Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213350 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tabina Martiza Alam
"Penggunaan rokok di masyarakat sudah dianggap sebagai suatu kebiasaan normal. Global Youth Tobacco Survey menemukan bahwa prevalensi merokok pada anak usia kurang dari 20 tahun tercatat sebesar 75% dengan rincian 23,1% mulai di usia 10-14 tahun dan 52,1% mulai di usia 15-19 tahun. Badan Pusat Statistik menunjukkan prevalensi merokok tembakau pada penduduk usia 15 tahun ke atas terus mengalami peningkatan setiap tahun. Sebagai upaya peningkatan pencegahan dan pengendalian masalah merokok pada remaja, Kementerian Kesehatan membuat rangkaian program Skrining Perilaku Merokok Pada Anak Usia Sekolah (SPMAS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku merokok dan skrining kadar CO smoker pada anak usia sekolah di wilayah kerja UPTD Puskesmas Beji Tahun 2023. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain penelitian observasional deskriptif. Pada penelitian ini semua populasi pada data laporan program dijadikan subyek penelitian, yaitu sebesar 313 responden. Dari penelitian ini, sebanyak 65 responden (20,8%) menggunakan rokok dan sebanyak 31 responden (9,9%) memiliki kadar CO yang berbahaya. Untuk itu, perlu dilakukan upaya peningkatan kesadaran dengan memberikan edukasi kepada warga sekolah dan orang tua siswa terkait bahaya merokok sehingga dapat membuat warga sekolah dan orang tua siswa lebih paham dan mulai menghindari perilaku merokok baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah.

Cigarette use in society is considered a normal habit. Global Youth Tobacco Survey found that the prevalence of smoking in children aged less than 20 years was recorded at 75% with details of 23.1% starting at the age of 10-14 years and 52.1% starting at the age of 15-19 years. The Central Bureau of Statistics shows the prevalence of tobacco smoking in the aged population 15 years and above continues to increase every year. To improve the prevention and control of smoking problems in adolescents, the Ministry of Health created a series of Smoking Behavior Screening for School-Age Children (SPMAS) programs. This study aims to determine the description of smoking behavior and screen for CO levels of smokers in school-age children in the Beji Community Health Center UPTD working area in 2023. The research method used was quantitative with a descriptive observational research design. In this study, all populations in the program report data were used as research subjects, namely 313 respondents. From this study, 65 respondents (20.8%) used cigarettes and 31 respondents (9.9%) had dangerous CO levels. For this reason, efforts need to be made to increase awareness by providing education to school residents and parents of students regarding the dangers of smoking so that school residents and parents of students can understand more and start avoiding smoking behavior both in the school environment and at home."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Nur Azizah Purwanto
"Pengendalian tekanan darah adalah kondisi yang menggambarkan tekanan darah sistolik dan diastolik pasien hipertensi. Kondisi tersebut dapat berasal dari kepatuhan ataupun ketidakpatuhan pasien hipertensi dalam menjalankan modifikasi gaya hidup dan terapi farmakologis. Suatu penelitian menemukan bahwa tingkat pengendalian tekanan pasien hipertensi di Indonesia kurang dari 25%. Cakupan layanan kesehatan dan prevalensi minum obat antihipertensi pada pasien hipertensi pun masih rendah. Jika keadaan tersebut dibiarkan terus menerus dan tidak terdapat penanganan yang tepat maka dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas pada pasien hipertensi. Tujuan dari adanya penelitian ini, yaitu mengetahui hubungan antara asupan natrium dan faktor lainnya dengan pengendalian tekanan darah pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kemiri Muka Kota Depok tahun 2023. Penelitian ini merupakan penelitian sekunder yang bersumber dari penelitian primer dengan judul “Hubungan Kebiasaan Minum Kopi dan Faktor Lainya dengan Pengendalian Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Kemiri Muka Tahun 2023”. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain studi cross-sectional pada 156 pasien hipertensi berusia ≥ 18 tahun di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kemiri Muka Kota Depok. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan metode uji chi square dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat 68,6% pasien hipertensi memiliki tekanan darah tidak terkendali. Analisis uji chi square menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan natrium, aktivitas fisik, durasi tidur, kepatuhan minum obat, pengetahuan mengenai hipertensi, jenis kelamin, pendapatan, status gizi, serta dukungan sosial (p-value > 0,05) dengan pengendalian tekanan darah pasien hipertensi. Namun, terdapat hubungan yang signifikan antara usia (p-value 0,001) dengan pengendalian tekanan darah pasien hipertensi. Sementara itu, analisis regresi logistik ganda menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan natrium dengan pengendalian tekanan darah pasien hipertensi. Namun, pengendalian tekanan darah pasien hipertensi dipengaruhi oleh usia (p-value 0,000) dan durasi tidur (p-value 0,048) setelah dikontrol oleh variabel confounding, yaitu aktivitas fisik, kepatuhan minum obat, pengetahuan hipertensi, pendapatan rumah tangga, dan status gizi. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan intervensi dan tatalaksana hipertensi pada pasien hipertensi dengan menekankan kategori pasien hipertensi yang lebih berisiko memiliki tekanan darah tidak terkendali, yaitu berusia dewasa dan durasi tidur pendek. Namun, tetap memperhatikan asupan natrium, aktivitas fisik, kepatuhan minum obat, pengetahuan mengenai hipertensi, status gizi, dan dukungan sosial yang baik.

