Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 186251 Document(s) match with the query
cover
Fortra Noviar
"Akta Notaris seharusnya mempunyai kekuatan pembuktian istimewa sebagai alat bukti yang kuat karena merupakan akta autentik, namun dengan catatan apabila dibuat sesuai ketentuan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penelitian tesis ini mengangkat perkara berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Singaraja No. 680/Pdt.G/2019/PN.Sgr. Permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian tesis: 1. Dampak terhadap Akta Kuasa Untuk Menjual dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat tidak memenuhi ketentuan; dan 2. Penjualan jaminan hak tanggungan tidak dapat dilaksanakan karena tidak memenuhi prosedur. Adapun metode penelitian berbentuk yuridis normatif, dengan bahan utamanya adalah data sekunder. Analisis data menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini yakni: 1. Dampak terhadap Akta batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan mengikat karena adanya penyimpangan dalam penjualan jaminan karena belum terjadi kesepakatan, Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan. Pemberian kuasa sebagai bagian atau accesoir dari perjanjian timbal balik, maka sahnya pemberian kuasa ditentukan oleh sahnya perjanjian timbal balik. 2. Penjualan jaminan tidak dapat dilaksanakan dikarenakan tidak memenuhi prosedur pelaksanaannya dengan menggunakan kuasa mutlak dan Kuasa Untuk Menjual tidak diperkenankan lebih dari 1 (satu) tahun apabila Bank melakukan objek penjualan dibawah tangan, sesuai Pasal 12A ayat (1) Undang-Undang Perbankan. Peralihan dengan Akta Kuasa Untuk Menjual dilakukan dengan baik apabila tidak terikat jaminan hak tanggungan. Bank seharusnya dapat menunjuk pembeli langsung dan mendaftar atas nama pembeli jika melalui prosedur pelelangan yang dimenangkan oleh Bank tersebut berdasarkan Pasal 110 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria no. 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

The Notary Deed should have special authentication power as an evidence because it is an authentic deed, but provided that it is made in accordance with the stipulation of Article 1868 of the Civil Code. This thesis case based on Singaraja District Court No. 680/Pdt.G/2019/PN.Sgr that: 1. Impact about PPJB Deed and the Power of Attorney to Sell Deed that is made do not meet the requirements; and 2. The sale of collateral for the object of mortgage rights cannot be carried out. The research method has the form of a juridical normative, with the main material is secondary data. Data analysis used a qualitative approach. The results of this research are: 1. the impact on the deed is null and void and has no binding force due to irregularities in the sale of collateral because there has not been an agreement, Article 20 paragraph 2 of the mortgage rights act. Grant power of attorney as part or accesoir of a reciprocal agreement, then the validity of the grant power of attorney is determined by the validity of the reciprocal agreement. 2. The sale of collateral for the object of mortgage rights cannot be carried out because it does not fulfill the implementation procedure by using absolute power and Power for to Sell is not allowed for more than 1 (one) year if the Bank conducts the sale object, in accordance with Article 12A paragraph (1) of the Banking Law. The transfer with the Deed of Power to Sell goes well if it does not tie guarantee mortgage rights. Banks could should be able to appoint buyers directly and register on behalf of buyers if they go through the auction procedure won by the Bank based on Article 110 paragraph (1) Regulation of the State Minister of Agrarian Affairs no. 3 of 1997 concerning Provisions for the Implementation of Government Regulation no. 24 of 1997 on land registration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvi Hidayati
