Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163352 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irvan Aladip Mahfudin
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran dan kontribusi dari Nahdlatul Ulama (NU) Indonesia sebagai aktor keagamaan transnasional dalam mendorong perdamaian di Afganistan. Dengan menggunakan konsep peacebuilding dari Jürgen Rüland, dkk dan metode process tracing, penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas peacebuilding yang dilakukan oleh NU telah berkontribusi dalam transformasi konflik di Afganistan. Dengan menggunakan pendekatan bottom-up peacebuilding, kehadiran NU dapat diterima dengan baik oleh faksi-faksi yang berkonflik di Afganistan, termasuk Taliban. Melalui serangkaian dialog dan kunjungan Ulama Afganistan ke Indonesia, para peserta dapat menerima gagasan moderasi Islam ala-NU. Terinspirasi oleh NU Indonesia, Ulama Afganistan sepakat untuk mendirikan Nahdlatul Ulama Afganistan (NUA) dengan mengadopsi prinsip-prinsip NU seperti tawasuth (moderat), tasamuh (toleransi), tawazun musyarakah (dialog) dan menyebarkan gagasan tersebut ke level grassroot. Merujuk pada aktivitas peacebuilding NU di Afganistan, penelitian ini menyimpulkan jika aktor keagamaan transnasional mempunyai potensi yang besar untuk membangun sebuah ‘infrastruktur’ dalam rangka mendukung proses peacebuilding dalam jangka waktu yang lama.

This research aimed to analysis the role and contribution of Indonesian’s Nahdlatul Ulama (NU) as transanational faith-based actor in promoting the establishment of peace in Afghanistan. By using a conceptualization of peacebuilding by Jürgen Rüland, et. al. and process tracing on research method, this research shows that NU’s peacebuilding activities has contributed to conflict transformation in Afghanistan. By means of a bottom-up peacebuilding approach, NU's presence was well received by the conflicting factions in Afghanistan, including Taliban. Through a series of dialogues and visiting by Afghan clerics to Indonesia, the participants could accept the ideas of NU Islamic moderation. Inspired by NU Indonesia, the Afghan Clerics agreed to establish NUA which adopted NU’s principles such as tawasuth (moderate), tasamuh (tolerance), tawazun (proportionate/balancing), i’tidal (just), and musharaka (dialogue) and spread it to grassroot-level leadership. Referring to the NU-faithbased peacebuilding activities in Afganistan, this researchconclude that transnational faith-based actors have the great opportunity for establishing an infrastructure to sustain the peacebuilding process over long term."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kang, Young Soon
Jakarta: UI-Press, 2008
324.2 KAN a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Eneng Ervi Siti Zahroh Zidni
"Konflik Israel-Palestina merupakan isu global yang kompleks dan berkepanjangan, yang melibatkan bermacam-macam aktor internasional. Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia berperan signifikan sebagai aktor non-negara dalam mendukung kemerdekaan dan perdamaian bagi Palestina. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran NU dalam mencapai perdamaian antara Israel dan Palestina, menggunakan pendekatan kualitatif yang meliputi studi literatur, wawancara, serta analisis menyeluruh. Penelitian ini mengadopsi empat kerangka teori utama: teori Non-State Actor (NSA) oleh Nye dan Keohane, teori resolusi konflik oleh Johan Galtung, teori Peace Building oleh Lederach, dan teori gerakan sosial oleh Zaldi dan McCarthy. Analisis mengungkapkan bahwa NU dapat dikategorikan sebagai Religious Transnational Actor dalam kerangka teori Soft Power yang dikemukakan oleh Jeffrey Haynes, ditunjang oleh Cross-Border Interfaith Collaboration Concept. Penelitian ini juga membantah argumen bahwa agama kurang memiliki peran penting dalam politik internasional pada abad -20. NU, sebagai organisasi masyarakat sipil berbasis keagamaan, telah mengintegrasikan agama dalam urusan politik dan diplomasi sejak awal abad ke-20, contohnya melalui pembentukan Komite Hijaz. Tokoh-tokoh berpengaruh dalam NU, seperti Abdurrahman Wahid, Hasyim Muzadi, Said Aqil Siradj, dan Yahya Cholil Staquf, menunjukkan kepedulian mendalam terhadap perdamaian Israel-Palestina. NU secara konsisten mengangkat isu perdamaian Palestina melalui Muktamar, yang merupakan forum tertinggi dalam organisasi, dan mengimplementasikan keputusan ini melalui berbagai mekanisme diplomasi multi-track. Ini termasuk diplomasi soft power, gerakan filantropis, aksi solidaritas berbasis agama, dialog antaragama, serta mendukung kebijakan pemerintah Indonesia dalam menjaga kedaulatan Palestina. Dengan demikian, penelitian ini memberikan wawasan mendalam tentang kontribusi NU dalam usaha mencapai perdamaian dan menegaskan kembali peran strategis agama dalam politik internasional

