Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119991 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rasya Shafa Arrumaisha
"Latar Belakang: Cangkok tulang alami sering digunakan dalam prosedur pencangkokan tulang, tetapi material ini memiliki beberapa kekurangan. Oleh karena itu, cangkok tulang sintetis seperti monetite dan carbonate apatite semakin diminati karena ketersediaan dan biokompatibilitasnya. Kedua material ini tengah diteliti sebagai alternatif yang lebih efektif. Monetite diketahui mendukung pertumbuhan tulang dengan meningkatkan aktivitas osteoblas serta menjaga keseimbangan antara resorpsi dan pembentukan tulang baru. Sementara itu, carbonate apatite, yang memiliki komposisi mirip dengan tulang, sangat baik dalam mendukung osteokonduktivitas. Namun, kelarutan kedua material ini dalam kondisi fisiologis dan osteoklastik belum banyak dianalisis secara mendalam. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelarutan in vitro dari granul monetite dan carbonate apatite dalam waktu 7 hari. Metode: Sebanyak 12 spesimen granul monetite dan carbonate apatite dengan ukuran 500-1000 mikrometer diuji dalam 4 kelompok berdasarkan jenis granul dan larutan buffer yang digunakan. Kelarutan in vitro dianalisis melalui pelepasan ion kalsium menggunakan ion meter ISE. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan perangkat lunak statistik SPSS menggunakan uji Independent Sample T-Test dan Mann-Whitney U. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan secara statistik antara kelarutan in vitro monetite dan carbonate apatite dalam larutan buffer Tris-HCl (p>0,05). Demikian, tidak ditemukan perbedaan signifikan pada kedua material saat direndam dalam larutan buffer asetat (p>0,05). Kesimpulan: Dari penelitian ini, diketahui bahwa baik monetite maupun carbonate apatite memiliki kemampuan larut dalam kedua jenis larutan buffer dalam waktu 7 hari. Monetite menunjukkan tingkat kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan carbonate apatite pada kedua buffer. Selain itu, granul yang direndam dalam buffer asetat memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan dalam buffer Tris-HCl.

Background: Natural bone grafts are used for bone grafting procedures; however, drawbacks of these materials are present. Synthetic grafts, including monetite and carbonate apatite, are valued for their availability and biocompatibility and are being studied for their suitability as proper bone graft materials. Monetite supports bone growth by enhancing osteoblast activity and balancing resorption with new bone formation, while carbonate apatite, similar in composition to bone, promotes osteoconductivity. Research on the material’s solubility under physiological and osteoclastic conditions have not been further analysed. Objective: To know the in vitro solubility of monetite granules and carbonate apatite granules within 7 days. Methods: 12 specimens of monetite and carbonate apatite granules with dimensions of 500-1000 micrometre were divided into 4 test groups based on type of granules and buffer solution. Analysis of the in-vitro solubility of the granules through calcium ion release is done with the use of ISE ion meter. Data were analysed using SPSS statistical software with Independent Sample T-Test and Mann-Whitney U tests. Results: There was no statistic significant difference between the in-vitro solubility of monetite and carbonate apatite in Tris-HCl buffer solution (p>0.05). Monetite and carbonate apatite immersed in acetate buffer solution also did not have a statistic significant difference (p>0.05). Conclusion: Based on the results, both of the materials show soluble capabilities in both buffer solutionswithin 7 days. Monetite had more solubility in both buffers compared to carbonate apatite. In comparison of the buffers, more solubility of the granules was found when immersed in acetate buffer than in Tris-HCl buffer."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Rahmawati