Blood pressure control refers to a condition that describes the systolic and diastolic blood pressure of hypertensive patients. This condition can result from the compliance or non-compliance of hypertensive patients with lifestyle modifications and pharmacological therapy. A study found that the rate of blood pressure control among hypertensive patients in Indonesia is less than 25%. The coverage of hypertension healthcare services and the prevalence of taking antihypertensive medication are also low. If this situation persists without proper intervention, it can increase the risk of morbidity and mortality in hypertensive patients. This study aims to determine the relationship between sodium intake and other factors with blood pressure control among hypertensive patients in the working area of UPTD Puskesmas Kemiri Muka, Depok City in 2023. This study is secondary research deriving from a primary study titled “Relationship between Coffee Drinking Habits and Other Factors with Blood Pressure Control in Hypertensive Patients at the Kemiri Muka Public Health Center 2023”. This study is quantitative with a cross-sectional study design involving 156 hypertensive patients aged ≥ 18 years in the working area of UPTD Puskesmas Kemiri Muka, Depok in 2023. Data analysis in this study was conducted using the chi-square test and multiple logistic regression method. The result of this study found that 68,6% of hypertensive patients had uncontrolled blood pressure. The chi-square test analysis found no significant relationship between sodium intake, physical activity, sleep duration, medication adherence, knowledge about hypertension, sex, household income, nutritional status, and social support (p-value > 0,05) with blood pressure control among hypertensive patients. However, there was a significant relationship between age (p-value 0,001) with blood pressure control among hypertensive patients. Meanwhile, multiple logistic regression analyses found that there was no significant relationship between sodium intake with blood pressure control among hypertensive patients. However, the blood pressure control in hypertensive patients is influenced by age (p-value 0,000) and sleep duration (p-value 0,048) after being controlled by confounding variables, namely physical activity, medication adherence, knowledge about hypertension, household income, and nutritional status. Therefore, it is recommended to implement intervention and management for hypertensive patients by emphasizing hypertensive patient categories at higher risk of having uncontrolled blood pressure, namely adults and those with short sleep duration. However, attention should still be given to other factors such as adequate sodium intake, sufficient physical activity, strong medication adherence, comprehensive knowledge about hypertension, optimal nutritional status, and good social support."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indinesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahma Farihah
"Stunting adalah masalah gizi serius di mana anak memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan usia mereka. Prevalensi stunting di Kabupaten Jombong, Jawa Timur, tahun 2022 masih tinggi sebesar 22,1%. Penelitian ini bertujuan untuk menguji beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting, yaitu pengetahuan, riwayat pendidikan, profesi atau pekerjaan orangtua, jenis kelamin, ASI eksklusif, kepemilikan jamban sehat, akses air bersih, status ekonomi keluarga di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo Jombang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross-sectional. Sampel adalah seluruh orangtua balita di wilayah kerja puskesmas yang memenuhi syarat inklusi dan eksklusi, dengan total sampel 73.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian stunting di wilayah kerja puskesmas Tambakrejo Kabupaten Jombang sebesar 55%. Hal tersebut dipicu oleh 8 faktor yaitu pengetahuan ibu, riwayat pendidikan, status kerja, jenis kelamin anak, ASI ekslusif, kepemilikam jamban sehat, kesediaan air bersih, dan status ekonomi keluarga memiliki hubungan dengan stunting. oleh karena itu sebaiknya puskemas dapat melakukan tindakan yang lebih serius terhadap 8 faktor yang telah disebutkan seperti memberikan penyuluhan tentang pendidikan ibu hamil dan menyusui, pentingnya gizi yang cukup pada anak, penyuluhan kebersihan toilet dan air bersih serta pola asuh yang tepat bagi bayinya.

