Batuan travertin merupakan endapan di lingkungan darat yang terbentuk akibat pelepasan gas ð¶ð2 pada fluida hidrotermal jenuh karbonat. Di wilayah Panas Bumi Cisolok batuan travertin muncul sebagai manifestasi di sepanjang Sungai Cisolok. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis morfologi, karakteristik makroskopis dan mikroskopis, komposisi mineral, serta keterbentukan batuan travertin di Cisolok. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pemetaan geologi lapangan dan analisis geokimia. Metode geologi lapangan meliputi meliputi analisis petrologi, petrografi, dan struktur geologi yang ditemukan di lapangan. Metode analisis geokimia meliputi analisis fluida hidrotermal, X-ray diffraction (XRD), dan X-ray fluorescence (XRF) dari sampel batuan travertin. Hasil penelitian menunjukan batuan travertin memiliki morfologi yang berbedabeda tergantung topografi dan proses keterbentukannya. Jenis morfologi yang ditemukan berupa cemented rudit clast, fluvial crust, mound, smooth slope, waterfall, lapisan travertin di dinding kolam air panas, dan travertin berlapis. Karakteristik mikroskopis dan makroskopis travertin juga berbeda-beda berkaitan dengan morfologi, proses pengendapannya, kondisi lingkungan, dan laju pelepasan ð¶ð2. Secara makroskopis laminasi pada travertin Cisolok didominasi tipe alternate homopachaous dan heteropachaous. Sementara tekstur kalsit yang terlihat secara mikroskopis yaitu kalsit equant, mikrit dan dendritik. Hasil dari analisis fluida hidrotermal, X-ray diffraction (XRD), dan X-ray fluorescence (XRF) menunjukan dominasi mineral kalsit dengan komposisi Ca yang tinggi (>90%wt) dan tidak ditemukan aragonit. Dari analisis tersebut travertin Cisolok termasuk dalam jenis travertin termogen yang terbentuk akibat pelepasan ð¶ð2 pada fluida hidrotermal yang jenuh komposisi karbonat akibat pelarutan batugamping, kemudian mengendapkan travertin di sepanjang Sungai Cisolok.
Travertine are terrestrial environmental deposits precipitated by the release of ð¶ð2 in carbonate saturated hydrothermal fluids. In the Cisolok Geothermal area, travertine rocks appear as a manifestation along the Cisolok River. This study aims to determine the type of morphology, macroscopic and microscopic characteristics, mineral composition, and the formation of travertine rocks in Cisolok. The methods used in this research are field geological mapping and geochemical analysis. Field geological methods include the analysis of petrology, petrography, and geological structures in the field. Geochemical analysis methods include hydrothermal fluid analysis, X-ray diffraction (XRD), and X-ray fluorescence (XRF) from travertine rock samples. The results showed that travertine rocks have different morphologies depending on the topography and the process of formation. The types of morphology found were cemented rudite clast, fluvial crust, mound, smooth slope, waterfall, travertine layer on the walls of hot pool, and layered travertine. Microscopic and macroscopic characteristics of travertine also differ related to morphology, deposition process, environmental conditions, and the rate of ð¶ð2 release. Macroscopically, the laminate on travertin is dominated by alternate homopachaous and heteropachaous types. Meanwhile, microscopically visible calcite textures are equant, micrite and dendritic calcite. The results of hydrothermal fluid analysis, X-ray diffraction (XRD), and X-ray fluorescence (XRF) showed the dominance of calcite minerals with high Ca composition (>90%wt) and no aragonite was found. From this analysis, Cisolok travertine is included in the type of thermogenic travertine which is formed due to the release of ð¶ð2 in hydrothermal fluids saturated with carbonate composition due to the dissolution of limestone, then depositing travertine along the Cisolok River.
