Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184573 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silfia Dini Pratiwi
"Kesehatan mental yang terganggu merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab kesakitan dan kematian pada remaja. Gejala gangguan mental dapat berupa ansietas atau kecemasan, depresi, gangguan tidur, ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri dan percobaan bunuh diri. Kesehatan mental dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk perilaku sehari-hari dan gaya hidup individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gaya hidup dengan kesehatan mental remaja sekolah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder Global School-Based Student Health Survey Indonesia tahun 2015. Populasi penelitian ini adalah 9.628 remaja sekolah tingkat SMP dan SMA berusia 11-18 tahun di Indonesia. Sampel penelitian ini didapat dengan metode total sampling. Analisis hubungan gaya hidup dengan kesehatan mental remaja sekolah di Indonesia pada penelitian ini menggunakan analisis multivariat cox regresi dan besar asosiasi dinyatakan dengan Prevalence Ratio (PR) dengan 95% Confindence Interval (CI). Prevalensi remaja sekolah di Indonesia yang mengalami gangguan kesehatan mental sebesar 9,4%. Hasil uji analisis mutivariat menunjukan ada hubungan signifikan antara gaya hidup dengan kesehatan mental remaja sekolah di Indonesia 1,47 (95%CI: 1,31-1,65)  setelah dikontrol dengan jenis kelamin, status sosial-ekonomi dan bullying. Pihak sekolah dan orang tua disarankan untuk bekerja sama dalam mencegah gangguan kesehatan jiwa pada remaja.

Mental health disorders are one of the main risk factors for causing pain and death in adolescents. Symptoms of mental health disorders can be anxiety, depression, sleep disorders, suicidal or self-harm ideas and attempted suicide. Mental health is affected by multiple factors, including daily behavior and individual lifestyle. This study aims to find out the relationship between lifestyle and mental health of school adolescent in Indonesia. This study used secondary data of Indonesia's Global School-Based Student Health Survey in 2015. The population of this study was 9.628 students aged 11-18 years in Indonesia. This research sample was obtained by total sampling method. Analysis of lifestyle relationships with school adolescent mental health in Indonesia in this study using multivariate analysis of cox regression and large associations expressed with Prevalence Ratio (PR) with 95% Confidences Interval (CI). Result showed that the prevalence of school adolescents in Indonesia with mental health disorders is 9,4%. Multivariate analysis test results showed there was a significant relationship between lifestyle and school adolescent mental health in Indonesia 1,47 (95%CI: 1,31-1,65) after being controlled by gender, socioeconomic status, and bullying. The school and parents are advised to work together to prevent mental health disorders in adolescents."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumanggor, Sarah Vanessa Isabel
"Latar Belakang Masalah kesehatan mental dan kelebihan berat badan saling terkait, terutama pada remaja dan dewasa muda. Penelitian ini menilai remaja dan dewasa muda mahasiswa baru Universitas Indonesia tahun 2022 yang mempunyayi masalah kesehatan mental dan kelebihan berat badan menggunakan self-reporting questionnaire (SRQ-20) dan klasifikasi kriteria IMT Asia-Pasifik. Metode Penelitian ini dilakukan pada Mahasiswa baru Universitas Indonesia dengan usia 12-24 tahun yang telah melakukan pemeriksaan kesehatan di Makara Klinik Satelit UI dengan total 9,200 mahasiswa. Masalah kesehatan mental, kota asal, konsumsi makanan cepat saji, aktivitas fisik, dan kelebihan berat badan dievaluasi. Status nutrisi dikategorikan ke dalam kelompok IMT menurut klasifikasi Asia-Pasifik. Hasil Data yang diperoleh dari 9,001 mahasiswa baru Universitas Indonesia 2022 yang memenuhi kriteria inklusi menunjukkan sebagian besar peserta adalah perempuan (59%), dewasa muda (87%), bertempat tinggal atau lahir di kota besar (87.5%), mengonsumsi makanan cepat saji <3 kali per minggu (80.2%), dan melakukan aktivitas fisik (65.3%). Sejumlah 37.9% peserta memiliki berat badan berlebih, sedangkan 26.5% dianggap memiliki masalah kesehatan mental. Hubungan dapat ditemukan antara kedua variabel dengan analisis univariat (- < 0.05). Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara masalah kesehatan mental dan kelebihan berat badan. Beberapa faktor yang terkait dengan kelebihan berat badan meliputi jenis kelamin, kelompok usia, tempat asal, dan aktivitas fisik. Sebaliknya, faktor yang terkait dengan masalah kesehatan mental meliputi jenis kelamin, pengonsumsian makanan cepat saji, dan aktivitas fisik. Faktor-faktor tersebut menunjukkan signifikansi jika dibandingkan dengan kelebihan berat badan dan masalah kesehatan mental.

