orde satu (k) dilakukan dengan metoda Thomas.
Analisis BOD dilakukan dengan metode Winkler di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI dengan hasil sebagai berikut: JI. Radar AURI ( 12.92 mg/lt), J1. Lap-tembak ( 20 mg/lt), 31. Ciracas ( 34 mg/lt), Lingkar Rambutan (48 mg/lt), JI.Pondok Gede (111 mg/lt), Halim PK ( 66 mg/lt) dan JI. Basuki Rahmat (90 mg/lt)
Hasil perhitungan beban pencemar domestik adalah sebagai berikut: Ruas-1 (1.115 kg/hari), ruas-2 (1.592 kg/hari), Ruas-3 (2.193 kg/hari), Ruas-4 (4.349 kg/hari), Ruas-5(3.740 kg/hari), Ruas-6 (3.064 kg/har), Ruas-7 (5.039 kg/hari). Sedangkan untuk beban pencemar industri adalah : Ruas - 1(7,97 kg/khari), Ruas-2( 97,76 kg/hari), Ruas-3 (56,25 kg/har), Ruas-4 (167,94 kg/hari), Ruas-5 (47,03 kg/hari) dan Ruas- 6(30 kg/hari).
Hasil simulasi perhitungan daya tampung beban pencemar dengan metode Streeter-Pheip dengan nilai (k) =0,28 Jika Debit awal 2,5 m3/lt, BOD = 5 mg/lt, BOD Pddk = 50 mg/lt, dan Industri Zerro adalah sebagai berikut : JI.Radar (1.080 kg/hari), Lap.Tembak (2.220 kg/hari), Ciracas (4.173 kg/hari), Lingkar Ram (6,923 kg/hari), Pondok Gede (12,2914 kg/hari), Halim Pk (16,704 kg/hari), Basuki R (20.182 kg/hari) dan IG.Ngurah Rai (27,53 kg/hari).
Menjawab beberapa rumusan permasalahan di atas, beberapa kesimpulan dibuat sebagai berikut :
1. Beban limbah Domestik mempunyai kontribusi 98 °ft sedangkan beban limbah Industri 2 %, dengan demikian kontribusi beban domestik jauh lebih besar dibandingkan dengan Industri.
2. Nilai kecepatan reakasi orde satu (k) Sungai Cipinang cukup besar yaitu 0,28 / hari hal ini menunjukkan bahwa potutan pada Sungai Cipinang didominasi oleh zat organik dengan demikian sebenarnya Sungai Cipinang mempunyai potensi yang cukup besar untuk melakukan self Purification. Namun karena panjang Sungai hanya ± 30 km sehingga waktu alir relatif singkat maka proses self Purification yang terjadi tidak optimal.
3. Daya tampung Sungai Cipinang pada kondisi existing sangat rendah namun demikian daya tampung dapat ditingkatkan jika pasokan debit dari hulu diperbesar dengan tetap menjaga kualitas, Melakukan intervensi terhadap limbah domestik sambil tetap melakukan pengawasan limbah dari kegiatan Industri sehingga pemulihan sungai terwujud.
Berdasarkan hasil pembahasan, saran-saran yang dapat diberikan adalah :
1. Melakukan pengelolaan secara terpadu melalui pendekatan ekosistem dari hulu sampai hilir antara Pemerintah DKI Jakarta dan Kotamadya Depok dalam melakukan pengendalian pencemaran terutama dalam pasokan debit dan kualitas air di bagian hulu sebelum masuk ke Kotamadya Jakarta Timur.
2. Melalukan pengolahan limbah domestik sebelum dibuang ke sungai dengan membangun IPAL komunal baik dilakukan oleh Pemerintah maupun swadaya masyarakat.
3. Melakukan pembinaan secara intensif kepada para perusaha industri yang dalam proses produksinya mengeluarkan atau membuang air limbah ke Sungai Cipinang, untuk berperan serta aktif dalam mencegah pencemaran dengan mentaati ketentuan beban limbah yang ditentukan.
4. Melakukan pengawasan dan tindakan tegas terhadap para pengusaha yang membuang air limbahnya tidak memenuhi ketentuan serta memberikan pengahragaan kepada pengusaha yang selalu taat dan patuh dalam melakukan pengelolaan lingkungan.
Daftar Kepusatakaan : 40 (1982 ? 2004)