Konflik Israel-Palestina merupakan isu global yang kompleks dan berkepanjangan, yang melibatkan berbagai aktor internasional. Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia memainkan peran penting sebagai aktor non-negara dalam mendukung kemerdekaan dan perdamaian bagi Palestina. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran NU dalam mencapai perdamaian antara Israel dan Palestina, menggunakan pendekatan kualitatif yang mencakup studi literatur, wawancara, dan analisis komprehensif. Penelitian ini mengadopsi empat kerangka teori utama: teori Aktor Non-Negara (NSA) oleh Nye dan Keohane, teori resolusi konflik oleh Johan Galtung, teori Peace Building oleh Lederach, dan teori gerakan sosial oleh Zaldi dan McCarthy. Analisis tersebut mengungkapkan bahwa NU dapat dikategorikan sebagai Aktor Transnasional Keagamaan dalam kerangka teori Soft Power yang dikemukakan oleh Jeffrey Haynes, yang didukung oleh Konsep Kolaborasi Lintas Batas Antaragama. Penelitian ini juga membantah argumen bahwa agama telah memainkan peran yang kurang penting dalam politik internasional di abad ke-20. NU, sebagai organisasi masyarakat sipil berbasis agama, telah mengintegrasikan agama ke dalam politik dan diplomasi sejak awal abad ke-20, misalnya melalui pembentukan Komite Hijaz. Tokoh-tokoh berpengaruh di NU, seperti Abdurrahman Wahid, Hasyim Muzadi, Said Aqil Siradj, dan Yahya Cholil Staquf, telah menunjukkan perhatian yang mendalam terhadap perdamaian Israel-Palestina. NU secara konsisten mengangkat isu perdamaian Palestina melalui Muktamar, yang merupakan forum tertinggi dalam organisasi, dan mengimplementasikan keputusan ini melalui berbagai mekanisme diplomatik multi-jalur. Ini termasuk diplomasi soft power, gerakan filantropi, aksi solidaritas berbasis agama, dialog antaragama, dan mendukung kebijakan pemerintah Indonesia dalam menjaga kedaulatan Palestina. Dengan demikian, studi ini memberikan wawasan yang mendalam tentang kontribusi NU terhadap upaya mencapai perdamaian dan menegaskan kembali peran strategis agama dalam politik internasional."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vyan Tashwirul Afkar
"NU adalah religious nongovernmental organization (RNGO) yang terlibat dalam
peacebuilding Afghanistan sejak tahun 2011 hingga 2021. Dalam implementasinya, NU
berperan sebagai aktor transnasional yang mengupayakan perdamaian lewat pengenalan
nilai-nilai Islam Moderat kepada aktor-aktor konflik dengan harapan hal tersebut mampu
mengubah karakter keagamaan mereka menjadi lebih moderat (tawasuth), seimbang
(tawazun), toleran (tasamuh), adil (i’tidal), dan saling terikat dalam persaudaraan
kebangsaan (ukhuwah wathaniyyah). Usaha tersebut diklaim berhasil dalam studi-studi
terdahulu, seperti Faizin (2020), Pratama & Ferdiyan (2021), Mahfudin (2021), dan
Mahfudin & Sundrijo (2021). Bahkan, berbagai literatur menyebut NU sebagai aktor
yang signifikan dan lebih efektif menyelesaikan konflik daripada aktor negara dan
lembaga internasional. Sayangnya, reeskalasi konflik dan perebutan kekuasaan di
Afghanistan oleh Taliban pada Agustus 2021 menunjukkan bahwa peacebuilding selama
satu dekade tersebut tidak berhasil. Oleh karena itu, penelitian ini mempertanyakan
“Mengapa upaya peacebuilding NU di Afghanistan melalui promosi Islam Moderat tidak
berhasil?”. Dengan pendekatan kualitatif dan metode analisis process tracing, penelitian
ini menemukan bahwa ketidakberhasilan tersebut disebabkan oleh empat faktor, yaitu:
ketidakselarasan ideasional, keterbatasan pengaruh, strategi yang tidak lengkap, dan
ancaman keamanan. Keempat hambatan tersebut berada di empat dimensi yang berbeda
namun saling mempengaruhi dan saling berkelindan: ideational, relational, instrumental,
dan situational.

