Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142847 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakhrazani Nurhusna Syuri
"Radioterapi sebagai salah satu teknik untuk treatment kanker memiliki berbagai macam teknik seperti IMRT dan VMAT. Sebagai modalitas yang menggunakan sinar radiasi, dibutuhkan sebuah proses untuk memastikan bahwa jumlah dosis radiasi yang sebenarnya sesuai dengan yang telah direncanakan. Proses ini dapat disebut dengan PSQA. PSQA dapat menggunakan berbagai macam dosimeter seperti EPID dan 2D Array Ion Chamber. Analisis indeks gamma dapat digunakan sebagai alat untuk mendeteksi perbandingan dosis radiasi sebenarnya dan dosis perencanaan. Dengan DD/DTA sebagai kriteria penentu kelolosan. Dari penelitian diketahui bahwa hasil rata-rata passing rate secara keseluruhan adalah EPID-IMRT = 98.32%, EPID-VMAT = 90.84%, MatriXX-IMRT = 99.85%, MatriXX-VMAT = 93.84% dengan variasi kriteria 3%/3mm, 3%/2mm, 2%/3mm, dan 2%/2mm, dengan threshold sebesar 10%. Hal ini menunjukan bahwa MatriXX memiliki passing rate yang lebih baik dibandingkan EPID, baik pada teknik IMRT maupun VMAT.

Radiotherapy as one of the techniques for cancer treatment has various techniques such as IMRT and VMAT. As a modality that uses radiation beams, a process is needed to ensure that the actual amount of radiation dose is as planned. This process can be called PSQA. PSQA can use a variety of dosimeters such as EPID and 2D Array Ion Chamber. Gamma index analysis can be used as a tool to detect the comparison of actual radiation dose and planning dose. With DD/DTA as the determining criteria for passing. From the research it is known that the overall average passing rate results are EPID-IMRT = 98.32%, EPID-VMAT = 90.84%, MatriXX-IMRT = 99.85%, MatriXX-VMAT = 93.84% with variations in criteria of 3%/3mm, 3%/2mm, 2%/3mm, and 2%/2mm, with a threshold of 10%. This shows that MatriXX has a better passing rate than EPID in both techniques, IMRT and VMAT."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yahya Mustofa
"IMRT merupakan salah satu teknik radio terapi menggunakan pesawat linear akselerator dengan banyak lapangan penyinaran yang menggunakan intensitsradiasi yang berbeda-beda untuk mendapatkan dosis maksimal pada organ target tumor dan dosis seminimal mungkin pada organ sehat. Sebelum dilakukan penyinaran ke pasien, diperlukan verifikasi penyinaran IMRT antara perhitungan pada TPS dan pada keadaan sebenarnya di lapangan. Verifikasi dilakukan dengan menggunakan MatriXXEvolution. Dari penelitian yang telah dilakukan pada 5 pasien dengan klinis Glioblastoma Multiforme, dimana 3 pasien dilakukan verifikasi pada setiap lapangan dan gabungan semua lapangan, 2 pasien dilakukan verifikasi gabungan semua lapangan. Didapatkan kesesuaian piksel bagus untuk semua pasien dengan kriteria γ ≤1pada2%deltadose,dan2mmDTA.