Introduction Mental health problems and excess weight are associated, especially among adolescents and young adults. The present study assessed adolescents and young adults in Universitas Indonesia’s freshmen 2022 with mental health problems and excess weight using the selfreporting questionnaire (SRQ-20) and Asia-Pacific BMI classification. Method Universitas Indonesia’s freshmen aged 12-24 who did the medical checkup in the Makara UI Satellite Clinic were selected for this study. There were 9,200 students. Gender, age group, place of origin, fast food consumption, physical activity, excess body weight, and mental health problems were evaluated. Nutrition status was categorized into different BMI groups according to the Asian-Pacific classification. Result Out of the 9,001 Universitas Indonesia’s freshmen in 2022 that met inclusion criteria, most of the participants were women (59%), young adults (87%), resided or were born in big cities (87.5%), consumed fast food <3 times per week (80.2%), and does physical activities (65.3%). 37.9% of the participants have excess body weight, whereas 26.5% are considered to have mental health problems. An association was found between the two variables after undergoing a univariate analysis (- < 0.05). Conclusion The association between mental health problems and excess body weight was significant in this study. Factors associated with excess body weight include gender, age group, place of origin, and physical activities. Contrastingly, factors associated with mental health problems include gender, fast food consumption, and physical activities. These factors show significance when compared to excess body weight and mental health problems."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suciati Zen Nur Hidayati
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran hubungan antara kualitas pertemanan dengan kesehatan mental pada remaja awal. Pengukuran kualitas pertemanan menggunakan alat ukur Friendship Quality Questionnaire yang disusun oleh Parker dan Asher (1993) dan pengukuran kesehatan mental menggunakan alat ukur yang Mental Health Continuum- Short Form yang disusun oleh Keyes (2002). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 119 remaja berusia 12-14 tahun yang sedang duduk di bangku kelas 7 dan 8 SMP Kota Depok. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas pertemanan dan kesehatan mental pada remaja (r = 0,184; p = 0,046, signifikan pada L.oS 0,05). Artinya, semakin tinggi kualitas pertemanan maka semakin tinggi pula kesehatan mentalnya. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan 3,38% skor kualitas pertemanan dapat dijelaskan dari skor kesehatan mental.

This study was conducted to get an overview of the relationship between the quality of friendship and mental health among early adolescence. Friendship quality is measured by Friendship Quality Questionnaire constructed by Parker and Asher (1993), and mental health is measured by Mental Health Continuum- Short Form compiled by Keyes (2002). Participants in this research were 119 adolescents,with the age range of 12-14 years old which currently are in the 7th and 8th grade junior high school in Depok. The result showed a significant relationship between friendship quality and mental health in adolescents (r = 0,184; p = 0,046, significant at L.oS 0,05), which mean the higher the quality of friendship, the higher mental health. In addition, the results also showed that 3.38% of friendship quality score can be explained by mental health scores.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59125
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutmainnah
"Masalah kesehatan mental pada remaja di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun tindakan mencari bantuan pada pihak profesional masih tergolong rendah. Diduga terdapat faktor lain yang menghambat intensi remaja untuk mencari bantuan pada pihak profesional ketika memiliki masalah. Sayangnya, penelitian mengenai faktor utama penghambat remaja mencari bantuan pada pihak profesional seperti stigma diri dan sikap terhadap tindakan mencari bantuan masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran sikap sebagai mediator terhadap hubungan stigma diri dan intensi remaja untuk mencari bantuan profesional. Sebanyak 255 remaja Indonesia (laki-laki=57 dan perempuan=198) berusia 11-19 tahun (M= 15.31 tahun) menjadi partisipan dan mengisi serangkaian kuesioner meliputi Intention to Seek Counseling Questionnaire (ISCI), Self-Stigma of Seeking Help Scale (SSOSH) dan Mental Help Seeking Attitude Scale (MHSAS). Berdasarkan analisis mediasi ditemukan sikap memediasi secara penuh hubungan stigma diri dan intensi mencari bantuan tenaga kesehatan mental profesional. Semakin rendah stigma diri, maka sikap terhadap tindakan mencari bantuan pada pihak profesional semakin positif. Sikap yang positif selanjutnya akan meningkatkan intensi remaja meminta bantuan kepada pihak profesional. Temuan dalam penelitian ini mengindikasikan perlu digencarkannya program psikoedukasi berkaitan dengan pentingnya merawat kesehatan mental untuk remaja untuk menurunkan stigma diri dan mendorong sikap positif dan intensi mencari bantuan pada tenaga profesional remaja meningkat.