NU, a religious non-governmental organization (RNGO), has been actively involved in peacebuilding initiatives as a transnational actor in Afghanistan from 2011 to 2021. Its approach focuses on promoting the values of Moderate Islam to conflicting parties in the hopes of fostering a more moderate, balanced, tolerant, just, and nationally unified religious outlook. Previous studies by Faizin (2020), Pratama & Ferdiyan (2021),
Mahfudin (2021), and Mahfudin & Sundrijo (2021) have highlighted NU's significant
role in conflict resolution, surpassing that of state actors and international organizations. However, the unfortunate resurgence of conflict and power struggles initiated by the Taliban in August 2021 has revealed the limited success of NU's decade-long peacebuilding efforts. This research seeks to understand the reasons behind the failure of NU's peacebuilding endeavors in Afghanistan, specifically focusing on the promotion of Moderate Islam. Employing a qualitative approach and process tracing analysis, the study identifies four contributing factors: a lack of ideational coherence, limited influence, incomplete strategies, and security threats. These barriers, situated within distinct dimensions—ideational, relational, instrumental, and situational—interact and mutually reinforce each other, hindering NU's peacebuilding objectives
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Khomaeni Hayatullah
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas PCI NU Mesir dalam perannya sebagai organisasi transnasional dalam diplomasi publik. PCI NU Mesir sebagai salah satu PCI NU awal memliki historis yang membuat kehadirannya berpengaruh terhadap nahdliyyin. PCI NU melakukan beragam kegiatan organisasi sebagai bentuk diplomasi publik dalam mengenalkan budaya-agama ala NU di Mesir. Kesamaan dalam pemahaman moderasi beragama membuat PCI NU Mesir dapat diterima oleh warga dan pemerintah Mesir, khususnya oleh Al-Azhar. PCI NU juga menjalin kerja sama kultural dengan pelbagai institusi di Mesir. Dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menyimpulkan PCI NU Mesir berperan dalam diplomasi publik di Mesir. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori Ashabiyyah untuk mencari solidaritas yang mengikat PCI NU Mesir. Penulis juga menggunakan teori transnasionalisme dan teori diplomasi public untuk menganalisis peran PCI NU sebagai organisasi afiliatif transnasional dalam berdiplomasi. Oleh karena perannya itu, PCI NU Mesir memiliki pengaruh positif yang dirasakan oleh nahdliyyin dan warga Indonesia di Mesir. Selain menjadi afiliatif PBNU, PCI NU juga dapat berperan sebagai kepanjangan pemerintah Indonesia dalam melakukan diplomasi publik khususnya pengenalan budaya-agama Indonesia di Mesir.

ABSTRACT
This study discusses the role of Nahdlatul Ulama Special Branch Boards (PCINU) in Egypt as a transnational organization in public diplomacy. The PCI NU of Egypt, as one of the earliest PCI NU, has a historical presence that has an influence on nahdliyyin. The similarity in understanding religious moderation makes PCI NU Egypt acceptable to citizens and the Egyptian government, especially by Al-Azhar. PCI NU also established cultural cooperation with various institutions in Egypt. By using this type of descriptive analysis research with a qualitative approach. This research concludes that PCI NU Egypt has an  active role in public diplomacy efforts in Egypt. In this research, the writer uses the Ashabiyyah theory to find solidarity that binds PCI NU Egypt. The author uses the theory of transnationalism and public diplomacy theory to analyze the role of PCI NU as a transnational affiliative organization in diplomacy. Because of that role, PCI NU Egypt has a positive influence felt by Nahdliyyin and Indonesian citizens in Egypt. In addition to being an affiliated PBNU, PCI NU can be a role as a representative of the Indonesian government. PCI NU conducts public diplomacy, specifically the introduction of Ahlusunnah wal Jamaah an-Nahdliyyah culture-religion in Egypt."