"Cacat tulang dapat terjadi dari berbagai macam penyebab seperti infeksi, tumor, trauma, pembedahan, etiologi bawaan/kongenital dan seterusnya. Bone graft digunakan untuk merawat kerusakan tulang tersebut. Di Indonesia bone graft berbasis Xenograft banyak digunakan, namun sayangnya kurang di resorbsi sehingga tulang yang terbentuk kurang optimal. Oleh karena itu perlu pengembangan kandidat material alternatif bone graft untuk bidang kedokteran gigi. Monetite diprediksi memiliki kemampuan mudah diresorbsi dan membentuk tulang dengan baik. Kelarutan berkaitan erat dengan kemampuan suatu material untuk diresorbsi. Tujuan penelitian ini adalah membuat granul monetite dengan menggunakan gipsum sebagai prekursor dengan metode hidrotermal, kemudian membandingkan kelarutan monetite hasil sintesis, dengan granul hidroksiapatit non-sinter (prototipe) dan granul xenograft hidroksiapatit komersial (Bio HA, BATAN). Perubahan fasa granul dianalisis menggunakan metode difraksi sinar-X (XRD). Analisis kelarutan dilakukan dengan menggunakan metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) dengan menggunakan larutan buffer asetat dan larutan buffer tris sebagai larutan simulasi. Selanjutnya, pengamatan mikrostruktur dan komposisi elemen menggunakan metode SEM-EDX. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa gipsum sudah berubah menjadi monetite pada suhu 100°C,125°C,150°C selama 24 jam. Impuritas ditemukan pada hasil sintesis suhu 100°C, sehingga granul hasil sintesis suhu 125°C digunakkan untuk pengujian kelarutan. Granul monetite memiliki kelarutan pada buffer asetat sebesar 92,70 mg/L dan pada buffer tris sebesar 11,16 mg/L. Granul xenograft memiliki kelarutan pada buffer asetat 15,94 mg/L dan pada buffer tris sebesar 5,02 mg/L. Sedangkan untuk granul HA non sinter memiliki kelarutan pada buffer asetat 189,1 mg/L dan pada buffer tris sebesar 150,04 mg/L. Hasil uji kelarutan menunjukkan granul monetite dan HA non sinter memiliki potensi diresorbsi oleh osteoklas lebih baik dari xenograft. Namun granul HA non sinter juga memiliki kelarutan yang tinggi pada larutan buffer tris (13 kali kelarutan monetite) sehingga kemungkinan akan cepat terlarut oleh cairan tubuh ketika nanti diimplankan dibandingkan dengan granul monetite. Berdasarkan hasil karakterisasi XRD dan pengujian kelarutan, granul monetite dapat dibuat dengan metode hidrotermal dan memiliki potensi kemampuan diresorbsi dan pembentukan tulang paling baik bila dibandingkan dengan granul kontrol.

Bone defects can occur from various causes such as infection, tumor, trauma, surgery, congenital/congenital etiology and so on. Bone graft is used to treat the damaged bone. In Indonesia, Xenograft bone grafts are widely used, but unfortunately their low resorption hinder bone formation. Therefore, it is necessary to develop an alternative bone graft materials for dentistry. Monetite is predicted to have the ability to be easily resorbed and form a new bone. Solubility is closely related to bone graft degradability. The purpose of this study was to make monetite granules using gypsum as a precursor through hydrothermal method, then to compare the solubility of the synthesized monetite with non-sintered hydroxyapatite granules (prototype) and commercial hydroxyapatite xenograft granules (Bio HA, BATAN). The granules were characterized using X-ray diffraction (XRD) method. Solubility measurement was carried out using the Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) method in acetate buffer solution and tris buffer solution. Furthermore, the observation of the microstructure and elemental composition were done using the SEM-EDX method. The results of XRD analysis showed that the gypsum was into monetite at a temperature of 100°C, 125°C, 150°C for 24 hours. Impurities were found in the synthesis at 100°C, thus granules obtained at 125°C were used for further analysis. Monetite granules have a solubility of 92.70 mg/L in acetate buffer and 11.16 mg/L in tris buffer. Xenograft granules have a solubility of 15.94 mg/L in acetate buffer and 5.02 mg/L in tris buffer. As for the non-sintered HA granules, the solubility in acetate buffer is 189.1 mg/L and in tris buffer is 150.04 mg/L. The results of the solubility test showed that monetite granules and non-sintered HA had better potential for osteoclast resorption than xenografts. However, non-sintered HA granules also have high solubility in tris buffer solution (13 times the solubility of monetite) so they are likely to be quickly dissolved by body fluids when implanted later than monetite granules. Based on the results of XRD characterization and solubility testing, monetite granules can be prepared using the hydrothermal method and have the best potential for resorption and bone formation compared to control granules."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Englando Alan Adesta
"Latar Belakang. Penyembuhan luka kaki diabetik (LKD) memerlukan waktu yang lama sehingga risiko infeksi, amputasi, dan kematian menjadi lebih tinggi. Salah satu parameter untuk menilai penyembuhan luka adalah pertumbuhan jaringan granulasi. Kadar Vitamin D diketahui terkait dengan risiko terjadinya LKD, infeksi, dan penyembuhan luka. Namun sampai saat ini masih belum diketahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan jaringan granulasi LKD.
Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara kadar vitamin D serum awal perawatan dengan kecnepatan pertumbuhan jaringan granulasi luka kaki diabetik pada perawatan hari ke-21.
Metode. Penelitian ini menggunakan bahan tersimpan berupa serum dan dokumentasi foto LKD dari penelitian sebelumnya. Analisis kadar 25(OH)D pada sampel serum darah awal perawatan menggunakan metode Elisa. Sedangkan analisis kecepatan pertumbuhan jaringan granulasi dinilai berdasarkan hasil foto LKD pasien pada visit ke-4 dengan menggunakan program ImageJ.
Hasil. Dari 52 sampel yang dianalisis, kadar 25(OH)D pada awal perawatan menunjukan nilai median = 8.8 ng/mL. Hasil analisis menunjukan bahwa tidak didapatkan hubungan antara kadar vitamin D dengan kecepatan pertumbuhan jaringan granulasi (p=0.815).
Kesimpulan. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar vitamin D serum awal perawatan dengan kecepatan pertumbuhan jaringan granulasi luka kaki diabetik pada perawatan hari ke-21.

Background. Wound in diabetic foot ulcer need a long time to heal which increase risk of infection, amputataion and mortality. One of the criteria in wound healing is growth of granulation tissue. Vitamin D level is known to be related to increase incidence of diabetic foot ulcer, infection, and wound healing. But until now, the effect of vitamin D to the growth of granulation tissue is not clear.
Objective. To know the Association between initial serum vitamin D level with granulation growth rate of diabetic foot ulcer after 21 days of treatment.
Methods. This research uses stored sample in form of serum and footage documentation. It is the initial blood sample from 52 patients with DFU before starting treatment. Vitamin D is calculated with 25 (OH) D level by using ELISA. Analysis of growth in granulation tissue is counted by comparing the footage documentation at initial treatment to the 21st day of treatment with the help of ImageJ software.
Result. From 52 analysed sample, vitamin D level at initial presentation showed a median value of 8.8 ng/mL. The result of the analysis showed that there was no statistically significant association between vitamin D level with the granulation growth rate of diabetic foot ulcer (p=0,815).
Conclusion. There is no significant association between initial serum vitamin D level with granulation growth rate of diabetic foot ulcer after 21 days of treatment.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sealtial Mau
"Maraknya isu tentang hemat energi dan ramah lingkungan menjadi topik hangat yang selalu diperbincangkan dan terus dikaji untuk dikembangkan. Isu energi begitu penting karena energi menjadi salah satu penopang ekonomi suatu bangsa. Di Indonesia, sumber energi baru dan terbarukan sangat melimpah untuk dikelola menjadi energi yang ramah lingkungan. Inovasi demi inovasi terus dikembangkan untuk menemukan metode yang tepat, berkualitas dan murah serta banyak tersedia di alam. Partikel nano calcium carbonate yang terbuat dari cangkang kerang adalah material ramah lingkungan yang tersedia melimpah di alam. Larutan yang bermuatan patikel nano calcium carbonate dapat digunakan sebagai solusi bagi upaya pengurangan hambatan DR pada aliran dalam pipa yang ramah lingkungan. Dalam penelitian ini, penggunaan partikel nano pada larutan fluida kerja air-etilen glikol dengan perbandingan 40:60. Konsentrasi partikel yang digunakan ialah 100 ppm, 300 ppm dan 500 ppm pada fluida kerja. Pengujian dilakukan pada alat uji yang dirancang horizontal dengan komponen sisem perpipaan yang menggunaan pipa spiral dengan P/Di 10.8 dan pipa bulat dengan diameter dalam 4 mm. Melalui pengujian yang dilakukan, perubahan nilai friction factor menjadi parameter terjadinya DR. Pada aliran laminar DR tertinggi pada pipa spiral sebesar 79.9 untuk konsentrasi 500 ppm dengan Re rsquo; 1500 dan DR pada aliran turbulen tertinggi pada pipa bulat yaitu 47 untuk konsentrasi 300 ppm serta pada Re rsquo; 2500.

