Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102949 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aditya Sukmana Putra
"Ketenagalistrikan merupakan hal yang paling dasar dari perkembangan nasional sebuah negara. Pembangkit listrik di Indonesia memproduksi listrik hingga 283,8 TWh yang sebagian besar dihasilkan dari pembangkit listrik bahan bakar batubara, yang mana hal tersebut dapat meningkatkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sebuah negara. Dengan melakukan ratifikasi Perjanjian Paris yang di tertuang pada Nationally Determined Contribution (NDC) yang berkomitmen mengurangi emisi sebesar 29% pada tahun 2030, dimana 11% merupakan kontribusi dari sektor energi. Penelitian ini akan berfokus pada penerapan Cap And Trade (CAT) pada pembangkit listrik bahan bakar batubara yang mempunyai kapasitas 300-400 MW, yang akan berdampak pada biaya pokok produksi pembangkitan Rp/kWh. Seperti yang diketahui metode cap and trade merupakan metode yang digunakan untuk menekan biaya mitigasi dari aksi penurunan emisi dengan biaya yang efektif. Dari penelitian ini didapatkan hasil nilai tertinggi kenaikan incremental cost pada skenario 9 yaitu dari Rp. 431,-/kWh menjadi Rp.462,77,-/kWh atau sekitar 7,37% dan harga karbon optimal pada rentang Rp. 130.165,-/tCO2 hingga Rp.130.183,-/tCO2 karena terjadi perubahan merit order pada pembangkit 330 MW dan 400 MW. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan komparasi dengan pembangkit bahan bakar batubara yang mempunyai kapasitas lebih besar, sehingga didapatkan alternatif jalan untuk menentukan merit order lebih optimal.

Electricity is the basis of national development in a country. Power plants  in Indonesia produces up to 283,8 TWh and are dominated by coal power plants which increase the amount of the greenhouse gases (GHG). In order to prevent more environmental problems, Indonesia ratified Paris Agreement by publishing the roadmap of Nationally Determined Contribution (NDC) that committed in reducing 29% of GHG emissions in 2030, which 11% of them are from the energy sector contributions.  This research focuses on the implementation of the carbon cap and trade (CAT) between coal power plants having 300-400 MW capacity, which can affect their cost of electricity (Rp/kWh). It is well known that cap and trade (CAT) is a method used for reducing the mitigation cost of emission reduction in an effective way. From this research, it is found that the highest rise of incremental cost  belongs to the 300 MW power plant in scenario 9 and the increase is from Rp.431,-/kWh to Rp.462,77/kWh, or approximately 7,37% and shows that the most optimal carbon price is in the range of Rp. 130.165,-/tCO2 to Rp.130.183,-/tCO2 because the rank of the 330 MW and 400 MW power plant in merit order changes over in this condition. In the future, this research can be used as a comparison with the higher coal power plant capacity, so that an alternative way is obtained to determine the more optimal merit order. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Sukmana Putra
"Ketenagalistrikan merupakan hal yang paling dasar dari perkembangan nasional sebuah negara. Pembangkit listrik di Indonesia memproduksi listrik hingga 283,8 TWh yang sebagian besar dihasilkan dari pembangkit listrik bahan bakar batubara, yang mana hal tersebut dapat meningkatkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di sebuah negara. Dengan melakukan ratifikasi Perjanjian Paris yang di tertuang pada Nationally Determined Contribution (NDC) yang berkomitmen mengurangi emisi sebesar 29% pada tahun 2030, dimana 11% merupakan kontribusi dari sektor energi. Penelitian ini akan berfokus pada penerapan Cap And Trade (CAT) pada pembangkit listrik bahan bakar batubara yang mempunyai kapasitas 300-400 MW, yang akan berdampak pada biaya pokok produksi pembangkitan Rp/kWh. Seperti yang diketahui metode cap and trade merupakan metode yang digunakan untuk menekan biaya mitigasi dari aksi penurunan emisi dengan biaya yang efektif. Dari penelitian ini didapatkan hasil nilai tertinggi kenaikan incremental cost pada skenario 9 yaitu dari Rp. 431,-/kWh menjadi Rp.462,77,-/kWh atau sekitar 7,37% dan harga karbon optimal pada rentang Rp. 130.165,-/tCO2 hingga Rp.130.183,-/tCO2 karena terjadi perubahan merit order pada pembangkit 330 MW dan 400 MW. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan komparasi dengan pembangkit bahan bakar batubara yang mempunyai kapasitas lebih besar, sehingga didapatkan alternatif jalan untuk menentukan merit order lebih optimal.