River is engrowing on the earth surface that is representing natural waterway is leading the water and other constituents from the upstream area to the downstream area and finally is flowing into the sea.
Cipinang River is one of 13 (thirteen) river in Jakarta is flowing through the East Jakarta Municipality with upstream of this river is Jatijajar Pond in Depok Municipality and is jointing into the Sunter River. Watershed of Cipinang River is including 5 (five) districts in East Jakarta Municipality namely Pasar Rebo District, Ciracas District, Kramat Jati District, Makasar District, and 3atinegara District. The Cipinang Watershed area is 4,526.32 Ha and length of the river is 30.165 km.
There are various business activities in this river basin such as industrial activity, hospital, and human settlements. Cipinang River is carrying all wastes from those activities too, while it is carrying the rainfall. The impact of all wastes from those activities without supported by river's carrying capacity is created the contamination. It will proved by monitoring the water quality of Cipinang River and data are processing with staret method is done by BPLHD DKI Jakarta, is noted at the following Table 1-1:
The advantages of the industry and other activities existence like traditional markets and hospital to the community who leaves all along this river development basin in East Jakarta are creating some employment and are increasing income per capita, while the impacts of those industries are increasing the environmental stained. There are ± 60 middle and big industries along the Cipinang River such as food industry, pharmacy, textile, and metal process (Electroplating), moreover, 5 (five) hospitals and 5 (five) traditional markets are potentials as wastes production.
Based on the background at the above mentioned, the problems of this research are:
1) Are the institutional activities (industries hospital, and markets) having more waste than household activity's?
2) How fast the first order (k) reaction of Cipinang River that is important factor in organic waste controlling?
3) How big is Cipinang River's carrying capacity from all waste, even they are coming from institutional activities or they are coming from non-institutional activities (human settlement)?
This research's hypotheses are:
1) The human settlement activity has more organic wastes than the institutional activities (industry, hospital, and market),
2) If velocity of the first order (k) has been known, waste controlling at Cipinang River can be formulated,
3) Cipinang River's carrying capacity will be mounted up if there is an increasing discharge from the upstream.
Research variables are discharge, velocity, time, and BOD concentration. Current meter on site did data collection such as velocity measurement, waste sampling was analyzed in laboratory, and secondary data was obtained from DKI Jakarta Local Government. Sampling location was based on water trench.
Carrying capacity was estimated by Streeter - Phelp method, while the first order reaction in each district was estimated by Thomas method. BOD was analyzed in Environmental Health Technical Policlinic Laboratory - Health Department of RI by Winkler method with the following result: 31. Radar AURI (12.92 mg/L), 31. Lap. Tembak (20 mg/L), 31. Ciracas (34 mg/L), Lingkar Rambutan (48 mg/L), 31. Pondok Gede (111 mg/L), Halim PK (66 mg/L), and 31. Basuki Rahmat (90 mg/L).
The simulation result was indicating that domestic wastes were as follows: 1st segment (1,115 kg/day), 2nd segment (1,592 kg/day), 3rd segment (2,193 kg/day), 4th segment (4,349 kg/day), 5th segment (3,740 kg/day), 6th segment (3,064 kg/day), and 7th segment (5,039 kg/day). Meanwhile, the industrial wastes were as follows: 15t segment (7.97 kg/day), 2nd segment (97.76 kg/day), 3rd segment (56.25 kg/day), 4th segment (167.94 kg/day), 5th segment (47.03 kg/day), and 6th segment (30 kg/day).
Waste carrying capacity was estimated by Streeter-Phelp, which has (kk value = 0.28 if the discharge comes from the upstream was 2.5 m /sec, BOD concentration = 5 mg/L, BOD Pddk concentration = 50 mg/L, and Industrial BOD concentration was zero was as follows: 31. Radar (1.080 kg/day), 31. Lap. Tembak (2,220 kg/day), II. Ciracas (4,173 kg/day), Lingkar Rambutan (6,923 kg/day), 31. Pondok Gede (12,291 kg/day), Halim PK (16,704 kg/day), 31. Basuki Rahmat (20,182 kg/day), and 31. I. G. Ngurah Rai (27,530 kg/day).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11962
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resha Ayu Putri Belinawati
"

