Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151080 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Genie Zharfan Afif Mashary
"Penelitian ini menganalisis implementasi kebijakan pajak karbon menggunakan model Computable General Equilibrium (CGE) di Indonesia. Penelitian mengkaji tiga skenario pajak karbon: rendah (Rp30.000/ton), sedang (Rp152.500/ton), dan tinggi (Rp270.000/ton), dengan batas emisi 500.000 ton CO2 dari 99 PLTU atau hanya 0,076% dari total emisi sektor energi sebesar 658,2 juta ton CO2. Hasil menunjukkan bahwa pajak karbon tinggi menghasilkan dampak paling signifikan, dengan penurunan investasi sebesar -0,000667% atau Rp41,46 miliar, kenaikan penerimaan pajak sebesar 0,031927% atau Rp130,46 miliar, dan penurunan tabungan pemerintah sebesar 0,000832% atau Rp4,54 miliar. Meskipun total pendapatan meningkat sebesar 0,000729% atau Rp135 miliar, konsumsi mengalami penurunan sebesar -0,000667% atau Rp72,27 miliar. Kebijakan ini menunjukkan kenaikan harga jual 0,000667% atau Rp135 miliar dan menciptakan ruang fiskal melalui peningkatan anggaran pemerintah. Penelitian menyimpulkan bahwa implementasi pajak karbon tinggi secara efektif menyeimbangkan tujuan pengurangan emisi dengan pertumbuhan ekonomi, meskipun saat ini cakupannya masih terbatas.

This study analyzes the implementation of carbon tax policy using a Computable General Equilibrium (CGE) model in Indonesia. The research examines three carbon tax scenarios: low (IDR 30,000/ton), medium (IDR 152,500/ton), and high (IDR 270,000/ton), with an emission cap of 500,000 tons CO2 from 99 power plants, representing only 0.076% of total energy sector emissions of 658.2 million tons CO2. Results show that the high carbon tax yields the most significant impacts, with investment decreasing by -0.000667% or IDR 41.46 billion, tax revenue rising by 0.031927% or IDR 130.46 billion, and government savings decreasing by 0.000832% or IDR 4.54 billion. While total income grows by 0.000729% or IDR 135 billion, consumption decreases by -0.000667% or IDR 72.27 billion. The policy demonstrates an increase in sales price (0.000667% or IDR 135 billion) and creates fiscal space through increased government budget. The study concludes that implementing high carbon tax effectively balances emission reduction goals with economic growth, despite the current limited coverage."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Fitriana
"[ABSTRAK
Pajak karbon adalah salah satu kebijakan untuk mengatasi pemanasan global di
negara maju. Tetapi, apakah kebijakan itu juga bisa diterapkan di negara
berkembang masih menjadi perdebatan. Tesis ini menganalisa masalah-masalah
yang memperlambat perkembangan proposal pajak karbon di Indonesia. Thesis ini
menggunakan pendekatan kritis terhadap pengalaman penerapan pajak carbon di
negara lain dan data pengeluaran untuk memprediksi efek dari penerapan carbon
tax pada sektor rumah tangga di Indonesia. Selain itu, tesis ini juga menggunakan
perbandingan akibat dari penerapan pajak karbon dengan kebijakan pencabutan
subsidi terhadap bahan bakar. Hasil dari tesis ini mengindikasikan bahwa
pelaksanaan pajak karbon di Indonesia akan memberikan beban pajak yang lebih
terhadap rumah tangga miskin di areal pedesaan. Tesis ini juga memetakan
beberapa faktor yang menghambat perkembangan rencana penerapan pajak
karbon di Indonesia dan memberikan gambaran alternatif solusi untuk menangani
masalah tersebut.