"Hipotek adalah salah satu hak kebendaan sebagai jaminan pelunasan utang. Ketentuan hipotek diatur dalam Buku II KUHPerdata Bab XXI pasal 1162 sampai dengan pasal 1232. Sejak diberlakukannya Undang- Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) maka hipotek atas tanah dan segala benda benda yang berkaitan dengan tanah itu menjadi tidak berlaku lagi. Namun di luar itu berdasarkan Undang-Undang No . 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, hipotek masih berlaku dan dapat dijaminkan atas kapal terbang dan helikopter. Demikian juga berdasarkan pasal 314 ayat (3) KUHD, Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, maka kapal laut dengan berat minimal 20 m3 yang telah didaftarkan dapat dijadikan jaminan hipotek. Kenyataan saat ini, dunia usaha pelayaran nasional mengalami kesulitan di bidang pembiayaan (ship financing), baik untuk penambahan armada maupun untuk peremajaan armada. Pengadaan kapal-kapal dengan jaminan hipotek kapal laut memiliki berbagai kendala diantaranya adalah karena kpal tidak mudah untuk dijual, eksekusi atas hipotek kapal sulit dilaksanakan dan alasan dari bank ataupun lembaga keuangan bahwa bisnis pelayaran di Indonesia dianggap feasible, secara ekonomis. Kendala lain yang juga tidak kalah penting adalah kelemahan peraturan-peraturan yang ada yang mengatur hipotek kapal. Ditinjau dari segi materinya, pengaturan tentang hipotek kapal masih tersebar dan menggunakan kaidah-kaidah hukum peninggalan kolonial Belanda seperti yang terdapat dalam KUHPerdata, KUHD, HIR, Ordonansi Pendaftaran Kapal. Ketentuan-ketentuan tersebut dirasakan sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan dewasa ini. Oleh karenanya langkah pemerintah untuk membuat undang-undang tentang hipotek kapal sudah selayaknya didukung hingga dapat tercipta suatu kodifikasi hukum dan juga untuk menambah kepastian hukum bagi para pihak pelaksana hipotek kapal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S20988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivia Chandra
"Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) pada tesis ini, dibuat berdasarkan Akta Kuasa Menjaminkan yang prosedurnya tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT). Permasalahan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan jabatan notaris dalam pembuatan Akta Kuasa Menjaminkan, keabsahan SKMHT serta APHT yang dibuat dengan Akta Kuasa Menjaminkan secara melawan hukum, dan pertanggungjawaban hukum Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dalam pembuatan SKMHT dan APHT yang dibuat dengan Akta Kuasa Menjaminkan. Metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini berbentuk penelitian hukum doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris analitis, memperoleh data dari peraturan-peraturan, buku, artikel ilmiah, serta wawancara. Hasil penelitian ini adalah Notaris TL, Notaris MW, dan PPAT H melanggar ketentuan Pasal 4, Pasal 15 ayat (1), Pasal 15 ayat (2) huruf f, Pasal 16 ayat (1) huruf m, Pasal 17 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan Penjelasan Pasal 15 ayat (1) UUHT. Pembuatan akta SKMHT dan APHT yang dibuat berdasarkan Akta Kuasa Menjaminkan menjadi batal demi hukum karena pemberi Hak Tanggungan tidak hadir dihadapan Notaris pada saat pembuatan akta SKMHT. Pemberi dan pemegang Hak Tanggungan melakukan suatu perbuatan melawan hukum. Notaris dan PPAT membuat akta tidak sesuai dengan ketentuan UUJN dan UUHT serta Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Pendaftaran Tanah (Perka BPN). Akibat dari perbuatan melawan hukum, maka akta menjadi batal demi hukum dan para pihak tersebut harus mengganti kerugian. Notaris yang diminta membuat akta, harus menolak jika pihak-pihak tetap minta dibuatkan akta meskipun penghadap yang hadir tidak lengkap. PPAT seharusnya turut diminta pertanggungjawaban hukum karena PPAT membuatkan akta APHT berdasarkan SKMHT yang tidak diberikan secara langsung oleh pemberi Hak Tanggungan sendiri.