Mental health problems in adolescents in Indonesia are increasing from year to year, but the act of seeking professional help is still relatively low. It is suspected that other factors prevent adolescents from seeking professional help when they have problems. Unfortunately, research on the main factors inhibiting adolescents from seeking professional help such as self-stigma and attitudes toward seeking help is still minimal. This study aims to determine the role of attitude as mediator on the relationship bestween self-stigma and adolescents intention to seek professional help. A total of 255 Indonesian adolescents (boys = 57 and girls = 198) aged 11-19 years (M = 15.31 years) became participants. It filled out questionnaires including the Intention to Seek Counseling Questionnaire (ISCI), Self-Stigma of Seeking Help Scale (SSOSH), and Mental Help Seeking Attitude Scale (MHSAS). Based on the mediation analysis, it was found that the attitude of fully mediating the relationship of self-stigma and intention to seek help from professionals. The lower the self-stigma, the more positive the attitude towards seeking help from professionals. A positive attitude will further increase the intention of adolescents seeking help from professionals. The findings in this study need to be intensified with psychoeducational programs related to the importance of treating mental health for adolescents to reduce self-stigma, encourage adolescents positive attitudes, and increased intention ti seek help from proffesionals mental health."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uweisha Eraz Puteri
"Bunuh diri termasuk penyebab kematian ketiga pada remaja usia 10 hingga 19 tahun. Pada tahun 2016, angka kematian akibat bunuh diri di Indonesia diestimasikan sebesar 3,4 per 100.000 penduduk. Kematian akibat bunuh diri adalah sebuah fenomena gunung es, dimana besarnya masalah akan terlihat lebih jelas jika perilaku bunuh diri dimasukkan dalam perhitungan. Salah satu faktor utama perilaku bunuh diri remaja usia sekolah adalah bullying. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara bullying dengan perilaku bunuh diri ada pelajar SMP dan SMA di Indonesia setelah dikontrol oleh variabel confounding. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan pendekatan kuantitatif menggunakan data sekunder Global School Based Health Survey Indonesia 2015. Sampel penelitian ini adalah pelajar SMP dan SMA yang berusia 12-17 tahun (n = 8733). Analisis yang digunakan adalah analiss univariat, bivariat dan multivariabel dengan level kepercayaan 95%. Hasil analisis multivariabel dengan regresi logistik berganda, menunjukkan rasio odds terjadinya perilaku bunuh diri pada pelajar SMP dan SMA di Indonesia yang pernah mengalami bullying dibandingkan dengan pelajar yang tidak pernah mengalami bullying adalah 2,27 (95% CI: 1,92-3,53). Selain itu, hasil analisis multivariabel juga mununjukan adanya variabel interaksi (variabel moderator/effect modifier) yaitu perilaku berkelahi dan kekerasan seksual. Strategi pencegahan bullying dan perilaku bunuh diri berbasis sekolah sangat diperlukan untuk mengurangi risiko perilaku bunuh diri pada pelajar.