Stunting is a serious nutritional problem where children have a height that is not appropriate for their age. The prevalence of stunting in Jombong Regency, East Java, in 2022 is still high at 22.1%. This study aims to examine several factors related to the incidence of stunting, namely knowledge, educational history, parental profession or work, gender, exclusive breastfeeding, ownership of healthy latrines, access to clean water, family economic status in the working area of the Tambakrejo Jombang Health Center. This study uses a quantitative approach with a cross-sectional design. The sample is all parents of toddlers in the work area of the health center who meet the inclusion and exclusion requirements, with a total sample of 73.The results of the study show that the incidence of stunting in the work area of the Tambakrejo health center, Jombang Regency is 55%. This is triggered by 8 factors, namely maternal knowledge, educational history, work status, gender of the child, exclusive breastfeeding, ownership of healthy latrines, availability of clean water, and family economic status have a relationship with stunting. Therefore, it is better for the Health Center to take more serious action against the 8 factors that have been mentioned, such as providing counseling on the education of pregnant and lactating women, the importance of adequate nutrition for children, counseling on the cleanliness of toilets and clean water, and the right parenting style for their babies.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Alifia Ranaa
"MTs X, salah satu sekolah di DKI Jakarta ditemukan terjadi keracunan makanan pada 16 siswanya diduga akibat mengonsumsi spageti yang terlihat basi dari pedagang kaki lima di depan sekolah. Ciri spageti yang terlihat basi tersebut tidak menjadi halangan bagi anak sekolah untuk jajan dan mengonsumsi jajanan. Padahal pemilihan pangan jajanan di sekolah merupakan hal yang krusial diperhatikan oleh setiap anak terutama dalam hal mempertimbangkan konsekuensi dampak buruk terhadap kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya gambaran perilaku memilih jajanan aman berdasarkan faktor predisposisi, faktor penguat, dan faktor pemungkin pada anak sekolah usia 12–15 tahun di MTs X tahun 2023. Desain penelitian ini menggunakan cross sectional dan pengambilan sampel menggunakan teknik proportionate stratified random sampling.
Hasil dari penelitian ini adalah mayoritas siswa/siswi MTs X sudah memiliki pengetahuan tentang jajanan aman (63,9%), sikap memilih jajanan aman (52,6%), pola asuh orang tua dalam memilih jajanan aman (61,9%), dukungan teman sebaya dalam memilih jajanan aman (53,6%), kebiasaan membawa bekal (72,2%), dan uang jajan sekolah besar (74,2%) yang cukup baik. Akan tetapi, mayoritas responden memiliki perilaku memilih jajanan aman yang tidak baik (73,2%) dan mayoritas ketersediaan jajanan aman masih memerlukan perbaikan, terutama dalam aspek personal higiene pedagang. Pengetahuan tentang jajanan aman, sikap memilih jajanan aman, pola asuh orang tua dalam memilih jajanan aman, dukungan teman sebaya dalam memilih jajanan aman, kebiasaan membawa bekal, dan uang jajan sekolah tidak memiliki asosiasi bermakna dengan perilaku memilih jajanan aman. Kesimpulan penelitian ini adalah ketersediaan jajanan yang aman di lingkungan sekolah mendukung pemilihan jajanan anak yang aman pula.

MTs X, one of the schools in DKI Jakarta, was found to have had food poisoning in 16 of its students, allegedly due to consuming spaghetti that looked stale from a street vendor in front of the school. The characteristic that spaghetti looks stale is not an obstacle for school children to snack and consume snacks. In fact, choosing snacks at school is something that is crucial for every child to pay attention to, especially when considering the consequences of negative impacts on health. The aim of this research is to find out a picture of the behavior of choosing safe snacks based on predisposing factors, reinforcing factors and enabling factors in school children aged 12–15 years at MTs X in 2023. This research design uses cross sectional and sampling using proportionate stratified random sampling technique.