The Power of Attorney to Encumber Mortgage Rights (SKMHT) and the Deed of Granting Mortgage Rights (APHT) in this thesis, were made based on the Deed of Power of Attorney to Guarantee whose procedures do not comply with the provisions of Article 15 paragraph (1) of the Mortgage Rights Law (UUHT). The problems in this study are the implementation of the notary's position in making the Deed of Power of Attorney to Guarantee, the validity of the SKMHT and APHT made with the Deed of Power of Attorney to Guarantee unlawfully, and the legal responsibility of the Notary and Land Deed Making Officer (PPAT) as well as the grantor and holder of Mortgage Rights in making the SKMHT and APHT made with the Deed of Power of Attorney to Guarantee. The method used to answer the problems in this study is in the form of doctrinal legal research with an analytical explanatory research typology, obtaining data from regulations, books, scientific articles, and interviews. The results of this study are that Notary TL, Notary MW, and PPAT H violated the provisions of Article 4, Article 15 paragraph (1), Article 15 paragraph (2) letter f, Article 16 paragraph (1) letter m, Article 17 of the Notary Law (UUJN) and the Explanation of Article 15 paragraph (1) UUHT. The making of the SKMHT and APHT deeds made based on the Deed of Power of Attorney to Guarantee is null and void because the grantor of the Mortgage Right was not present before the Notary when the SKMHT deed was made. The grantor and holder of the Mortgage Right committed an unlawful act. The Notary and PPAT made the deed not in accordance with the provisions of UUJN and UUHT as well as the Regulation of the Head of the National Land Agency concerning Land Registration (Perka BPN). As a result of the unlawful act, the deed is null and void and the parties must compensate for the losses. The notary who is asked to make the deed must refuse if the parties still ask for the deed to be made even though the parties present are incomplete. The PPAT should also be held legally responsible because the PPAT made the APHT deed based on the SKMHT which was not provided directly by the grantor of the Mortgage Rights himself."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abimukti Primanto
"

Jual beli hak atas tanah berdasarkan permohonan pengampuan yang dikehendaki oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seharusnya dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 438 KUHPerdata yakni mengenai kesaksian dari para keluarga sedarah atau semenda,  yang permohonannya diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) setempat. Namun ditemukan permohonan pengampuan yang kesaksiannya tidak lengkap karena tidak semua keluarga sedarah atau semenda yang berkaitan langsung dengan pengampuan memberikan kesaksian seperti dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 915K/pdt/2021 di mana salah seorang anak kandung tidak dimintakan kesaksiannya. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis tanggung jawab PPAT terhadap AJB yang dibuatnya berdasarkan pengampuan yang cacat hukum karena tidak lengkapnya kesaksian dari keluarga sedarah atau semenda. Selain itu juga menganalisis pertimbangan hakim dalam memutuskan keabsahan AJB yang dibuat oleh PPAT berdasarkan pengampuan yang cacat hukum. Penelitian hukum ini berbentuk doktrinal dengan mengumpulkan data sekunder. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa PPAT sesungguhnya dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif dan perdata karena AJB yang dibuatnya melanggar hak subjektif orang lain dan formil jual beli, dalam hal ini adalah hak dari anak kandung yang tidak dimintakan kesaksiannya terkait pengampuan dari ibunya yang menjual tanah warisan dari keluarganya dengan dibantu oleh ayahnya. Adapun pertimbangan hakim yang memutuskan bahwa AJB dinyatakan sebagai dibatalkan karena akta tersebut tidak memenuhi salah satu syarat subjektif perjanjian yakni tentang kecakapan para pihak karena dalam kenyataannya penjual tidak cakap (berada di bawah pengampuan) sehingga dalam melakukan perbuatan hukum jual beli yang melibatkannya harus didukung dengan adanya persetujuan dari pengadilan negeri atas permohonan pengampuan yang dimintakan para keluarga sedarah atau semenda secara lengkap. Dengan tidak lengkapnya kesaksian tentang pengampuan dari pihak penjual maka seharusnya jual beli hak atas tanah tidak bisa dilakukan sehingga AJB yang sudah dibuat menjadi dapat dibatalkan.


The buying and selling of land rights based on a desired power of attorney application by the parties to be documented in the Deed of Sale and Purchase (AJB) made by a Land Deed Official (PPAT) should be done according to Article 438 of the Civil Code, concerning testimonies from blood relatives or similar relatives, whose application is submitted to the local District Court. However, a power of attorney application was found to have incomplete testimonies because not all blood relatives or similar relatives directly involved in the power of attorney provided testimonies, as in Supreme Court Decision Number 915K/pdt/2021 where one of the biological children did not give testimony. Therefore, this study aims to analyze the responsibility of the PPAT towards the legally defective AJB made due to the incompleteness of testimonies from blood relatives or similar relatives. It also analyzes the judge's considerations in deciding the validity of the AJB made by the PPAT based on the legally defective power of attorney. This legal research takes a doctrinal form by collecting secondary data. Subsequently, the data is qualitatively analyzed. From the analysis