The rise of energy saving issue and environmentally friendly become a trend topic that is always discussed and continue to be reviewed to be developed. The issue of energy is so important because energy becomes one of the economic support foundation of a nation. In Indonesia, new renewable energy sources are abundant to be managed into environmentally friendly energy. Innovations continues to be developed to find the right method, quality and cheap, widely available in nature. Calcium carbonate nano particles made of shellfish are environmentally friendly materials available in abundance in nature. The nano calcium carbonate nanoparticle solution can be used as a solution for reducing the drag DR in an environmentally friendly pipeline flow. In this study, the use of nanoparticles in aqueous solution of water ethylene glycol fluid with a ratio of 40 60. The particle concentration used is 100 ppm, 300 ppm and 500 ppm on the working fluid. The test is performed on a horizontally designed test with component of the piping system which uses a spiral pipe with P Di 10.8 and a circular pipe 4 mm of inner diameter. Through this test, the change of friction factor value becomes the parameter of the indicator of DR. In the highest DR laminar flow in the spiral pipe 79.9 for the 500 ppm concentration with Re 39 1500 and DR at the highest turbulent flow on the circular pipe are 47 for the 300 ppm concentration and at the Re 39 2500.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T47621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Pamungkas
"Latar Belakang : Resin komposit menjadi salah satu jenis material restorasi yang banyak digunakan karena memiliki keunggulan dalam sifat fisik, mekanik, dan estetika. Salah satu resin komposit yang beredar di Indonesia adalah Resin Komposit Palfique Supra-Nano Universal Flow yang dikembangkan partikel filler-nya dan diklaim memiliki sifat fisik yang baik antara lain water sorption dan solubility. Penggunaan resin komposit seiring waktu akan terpapar oleh lingkungan rongga mulut akibat adanya saliva yang pH-nya bisa berubah seiring konsumsi makanan dan minuman sehingga mempengaruhi water sorption dan solubility-nya. Hingga saat ini, belum terdapat penelitian mengenai pengaruh perendaman pada berbagai pH saliva buatan terhadap water sorption dan solubility Resin Komposit Palfique Supra-nano Universal Flow. Tujuan : Menganalisis pengaruh perendaman Resin Komposit Supra-Nano Palfique Universal Flow tipe Super Low dan Medium pada berbagai pH saliva buatan terhadap water sorption dan solubility. Metode : Empat puluh delapan spesimen Resin Komposit Supra-Nano Palfique Universal Flow tipe Super Low dan Medium dengan dimensi 15 x 1 mm dibagi menjadi delapan kelompok uji berdasarkan tipe dan perendaman, yaitu pada perendaman di dalam akuades, saliva buatan pH 3, 5,5, dan 7 masing-masing selama 7 hari. Perhitungan dari nilai water sorption dan solubility dilakukan sesuai ISO 4049 : 2019. Analisis data menggunakan uji One way ANOVA dan Kruskall Wallis. Hasil : Nilai water sorption dan solubility pada kedua tipe Resin Komposit Palfique Supra-nano Universal Flow semakin tinggi pada perendaman pH yang semakin rendah. Perendaman di dalam akuades dan saliva buatan pH 3 mengalami kenaikan secara signifikan (p<0,05), dan tidak signifikan pada perendaman di dalam saliva buatan pH 3 dengan pH 5,5 dan pH 7 (p<0,05). Nilai solubility pada perendaman di dalam saliva buatan pH 3 dengan pH 5,5 mengalami kenaikan secara signifikan (p<0,05), sedangkan pada saliva buatan pH 5,5 dengan 7 tidak signifikan (p>0,05). Tipe Super Low memiliki nilai water sorption dan solubility yang lebih tinggi dibandingkan tipe Medium pada semua perendaman namun tidak signifikan (p>0,05). Kesimpulan : Terjadi peningkatan nilai water sorption dan solubility Resin Komposit Palfique Supra-nano Universal Flow setelah perendaman di dalam saliva buatan pH 3 dibandingkan pH 5,5, 7, dan akuades.