The results of this research are that the majority of MTs X students already have knowledge about safe snacks (63.9%), attitudes towards choosing safe snacks (52.6%), parenting patterns in choosing safe snacks (61.9%), peer support in choosing safe snacks (53.6%), the habit of bringing lunch (72.2%), and quite good school pocket money (74.2%). However, the majority of respondents have poor behavior in choosing safe snacks (73.2%) and the majority of safe snack availability still requires improvement, especially in the aspect of personal hygiene of traders. Knowledge about safe snacks, attitudes towards choosing safe snacks, parenting patterns in choosing safe snacks, peer support in choosing safe snacks, the habit of bringing lunch, and school pocket money do not have a significant association with behavior in choosing safe snacks. The conclusion of this research is that the availability of safe snacks in the school environment supports children's safe snack choices.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Rani Ayu Rohana
"Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang dalam 20 tahun terakhir ini terus menunjukkan angka kejadian yang meningkat. Prevalensi Diabetes Melitus di Puskesmas Ratu Jaya juga masih mengalami peningkatan yaitu sebanyak 1378 pada tahun 2022 menjadi 1571 kasus pada tahun 2023. Kejadian diabetes dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko yang dapat diubah seperti pola makan yang tidak sehat, kebiasaan merokok, obesitas, penggunaan alkohol, aktivitas fisik kurang dan faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga yang menderita diabetes. Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan perilaku aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus di wilayah kerja UPTD Puskesmas Ratu Jaya Tahun 2023. Penelitian ini menggunakan desain studi (cross-sectional) dengan data sekunder dari hasil skrining faktor risiko PTM dan didapatkan sampel sebanyak 5435 responden. Analisis data yang dilakukan terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji chi-square (CI 95%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 190 (3,5%) responden diabetes dan 1207 (22,2%) responden yang kurang beraktivitas fisik. Terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku aktivitas fisik (p=0,011; OR=1,52 (95% CI 1,11-2,09) dengan kejadian diabetes melitus. Oleh karena itu perlu meningkatkan peran masyarakat dalam pengaplikasian perilaku hidup sehat guna mencegah dan mengendalikan perilaku aktivitas fisik dan penyakit diabetes melitus.

Diabetes mellitus is a non-communicable disease that has shown an increasing incidence rate over the past 20 years. The prevalence of Diabetes Mellitus at the Ratu Jaya Public Health Center has also increased from 1378 cases in 2022 to 1571 cases in 2023. The occurrence of diabetes is influenced by various modifiable risk factors such as unhealthy eating patterns, smoking habits, obesity, alcohol use, and physical inactivity, as well as non-modifiable risk factors such as age, gender, and family history of diabetes. The purpose of this study is to examine the relationship between physical activity behavior and the incidence of diabetes mellitus in the working area of UPTD Ratu Jaya Public Health Center in 2023. This study uses a cross-sectional design with secondary data from the results of NCD risk factor screening, and a sample of 5435 respondents was obtained. Data analysis consists of univariate and bivariate analyses using the chi-square test (CI 95%). The results of the study showed that 190 (3.5%) respondents had diabetes and 1207 (22.2%) respondents were physically inactive. There is a significant relationship between physical activity behavior (p=0.011; OR=1.52 (95% CI 1.11-2.09)) and the incidence of diabetes mellitus. Therefore, it is necessary to enhance community involvement in the application of healthy living behaviors to prevent and control physical inactivity and diabetes mellitus.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isti Suistiandari
"ABSTRAK
Latar belakang. Kejadian diare di wilayah kerja UPTD Puskesmas Cisaat terhitung masih tinggi dengan total kejadian diare yang terjadi pada tahun 2017 adalah 1924 kasus. Kejadian diare di Desa Cisaat dengan 245 kasus, Desa Sukamanh 534 kasus, Desa Cibatu 274 kasus, Desa Sukasari 306 kasus, Desa Nagrak 260 kasus, dan Desa Sukaresmi 305 kasus. Presentase kepemilikan jamban di willayah UPTD Puskesmas Cisaat tahun 2017 60,9 , ketersediaan tempat sampah 79,6 , dan sarana air bersih 78,4 . Metode.Penelitin ini menggunakan desain studi cross sectional untuk melihat hubungan variabel dependen dan independen dan menggunakan data primer yang diambil dalam waktu bersamaan. Subyek penelitian sebanyak 100 responden yang merupakan ibu rumah tangga. Data dianalisis secara bivariat dengan chi square. Hasil. Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa variabel karakteristik individu yang terdiri dari pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan perilaku hidup bersih dan sehat PHBS tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian diare di wilayah kerja UPTD Puskesmas Cisaat. Selain itu variabel lingkungan yang juga diteliti meliputi pewadahan sampah, pengangkutan sampah, air bersih, dan sarana jamban keluarga juga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian diare. Simpulan. Tidak ada hubungan pengetahuan, pendidikan, pendapatan, phbs, pewadahan sampah, pengangkutan sampah, air bersih dan sarana jamban.