Suicide is the third leading cause of death in adolescents aged 10 to 19 years old. In 2016, the death rate due to suicide in Indonesia was estimated at 3.4 per 100,000 population. Complete suicide is an iceberg phenomenon, where the problem will be seen more clearly if suicidal behavior was involved. One of the main factors that could intensify suicidal behavior risk among high school students is bullying. This study examined the association between bullying and suicide among high school student in Indonesia after adjusting for confounder variables. It was a secondary analysis of Global School Based Health Survey Indonesia 2015 which used cross sectional study design. Univariate, bivariate, and multivariable analyses were performed at 95% confidence level. Multivariable regression logistic model showed that students who had been bullied had 2.27 times greater odds of having suicidal behavior compared to students who had never experienced bullying (OR: 2,27; 95% CI: 1,92-3,53). Besides, we indicated that physical fighting, and sexual abuse as effect modifiers (moderator or interaction variables) that affect the association between bullying and suicidal behavior. School-based bullying and suicidal behavior prevention strategies are needed to reduce the risk of suicidal behavior among students."
Depok: Fakultas Kesehatan masyarkat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Firoh
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara religious coping dan psychological well-being pada remaja panti asuhan di Jakarta. Banyaknya pengalaman negatif yang dialami oleh remaja panti asuhan, membuat remaja tidak berdaya yang berpengaruh pada kesejahteraan psikologis. Oleh karena itu, penting bagi remaja panti asuhan untuk mampu melakukan coping yang efektif agar psychological well-being mereka menjadi lebih baik, salah satunya dengan penggunaan religious coping. Penelitian ini bersifat korelasional dengan menggunakan sampel remaja panti asuhan usia 12 - 20 tahun dan telah menetap setidaknya selama satu tahun di panti asuhan N = 138, laki-laki = 70. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian adalah Ryffs Scales of Psychological Well-Being untuk mengukur psychological well-being dan Brief RCOPE untuk mengukur religious coping. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara positive religious coping dan psychological well being r = .397, p < .01, dan hubungan negatif yang signifikan antara negative religious coping dan psychological well-being r = -.194, p < .05.

The purpose of this study is to find out the relationship between religious coping and psychological well being in adolescents at orphanages in Jakarta. The number of negative experiences happened to adolescents in orphanages, it makes them helpless and affects their psychological well being. Therefore, it is important for them to be able in performing effective coping to enhance their psychological well being, one of the way by the use of religious coping. This study was correlational by using a sample of adolescents orphans aged 12 to 20 years and has been living for at least one year in an orphanage N 138, male 70. The instruments used in this study were Ryff 39 s Scales of Psychological Well Being to measure psychological well being and Brief RCOPE to measure religious coping. The result of correlation analysis shows that there is a significant positive correlation between positive religious coping and psychological well being r .397."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Untari
"Merokok merupakan faktor resiko penyakit tidak menular yang dapat menyebabkan kesakitan pada individu maupun orang lain yang terpapar asap rokok. Data WHO di Indonesia pada tahun 2015 menyatakan prevalensi perokok aktif disemua kalangan usia sebanyak 51,1%. Kemudian data GYTS pada tahun 2009 menyatakan perokok remaja sebesar 57,8% pada laki-laki dan 6,4% pada perempuan. 72,5% remaja menyatakan setuju bahwa asap  rokok berpengaruh buruk terhadap kesehatan, namun pertanyaan ini bertolak belakang dengan peningkatan trend usia merokok pada kalangan remaja usia 13-15 tahun sebesar 36,3% pada tahun 2007, 43,3% pada tahun 2010, dan 55,4% pada tahun 2013. Pada penelitian sebelumnya, perilaku merokok remaja juga dihubungkan dengan faktor stress, bully, dan pemantauan orang tua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan variabel independen yaitu gangguan mental, bully, dan pemantauan orang tua dengan variabel dependen yaitu perilaku merokok pada remaja di Indonesia dengan menggunakan desain studi cross sectional dan data sekunder dari survey global kesehatan pelajar berbasis sekolah pada tahun 2015 yang di teliti oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia (Litbangkes RI). Sampel penelitian yang digunakan adalah total sampling yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan ekklusi, yang kemudian data akan dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan antara gangguan mental dan bully dengan perilaku merokok pada remaja, serta tidak adanya hubungan pemantauan orang tua dengan perilaku merokok pada remaja.