ABSTRACT
A carbon tax is one policy actions used to combat global warming in
developed countries. However, whether it is also applicable to developing
countries is debatable. This paper analyzes problems, which slow down the
progress of carbon tax proposal in Indonesia. It critically reviews the experiences
of other countries and uses expenditure data to predict likely impacts on
households. It also relates the effect with the removal of fuel subsidy policy. The
results indicate that the carbon tax would give more tax burden on poor
households in the rural areas. The paper also describes some factors that hamper
the carbon tax proposal in Indonesia and depicts some alternative suggestions to
address the problems, A carbon tax is one policy actions used to combat global warming in
developed countries. However, whether it is also applicable to developing
countries is debatable. This paper analyzes problems, which slow down the
progress of carbon tax proposal in Indonesia. It critically reviews the experiences
of other countries and uses expenditure data to predict likely impacts on
households. It also relates the effect with the removal of fuel subsidy policy. The
results indicate that the carbon tax would give more tax burden on poor
households in the rural areas. The paper also describes some factors that hamper
the carbon tax proposal in Indonesia and depicts some alternative suggestions to
address the problems]"
2015
T44273
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dandy Rizky Wibowo
"Secara teoritis, carbon pricing – yang umumnya terdiri dari pajak karbon dan sistem perdagangan emisi – adalah kebijakan yang efektif dalam mengurangi emisi. Akan tetapi, terdapat isu apakah carbon pricing  berhasil menurunkan emisi dalam prakteknya. Isu lainnya adalah carbon pricing menyebabkan penurunan pada Produk Domestik Bruto (PDB) dan memperburuk ketimpangan pendapatan. Menggunakan regresi data panel fixed effect dan menjadikan negara G20 sebagai studi kasus, studi ini menunjukkan bahwa pengimplementasian pajak karbon dan sistem perdagangan emisi secara bersamaan mengakibatkan penurunan emisi, tetapi disaat yang bersamaan menyebabkan penurunan PDB dan memperburuk distribusi pendapatan. Membedakan dan membandingkan dampak pajak karbon dan sistem perdagangan emisi secara terpisah, studi ini menemukan bahwa tidak pajak karbon maupun sistem perdagangan emisi memberikan dampak yang menguntungkan pada emisi, PDB, dan ketimpangan pendapatan secara bersamaan. Meskipun penurunan emisi dari pajak karbon lebih rendah daripada sistem perdagangan emisi dan telah terbukti bahwa pajak karbon menyebabkan penurunan PDB, akan tetapi pengimplementasian pajak karbon menurunkan ketimpangan pendapatan. Sebaliknya, sistem perdagangan emisi yang penurunan emisinya lebih besar dibandingkan dengan pajak karbon justru malah meningkatkan ketimpangan pendapatan. Dengan demikian, pengimplementasian carbon pricing memberikan tantangan bagi pengambil kebijakan untuk bagaimana dampak negatif dari pengimplementasian carbon pricing dapat diminimalisir.

Theoretically, carbon pricing – which in general consists of carbon tax and Emissions Trading System (ETS) – is an effective policy in reducing emissions. However, there is an issue whether in practice carbon pricing has been successful in reducing emissions. Another issue is carbon pricing would induce a decrease in GDP and worsen income inequality. Using fixed effect panel data regression and utilized G20 countries as the case study, this study revealed that the implementation of carbon tax and ETS simultaneously has been effective in reducing emissions, while at the same time induced decrease in GDP and worsening income inequality. Differentiating and comparing the impact of carbon tax and ETS separately, this study found neither carbon tax nor ETS provide favorable outcomes on emissions, GDP, and income inequality simultaneously. Although the emissions reduction from carbon tax is lower than the ETS and it is proven that carbon tax implementation reduces GDP, but the implementation decreases income inequality. In contrast, ETS which provide larger emissions reduction compared to the carbon tax result in higher income inequality. Thus, the carbon pricing implementation leaves policymakers the challenges on how to reduce the adverse impact due to the implementation."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Prasetyawati
"Industri nasional mengalami perlambatan pertumbuhan dan rendahnya daya saing yang diduga disebabkan oleh harga gas bumi yang tinggi. Pemerintah melakukan intervensi pada harga gas bumi melalui Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebagaimana diatur pada Perpres No. 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak dari Kebijakan HGBT pada perekonomian nasional dengan mempertimbangkan penurunan penerimaan negara sebagai kompensasi atas turunnya harga gas bumi pada industri. Dengan menggunakan model CGE, analisis dilakukan pada berbagai indikator perekonomian. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat penurunan GDP dalam jangka pendek sebesar 0,076% dan kenaikan GDP dalam jangka panjang sebesar 0,004%.