Hasil verifikasi untuk semua lapangan penyinaran didapat kesesuaian piksel yaitu 99,64%; 99,81%; 99,69%; 99,35%; 99,67% untuk pasien 1-5. Kesesuaian piksel untuk verifikasi setiap lapangan penyinaran pada pasien 1; 99,38%; 95,47%; 99,63%; 98,98%; 99,86%; pasien 2; 96,56%; 98,65%; 99,54%; 99,63%; 98,00%; pasien 3; 98,67%; 97,70%; 99,81%; 99,52%; 99,26%. Perbedaan pengukuran disebabkan antara lain karena high dose gradient, daerah dosis rendah, dan penumbra. Pengukuran menggunakan detektor selain memiliki keuntungan dari waktu pengukuran yang lebih pendek, juga memiliki kelemahan ukuran detektor berdiameter 4,5mm dan jarak antara detektor7mm. Yang akan menunjukkan perbedaan besar ketika detektor melakukan pengukuran pada posisi tertentu seperti daerah dari dosis gradien, dosis rendah, penumbra sebagai detektor 4,5mm diameter."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1041
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Azzi
"Penelitian ini bertujuan untuk memverifikasi dosis radiasi radioterapi pada kasus kanker payudara dan kanker nasofaring (KNF). Percobaan dilakukan dengan menggunakan Linac Varian Trilogy radiasi foton berenergi 6 MV. Detektor yang digunakan dalam penelitian ini adalah film gafchromic, MatriXX 2D array, TLD, dan EPID. Film gafchromic dan TLD ditempatkan dalam phantom rando untuk mengevaluasi distribusi dosis pada volume target, sedangkan untuk mendapatkan hasil registrasi film gafchromic dan MatriXX 2D array ditempatkan dalam Multi Cube, dan dilakukan juga penyinaran pada EPID. Hasil perbedaan distribusi dosis teknik IMRT dan VMAT antara film dengan dosis preskripsi TPS pada KNF PTV70 adalah 6,87% dan 8,55%, pada KNF PTV50 adalah 14,43% dan 4,65%, sedangkan pada kanker payudara 11,98% dan 12,10%. Perbedaan nilai dosis antara TLD dengan dosis preskripsi TPS teknik IMRT dan VMAT pada KNF PTV50 sebesar 1,76% dan 1,60%, dan pada kanker payudara sebesar 7,06% dan 3,36%. Selisih perbedaan nilai gamma indeks teknik IMRT dan VMAT pada KNF sebesar -0,09% dan -1,65% antara film dan MatriXX, dan 5,13% dan 1,43% antara film dengan EPID. Pada kanker payudara selisih perbedaan nilai gamma indeks teknik IMRT dan VMAT sebesar 0,51% dan 0,19% antara film dengan MatriXX, dan 2,28% dan 4,38% antara film dengan EPID. Verifikasi dosis radioterapi dan registrasi citra pada kasus kanker payudara dan KNF dapat dilakukan menggunakan film gafchromic, TLD, MatriXX 2D array, dan EPID.

This study was aimed to verify the radiation dose in the case of breast cancer and nasopharyngeal carcinoma (NPC). The experiments were performed using a Varian Trilogy Linac at 6 MV photon radiation and gafchromic films, Matrixx 2D Array, TLD, and EPID detectors. Gafchromic films and TLD were inserted into rando phantom to measures the dose on target volume and organ at risk. In order to evaluated the gamma index, gafchromic films and Matrixx 2D array were placed in the Multi Cube, and was irradiated with EPID in position. Results of the dose distribution differences on IMRT and VMAT between film and TPS on NPC PTV70 was 6.87% and 8.55%, the NPC PTV50 was 14.43% and 4.65%, and for breast cancer was 11,98% and 12,10%. The dose differences between TLD and TPS on IMRT and VMAT for NPC PTV50 was 1.76% and 1.60%, and the breast cancer was 7.06% and 3.36%. Gamma index differences on IMRT and VMAT technique on NPC was -0.09% and -1.65% between film and MatriXX, and 5.13% and 1.43% between films and EPID. In breast cancer the gamma index differences on IMRT and VMAT was 0.51% and 0.19% between films and MatriXX, and 2.28% and 4.38% between films and EPID. Radiotherapy dose verification and image registration for breast cancer and NPC was done using gafchromic film, TLD, MatriXX 2D array, and EPID."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unversitas Indonesia, 2015
S59859
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Robby Fairuzzihab Qodarul
"Intensity modulated radiotherapy (IMRT) dan volumetric modulated arc therapy (VMAT) merupakan teknik radioterapi yang sering digunakan karena kompleksitasnya yang tinggi memungkinkan pemberian dosis yang maksimal pada target dengan meminimalkan dampak terhadap jaringan sekitar. Prosedur patient-specific quality assurance (PSQA) dibutuhkan untuk memastikan kesesuaian yang baik antara dosis perencanaan pada TPS dan dosis yang diterima saat pemberian pengobatan. PRIMO adalah perangkat lunak yang dapat melakukan PSQA dengan simulasi rekonstruksi berkas dynalog. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan verifikasi dosis perencanaan awal dan hasil simulasi untuk memastikan dosis yang diberikan sesuai dengan yang direncanakan, serta mengevaluasi kriteria penerimaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebanyak 5 data perencanaan dan berkas dynalog IMRT dan VMAT pasien kanker head and neck disimulasikan menggunakan PRIMO untuk mendapatkan distribusi dosis, kemudian dibandingkan dengan hasil perencanaan TPS untuk mendapatkan nilai gamma pass rate (GPR), percentage of agreement (PA) dan root-mean-square error (RMS) sehingga dapat dievaluasi. Perbandingan menunjukkan bahwa GPR 3%/3 mm dan 2%/2 mm memiliki hasil yang baik, dengan nilai rata-rata lebih besar dari 95% dan standar deviasi yang cukup kecil. Namun, evaluasi PA yang dilakukan menunjukkan hasil yang kurang memuaskan, banyak perbandingan struktur pada DVH yang menunjukkan nilai kurang dari 99% yang menjadi batas kelulusan verifikasi. Sedangkan RMS hampir tidak memiliki dampak langsung terhadap penyimpangan distribusi dosis yang dihasilkan dan memiliki nilai yang jauh lebih baik dari batas yang ditentukan. Metode verifikasi dosis menggunakan GPR dan RMS masih menjadi relevan karena mendapatkan hasil yang sesuai dengan rekomendasi, bahkan dapat menerapkan batas yang lebih ketat menggunakan kriteria GPR 2%/2 mm ≥95% dan RMS <1 mm. PA masih belum dapat menjadi evaluator tunggal, namun bisa menjadi pendukung dari parameter lainnya.