results, it can be explained that the PPAT can actually be held civilly responsible because the AJB made by them violates the subjective rights of others, in this case, the rights of the biological child whose testimony was not requested regarding the power of attorney from their mother selling inherited land from their family with the assistance of their father. As for the judge's considerations in ruling that the AJB is declared null and void because the deed does not meet one of the subjective requirements of the agreement, namely the capacity of the parties, as in reality, the seller is not competent (under guardianship), so in carrying out the legal act of buying and selling involving them, it must be supported by approval from the district court based on the power of attorney application requested by blood relatives or similar relatives completely. With the incompleteness of testimonies about the seller's power of attorney, the sale and purchase of land rights should not be carried out, thus the AJB that has been made can be declared void

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salomo Sahap PM
"Skripsi ini membahas penyelesaian sengketa bisnis melalui mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis di Indonesia. Sengketa bisnis memiliki karakter yang agak berbeda dengan sengketa pada umumnya, sehingga memerlukan cara penyelesaian yang berbeda pula. Komunikasi yang terputus menyulitkan para pihak untuk sepakat memilih penyelesaian melalui mediasi, khususnya mediasi di luar pengadilan. Pembahasan proses mediasi yang dilakukan penulis dalam menyelesaikan beberapa sengketa bisnis, memberikan gambaran yang jelas mengenai karakter sengketa bisnis dan proses penyelesaiannya. Mediator tipe vested interest mediator yang penulis terapkan ternyata dapat membantu para pihak untuk mengungkap dan menyelesaikan sengketa bisnis melalui mediasi. Vested interest mediator menyimpangi asas impartial, namun efektif untuk penyelesaian sengketa bisnis. Kesepakatan Perdamaian sebagai hasil akhir dari mediasi yang berhasil, dapat digugat menjadi Akta Perdamaian sehingga mempunyai kekuatan hukum seperti putusan pengadilan pada tingkat penghabisan. Wanprestasi terhadap Kesepakatan Perdamaian mungkin saja terjadi jika masih ada prestasi yang harus dipenuhi. Penggunaan lembaga jaminan kebendaan dalam Kesepakatan Perdamaian diharapkan dapat lebih memberikan kepastian hukum.

This thesis disseminates mediation as a means of settling business disputes in Indonesia. Business disputes are slightly different from disputes in general and for that reason a different approach and style of settlement needs to be applied. Where communication has ceased to exist between the disputing parties, it could be difficult to apply mediation, especially in cases where such disputes are not brought before the court of law. The mediation process to settle some business disputes done by the writer gives clear picture of business dispute character and settlement. Obviously, vested interest mediator that the writer applied to the cases can be very helpful in settling business disputes through mediation. Vested interest mediator deviating from impartial principle, but it works effectively for the settlement of business disputes. A settlement agreement resulting from a successful mediation process can be broungt before court of law to be legalizaed by the court of law as an Akta Perdamaian. It is final and binding, has the force of law, and consequently can be enforced with the assistance of the court in the event that one of the parties does not satisfy his obligation pursuant to the settlement agreement. I would therefore recommend the use of some kind of collateral to ensure that any and all obligation pursuant to the settlement agreement can be enforced accordingly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24756
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrul Ikhwanul Muslim
"Perjanjian Utang Piutang adalah perjanjian dimana pihak kreditur memberikan sesuatu kepada debitur, dengan syarat pihak debitur mengembalikan dengan jumlah yang sama. Namun diperlukan jaminan atas utang salah satunya hak atas tanah dengan menggunakan Hak Tanggungan, namun ada kalanya kreditor tidak menginginkan eksekusi dalam hak tanggungan, melainkan menggunakan PPJB dan Kuasa Untuk Menjual, yang mana bila debitor ingkar janji, maka kreditor dapat menjual atau memiliki jaminan tersebut. Dengan permasalahan yang dirumuskan adalah bagaimanakah kekuatan hukum pembuatan akta PPJB dan kuasa untuk menjual yang didasarkan pada perjanjian Utang piutang (analisis putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 115/Pdt.G/2017/PN.Skt), status peralihan hak atas tanah dan AJB yang dibuat berdasarkan akta PPJB dan kuasa menjual yang didasarkan pada perjanjian Utang piutang dan upaya apa yang dapat dilakukan oleh notaris untuk melindungi kepentingan kedua belah pihak dalam kasus tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative, dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. pada putusannya hakim menetapkan bahwa PPJB dan Kuasa Untuk Menjual yang dibuat adalah tidak sah, tidak mengikat dan batal demi hukum karena tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian, yaitu tidak sesuai dengan kesepakatan yang awalnya adalah Utang piutang menjadi jual beli, dan tidak sesuai dengan sebab yang halal karena tujuannya menguasai objek secara melawan hukum. Serta pemindahan hak atas tanah yang dilakukan adalah batal demi hukum, serta upaya yang dilakukan notaris adalah harus menjalankan jabatan dengan tidak berpihak dan menjelaskan akta kepada para pihak.