ABSTRACT
Background. As the largest waste producer, households have a potential health risks that caused by unstructured waste management behavior. The objective of this research is to analyze the association between respondent characteristic and environment factors towards the incidence of diarrhea in UPTD Puskesmas Cisaat working area. Methods. The design of this study is cross sectional to analyze the association between dependent and independent variables using primary data taken at the same time. The subjects of the study are 100 respondents who are housewifes. The data collected in this research are analyzed bivariate using chi square. Result. The result of this research shows that individual characteristic variable which consist of education, income, knowledge, and also clean and healthy living behavior PHBS has no significant association with the incidence of diarrhea in UPTD Puskesmas Cisaat working area. In addition, environmental variables including waste collection, waste transportation, clean water, and family toilet facilities are also has no significant association with the incidence of diarrhea. Conclusion. There is no have a significant relationship between education, knowladge, salary, health behaviour, waste management, and sanitation with the incidence of diarrhea in the UPTD Puskesmas Cisaat working area 2018.Keywords waste, household, diarrhea"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Terania Alfarisa
"Latar Belakang. Wilayah Depok menduduki posisi lokasi fokus stunting, salah satunya di Kelurahan Sawangan. Berdasarkan pengolahan data awal, diketahui prevalensi stunting meningkat dari 6,29% menjadi 7,29% dan menduduki peringkat ke-2 se kota Depok.
Tujuan. Mengetahui Gambaran Pola Asuh Ibu balita stunting (0-59 bulan) di Wilayah kerja UPTD Puskesmas Sawangan Depok Tahun 2024.
Metode. Penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus melalui wawancara mendalam secara tatap muka dan observasi. Sampel dipilih secara purposive sampling sesuai kriteria inklusi dan eksklusi dengan 6 informan utama yang memiliki balita stunting 0-59 bulan, informan keluarga, serta informan kunci terdiri dari, Tenaga Pelaksana Gizi, Bidan, Ketua kader dan kader posyandu.
Hasil. Hasil penelitian terhadap informan utama dengan balita stunting menunjukkan bahwa sebagian besar ibu tidak memberikan ASI Eksklusif kepada anaknya, memberikan makan dengan frekuensi yang kurang, variasi makanan tidak beragam karena anak banyak diberikan camilan. Selain itu, ibu dengan anak stunting juga mendapatkan dukungan psikososial yang rendah serta rendahnya partisipasi ke Posyandu.
Kesimpulan. Terdapat faktor pola asuh yang mempengaruhi naiknya prevalesi stunting di wilayah Puskesmas Sawangan.

Background. The Depok area occupies a stunting focus location, one of which is Sawangan Village. Based on preliminary data collection, it is known that the prevalence of stunting has increased from 6.29% to 7.29% and is ranked 2nd in Depok City.
Objective. Find out the description of parenting patterns for mothers of stunted toddlers (0-59 months) in the UPTD work area of the Sawangan Community Health Center, Depok in 2024.
Method. Qualitative research with a case study approach through in-depth face-to-face interviews and observations. The sample was selected using purposive sampling according to the inclusion and exclusion criteria with 6 main informants who had stunted toddlers aged 0-59 months, family informants, and key informants consisting of nutrition workers, midwives, cadre heads and posyandu cadres.
Results. The results of research on key informants with stunted toddlers show that the majority of mothers do not give exclusive breast milk to their children, provide food with less frequency, the variety of food is not diverse because the children are given lots of snacks. Apart from that, mothers with stunted children also receive low psychosocial support and low participation in Posyandu.