Electricity is the basis of national development in a country. Power plants  in Indonesia produces up to 283,8 TWh and are dominated by coal power plants which increase the amount of the greenhouse gases (GHG). In order to prevent more environmental problems, Indonesia ratified Paris Agreement by publishing the roadmap of Nationally Determined Contribution (NDC) that committed in reducing 29% of GHG emissions in 2030, which 11% of them are from the energy sector contributions.  This research focuses on the implementation of the carbon cap and trade (CAT) between coal power plants having 300-400 MW capacity, which can affect their cost of electricity (Rp/kWh). It is well known that cap and trade (CAT) is a method used for reducing the mitigation cost of emission reduction in an effective way. From this research, it is found that the highest rise of incremental cost  belongs to the 300 MW power plant in scenario 9 and the increase is from Rp.431,-/kWh to Rp.462,77/kWh, or approximately 7,37% and shows that the most optimal carbon price is in the range of Rp. 130.165,-/tCO2 to Rp.130.183,-/tCO2 because the rank of the 330 MW and 400 MW power plant in merit order changes over in this condition. In the future, this research can be used as a comparison with the higher coal power plant capacity, so that an alternative way is obtained to determine the more optimal merit order. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gamma Nur Merrillia Sularso
"ABSTRAK
Segmen 2 Kota Bogor dan Segmen 3 Kabupaten Bogor DAS Ciliwung bagian
tengah mengalami perubahan penggunaan lahan yang cukup pesat selama dua
dekade terakhir. Tujuan penelitian adalah menganalisis trend penggunaan lahan
pada 1989-2012, dampaknya terhadap penurunan stok karbon/peningkatan emisi
CO2eq, dan penyebab utamanya, memproyeksikan Reference Level (RL) pada
tahun 2020, dan menyusun strategi pembangunan rendah emisi karbon di kedua
segmen. Metode yang digunakan yaitu survey lokasi pada tiap tipe penggunaan
lahan yang diolah menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), telaah
dokumen sosial ekonomi dan kebijakan, dan forecasting RL. Hasilnya diharapkan
dapat memberikan berbagai arahan kegiatan mitigasi emisi karbon dalam strategi
pembangunan rendah emisi karbon pada kedua segmen. Perubahan penggunaan
lahan pada 1989-2012 memperlihatkan bahwa terjadi penurunan luasan ruang
terbuka hijau (RTH) hingga 2.575,57 ha sedangkan non-RTH meningkat hingga
2.575,57 ha. Hal ini berdampak pada menurunnya stok karbon hingga 26.900
ton.C dan melepaskan emisi CO2eq hingga 98.723 ton.CO2eq. Penyebab
perubahan penggunaan lahan yaitu pertambahan penduduk, kebutuhan lahan, dan
keterbatasan lahan. Proyeksi RL hingga tahun 2020 dilakukan berdasarkan
kondisi standar (BAU) dan rencana ke depan (FL). Hasil proyeksi
memperlihatkan bahwa FL adalah skenario terbaik yang diestimasi menyimpan
karbon hingga 217.610 ton.C di tahun 2020. Strategi pembangunan rendah emisi
karbon diarahkan pada penambahan luasan RTH hingga 20% melalui arahan
kegiatan mitigasi emisi karbon pada penggunaan lahan RTH dan non-RTH
meliputi kegiatan perlindungan, pemantauan, penyuluhan, dan penegakan hukum.