Credits Agreement are agreements where the creditor gives something to the debtor, provided that the debtor shall return the same amount. However, collateral for debt is required , one of them is the rights to land by using Mortgage, but sometimes when creditors do not want execution in mortgages, but use PPJB and Power of Attorney to Sell, which if the debtor breaks the promise, then the creditor can sell or have the guarantee. while the problems formulated,  how is the legal force of making PPJB deeds and the power to sell based on the debt agreement (analysis of the Surakarta District Court`s decision Number 115/Pdt.G/2017/PN.Skt), the status of the transfer of land rights and AJB passed or made on the basis of the PPJB deed and the power of attorney to sell based on the debt agreement and what efforts can be made by the notary to protect the interests of both parties in the case. This study uses normative legal research methods, with descriptive analytical research typology. in its decision the judge stipulates that the PPJB and the power of attorney to sell made are invalid, non-binding and null and void because the legal terms of the agreement are not fulfilled, which are not in accordance with the initial agreement that the debt becomes a sale and is not in accordance with the legal because the goal is to control the object against the law. As well as the transfer of land rights carried out is null and void by law, and the efforts made by the notary are to carry out the position impartially and explain the deed to the parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Hariri
"The focus thesis is on good faith buyers in the execution auction of mortgage rights confronted unlawful acts involving cancellation land rights transfers before, as seen in verdict No. 11/Pdt.G/2020/PN.DMK. The study employs juridical-normative and descriptive-analytical methods. The topic is urgent because winners of execution auctions of mortgage rights are generally protected; however, protection was denied in Verdict. Court. Article 531 of the KUHPerdata, which protects good faith buyers strengthened by SEMA 7/2012, which protects buyers even if it is later revealed that the seller lacked the authority to sell. SEMA 5/2014, SEMA 4/2016, and Jurisprudence No. 6/Yur/2018 classify good faith buyers, including auction winners. Among 69 documented Kasasi verdicts, 49 protected good-faith buyers. Auction winners are strongest legal basis. 14 Verdict reviewed, only 2 denied protection in cases the buyer was the creditor themselves and collateral value had dropped significantly, or when there were two land certificate claims. Despite the robust legal framework protecting good faith buyers and the tendency of court decisions to uphold this protection, findings from Verdict No. 11/Pdt.G/2020/PN.DMK revealed that the good faith buyer was not protected. This was due to considerations of unlawful acts in the prior transfer of land rights, which rendered the final buyer unprotected. The analysis indicates several factors supporting the judge’s ruling: the invalidity of the sale and purchase agreement, suspected fraud, the invalidity of the obligational title (levering), fulfillment of the criteria for unlawful acts, and deficiencies in the formal aspects of the sale and purchase process.

Fokus masalah skripsi ini yakni pembeli beritikad baik dalam lelang eksekusi hak tanggungan berhadapan dengan perbuatan melawan hukum pembatalan peralihan hak atas tanah, sebagaimana terjadi dalam putusan No. 11/Pdt.G/2020/PN.DMK. Metode yang digunakan yakni yuridis-rormatif dan deskriptif-analitis. Urgensi pembahasan topik skripsi ini yakni pemenang lelang eksekusi hak tanggungan yang umumnya dilindungi, namun dibatalkan putusan pengadilan. Pasal 531 KUHPerdata menyatakan melindungi pembeli beritikad baik, diperkuat SEMA 7/2012 yang melindungi pembeli sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual tidak berhak. SEMA 5/2014, SEMA 4/2016, dan Yurisprudensi 6/Yur/2018 merinci klasifikasi pembeli beritikad baik dimana pemenang lelang termasuk. Dari 69 putusan kasasi terdokumentasi, 49 putusan melindungi pembeli beritikad baik. Dasar pemenang lelang paling kuat. Dari 14 putusan, hanya 2 putusan dimana pemenang lelang tidak dilindungi jika pembeli ialah kreditur itu sendiri dengan nilai jaminan anjlok atau jika ada dua alas hak tanah. Meskipun pengaturan pembeli beritikad baik kuat dan putusan cenderung melindungi. Temuan berdasarkan Putusan No. 11/Pdt.G/2020/Pn.Dmk pembeli beritikad baik juga tidak dilindungi dengan pertimbangan perbuatan melawan hukum dalam peralihan hak atas tanah sebelumnya yang berdampak tidak dilindunginya pembeli terakhir (pemenang lelang). Analisis menunjukkan, tidak sahnya perjanjian jual beli bahkan diduga penipuan, tidak sahnya titel obligatoir levering, terpenuhinya perbuatan melawan hukum, dan kurangnya aspek formil jual beli."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yolanda Kusumawati