Background : Composite resin is one type of restoration material that is widely used because it has advantages in physical, mechanical, and aesthetic properties. One of the composite resins distributed in Indonesia is Palfique Supra-nano Universal Flow Composite Resin which developed its filler particles and claimed to have good physical and mechanical properties, one of which is the physical properties of water sorption and solubility. The use of composite resins over time will be exposed to the oral environment due to the presence of saliva which pH of saliva can change with the consumption of food and drinks, that affecting the water sorption and solubility of the Composite Resin. Until now, there’s not yet research the effect of immersion at various pH artificial saliva on water sorption and solubility of Palfique Supra-nano Universal Flow Composite Resin. Objective : To analyze the effect of immersion type Super Low and Medium Palfique Supra-Nano Universal Flow Composite Resin at various pH artificial saliva on water sorption and solubilty. Methods : Forty-eight type Super Low and Medium Palfique Supra-Nano Universal Flow Composite Resin specimens with dimensions of 15 x 1 mm were divided into eight test groups based on type and immersion ; distilled water, artificial saliva pH 3, 5,5, and 7 for 7 days. Calculations of water sorption and solubility values will be made according to ISO 4049: 2019. Data analysis used One way ANOVA and Kruskall Wallis test. Results : The value of water sorption and solubility for both types (Super Low and Medium) is higher in immersion at lower pH. Immersion in distilled water and artificial saliva pH 3 in both types increased significantly (p<0.05), and in artificial saliva pH 3 with pH 5.5 and pH 7 was not significant (p<0.05). The solubility value in pH 3 immersion with pH 5.5 increased significantly (p<0.05), while at pH 5.5 and 7 it was not significant (p>0.05). The Super Low type has higher water sorption and solubility values than the Medium type in all immersions but not significant (p>0.05). Conclusion : There is an increase on water sorption and solubility of Palfique Supra-nano Universal Flow Composite Resin after immersion at artificial pH 3 compared to pH 5,5, 7, and distilled water."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kalangi, Sonny John Ruddy
"Aloe vera dan madu dianggap dapat mempercepat reepltelisasl Iuka sekalipun masih terdapat beberapa perbedaan pendapat. Penelltian ini hendak membandingkan khasiat aloe vera. madu, dan larutan garam lisiologis yang diberikan secara topikal dalam proses reepitelisasi dan pembentukan jarlngan granulasl pada proses penyembuhan Iuka eksisi kulit telinga kelinci. Sebanyak enam ekor kelinci putih jantan dipakal sebagai sampel. Pada telinga kelinci dibuat Iuka eksisi sedalam tebal kulit berbentuk bundar dengan diameter 6 mm. Pada tiap telinga dibuat empat buah luka pada permukaan dalam telinga. Luka kemudian mendapat perlakuan pemberian aplikasi topikal larutan NaCl 0.9%, madu, dan aloe vera, serta kontrol yang ticlak diobati. Tujuh hari kemudlan dilakukan biopsi pada sediaan Iuka. Jaringan dlproses menjadi sediaan hlstologlk dan dipulas dengan pulasan rutin hematoksilin eosin untuk penilalan secara kuantitatif terhadap proses reepltellsasl dan pembentukan jaringan granulasi. Reepitelisasi dinllai dengan cara mengukur jarak Celah epitel. Pembentukan jaringan granulasi dinilai dengan cara mengukur tinggl jaringan granulasi, jarak celah granulasi, total jarak lateral-medial (lebar) jaringan granulasl, Serta perhitungan besar volume jaringan granulasi. Ditemukan percepatan reepithelisasi yang bennakna secara statlstik (p<0,05) pada olesan dengan aloe vera (p=0,003) dan madu (p=0,004). Pada pembentukan jaringan granulasi kecuali tinggi jaringan granulasi yang tidak oerbeda bermakna (p=0,054) semuanya menunjukkan hasil yang berbeda bermakna secara statlstik. Percepatan pembentukan jaringan granulasi yang ditemukan pada olesan aloe vera dan madu berupa proses pembentukan jaringan granulasi dengan arah lateral-medial menuju pusat Iuka. Dislmpulkan bahwa proses reepitelisasi dan pembentukan jaringan granulasi Iuka eksisi full-thickness pada telinga kellnci secara signitlkan meningkat oleh pemberian aloe vera dan madu secara topikal, juga pemberian aloe vera sama efektifnya dengan madu dalam proses reepitelissl dan pembentukan jarlngan granulasi.