ABSTRACT
Second Segment Bogor City and Third Segment Bogor Regency of Ciliwung
middlestream watershed land use has changed drastically over the past two
decades. This study was conducted to analyze land use trend in 1989-2012, its
impact on decreasing carbon stock/increasing CO2eq emission, to project
Reference Level (RL) to 2020, and establishment of Low Carbon Emission
Development Strategy in both segments. The methods were survey on each type of
land use which would be processed using Geographical Information System
(GIS), literature study of socio-economic and policy documents, and forecasting
RL. The results were expected to provide guidance for carbon emission mitigation
activities in low carbon emission strategies in both segments. Land use changes in
1989-2012 indicated a reduction of green space area by 2.575,57 ha whereas
non-green space area increases by 2.575,57 ha. These changes resulted in
decreasing carbon stock by 26.900 ton.C and releasing CO2eq emission by
98.723ton.CO2eq. Population growth, demand for lands, and land constraints
were found to be the driving factors of land use changes in these area. Reference
Level to 2020 was established based on business as usual (BAU) and forward
looking (FL). The projection shows that FL was the best scenario which estimated
carbon storage by 217.610 ton.C in 2020. Low carbon development strategy
directed at the area of green space adding up to 20% through the guidance for
carbon emission mitigation activities based on green space and non-green space
which covered from protection, supervision, extention/awareness rising, and law
enforcement activities."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T38730
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Septi Nugraheni
"Pencemaran udara akibat gas rumah kaca (GRK) yang meningkat tiap tahun menyebabkan diperlukannya suatu inventarisasi emisi untuk mengetahui besarnya emisi GRK. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sumber emisi GRK beserta karakteristiknya di Kecamatan Beji dan Cimanggis, mengestimasi jumlah emisi GRK, serta memetakan emisi GRK. Penelitian dilakukan dengan metode inventarisasi emisi sesuai dengan IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories tahun 2006 untuk sumber area dan sumber titik, sedangkan emisi GRK dipetakan menggunakan Sistem Informasi Geografis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kelurahan Tugu di Kecamatan Cimanggis mengemisikan GRK terbesar sumber area dari permukiman dengan nilai emisi CO2, CH4, dan N2O masing-masing sebesar 49.822.433,7 kg; 171,07 kg; dan 17,49 kg. Sedangkan untuk sumber titik dari kegiatan industri, Kecamatan Cimanggis menyumbang emisi GRK terbesar dengan nilai emisi CO2, CH4, dan N2O masing-masing sebesar 7.877.852.787,01 kg; 124.787,18 kg; dan 12.542,18 kg.

Air pollution caused by greenhouse gas (GHG) that increases each year makes an emission inventory is needed to know how much GHG emission. This study aims to analyze the source of GHG emission and its characteristic in Beji and Cimanggis District, estimates GHG emitted, and maps GHG emission. This study uses an emission inventory method from IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories 2006 for area source and point source, and GHG emission is mapped with Geographic Information System.
The result shows that Tugu Village in Cimanggis District emits the biggest GHGs for area source from residential with emission values for each CO2, CH4, dan N2O are 49.822.433,7 kg; 171,07 kg; dan 17,49 kg. For point source from industrial activity, Cimanggis District emits the biggest GHGs with emission values for each CO2, CH4, dan N2O are 7.877.852.787,01 kg; 124.787,18 kg; dan 12.542,18 kg.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54973
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feronica Fatimah
"Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2019-2038 memiliki target bauran energi pembangkit tenaga listrik di tahun 2038 terdiri dari batubara yang masih mendominasi sebesar 47%, gas 25%, EBT 28% dan BBM sekitar 0,1%. Penambahan kapasitas pembangkit memiliki kontribusi besar dalam kenaikan emisi gas rumah kaca (GRK) khususnya karbon dioksida (CO2). Pada penelitian ini dilakukan studi penambahan biaya karbon pada biaya pokok produksi pembangkitan listrik. Simulasi dengan beberapa skenario biaya karbon dihitung untuk mengetahui pengaruh merit order dan penurunan pendapatan industri pembangkitan listrik. Pada skenario biaya karbon sebesar Rp 75.000/tCO2e dinilai paling optimal kerena sudah terjadi perubahan merit order pada PLTU Batubara Supercritical menjadi paling ekonomis daripada PLTU Batubara konvensional. Sedangkan pembangkit tenaga gas tidak terjadi perubahan merit order. Penurunan pendapatan pembangkit dengan biaya karbon Rp 75.000/tCO2e pada PLTU Batubara konvensional sebesar 25%, pada PLTU Batubara Supercritical sebesar 22%, dan untuk PLTU-Gas, PLTG, PLTGU mengalami penurunan pendapatan sebesar 4%. Jika dilakukan penerapan biaya karbon di Sistem Jawa Bali, biaya pokok produksi listrik akan mengalami kenaikan sebesar 13% dari semula. Total pendapatan pajak yang diterima per tahun berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai biaya pembangunan PLTS dengan kapasitas 890 MW.