"Batuan travertin merupakan batuan karbonat permukaan yang terbentuk akibat lepasnya karbon dioksida (CO2) dari fluida hidrotermal jenuh karbonat. Pada wilayah panas bumi Ciseeng batuan ini dapat ditemukan di Tirta Sayaga, Gunung Panjang, dan Gunung Peyek. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik dan proses keterbentukan batuan travertin di ketiga lokasi tersebut. Metode yang digunakan adalah petrologi, petrografi, analisis fluida hidrotermal, X-ray diffraction (XRD), dan X-ray fluorescence (XRF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik makroskopis dan mikroskopis batuan travertin memiliki keterkaitan dengan lokasi keterbentukannya pada suatu morfologi. Laminasi dengan tekstur kalsit yang kompleks ditemukan pada lereng dari fissure ridge dan mound, sedangkan laminasi dengan tekstur yang sederhana ditemukan pada dinding kolam manifestasi. Temuan ini bersesuaian dengan data fluida hidrotermal, XRD, dan XRF yang menunjukan bahwa batuan travertin didominasi oleh mineral kalsit dengan kandungan Ca yang tinggi (>90%wt). Berdasarkan temuan tersebut travertin Ciseeng termasuk travertin termogen yang terpresipitasi akibat lepasnya CO2 dari fluida hidrotermal yang tersaturasi oleh kalsium bikarbonat hasil pelarutan satuan batu gamping di bawah permukaan. Presipitasi yang terjadi secara terus-menerus menghasilkan morfologi fissure ridge, mound, dan bendungan di lokasi penelitian. Perbedaaan tingkat kompleksitas tekstur pada batuan travertin terjadi karena batuan terpresipitasi dari fluida hidrotermal dengan karakteristik dan proses yang berbeda.
Travertines are carbonate rock precipitated by carbon dioxide (CO2) release from carbonate-rich water. These rocks can be found in Ciseeng geothermal area within three distinctive areas Tirta Sayaga, Gunung Panjang, and Gunung Peyek. This study aims to determine the characteristics and formation of travertine in Ciseeng geothermal area. Principal methods consist of petrology, petrography, hydrothermal fluid analysis, X-ray diffraction (XRD), and X-ray fluorescence (XRF). Analysis results indicate that macroscopic and microscopic textures were related to their location on morphology. Lamination of complex calcite textures were found on the slopes of fissure ridge and mound, while lamination of simple calcite textures were found on the walls of manifestation pools. These findings were in accordance with hydrothermal fluid, XRD, and XRF data which shows that travertines were dominated by calcite minerals with high Ca content (>90%wt). Based on these findings Ciseeng travertines are categorized as thermogenic travertine which precipitated by the release of CO2 from calcium bicarbonate rich water resulting from dissolution of limestone unit in the subsurface. Continuous travertine precipitation leads to formation of fissure ridge, mound, and dam. Differences in texture complexity in travertine rocks occurred because travertines were precipitated from hydrothermal fluids with different characteristics and processes.
"Dalam rangka upaya memenuhi target bauran energi baru terbarukan terkait kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) pada tahun 2025 sebesar 7.200 MW, dengan potensi sumber daya panas bumi sebesar 23.060 MW baru sebesar 2.360 MW yang dimanfaatkan menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Pada Wilayah Kerja Panas Bumi “XYZ” terdapat potensi cadangan panas bumi 464 MW, namun baru dimanfaatkan menjadi Pembangkit Listrik Panas Bumi sebesar 55 MW (12%). Untuk meningkatkan kapasitas pembangkit pada Wilayah Kerja Panas Bumi “XYZ” yang telah beroperasi dapat menurunkan tingkat risiko sumber daya panas bumi, menekan biaya investasi awal dan mengurangi waktu pembangunan pembangkit karena proses pengembangan panas bumi tidak dimulai dari tahap awal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dan menganalisis dalam investasi pengembangan kapasitas pembangkit listrik panas bumi menggunakan Simulasi Monte Carlo dalam pengambilan keputusan, dengan memperhitungkan variabel-variabel ketidakpastian seperti faktor kapasitas, tingkat suku bunga, inflasi, pajak, proporsi pembiayaan ekuitas, dan jangka waktu pembangunan. Hasil analisis menunjukkan bahwa skema investasi pengembangan kapasitas pembangkit dengan cara memaksimalkan cadangan panas bumi menghasilkan peningkatan probabilitas Net Present Value bernilai positive.