"Pengikatan jual beli sebagai pendahuluan dari transaksi jual beli tanah seharusnya didasarkan pada alas hak yang sah agar tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak. Penelitian ini membahas mengenai keabsahan akta perjanjian pengikatan jual beli notariil yang didasari dengan akta kuasa menjual di bawah tangan yang dipalsukan serta peran dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 46 K/Pid/2017. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan data sekunder dan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian ini yaitu keabsahan akta perjanjian pengikatan jual beli notariil yang didasari dengan akta kuasa menjual di bawah tangan yang dipalsukan adalah menjadi akta yang tidak memiliki kekuatan hukum karena melanggar syarat subjektif dan syarat objektif perjanjian. Peran notaris dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 46 K/Pid/2017 adalah membuat akta perjanjian pengikatan jual beli dengan dasar berupa akta di bawah tangan yang seharusnya dipersyaratkan legalisasi untuk mencegah pemalsuan tanda tangan para pihak dalam akta dan tanggung jawab yang dapat dikenakan kepada notaris secara pidana dan perdata adalah tidak ada karena Notaris MN tidak terlibat dalam pemalsuan akta kuasa menjual tersebut.

The binding sale and purchase as a prelude to the sale and purchase transaction of land should be based on legal rights so as not to cause harm to the parties. This research discusses the validity of the notarial sale and purchase binding agreement deed based on the forged under hand deed of authorization to sell and the role and responsibility of the notary in making the sale and purchase binding agreement  in the Supreme Court of The Republic of Indonesia Decision Number 46 K/Pid/2017. This research is a normative juridical research using secondary data and explanatory research typology. The results of this research are the validity of the notarial sale and purchase binding agreement deed based on the forged under hand deed of authorization to sell to become a deed that has no legal force beacuse it violates the subjective and objective terms of agreement. The role of the notary in making the sale and purchase binding agreement in the Supreme Court of The Republic of Indonesia Decision Number 46 K/Pid/2017 is making a deed of sale and purchase binding agreement based on an under hand deed which should require legalization to prevent falsification of the signatures of the parties in the deed and the responsibility that can be imposed on the notary in criminal and civil terms is non existent because Notary MN was not involved in the falsification of the deed of authorization to sell."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfira Abidarini
"Penelitian ini membahas mengenai pembebanan hak tanggungan yang dilakukan tanpa persetujuan pasangan kawin yang masih memiliki hak atas objek harta bersama yang belum terbagi setelah terjadi perceraian. Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut dinyatakan cacat hukum oleh pengadilan. Pokok permasalahan yang diangkat dalam tesis ini yaitu keberlakuan dari perjanjian kredit yang menggunakan APHT atas objek harta bersama yang cacat hukum dan permasalahan berikutnya yaitu tanggung jawab PPAT atas APHT yang dibuatnya tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah perjanjian kredit tetap berlaku, dikarenakan APHT merupakan perjanjian accessoir yang tidak berdiri sendiri dan bergantung pada perjanjian pokoknya yang dalam hal ini adalah perjanjian kredit. Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan mengatur bahwa mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut dapat dibatalkan karena tidak memenuhi unsur sepakat yang merupakan syarat subjektif sahnya perjanjian, atau batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian mengenai suatu sebab yang halal yang menentukan bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Menurut J. Satrio, untuk membatalkan sebuah perjanjian atau menentukan adanya kausa yang halal atau tidak dalam perjanjian maka harus dilakukan dengan mengajukan gugatan sehingga pengadilan akan mengeluarkan putusan yang bersifat konstitutif untuk membatalkan perjanjian tersebut. PPAT yang telah membuat APHT tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara administratif, perdata, dan pidana.