Intensity-modulated radiotherapy (IMRT) and volumetric modulated arc therapy (VMAT) allow the delivery of maximum possible dose to the target while minimizing the influence on surrounding tissues. Patient-specific quality assurance (PSQA) is required to ensure good agreement between the planning dose by TPS and the dose received during treatment delivery. PRIMO can perform PSQA using dynalog files reconstruction simulation. This study aims to verify the simulation dose to ensure the dose delivered is in accordance with the planning dose, and to evaluate the previously established acceptance criteria. A total of 5 planning data and dynalog files for IMRT and VMAT head and neck cancer patients were simulated in PRIMO to obtain dose distribution, their results were compared to TPS planning results to obtain gamma pass rate (GPR), percentage of agreement (PA), and root-mean-square error (RMS) for evaluation. The comparison showed the 3%/3 mm and 2%/2 mm GPRs had good results, with average values greater than 95% and relatively narrow standard deviations. PA evaluation showed unsatisfactory results, with many comparisons on dose-volume histogram (DVH) having values less than 99% as the verification pass limit. Root-mean-square error (RMS) affected almost nothing in the deviation of simulated dose distribution and had better values than the specified limit. The dose verification method using GPRs and RMS was relevant because the evaluation results produced within the recommendations, stricter limits of GPR 2%/2 mm ≥95% and RMS <1 mm could be applied. The PA could not be the sole evaluator but complement other parameters for verification."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Maulana
"Telah dilakukan verifikasi dosis organ target dan jaringan sehat di sekitar target dengan menempatkan TLD Rod LiF100 dan film Gafchromic EBT2 di lubang slab bagian pelvis dari phantom Rando Alderson untuk simulasi kanker prostat. TLD dievaluasi menggunakan TLD Reader Harshaw, sementara Film Gafchromic EBT2 dipindai menggunakan scanner Epson Perfection V700 dengan mode transmisi, red channel dan resolusi 72 dpi. Pengukuran dosis titik dilakukan dengan membandingkan antara dosis yang direncanakan TPS Eclipse ver. 11 dan dosis yang diukur pada target organ target dan organ beresiko menggunakan teknik IMRT dan VMAT. Hasilnya adalah deviasi dosis pada organ target menggunakan teknik IMRT dan VMAT adalah kurang dari 5%. Demikian pula, deviasi dosis pada bladder dan rectum untuk kedua teknik juga kurang dari 5% karena posisinya sangat dekat dengan target volume. Di sisi lain, deviasi dosis di femoral head lebih dari 5% untuk kedua teknik karena lokasinya pada gradien dosis rendah. Selanjutnya, deviasi dosis organ target untuk teknik IMRT cenderung lebih kecil dari teknik VMAT baik untuk TLD dan Film. Perbedaan dosis pada dosis titik organ target antara IMRT dan VMAT kurang dari 1% tetapi terjadi pada dosis yang random untuk organ beresiko. Adapun dosis permukaan pada teknik IMRT cenderung lebih kecil dari teknik VMAT jika kita menggunakan TLD, tetapi dosis pada film EBT2 cenderung sama antara teknik IMRT dan VMAT.