Aloe vera and honey were thougwh to accelerate wound reepithelialization although there were still varying reports on this matter. This study aims to compare the of topicaI application of honey, aloe vera, and normal saline solution on the process of reepithelialization and granulation tissue formation on skin wound healing. Six white rabbits were used for evaluation. Four full-thickness excisional wound were made on the interior surface of each ear with a 6-mm tissue punch. Wounds on each ear were applied with aloe vera, honey, normal saline, and no treatment as wound control. On day 7 after wounding, wound tissue was processed for histological examination. Histological cross sections. stained with hematoxylin-eosin, were used for quantitative evaluation of reepithelialization and granulation tissue formation. Reepithelialization were evaluated by measuring the distance of epithelial gap. Granulation tissue formation were followed-up by measuring the height of granulation tissue. the distance of granulation tissue gap. total lateral-medial distance of granulation tissue, and by calculating the value of granulation tissue volume. The values of the acceleration rate of the reepithelialization were found to be statistically significant {p<0.05) in the aloe vera (p=0.003) and in the honey (p=0.004) given in the topical manner. Except for the height of the granulation tissue (p=0.054), all other values of that tissue showed the results which were significantly different. The acceleration in the formation of the granulation tissue found in the tissue treated with the aloe vera and the honey generated in the medio-lateral direction toward to the central of the wound. We concluded that the reepithelialization processes and the formation of the granulation tissue in the full-thickness wound performed on the rabbit ear were significantly increased by the topical treatment with aloe vera and honey. The treatment with aloe vera on those processes gave the results with the same effectiveness with that of honey."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T3724
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafruddin
"Pelah dilakukan penelitian tentang pemakaian "Croscar. Mellose
Sodium Type A" seaga3. disintegrant dengan berbagal konsentrasi dalam
formula tablet Kalsiiim laktat yang penambahannya dilakukan sect
ra internal, eksternal dan kombinasi internal dan eksternal die -
integrant.
Pada penelitian mi, penambahan bahan penghancur Ac-Di-Sol dengan
cara konibinasi internal & eketerrial, ternyata pada konsentrasi
1% internal dan 1% eksternal eudah aemberikan basil yang terbaik d
ngazi waktu hancur rata-rata 8 menit 35 detik, kecepatan melarut
K120 detik rata-rata 27%, kekerasan tablet rata-rata 5,46 kg dan k
regasan 0,40%.
Setelah dilakukan uji statistik t - test dengan satu paranie -
ter (p = 0,05) formula tablet dengan perbedaan konsentrasiO-DiSOl
dan 1% sampai dengan 5% dengan cam penambaban bahan penghancur Be
cam internal, eksternal, dan koabiriasi internal dan eksternal tennyata
menunjukkan perbedaan yang significant jika ditinjau dan aspek
waktu hancurnya, dan keôepatan melarut aediaan formula tablet
tersebut pada kenaikkan konsentrasi Ac_DiS01 1 % & ' 5 %
Baeil uji etatietik tentang cam penambahan bahan penghancur
ternyata pada penambahan bahan penghancur secara internal, eketer -
nal dan kombinas.i internal dan ekaternal pada konsentrasi Ac-Di-Sol
yang sama range 1% sampai dengan 5% menunjukkan perbedaan yang significarit.