The National Electricity General Plan (RUKN) 2019-2038 has a target for the energy mix of power plants in 2038 dominated by coal around 47%, gas 25%, EBT 28% and fuel around 0.1%. The addition of generating capacity has a major contribution in increasing greenhouse gas (GHG) emissions, especially carbon dioxide (CO2). This research study about adds carbon price to the cost of electricity production. Several carbon cost scenarios are conducted to determine the effect of merit orders and a decrease in the electricity generation industry revenue. In the carbon cost scenario of Rp. 75,000 / tCO2e, it is considered the most optimal because there has been a change in merit orders at the Supercritical Coal Power Plant to be the most economical than conventional Coal Power Plants. While gas power generation did not change merit orders. Decrease in electricity generation industry revenue with carbon costs of Rp. 75,000 / tCO2e at conventional Coal Power Plants by 25%, at Supercritical Coal Power Plants by 22%, and for Gas-Power Plants, Power Plants, Power Plants and Power Plants decreased by 4%. If carbon costs are implemented in the Java-Bali System, the cost of electricity production will increase by 13% from the original. The total tax revenue received per year has the potential to be utilized as the cost of building a solar power plant with a capacity of 890 MW."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Wahyu Kurniawan
"Perkembangan industri dan kebutuhan manusia setiap tahunnya turut menambah emisi gas rumah kaca. Tercatat oleh Environmental Protection Agency of United States (EPA) bahwa dari tahun 2000-2020 selalu mengalami kenaikan emisi gas rumah kaca, Salah satu sektor yang dapat dilakukan upaya pengurangan adalah sektor transportasi, tercatat dari keseluruhan gas rumah kaca yang dihasilkan secara global 14 persen diantaranya dihasilkan dari transportasi berbahan bakar fosil. Penggunaan kendaraan bertenaga listrik dinilai sebagai salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk mengurangi pemakaian kendaraan berbahan bakar fosil, namun upaya penggunaan teknologi kendaraan bertenaga listrik ini mengalami cukup banyak halangan terutama di negara-negara berkembang. Indonesia sebagai negara berkembang juga mengalami berbagai halangan mulai dari biaya kepemilikan kendaraan listrik yang dinilai masih tinggi, sarana yang belum memadai, dan teknologi kendaraan listrik yang belum mapu memenuhi ekspektasi pengguna. Tujuan dari Riset ini adalah untuk mempelajari faktor penentu yang harus dipenuhi oleh kendaraan listrik untuk digunakan sebagai alternatif kendaraan berbahan bakar fosil. Riset ini menggunakan Theory of Acceptance Model, Perceived Risk, dan United Theory of Technology Acceptance untuk mengembangkan model yang dapat menggambarkan hubungan antar variabel kriteria pemilihan kendaraan elektrik sebgai alternatif kendaraan berbahan bakar fosil, kemudian Data akan dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan setelah itu data dianalisa dengan Structural Equation Model. Hasil yang didapat dari Riset diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih baik terhadap faktor yang menjadi penentu pengguna memilih kendaraan listrik sebagai alternatif transportasi.

The development of industry and human needs each year also adds to the emission of greenhouse gases. It was recorded by the Environmental Protection Agency of the United States (EPA) that from 2000-2020 there was always an increase in greenhouse gas emissions. One of the sectors that can be reduced is the transportation sector, it is recorded that 14 percent of all greenhouse gases produced globally are produced from fossil fuel transportation. The use of electric-powered vehicles is considered as one of the steps that can be taken to reduce the use of fossil-fueled vehicles, but efforts to use electric-powered vehicle technology have encountered many obstacles, especially in developing countries. Indonesia as a developing country also experiences various obstacles from the cost of ownership of electric vehicles which are still considered high, inadequate facilities, and electric vehicle technology that does not meet user expectations. The purpose of this research is to study the determinants that must be met by electric vehicles to be used as an alternative to fossil fuel vehicles. This study uses the Theory of Acceptance Model, Perceived Risk, and United Theory of Technology Acceptance to develop a model that can describe the relationship between the criteria variables for selecting electric vehicles as an alternative to fossil fuel vehicles, then the data will be collected using a questionnaire and after that the data will be analyzed using the Structural Equation Model. The results obtained from the study are expected to provide a better description of the factors that determine users choosing electricity as an alternative transportation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Afzhi Wefielananda