This study discusses the imposition of mortgage rights carried out without the consent of married couples who still have rights to shared property objects that have not been divided after divorce. The Deed of Granting Mortgage Rights is declared legally flawed by the court. The main issue raised in this thesis is the validity of credit agreements that use APHT on objects of shared property that are legally flawed and the next problem is responsibility of PPAT for the APHT that he made. The research method used is normative juridical research. The result of this study is that the credit agreement remains valid, because APHT is an accessoir agreement that is not independent and depends on the underlying agreement which in this case is a credit agreement. Article 36 paragraph (1) of the Marriage Act stipulates that regarding joint property, the husband or wife may act with the consent of both parties. If this is not fulfilled, then the act may be canceled because it does not meet the agreed element which is the subjective condition of the validity of the agreement, or null and void because it does not meet the objective requirements of the validity of the agreement on a lawful cause that specifies that the agreement must not be contrary to the applicable law. According to J. Satrio, to cancel an agreement or determine the existence of a legal causal or not in the agreement, it must be done by filing a lawsuit so that the court will issue a constitutive decision to cancel the agreement. PPAT who has made the APHT must be held accountable for its actions administratively, civilly, and criminally."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Hafizhah Suristyo
"Perjanjian Jual beli tanah adalah salah satu perjanjian yang tidak dapat dilakukan cukup dengan dibawah tangan. Kepastian hukum dalam perjanjian jual beli tanah mengakibatkan perlu  adanya kekuatan hukum pada pembuktian dalam perjanjian jual beli dengan objek hak atas tanah. Umumnya perjanjian jual beli tanah dilakukan dihadapan Pejabat yang berwenang  yakni Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Namun yang terjadi dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 586/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Utr perjanjian jual beli tanah dibawah tangan ini di sahkan  oleh pengadilan, yakni para pihak Penjual dan Pembeli melakukan perbuatan hukum perjanjian jual beli tanah tidak dihadapan pejabat yang berwenang. Untuk itu, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kekuatan hukum perjanjian jual beli tanah dibawah tangan terhadap peralihan hak atas tanah yang terjadi serta penyelesaian pada peralihan hak atas tanah. Berdasarkan Putusan Hakim  pembeli mendapatkan  perlindungan hukum sebagai pembeli yang beritikad baik, namun  kepastian hukum pembeli atas tanah yang seharusnya menjadi kepemilikan nya tidak tercapai. Dari hasil studi, dapat dijelaskan bahwa dalam perjanjian jual beli dibawah tangan  yang dinyatakan sah tidak dapat memberikan kepastian hukum terhadap pembeli sebagai dasar peralihan hak atas tanah. Selain itu penyelesaian eksekusi terhadap tanah tersebut tidak  dapat dilakukan.  Penelitian hukum doktrinal ini mengkaji bahan-bahan hukum sekunder melalui studi kepustakaan yanhg didukung dengan wawancara, selanjutnya penelitian ini mengenai Kekuatan Hukum perjanjian jual beli tanah dibawah tangan  terhadap peralihan hak atas tanah  dan penyelesaian pada putusan yang telah disahkan pengadilan di analisi secara kualitatif. 

Land sale and purchase agreement is one of the agreements that cannot be done simply under the hand. Legal certainty in the land sale and purchase agreement results in the need for legal force in proof in the sale and purchase agreement with the object of land rights.  Generally, land sale and purchase agreements are made before an authorized official, namely the Land Deed Official (PPAT). However, what happened in the North Jakarta District Court Decision Number 586/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Utr was that this underhand land sale and purchase agreement was legalized by the court, namely the Seller and Buyer parties carried out the legal action of the land sale and purchase agreement not before an authorized official. For this reason, the issues raised in this research are regarding the legal force of the land sale and purchase agreement under the hands of the transfer of land rights that occur and the settlement of the transfer of land rights.Based on the Judge's Decision, the buyer gets legal protection as a good faith buyer, but the buyer's legal certainty over the land that should be his ownership is not achieved.  From the results of the study, it can be explained that the underhand sale and purchase agreement which is declared valid cannot provide legal certainty to the buyer as the basis for transferring land rights. In addition, the settlement of execution against the land cannot be done.  This doctrinal legal research examines secondary legal materials through literature studies which are supported by interviews, then this research on the Legal Power of land sale and purchase agreements under the hands of the transfer of land rights and the settlement of court-approved decisions is analyzed qualitatively. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>