2020
T55000
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siregar, Bahaluddin
"Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Peran NU untuk Indonesia dapat dilacak dalam lini masa mulai dari era kolonialisme hingga kini. Dalam konteks perumusan dasar negara, yaitu Pancasila, NU terlibat sangat aktif mulai dari yang awalnya menolak kemudian menerima Pancasila pada 1983. Penelitian ini dimaksud untuk menganalisis peneriman NU atas Pancasila pada Muktamar 1983 dalam perspektif Utilitarianisme. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif, dimana peneliti mengumpulkan informasi melalui studi dokumen terkait. Penelitian ini menyimpulkan bahwa bahwa segala tindakan NU dar masa ke masa sejatinya berorientasi pada kemasalahatan msyarakat luas. NU bahkan juga tidak segan mengorbankan organisasinya sendiri, seperti pasca Muktamar 1983 dimana NU memutuskan berhenti dari politik praktis yang mengakibatkan suara PPP (partai mewakili kelompok Muslim) mengalami penurunan signifikan dalam pemilu setelahnya. Prinsip kemaslahatan NU sejatinya adalah implementasi dari teori Utilitarianisme yang dikembangkan oleh John Stuart Mill, bahwa NU telah menerapkan dua aspek Utilitarianisme sekaligus, yaitu Act Utilitarianism dan Rule Utilitarianism. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai dasar pertimbangan dan sumbangan pemikiran kepada pemangku kebijakan agar kebijakan selalu berorientasi pada kebermanfaatan.

Nahdlatul Ulama (NU) is the largest religious organization in Indonesia. NU's role in Indonesia can be traced in a timeline starting from the era of colonialism until now. In the context of the formulation of the basic principles of the state, namely Pancasila, NU was very actively involved starting from initially rejecting and then accepting Pancasila in 1983. This research is intended to analyze NU's acceptance of Pancasila at the 1983 Congress from a Utilitarianism perspective. This research uses a descriptive analysis approach, where researchers collect information through studying related documents. This research concludes that all NU actions from time to time are actually oriented towards the problems of the wider community. NU did not even hesitate to sacrifice its own organization, such as after the 1983 Congress where NU decided to stop practical politics which resulted in the PPP (the party representing Muslim groups) votes experiencing a significant decline in the elections that followed. NU's principle of benefit is actually the implementation of the theory of Utilitarianism developed by John Stuart Mill, that NU has implemented two aspects of Utilitarianism at once, namely Act Utilitarianism and Rule Utilitarianism. It is hoped that the results of this research can provide information as a basis for consideration and contribution of thought to policy makers so that policies are always oriented towards benefits."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahmud Budianto
"Pada masa awal pemerintahan Orde Baru, pemerintah (Presiden Soeharto) menginginkan agar sistem kepartaian di Indonesia disederhanakan. Hal itu ditujukan untuk melakukan kontrol peran umat Islam di pemerintahan. Berbagai strategi pun dilancarkan, yaitu mulai penolakan rehabilitasi Masyumi, pembentukan PDII sampai strategi pengembosan masa parpol di pemerintahan melalui strategi monoloyalitas. Tidak hanya sampai pada tahap itu, pemerintah selanjutnya menganjurkan agar partai politik yang ada untuk mengelompok. Pada dasarnya pengelompokan yang diinginkan pemerintah adalah agar di Indonesia hanya ada dua parpol saja. Kedua parpol yang terbentuk itu akan memudahkan pemerintah melakukan kontrol politik. Sebagai Partai Islam terbesar, Nahdlatul UIama (NU) menyadari kondisi politik yang terjadi pada masa itu. Dalam Muktamarnya (1971) NU menyatakan sikap untuk berusaha mempertahankan keberadaan (eksistensi) kepartaian terhadap strategi yang dilancarkan pemerintah. Selain itu NU pun mempertimbangkan wadah nonpolitis apabila hams meninggalkan kepartaian karena kondisi politik yang akan terjadi. Proses pengelompokan pun berjalan dan seiring dengan itu NU terus berusaha mempertahankan eksistensi partainya. Sikap maupun usaha NU itu pun kenyataannya harus tunduk kepada fusi parpol yang diinginkan pemerintah. Akhirnya pada tanggal 5 Januari 1973, NU berfusi dengan Parmusi, PSII dan Perti membentuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12448