The application of "Croscar Nellose Sodium Type A" (Ac-Di-Sol)
as disintegrant in the tablet formula Calcium lactate with various
concentration which added internally, externally and internal and
external disintegrant combination have been studied.
In this study the addition of disintegrant Ac-Di-Sol material
with internal and external combination methods, in 1% concentration
it will enough to give the bestresult with average .disintegration
time 8 minutes 35 seconds, average of dissolution rate it K120
seconds 27%, average of tablet hardness 5,46 kg , average of
Friability 0,40%.
Alter being test statically (t - test) itb one parameter
(p 0,05) tablet formula with differ Ac-Di-Sol concentration in
the range of 1% to 5% with addition of disintegration material
internally, externally and combination of internal and external
aethode, has shown the significant differences with the aspect of
time disintegration and dissolution rate of the tablet contained_,
•Ac-D5-Sol 1 % sampai dengan 5 %.
The result of statistical test of the additièn of dis -
integration material resulted with the above methods Ac-Di-Sol
concentration within the same range of 1% to 5% in significant
difference.
"
1984: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1984
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S35998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiyono
"Teknologi sistem pengantaran bahan aktif hingga sampai organ target saat ini semakin banyak dikembangkan dalam industri kosmetika, padahal awalnya hanya diterapkan dan digunakan dalam industri farmasi saja. Hal ini karena masyarakat semakin kritis dan menyadari bagaimana kosmetika yang mengandung bahan aktif dapat mempengaruhi dan bermanfaat bagi kulit dan kecantikan mereka. Emolien primer sebagai komponen dalam sistem pengantaran bahan aktif berfungsi untuk meningkatkan kelarutan bahan aktif dalam sediaan. Hal ini penting sebab salah satu faktor penetrasi bahan aktif melalui kulit ditentukan oleh konsentrasi bahan aktif yang terlarut dalam sediaan. Vitamin E asetat merupakan vitamin yang praktis tidak larut dalam air dalam formula ini digunakan oleum ricini, oleum olivarum dan oleum arachidis yang berfungsi sebagai emolien primer dengan dasar pemilihan pendekatan parameter lipofilisitasnya. Pengujian difusi dengan alat Flow through diffusion cell selama 180 menit menunjukkan bahwa penggunaan oleum ricini memberikan hasil penetrasi vitamin E asetat sebesar 4807,12 ± 7,90 ug/cm2 , oleum olivarum sebesar 362,61 ± 1,50 ug/cm2 dan oleum arachidis sebesar 198,04 ± 0,89 ug/cm2.

The technology of active materials delivery to the target organ has been more and more developed recently in the cosmetic industry which was previously applied only in pharmaceutical industry. This is due to the people’s critical on think and awareness of now cosmetics containing active ingredients giving more advantages on the people skin appearance. Primary emollient as a component in the active materials delivery system has a function of increasing the solubility of active materials in the dosageform. This is important because one of the skin penetration factor of the active materials is determined by the concentration of the active materials dissolved in dosageform. Vitamin E acetate is practically insoluble in water and in this formula, oleum ricini, oleum olivarum, and oleum arachidis work as primary emollient based on lipofilicity parameter approach. The diffusion test with Flow through diffusion cell apparatus as long as 180 minutes showed that the use of oleum ricini gave the penetration levels Vitamin E acetate of 4807,12 ± 7,90 μg/cm2, oleum olivarum of 362,61 ± 1,50 μg/cm2 and oleum arachidis of 198,04 ± 0,89 μg/cm2.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S33027
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Broul, Miroslav
Amsterdam : Elsevier, 1981
541.342 BRO s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>