ABSTRAK

Nama                        :    Resha Ayu Putri Belinawati

Program Studi          :    Ilmu Lingkungan

Judul                        :    Studi Masyarakat Desa Jelegong Mengenai Pencemaran Sungai Citarum, Terkait Posisi Pemerintah Daerah Jawa Barat Dalam Menghadapi SDGs 6.3 Air dan Sanitasi.

.

Pencemaran sungai Citarum sudah menjadi isu dunia, sungai Citarum adalah satu dari sepuluh sungai yang paling tercemar di dunia. Beberapa kebijakan telah dibuat oleh pemerintah daerah Jawa Barat dalam upaya menanggulangi pencemaran sungai Citarum, namun masih terjadi hingga saat ini. Saat ini Indonesia dihadapkan dengan tujuan global yaitu SDGs, setiap negara harus mencapai dari tujuan tersebut. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Pemerintah Daerah Jawa Barat menangani pencemaran yang terjadi di sungai Citarum. Riset ini bertujuan untuk menganalisis peran Pemerintah Daerah Jawa Barat untuk menghadapi SDGs, khususnya dalam penanganan sungai Citarum. Metode riset yang digunakan adalah teori sistem politik, pembagunan berkelanjutan,  teori studi komparatif, ekologi politik, dan sustainability. Hasil riset yang didapat Pemerintah Daerah Jawa Barat telah memiliki peraturan mengenai pencemaran sungai Citarum, namun hingga saat ini sungai Citarum masih tercemar. Kesimpulan yang didapat Pemerintah Daerah Jawa Barat masih dikatakan kurang, khususnya dalam hal pengawasan.

Kata kunci: Pembangunan Berkelanjutan, Citarum, SDGs 6.3, Sistem Politik, Ekologi Politik

 


ABSTRACT

Name                        :    Resha Ayu Putri Belinawati

Study Program         :    Environmental Science

Title                          :    Community Study Jelegong Village A Pollution Of Citarum River, Related To The Position Of The West Java Government In The Effort Of Facing SDGs 6.3 Water and Sanitation

 

Pollution of the Citarum River has become a world issue, where the Citarum River is one of the ten most polluted rivers in the world. Several policies have been made by the West Java regional government in response to the Citarum river pollution but still occur today. At present Indonesia is faced with the global goal of SDGs, where each country must achieve that goal. The problem in this research is how the West Java Regional Government handles pollution that occurs in the Citarum River. This research aims to analyze the extent of the role of the Java Barat Regional Government in dealing with SDGs, especially in handling the Citarum River. The research methods used are political system theory, sustainable development, comparative study theory, political ecology, and sustainability. The results of the research obtained by the West Java regional government have regulations regarding pollution of the Citarum River, but until now the Citarum River is still polluted. The conclusions obtained by the West Java Regional Government are still said to be lacking especially in terms of supervision.

 

Keyword: Sustainable Development, Citarum, SDGs 6.3, Political System, Ecological Politic 

"
2019
T52894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdian Rozal Nanda
"Tulisan ini membahas studi corporate environmental crime terhadap penegakan hukum atas kasus pencemaran Sungai Cikijing yang dilakukan oleh PT Kahatex di Kecamatan Rancaekek Jawa Barat. Data yang digunakan diperoleh melalui data sekunder berupa dokumen lembaga, karya tulis ilmiah, dan dokumen online. Hasil analisis studi corporate environmental crime menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap PT Kahatex cenderung lemah. Hal ini disebabkan karena penegakan hukum tidak mampu memberikan kepastian dan beratnya hukuman. Permasalahan berkaitan dengan aktivitas korporasi di dalam konteks kejahatan lingkungan juga mendorong kompleksitas kasus ini. Oleh karena itu, kualitas penegakan hukum lingkungan yang baik diperlukan untuk mencegah praktik pencemaran sungai. Studi corporate environmental crime dikembangkan untuk memahami penegakan hukum terhadap korporasi.