National industry is facing slowing growth and low competitiveness, which is thought to be caused by high natural gas prices. Government intervenes in natural gas prices through the Certain Natural Gas Price Policy or “Kebijakan HGBT” as regulated in Presidential Regulation No. 121 of 2020 concerning Natural Gas Price Determination. This study aims to analyze the impact of HGBT Policy on the national economy by considering the decline in state revenues as compensation for the decline in natural gas prices in the industry. Using CGE model, analysis is carried out on various economic indicators. The results of the analysis show that there is a decrease in GDP in the short term by 0.076% and an increase in GDP in the long term by 0.004%."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Banu Setiya
"Dalam rangka menurunkan impor yang mengakibatkan tingginya alokasi anggaran subsidi LPG, pemerintah mengembangkan produksi DME sebagai substitusi LPG untuk bahan bakar memasak rumah tangga dan industri. Penelitian ini bertujuan mengkaji dampak penggunaan DME terhadap perekonomian Indonesia, dengan menggunakan metode CGE dan data SAM 2019. Berdasarkan hasil simulasi berupa shock: (i) Penurunan impor LPG dan (ii) Realokasi anggaran penghematan subsidi, kebijakan penggunaan DME akan berdampak positif pada perekonomian, memicu pertumbuhan produktivitas berbagai sektor serta mendorong penyerapan tenaga kerja namun hanya di jangka pendek. Hasil kajian di jangka panjang menunjukkan implikasi yang negatif meskipun secara persentase sangat rendah dan tidak signifikan.

In order to reduce imports and high budget allocation for LPG subsidies, government developed DME production as a substitute for LPG. This study aims to examine the impact of DME using on Indonesian economy, using CGE method and 2019 SAM data. Based on 2 shocks simulation: (i) Decrease in LPG imports and (ii) Reallocation of subsidy savings budget, using DME policy will have positives impact on the economy, trigger productivity growth in various sectors and encourage employment, but only in the short term. Results in the long term show negative implications, which the percentage is very low and not significant."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Adi Nugroho
"Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil yang berkontribusi pada peningkatan emisi karbon dan dampak lingkungan yang serius. Meskipun pemerintah telah berkomitmen untuk mencapai target nol emisi pada tahun 2060, namun pendanaan untuk mendukung transisi energi tetap menjadi tantangan besar. Sektor swasta, terutama lembaga keuangan, memainkan peran penting dalam mendukung proyek-proyek transisi energi melalui mekanisme inovatif seperti. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak penggunaan green bonds, dalam mendanai proyek pembangunan PLT EBT. Metodologi penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan data sekunder dari berbagai sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanpa adanya transisi energi, emisi CO2 dalam sektor pembangkit listrik akan terus meningkat hingga tahun 2060 dengan dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan. Biaya sosial dari emisi karbon (SCC) pada tahun 2060 mencapai triliunan rupiah. Berdasarkan analisis kelayakan investasi, pendanaan proyek energi terbarukan melalui green bonds memiliki tingkat pengembalian Ekonomi (EIRR) lebih tinggi dari biaya modal untuk jenis pembangkit PLTA dan PLTM. Sedangkan PLTS dan PLTB masih kurang layak karena faktor kurang optimal nya jenis pembangkit tersebut dalam menhasilkan laba pasca pembangunan. Selama fase konstruksi proyek energi terbarukan, peningkatan produksi berkontribusi pada pertumbuhan sektor produksi, peningkatan nilai tambah bruto (NTB), dan pendapatan masyarakat. Selama fase operasional dan komersial, penjualan listrik dan peningkatan permintaan berkontribusi secara signifikan pada NTB dan pendapatan rumah tangga. Penelitian ini menekankan pentingnya green bonds dalam mendukung pemerintah dalam mencapai target Nol Emisi tahun 2060 di Indonesia.