Conclusion. There are parenting style factors that influence the increase in stunting prevalence in the Sawangan Community Health Center area.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iin Rahmania Inayatillah
"Merokok dianggap sebagai sumber utama pajanan terhadap karbon monoksida (CO). Pemeriksaan kadar CO udara ekspirasi dapat digunakan sebagai biomarker status merokok. Metode ini mudah dilakukan, non invasif dan menimbulkan kepatuhan yang lebih baik bagi pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar CO udara ekspirasi pada perokok dan bukan perokok sekaligus mengetahui kadar CO pada masing-masing jenis perokok terutama perokok kretek sebagai perokok mayoritas di Indonesia.
METODE
Penelitian potong lintang yang dilaksanakan pada Januari 2013 sampai Oktober 2013. Jumlah sampel sebanyak 125 orang yang terdiri dari 85 orang kelompok perokok dan 40 orang kelompok bukan perokok dipilih secara consecutive sampling. Dilakukan wawancara untuk mengisi kuesioner data dasar, kuesioner Fagerstorm dan skor Horn yang dilanjutkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pengukuran kadar CO udara ekspirasi dengan menggunakan alat pengukur CO portabel (piCO+cSmokerlyzer Bedfont).
HASIL
Penelitian ini mendapatkan kadar CO udara ekspirasi pada kelompok perokok lebih tinggi dibandingkan kelompok bukan perokok dengan rerata kadar CO pada kelompok perokok sebesar 22 (4;48) ppm dan kelompok bukan perokok sebesar 5,83 + 1,82 ppm (p=0,000). Tidak didapatkan perbedaan kadar CO antara kelompok perokok kretek, perokok putih dan perokok campuran (22 + 10,96 ; 22,60 + 10,44 ; 21,43 + 11,72 ; p=0,943). Faktor yang paling berkorelasi terhadap kadar CO udara ekspirasi pada perokok adalah jenis kelamin, laki-laki cenderung memiliki kadar CO yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.
KESIMPULAN
Kadar CO udara ekspirasi pada perokok lebih tinggi dibandingkan bukan perokok serta tidak ditemukan perbedaan kadar CO diantara perokok kretek, perokok putih dan perokok campuran. Faktor yang paling berkorelasi terhadap kadar CO udara expirasi pada kelompok perokok adalah jenis kelamin.
Kata kunci : Kadar CO udara ekspirasi, perokok, perokok kretek

Smoking has been considered as a prime cause of carbon monoxide (CO) exposures.Exhaled air CO measurement is a reliable indicator for smoking status. It is noninvasive, easy procedure and better compliance. The present study was undertaken to measure exhaled air CO levels in smokers and non smokers and also to measure exhaled air CO levels in clove cigarette (kretek) smokers as a majority smokers in Indonesia.
METHOD
This study used cross sectional method conducted from Januari 2013 until October 2013. A Total of 125 subject consist of 85 smokers and 40 non smokers selected based on consecutive sampling. Interview was done to fill out question about sociodemografic and smoking habit, Fagerstorm test for nicotine dependence and Horn score for smokers profile if the respondent is smoker follow by anamnesis, physical examination and breath CO measurement using portable CO analyzer ((piCO+cSmokerlyzer Bedfont).
RESULT
Average exhaled air CO levels were 22 (4;48) ppm in smokers, significantly higher compared to non smokers with the level of exhaled air CO were 5,83 + 1,82 ppm (p=0,000). No significant difference was found (p = 0,943) in the distribution of CO readings of the clove cigarette smokers compared to white cigarette and mix cigarette smokers (22 + 10,96 vs 22,60 + 10,44 vs 21,43 + 11,72) ppm. Gender was the most correlated factor to exhaled air CO levels, men tend to have higher exhaled air CO levels compared to women.