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : PBNU, 2007,
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Muflihah
"Menurut beberapa Hadis Nabi Muhammad s.a.w. yang diriwayatkan oleh para perawi yang dapat dipercaya, bahwa Islam yang diakui oleh Nabi Muhammad s.a.w. adalah golongan yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad s.a.w. dan para sahabatnya. Golongan ini lebih dikenal dengan sebutan kelompok ahli_ sunnah wal jamaah. Maka, dalam penyebarannya, agama Islam muncul dalam berbagai bentuk dan mengaku kelompok Ahli sun_nah wal jamaah yang datang dari berbagai penjuru dunia. Hal inipun dialami oleh penduduk Indonesia, khususnya pemeluk agama Islam. Selain itu, Islam juga bertemu dengan berbagai macam kebudayaan, yang sudah terlebih dahulu dikenal oleh masya_rakat setempat. Pertemuan Islam dengan kebudayaan atau ke_percayaan masyarakat setempat tersebut tidak dapat dihinda_ri. Karena suatu masyarakat betapapun rendah dan terasing_nya, biasanya sudah berkebudayaan tertentu dan menganut ke percayaan tertentu. Akibat pertemuan dua unsur tersebut, ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama, nilai baru men_jadi dominan dan nilai lama menjadi hilang. Kedua, nilai lama tetap dominan dan nilai baru tidak bisa diterima. Ketiga, kedua nilai saling mengisi atau berasimilasi de-ngan salah satu nilai sedikit lebih dominan. Ketika Islam masuk ke Indonesia, ia bertemu dengan agama Hindu/Budha dan kepercayaan lama lainnya. Hal ini dapat diketahui dengan adanya dua pendapat dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia, yaitu pendapat Sunan Giri dan Sunan Kalijaga. Penyebaran agama Islam yang diinginkan oleh Sunan Giri, yaitu dengan cara memberantas kepercayaan lama adat-istiadatnya dan menggantikannya dengan agama/ke-percayaan baru (Islam). Sedangkan cara yang diinginkan oleh Sunan Kalijaga, dengan memasukkan ajaran Islam ke dalam adat-istiadat/kepercayaan lama tanpa memberantasnya sekaligus. Dengan demikian, tersebarlah dua macam ajaran Islam di Indonesia, yang satu berkembang di daerah perkotaan dan satu lagi berkembang di daerah pedesaan. Nahdlatul Ulama adalah perkumpulan/organisasi kegamaan Islam yang mempunyai basis massa di daerah pedesaan. Melalui lembaga pendidikan Islam, Pesantren. Dan ter_nyata sebagian besar pendukung utama Nahdlatul Ulama adalah masyarakat santri, yang sedang menuntut dan mendalami ilmu agama di pondok pesantren. Mereka dengan tekun dan penuh disiplin menuntut ilmu agama di bawah bimbingan Pa_ra ulama. Para santri inilah yang nantinya akan menjadi penerus gerakan dan perjuangan Nahdlatul Ulama di masa mendatang. Karena Pesantren banyak terdapat di daerah pedesaan, maka ciri-ciri masyarakat desa sekitar pondok pesantren banyak menyerap pengaruh dari pondok pesantren tersebut. Hal ini disebabkan oleh kurangnya daya kreatifitas dan pengetahuan tentang agama dalam masyarakat pedesaan tersebut. Kebiasaan santri yang selalu taat dan patuh di bawah kewibawaan ulama mempengaruhi masyarakat desa di lingku_ngan pesantren. Sifat demikian menjadi sikap masyarakat desa yang selalu menunggu petunjuk dan bimbingan dari ula_ma sebagai pemimpin agama. Ciri masyarakat desa seperti ini merupakan tempat subur bagi peranan ulama. Maka, pera_nan ulama sebagai pemimpin informal (bukan pemerintahan) di desa sampai saat ini lebih menonjol dibanding unsur pimpinan lain.Uraian tersebut menunjukkan, bahwa pondok pesantren dan masyarakat desa mempunyai hubungan erat. Ciri dan hu_bungan ini, selanjutnya membentuk watak/ciri khas organisasi ini. Perwatakan tersebut terlihat, misalnya saja pa_da kekuatan Nahdlatul Ulama bukan terletak pada organisa sinya, melainkan pada solidaritas yang secara tradisional tertanam pada pendukungnya yang sebagian besar terdiri dari masyarakat santri pedesaan dan kiainya. Dengan demi_kian, utama dianggap sebagai pemeran utama baik dalam bidang keagamaan maupun bidang sosial. Karena Nahdlatul Ulama adalah perkumpulan dalam bi_dang keagamaan, maka salah satu motivasi lahirnya pun di_landasi oleh semangat keagamaan, yaitu mempertahankan pa-ham Ahli sunnah wal jamaah. Karena begitu kuatnya Nahdlatul Ulama memegang paham tersebut, maka setiap pembicaraan tentang jamiah ini, tidak dapat lepas dari mas'aiah Allisunnah wal jamaah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13144
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>