Indonesia still relies heavily on fossil energy which contributes to increased carbon emissions and serious environmental impacts. Although the government has committed to achieving a zero emissions target by 2060, funding to support the energy transition remains a major challenge. The private sector, especially financial institutions, plays an important role in supporting energy transition projects through innovative mechanisms such as green bonds. This research aims to evaluate the impact of using green bonds in funding environmentally friendly power source development projects. This research methodology is descriptive quantitative using secondary data from various sources. The research results show that without an energy transition, CO2 emissions in the power generation sector will continue to increase until 2060 with negative impacts on the environment and health. The social costs of carbon emissions (SCC) in 2060 will reach trillions of rupiah. Based on the investment feasibility analysis, renewable energy project funding through green bonds has a higher economic rate of return (EIRR) than the capital costs for hydroelectric and micro-hydroelectric power plants. Meanwhile, solar and wind powered are still not feasible due to the fact that these types of generators are less than optimal in generating post-development profits. During the construction phase of renewable energy projects, increased production contributes to the growth of the production sector, increased gross value added (NTB), and community income. During the operational and commercial phases, electricity sales and increased demand contribute significantly to NTB and household income. This research emphasizes the importance of green bonds in supporting the government in achieving the Zero Emissions target by 2060 in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Malinda Uscha
"Di Indonesia pengembangan kawasan industri khususnya di daerah merupakan upaya nyata untuk melakukan penyebaran industri dalam upaya meningkatkan perekonomian. Permasalahan yang terjadi pada kawasan industri saat ini yaitu penerapan lokasi kawasan industri yang masih belum sesuai terhadap aspek lingkungan yang berdampak pada pencemaran emisi karbon, air, dan limbah serta kerusakan lingkungan disekitar kawasan industri. Oleh karena itu, pembangunan kawasan industri berbasis konsep industri hijau dilakukan untuk mengatasi masalah penting terhadap lingkungan. Dalam menentukan evaluasi kelayakan lokasi prioritas yang sesuai untuk menentukan kawasan industri berbasis industri hijau diperlukan kriteria penentu dalam pengambilan keputusan kelayakan lokasi. Terdapat 5 kriteria utama dalam penentuan kelayakan kawasan industri berbasis industri hijau yang terdiri dari jarak, kondisi infrastruktur dan prasarana, ekonomi, lingkungan, dan sosial. Dengan melakukan pembobotan menggunakan metode fuzzy-AHP didapatkan kriteria dengan bobot tertinggi adalah kriteria lingkungan dan lokasi yang paling layak adalah Kawasan Industri Sei Mangkei sebagai lokasi prioritas.