"Gas rumah kaca merupakan salah satu dampak lingkungan yang menjadi fokus para peneliti sejak lama. Salah satu komponen terbesar yang dikandung oleh gas rumah kaca adalah gas karbon dioksida. Banyak faktor yang mempengaruhi keberadaan gas ini. Salah satu penyebabnya diduga akibat kegiatan perdagangan antar negara (Ahmed dan Long, 2012; Fernández-Amador et al., 2016; Wang dan Ang, 2018; Andersson, 2018). Perdagangan antar negara terjadi melalui transaksi. Transaksi-transaksi tersebut terjadi melalui pembayaran alat tukar yang disepakati oleh negara-negara terikat berupa mata uang. Secara tidak langsung, nilai tukar berperan dalam pergerakan ekonomi, begitu pula terhadap lingkungan (Lee dan Yue, 2017; Zhang dan Zhang, 2018; Bahmani-Oskooee dan Aftab, 2021; Baek dan Nam, 2021). Namun, sejauh ini belum banyak penelitian yang membahas perubahan nilai tukar sebagai faktor penyebab emisi. Padahal nilai tukar merupakan motor penggerak interaksi ekonomi antar negara. Penelitian ini membahas pengaruh tidak langsung dari kestabilan perubahan nilai tukar yang dilihat dari nilai volatilitasnya terhadap emisi CO2 di 8 negara ASEAN selama periode tahun 1990-2016 dengan menggunakan analisis jalur (path analysis). Hasil yang didapat pada penelitian ini adalah volatilitas nilai tukar dapat menurunkan nilai impor maupun ekspor, namun hanya penurunan impor yang berdampak signifikan pada peningkatan emisi, sementara perubahan pada ekspor tidak berpengaruh signifikan pada emisi. Selain perdagangan, variabel mediator lain seperti GDP, FDI dan konsumsi energi juga diujikan dalam penelitian ini. Namun tidak ada satupun dari kegiatan perekonomian tersebut yang signifikan dan konsisten dalam memediasi hubungan volatilitas nilai tukar dengan emisi CO2 di ASEAN.

Greenhouse gases are one of the environmental impacts that have been the focus of many researchers for years. One of the largest components contained by greenhouse gases is carbon dioxide gas. Many factors affect the presence of this gas. One of the causes is thought to be due to trade activities between countries (Ahmed and Long, 2012; Fernández-Amador et al., 2016; Wang and Ang, 2018; Andersson, 2018). Trade between countries occurs through transactions. These transactions occur through the payment of a medium of exchange agreed upon by the bound countries in the form of currency. Indirectly, exchange rates play a role in economic movements, as well as the environment (Lee and Yue, 2017; Zhang and Zhang, 2018; Bahmani-Oskooee and Aftab, 2021; Baek and Nam, 2021). However, so far not many studies have discussed changes in exchange rates as a factor causing emissions. Whereas the exchange rate is the driving force of economic interaction between countries. This study discusses the indirect effect of the stability of changes in the exchange rate seen from the value of its volatility on CO2 emissions in 8 ASEAN countries during the period of 1990 until 2016 using path analysis. The results obtained in this study are that exchange rate volatility can reduce the value of imports and exports. However, only a decrease in imports has a significant impact on emissions increase, while changes in exports have no significant effect on emissions. In addition to trade, other mediator variables such as GDP, FDI and energy consumption were also tested in this study, but none of these economic activities were significant and consistent in mediating the relationship between exchange rate volatility and CO2 emissions in ASEAN."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anies Ma`rufatin
"ABSTRAK
Dalam upaya mendukung pembangunan kota rendah karbon, pemantauan konsentrasi gas rumah kaca GRK telah dilakukan. Peningkatan GRK di atmosfer dapat berkontribusi pada peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi sehingga mengubah kenyamanan termal manusia. Riset ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara tingkat konsentrasi GRK dan kenyamanan termal di kawasan urban. Kenyamanan termal dihitung menggunakan Humidex. Analisis dilakukan dengan mengolah data observasi dan survei persepsi masyarakat terhadap kenyamanan termal. Sumber data observasi dalam riset ini berdasarkan dua lokasi stasiun pemantauan GRK yaitu di Kota Tangerang Selatan GRK1 dan Kota Bogor GRK2 . Hasil riset ini menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi GRK di kedua wilayah tersebut dipengaruhi oleh parameter meteorologi dan karakteristik lingkungannya. Tingkat kenyamanan berdasarkan nilai Humidex di stasiun GRK1 yaitu 30,5 ndash;41,5 sedangkan di stasiun GRK2 yaitu 29,4 ndash;38,5. Persepsi masyarakat terhadap kenyamanan termal mungkin dipengaruhi aktivitas, perilaku, dan pakaian yang dikenakan. Ada pengaruh konsentrasi GRK pada kenyamanan termal di kawasan urban secara tidak langsung yang ditunjukkan oleh pengaruh konsentrasi GRK pada suhu udara dan suhu udara tersebut sebagai bagian dari kenyamanan temal.