This article discusses the study of corporate environmental crime about law enforcement over water pollution in Cikijing River caused by PT Kahatex, in Kecamatan Rancaekek West Java. The data that were used obtained through secondary data form documents from community institution, scientific research, and online articles. Analysis of the study of corporate environmental crime shows that a poor environmental law enforcement towards PT Kahatex, that caused by law enforcement that is unable to give legal certainty and a proper punishment. Problems related to corporate activities in environmental crime also illustrate the complexity of this case, therefore the better quality of environmental enforcement is needed to halt the practice of river pollution. The studies of corporate environmental crime were developed to understanding the law enforcement towards corporation."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Natasha Natio
"Pencemaran dan kerusakan sungai yang terjadi, baik di Indonesia maupun Selandia Baru telah mencapai titik krisis yang memerlukan kebijakan hukum yang inovatif. Di Selandia Baru, Sungai Whanganui melalui Undang-Undang Te Awa Tupua 2017 ditetapkan sebagai subjek hukum. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode hukum normatif-empiris untuk menganalisis konsep pengakuan Sungai Whanganui sebagai subjek hukum di Selandia Baru dan untuk mengevaluasi penanganan pencemaran air pasca pengakuan subjek hukum pada Sungai Whanganui. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menelaah potensi pengakuan subjek hukum pada sungai di Indonesia, baik dari segi perumusan undang-undang maupun penerapannya sebagai langkah menuju penanganan pencemaran sungai yang lebih efektif di masa depan. Sungai Whanganui diakui dalam UU Te Awa Tupua 2017 sebagai subjek hukum penuh yang menyandang hak dan kewajiban, serta memiliki wali yang terdiri dari satu orang wakil suku asli Māori dan satu orang wakil perwakilan negara bagian. Pengakuan hukum terhadap Sungai Whanganui telah menunjukkan dampak positif dalam penanganan pencemaran air. Dengan adanya pengakuan subjek hukum pada sungai di Indonesia dapat berpotensi memberikan sejumlah manfaat bagi penanganan pencemaran sungai, seperti memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat dan mendorong tanggung jawab lingkungan yang lebih besar. Akan tetapi, pengakuan ini juga menimbulkan sejumlah tantangan dalam teori hukum dan implementasinya, seperti menentukan mekanisme pengakuan subjek hukum, mengatur kewajiban dan hak yang melekat pada sungai, serta memastikan kepatuhan dan penegakan hukum yang efektif.

The pollution and damage to rivers, both in Indonesia and New Zealand have reached a crisis point that requires innovative legal policies. In New Zealand, the Whanganui River has been legally recognized as a legal subject subject through the Te Awa Tupua Act 2017. This research utilizes a normative-empirical legal method to analyze the concept of recognizing the Whanganui River as a legal subject in New Zealand and to evaluate the post-recognition measures taken to address water pollution in the river. Additionally, this study aims to explore the potential recognition of rivers as legal subjects in Indonesia, focusing on the formulation and implementation of laws as a step towards more effective river pollution management in the future. The Whanganui River is acknowledged under the Te Awa Tupua Act 2017 as a full legal subject with rights and responsibilities, and it is represented by a legal guardian comprising a representative from the indigenous Māori tribe and a representative from the state government. The legal recognition of the Whanganui River has demonstrated positive impacts in addressing water pollution. The recognition of rivers as legal subjects in Indonesia has the potential to provide several benefits for river pollution management, including stronger legal protection and promoting greater environmental responsibility. However, this recognition also presents various challenges in legal theory and its implementation, such as determining mechanisms for legal subject recognition, regulating the rights and obligations inherent to rivers, and ensuring effective legal compliance and law enforcement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>