In Indonesia, the development of industrial sites, especially in the regions, is a real effort to spread the industry in an effort to improve the economy. The problem that occurs in industrial site at this time is the application of industrial site locations that are still not suitable for environmental aspects which have an impact on carbon emission, water and waste pollution as well as environmental impact around industrial sites. Therefore, the development of industrial estates based on the concept of green industry is carried out to address important problems for the environment. In determining the feasibility evaluation of priority location for building industrial sites, determining criteria are needed in decision making for selecting feasibility of locations. There are 5 main criteria in determining the feasibility of industrial sites consisting of distance, infrastructure and infrastructure conditions, economic, environmental, and social. By weighting using the fuzzy-AHP method, the criteria with the highest weight are environmental criteria and the selected location is the Sei Mangkei Industrial Area as the priority location."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachreza Maulana Ihsan
"ABSTRACT
Gas CO merupakan salah satu gas yang berbahaya. Gas ini bisa menyebabkan kematian apabila dihirup dengan kadar yang sangat tinggi. Sudah banyak kejadian atau kecelakaan fatal yang disebabkan oleh gas ini. Gas CO tidak berwarna, tidak berbau namun sangat beracun. Jika tidak berhati-hati, bisa berbahaya bagi kelangsungan hidup makhluk hidup, utamanya manusia. Sintesis nanopartikel NdFeO3 atau senyawa-senyawa dari logam tanah jarang (rare-earth orthoferrites) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan sensitivitas pada sensor gas. Dalam penelitian ini disintesis empat macam sampel NdFeO3 yang disintesis melalui sintesis presipitasi dansol-gel citrate serta digunakan dua bahan baku, yakni bahan baku impor dan lokal. Karakterisasi sintesis menggunakan XRD, TEM, FT-IR dan TGA. Hasil XRD menunjukkan jika sampel NdFeO3 memiliki struktur orthorombic dan partikel berukuran 21,3 ; 15,56; 37,55 dan 46,53 nanometer, FT-IR menunjukkan adanya fase pembentukan NdFeO3 pada peak 400 cm-1-750 cm-1, TEM menunjukkan morfologi partikel serta ukuran partikel berukuran nanometer. dan TGA menunjukkan karakterisasi thermal serta perubahan massa partikel NdFeO3 dan hasil pengujian sensor menunjukkan jika respon sensor terhadap gas CO memiliki hasil yang variatif.

ABSTRACT
Carbon monoxide is a one of dangerous gases. It can cause a death if it is inhaled in a high concentration. There are so many moments or fatality accident caused by this gas. Carbon monoxide is colorless, has no smell but it is very-very toxic. If we are not aware, life of organism, especially human being is under danger. Therefore,  detector devices of carbon monoxide is urgently needed, in order to prevent the toxic influences of carbon monoxide gas around us.nanoparticle synthesis from rare-earth orthoferrite is a one of attempts to improve the sensivity of a gas sensor. In this research where nanoparticle NdFeO3 is synthesized with precipitation and sol-gel citrate method and use two kind of raw materials, Sigma Aldrich and PSTA-BATAN. XRD result showed that NdFeO3 nanoparticles is an orthorombic structure and showed that the size of the particle is in 21,3; 15,56; 37,55 and 46,55 nanometer, FT-IR showed theres a forming phase of NdFeO3 at 400 cm-1-750 cm-1, TEM showed the particless morphology and TGA showed the thermal characteristics. The result of CO gas sensor test, showed that response to the analit gas is variative."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Venny Desna Waty
"Perubahan iklim merupakan salah satu masalah yang dihadapi Indonesia, terbukti bahwa emisi karbon terus meningkat, mencapai dua kali lipat jumlahnya dari tahun 2000. Kekhawatiran internasional dari meningkatnya emisi karbon menghasilkan perjanjian internasional berupa Paris Agreement, yang mengikat setiap negara dengan Nationally Determined Contribution (NDC), suatu target penurunan emisi karbon yang harus dicapai. NDC milik Indonesia mewajibkan penurunan jumlah emisi karbon sebesar 29% pada tahun 2030. Sebagai salah satu upaya penurunan emisi karbon, maka direkomendasi kebijakan yang memberdayakan instrumen pasar berupa carbon pricing. Salah satu instrumennya adalah pajak karbon yang dapat diimplementasikan dapat bentuk cukai, yaitu cukai karbon. Implementasi cukai karbon dapat dilakukan dengan melakukan ekstensifikasi Barang Kena Cukai. Maka, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah cukai karbon dapat memenuhi karakteristik legal cukai yang perlu dipenuhi, bagaiamana upaya pemerintah untuk mewujudkan cukai karbon, serta potensi peningkatan penerimaan negara dari cukai karbon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cukai karbon dapat memenuhi karakteristik legal cukai. Sampai saat ini, upaya pemerintah masih pada tahap awal dan belum fokus pada cukai karbon. Cukai karbon diperhitungkan berpotensi meningkatkan penerimaan negara sebesar 37-176 triliun Rupiah.