Smoking is a risk factor for non-communicable diseases that can cause pain in individuals and other people who are exposed to cigarette smoke. WHO data in Indonesia in 2015 stated that the prevalence of active smokers in all ages was 51.1%. Then the GYTS data in 2009 stated that adolescent smokers were 57.8% in men and 6.4% in women. 72.5% of adolescents agree that cigarette smoke adversely affects health, but this question contrasts with an increase in the trend of smoking age among adolescents aged 13-15 years by 36.3% in 2007, 43.3% in 2010, and 55.4% in 2013. In previous studies, adolescent smoking behavior was also associated with stress factors, bullying, and parental monitoring. The purpose of this study was to analyze the relationship of independent variables namely mental disorders, bullying, and monitoring of parents with dependent variables namely smoking behavior in adolescents in Indonesia by using a cross sectional study design and secondary data from the 2015 global survey of school-based student health examined by the Health Research and Development Agency of the Republic of Indonesia (Litbangkes RI). The research sample used was total sampling which had fulfilled the inclusion and exclusion criteria, which then the data would be analyzed by univariate, bivariate, and multivariate. The conclusion of this study is the relationship between mental disorders and bullying with smoking behavior in adolescents, as well as the absence of a relationship between monitoring parents and smoking behavior in adolescents.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nida Rafida
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kesehatan mental pada masa remaja dengan pendapatan yang diperoleh pada masa dewasa. Menggunakan data IFLS 4 dan 5, penelitian ini menggunakan metode 2-Stage Least Squares (2SLS) untuk memahami hubungan antara kesehatan mental pada usia 16 – 24 tahun dengan pendapatan tahunan masa depan dengan menggunakan kesehatan mental di masa dewasa sebagai variabel instrumen. Skrining gejala depresi diperoleh dari skor CESD-10 dengan nilai cutoff 10. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 925 individu remaja yang aktivitas utamanya bekerja di IFLS 5. Analisis menggunakan metode 2SLS menunjukkan bahwa kesehatan mental remaja memiliki hubungan yang signifikan dengan pendapatan tahunan orang dewasa melalui perannya dalam menentukan tingkat kesehatan mental di masa dewasa. Tidak hanya itu, pada studi ini, ditemukan korelasi positif signifikan terhadap variabel riwayat penyakit kronis.

This study aims to analyze the relationship between mental health during adolescence and the income earned in adulthood. Using IFLS 4 and 5 data, this study uses 2-Stage Least Squares (2SLS) method to understand the association between mental health at age 16 – 24 and the future annual income with adult mental health as its instrument variables. Screening for depressive symptoms was obtained from the CESD-10 score with a cutoff point of 10. The total sample in this study is 925 adolescent individuals whose main activity is working in IFLS 5. Analysis using the 2SLS method shows that adolescent mental health has a significant relationship with adult annual income through its role in determining the level of adult mental health. Moreover, the study also found that having a history of chronic diseases might lead to a higher income."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Dian Sulistiowati
"Remaja mengalami gangguan mental emosional sebanyak 4.3%, namun pelayanan kesehatan jiwa disekolah belum menjadi prioritas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas model promotif dan preventif dalam meningkatkan kesehatan jiwa pada remaja. Penelitian ini menggunakan desain operational research yang terdiri dari 3 tahapan yaitu tahap pertama studi kuantitatif dan kualitatif, tahap kedua pengembangan model, dan tahap ketiga studi kuantitatif quasy experiment pre-post test with control group pada remaja SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar remaja memiliki kesejahteraan emosi, psikis dan sosial yang tinggi, namun 53.20% memiliki gejala prodromal. Remaja memiliki faktor risiko (masalah teman sebaya dan masalah berasal dari dalam diri), faktor protektif (remaja berupaya mengatasi masalah dengan kemampuan diri dan dukungan keluarga dalam perkembangan remaja), dan upaya pelayanan kesehatan jiwa remaja (guru memahami kebutuhan remaja dan puskesmas memberi edukasi, memantau dan menerima rujukan). Intervensi model P2KJ, kemampuan prososial, masalah emosi berpengaruh terhadap kesehatan jiwa remaja. Rekomendasi penggunaan model P2KJ untuk peningkatan kesehatan jiwa remaja dengan melaksanakan usaha kesehatan jiwa sekolah (UKJS). Pelibatan perawat sekolah, guru, orang tua diperlukan sehingga membentuk sistem dukungan yang baik secara berkelanjutan dalam menjaga kondisi kesehatan fisik, psikis dan sosial remaja disekolah.