ABSTRACT
In supporting low carbon city development, the monitoring of greenhouse gases GHGs concentrations was conducted. Increasing GHGs in the atmosphere contribute to increasing average temperature earth rsquo s surface that influences human thermal comfort. This research investigated relationship between concentration levels of GHGs and thermal comfort in urban areas. The thermal comfort was assessed by using Humidex. The analysis was done by examinations of the observational data and subjective investigation of thermal comfort perception. The sources of observational in this research obtained from two monitoring stations of GHGs located in South Tangerang City GRK1 and Bogor City GRK2 . The results showed that the difference of GHGs concentration was influenced by meteorological parameters and each station rsquo s environmental characteristics. Comfort level according to Humidex in GRK1 station was 30.5 ndash 41.5 whereas in GRK2 station was 29.4 ndash 38.5. The public perception to thermal comfort might be influenced by activities, behaviour, and clothing worn. The effect of GHG concentration on thermal comfort in urban areas was indirectly indicated by the effect of GHG concentration on air temperature and the air temperature as part of thermal comfort."
2018
T51230
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gus Firman
"Skripsi ini membahas strategi adaptasi mata pencaharian masyarakat dalam merespon dampak perubahan iklim di Desa Linau. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis deskriptif. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran strategi mata pencaharian masyarakat menggunakan Sustainable Livelihood Framework yang fokus pada 5 tema besar yaitu; (1) konteks kerentanan, (2) asetaset mata pencaharian, (3) organisasi, kebijakan dan proses, (4) strategi mata pencaharian, (5) hasil-hasil mata pencaharian.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa strategi adaptasi masyarakat di Desa Linau dilakukan dengan diversifikasi kegiatan dan sumber mata pencaharian. Hal ini juga dipicu oleh peran Kabahill melalui program MPA sebagai faktor eksternal.

This thesis is discussing on people's livelihood adaptation strategies in response to climate change impacts in Linau Village. This is a qualitative research with a descriptive method. The purpose of this research is to describe a community livelihoods strategies based on SLF focusing on five points; (1) Vulnerability Context, (2) Livelihood Assets, (3) Organization, Policy and Process, (4) Livelihood Strategies, (5) Livelihood Outcomes.
The results of this research shows that livelihood adaptation strategies in the community of Linau Village carried with diversification activities and sources of livelihood. It is also triggered through MPA Program by Kabahill as external factors."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Amanda
"Indonesia merupakan negera kepulauan yang dilewati oleh jalur gunung api dunia (ring of fire), sehingga menjadi pemilik sekitar 40% potensi panas bumi dunia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang dilakukan dengan studi kepustakaan. Adapun penelitian ini membahas mengenai pemanfaatan panas bumi sebagai energi terbarukan yang dapat menurunkan emisi gas rumah kaca. Penelitian ini terfokus pada penganalisisisan sejumlah peraturan terkait serta melihat efektivitas metode Clean Development Mechanism (CDM) yang dijalankan di Indonesia. CDM merupakan metode yang dapat dijalankan negara berkembang untuk melaksanakan proyek pengurangan emisi. Pada akhirnya, terlihat bahwa penggunaan panas bumi sebagai energi terbarukan mendatangkan manfaat berupa turunnya emisi gas rumah kaca di Indonesia dengan jumlah yang fantastis.

Indonesia is an archipelagic state, which passed by world?s volcanic line (ring of fire), thus becoming the owner of approximately 40% of the world?s geothermal potential. This research uses normative juridical method, which is done with literature studies. This research studies about the utilization of geothermal as a renewable energy, which can reduce the greenhouses gas emissions. This research focused on analyzing a number of regulations along with looking on Clean Development Mechanism (CDM) method that is executed in Indonesia. CDM is a method that can be run by developing countries to implement emission reduction projects. In the end, it appears that using geothermal as a renewable energy brings benefits in the form of decrease in greenhouse gas emissions in Indonesia with a fantastic amount."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S65158
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>