Climate change is one of the problems that Indonesia faces, proven that carbon emission keeps increasing, reaching twice its amount since 2000. The international concern from the increasing of carbon emission resulted an international agreement that is Paris Agreement, which ties each country with Nationally Determined Contribution (NDC). Indonesia’s NDC obligate a decrease of carbon emission amount to 29% by 2030. Therefore, as means to decrease carbon emission, there’s a policy recommendation by utilizing market instruments in a form of carbon pricing. One of the instruments is a carbon tax that could be implemented in form of excise, which is carbon excise. The implementation could be done through an extensification of excise goods. Therefore, the purpose of this research is to analyze whether carbon excise could fulfill the legal characteristic of excise, how is the government’s effort to actualize carbon excise, and also carbon excise’s potential to raise government revenues. The result of this research shows that carbon excise could fulfill the legal characteristic of excise. Government’s effort is still on the early stage and there’s no focus yet towards carbon excise. It is calculated that carbon excise has the potential to raise government revenues up to 37-176 billion Rupiah."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dondokambey, Nathaniel Viandy
"Model STIRPAT digunakan untuk mengkaji aspek demografi emisi karbon Indonesia. Penelitian-penelitian yang beredar saat ini banyak melihat pengaruh aspek peningkatan populasi dan ekonomi dunia yang pesat terhadap perubahan emisi karbon. Pengaruh beberapa aspek yang tidak termasuk dalam rencana resmi pemerintah, yaitu aspek kependudukan, ekonomi, dan rumah tangga dimasukkan dalam model estimasi. Ditemukan bahwa angka kelahiran total (TFR) mempengaruhi peningkatan emisi karbon paling negatif, sedangkan konsumsi energi berkontribusi paling besar terhadap perubahan emisi karbon. Karena multikolinearitas terdeteksi pada estimasi OLS model STIRPAT, model diregresi untuk kedua kalinya menggunakan regresi ridge. Hasil koefisien elastisitas regresi menunjukkan bahwa variabel ketimpangan ekonomi (GINI) dan angka kelahiran total (TFR) memiliki pengaruh paling besar pada peningkatan emisi karbon. Melalui model STIRPAT, dapat juga diprediksi emisi karbon pada tahun 2030, menggunakan Model Grey dan Markov-Chain Grey Model (MCGM). Hasil dari perhitungan tersebut menunjukkan emisi karbon meningkat lebih dari 200%. Saran mengenai emisi karbon dapat difokuskan pada peningkatan ekonomi berkelanjutan, terutama peningkatan industrialisasi hijau dan pemerataan ekonomi bagi penduduk. Namun, mitigasi dari aspek kesuburan tidak bisa diabaikan, karena aspek ini dapat berkontribusi pada penurunan emisi karbon.

The STIRPAT model is used to assess the demographic aspects of Indonesia's carbon emissions. Many studies currently circulating look at the effect of the rapidly increasing population and world economy on changes in carbon emissions. The influence of several aspects that are not included in the official government plan, namely population, economic, and household aspects are included in the estimation model. It was found that total fertility rate (TFR) affects the increase in carbon emissions the most negatively, while energy consumption contributes the most to changes in carbon emissions. Since multicollinearity was detected in the STIRPAT model OLS estimates, the model was regressed a second time using ridge regression. The results of the regression elasticity coefficients show that the variables of economic inequality (GINI) and total fertility rate (TFR) have the greatest influence on increasing carbon emissions. Through the STIRPAT model, it is also possible to predict carbon emissions in 2030, using the Gray and Markov-Chain Grey Model (MCGM) models. The results of these calculations show that carbon emissions have increased by more than 200%. Suggestions on carbon emissions can be focused on sustainable economic improvement, especially increasing green industrialization and economic equity for the population. However, the mitigation of the fertility aspect cannot be ignored, because this aspect can contribute to the reduction of carbon emissions."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>