CONCLUSION
Exhaled air CO levels in smokers is higher than non smokers whereas no significant difference in the distribution of breath CO readings between clove cigarette, white cigarette en mix cigarette smokers. The most correlated factor that influence CO levels is gender.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Pratiwi Widowaty
"Penelitian ini membahas mengenai perilaku merokok pada siswa SMP. Hal ini dilatarbelakangi meningkatnya jumlah perokok muda di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh stereotipi perokok dan konformitas terhadap perilaku merokok sebagai upaya untuk memahami faktor-faktor yang dapat menjadi prediktor perilaku merokok pada siswa SMP. Pada stereotipi perokok, peneliti menggunakan hasil penelitian terdahulu dan hasil elisitasi. Sedangkan aspek konformitas disusun berdasarkan alasan untuk melakukan dan tidak melakukan konformitas (Baron & Byrne, 2003). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain ex post facto field study. Partisipan penelitian ini adalah 120 siswa SMP di Jakarta.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa stereotipi perokok dan konformitas memberikan sumbangan yang signifikan terhadap perilaku merokok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa stereotipi perokok dan konformitas dapat dijadikan sebagai prediktor pada perilaku merokok siswa SMP. Hasil analisis multiple regression, R =0, 631, R2 = .398, menunjukan bahwa stereotipi perokok dan konformitas secara bersama-sama menyumbang sebesar 39,8 % terhadap perilaku merokok pada siswa SMP. Di antara stereotipi perokok dan konformitas, ditemukan bahwa stereotipi perokok memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap perilaku merokok siswa SMP. Selain itu, melalui hasil analisis t-test ditemukan adanya perbedaan stereotipi perokok dan konformitas yang signifikan antara partisipan yang merokok dan yang tidak merokok.

The research studies smoking behavior among middle school students. This research's aim is to examine how much smoker stereotype and conformity influence smoking behavior on middle school students. To measure smoker stereotype the research uses the previous research and elicitation. While aspects of conformity arranged by reasons to conform and not to conform (Baron & Byrne, 2003). The design of this research is ex post facto field study. Participants of this research are 120 middle school students in Jakarta.
This research's results that smoker stereotype and conformity influence smoking behavior in middle school student. This meant that smoker stereotype and conformity was predictors toward smoking behavior on middle school students. The multiple regression analysis showed R =0, 631, R2 = .398. This meant that smoker stereotype and conformity were effectively contribution 39,4 %. Smoker stereotype had greater contribution than conformity. Beside that, this research also finds that there is a significant difference in smoker stereotype and conformity between smokers and non smokers.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eni Istita
"Tuberkulosis ditetapkan sebagai penyebab kematian akibat agen infeksi tunggal terbesar kedua di dunia pada tahun 2022. Indonesia menempati peringkat kedua kasus tuberkulosis tertinggi di dunia, dengan kasus mencapai 724.309. Pada tahun 2021-2022, terdapat peningkatan 79,61% kasus tuberkulosis di Kecamatan Cilodong, Kota Depok. Kenaikan kasus tersebut mengakibatkan tingginya risiko penularan, sehingga diperlukan perilaku kesehatan untuk mencegah penularan tuberkulosis. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis paru di wilayah kerja UPTD Puskesmas Cilodong tahun 2024. Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain cross sectional. Data dikumpulkan dari lembar kuesioner 100 responden. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata perilaku masyarakat terhadap pencegahan penularan tuberkulosis dalam skala 100 adalah 80,3. Variabel yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis paru meliputi jenis kelamin, pendapatan keluarga, pengetahuan, persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, isyarat untuk bertindak, dan efikasi diri, dengan nilai-p < 0,05. Usia tidak memiliki hubungan dengan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis paru. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemberian informasi mengenai tuberkulosis paru kepada masyarakat dengan cakupan lebih luas agar dapat menekan angka kasus tuberkulosis.

Tuberculosis was the second leading cause of death from a single infectious agent globally in 2022. Indonesia ranked second worldwide for the highest number of tuberculosis cases, with 724,309 cases. In 2021-2022, there was a 79.61% increase in tuberculosis cases in Cilodong District, Depok City. This rise led to a high risk of transmission, necessitating health behaviors to prevent tuberculosis transmission. This study aims to analyze factors related to pulmonary tuberculosis transmission prevention behaviors in the working area of the UPTD Puskesmas Cilodong in 2024. The study used a quantitative method with a cross-sectional design. Data were collected from questionnaires distributed to 100 respondents. The average score for community behavior towards preventing tuberculosis transmission was 80.3 out of 100. Variables related to pulmonary tuberculosis transmission prevention behavior included gender, family income, knowledge, perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefits, perceived barriers, cues to action, and self-efficacy, with a p-value < 0.05. Age did not relate to prevention behavior. Therefore, providing broader information about pulmonary tuberculosis to the society is necessary to help reduce tuberculosis cases. Public awareness and education efforts are crucial to mitigating the spread of this disease."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>