Adolescents experience mental emotional disorders as much as 4.3%, but mental health services in schools have not become a priority. This study aims to determine the effectiveness of promotive and preventive models in improving mental health in adolescents. This study uses an operational research design which consists of 3 stages, namely the first stage of quantitative and qualitative studies, the second stage of model development, and the third stage of a quantitative study of quasi experiment pre-post test with control group in junior high school adolescents. The results showed that most of the adolescents had high emotional, psychological and social well-being, but 53.20% had prodromal symptoms. Adolescents have risk factors (peer problems and problems that come from within), protective factors (adolescents try to overcome problems with their own abilities and family support in adolescent development), and efforts to provide adolescent mental health services (teachers understand the needs of adolescents and health centers provide education, monitor and receive referrals). The P2KJ model intervention, prosocial abilities, emotional problems affect adolescent mental health. Recommendations for using the P2KJ model to improve adolescent mental health by implementing school mental health efforts (UKJS). The involvement of school nurses, teachers, parents is needed so as to form a good support system on an ongoing basis in maintaining the physical, psychological and social health of adolescents at school."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paramita Estikasari
"Pandemi COVID-19 menyebabkan berbagai dampak negatif dengan menurunkan level kesehatan mental remaja. Selain itu ditemukan bahwa pandemi COVID-19 juga meningkatkan level distres psikologis remaja yang ditandai dengan peningkatan gejala depresi dan kecemasan. Meskipun demikian, ditemukan bahwa resiliensi keluarga dapat berperan sebagai buffer remaja dalam beradaptasi dengan situasi distres sehingga memiliki kesehatan mental yang lebih baik. Penelitian ini ingin melihat peran resiliensi keluarga sebagai moderator dalam memperkuat atau memperlemah hubungan antara distres psikologis dan kesehatan mental pada remaja. Kuesioner penelitian diberikan secara online melalui google form. Analisis data menggunakan analisis multiple regression dan analisis moderasi PROCESS pada 400 remaja terdiri dari 119 laki-laki dan 281 perempuan berusia 11-19 tahun (M=15,2). Hasil analisis multiple regression menunjukkan bahwa distres psikologis dan resiliensi keluarga memiliki sumbangan sebesar 35,3 persen terhadap kesehatan mental remaja setelah mengontrol jenis kelamin, usia, dan status pernikahan orang tua. Hasil analisis moderasi menemukan bahwa resiliensi keluarga secara signifikan memoderasi hubungan antara distres psikologis dan kesehatan mental remaja (t-1.983 dan p≤ 0,05) meskipun peran resiliensi keluarga sebagai moderator tergolong lemah.

The COVID-19 pandemic causes various negative impacts by reducing the mental health level of adolescents. In addition, the COVID-19 pandemic has also increased the level of psychological distress for adolescents, which is marked by an increase in symptoms of depression and anxiety. However, it was found that family resilience can act as a buffer for adolescents in adapting to difficult situations so that they have better mental health. This study wants to see the role of family resilience as a moderator in strengthening or weakening the relationship between psychological distress and mental health in adolescents. The research questionnaire was administered online via a google form. Data analysis used multiple regression analysis and PROCESS moderation analysis on 400 adolescents consisting of 119 boys and 281 girls aged 11-19 years (M=15.2). The results of the regression analysis showed that psychological distress and family resilience contributed 35.3 percent to adolescent mental health after controlling for gender, age, and marital status of parents. The results of the moderating analysis found that family resilience significantly moderated the relationship between psychological distress and adolescent mental health (t=-1.983 and p≤ 0.05) although the role of family resilience as a moderator was weak. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>