Have been done the dose verification of the target and healthy tissues around by placing the TLD Rod LiF100 and EBT2 Gafchromic film at slab hole of pelvic part of the Alderson Rando phantom for prostate cancer simulation. The Exposed TLDs was evaluated using the TLD Reader Harshaw, while Gafchromic Film EBT2 was scanned using Epson Perfection V700 scanner with transmission mode, red channel and resolution 72 dpi. The point dose measurements were compared between planned dose TPS Eclipse ver. 11 and measured dose at target volume organ and organ at risk for IMRT and VMAT techniques. The result is the dose difference at target volume for IMRT and VMAT are less than 5%. Similarly, the dose difference at Bladder and Rectum for both techniques are also less than 5% due to the position of OAR is very close to target volume. On the other hand, the dose difference at Femoral head are more than 5% for both techniques because the location of OAR already in low gradient dose. Furthermore, the difference dose of the target volume for IMRT technique is tends to be smaller than VMAT either for TLD and film detectors. The dose difference at point dose of target volume between IMRT and VMAT techniqe are less than 1% but it occur in random number for organ at risk. More over, the surface dose of IMRT tend to be smaller than VMAT dose if we are using TLDs, but the dose of EBT2 films tend to be similar between IMRT and VMAT techniques.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
T43792
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharsono
"Pada Radioterapi eksterna untuk menjamin ketepatan pemberian dosis terhadap target radiasi perlu dilakukan verifikasi sebelum dilakukan penyinaran. Verifikasi dosis yang sebenarnya diterima oleh target radiasi hanya dapat dilakukan dengan metode in vivo.Verifikasi metode in vivo ini dilakukan dengan meletakan dosimeter dioda langsung diatas permukaan virtual water phantom, sedangkan sebagai dosimeter pengontrol digunakan dosimeter ionisation chamber yang diletakan pada tiap-tiap kedalaman target pengukuran. Tujuan dilakukanya verifikasi dosis in vivo adalah untuk mengetahui kesesuaian antara dosis yang sebenarnya diterima target radiasi dengan dosis yang direncanakan, sehingga target radiasi tidak mengalami kelebihan dosis ataupun kekurangan dosis. Pada tahap pertama, verifikasi dilakukan pada lapangan persegi tanpa blok dengan variasi luas lapangan, energi penyinaran, jarak dari sumber ke target, serta kedalaman target radiasi. Perhitungan Monitor Unit dilakukan secara manual maupun dengan menggunakan TPS. Pada tahap kedua, dilakukan verifikasi pada lapangan dengan blok Multi Leaf Collimator dengan variasi energi penyinaran. Dari 60 lapangan persegi yang telah diverifikasi, dosimeter dioda mencatat perbedaan dosis terukur terhadap dosis yang direncanakan dalam rentang ± 2,5%, sedangkan dari verifikasi terhadap 6 lapangan dengan blok MLC dihasilkan perbedaan dosis terukur terhadap dosis yang diharapkan dalam rentang ± 3,5%. Hasil ini masih dalam rentang toleransi yang diperbolehkan sehingga penghitungan Monitor Unit untuk setiap lapangan sudah benar.

To obtain pricise dose delivery on target radiation, dose verification is performed before starting external beam radiation therapy. The actual dose received by radiation target can only be evaluated using in vivo methode. In this research in vivo methode is done by putting diode dosimeter on virtual water phantom, and as control dosimeter, ionisation chamber, is put on each depth variation. The aim of external beam dose verification is to verify wether the actual dose received by radiation target has met with the planned dose, so that radiation didnot experience under dose or over dose. In the first phase dose verification is done using open beam with variation of field sizes, beam energy, SSD ,and depth. Monitor unit calculation is done manually, and using 2D PRICISE Treatment Planning System. In the second phase dose verification is done using block field with beam energy variation. Result, from 6o open beam fields there are ± 2,5% dose difference between actual and planned dose, and from verification of 6 fields using MLC block there are ± 3,5% dose difference between actual and planned dose. These results are still on the range of tolerance. These results showed that monitor unit calculation either manually or using TPS are correct."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42707
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nida Ulhaq Fitriyah
"Nilai indeks gamma yang dihasilkan antara satu perencanaan dengan perencanaan lainnya berbeda. Perbedaan ini mungkin dipengaruhi oleh banyak hal seperti detektor yang digunakan, kasus kanker yang berbeda, dll. Akan tetapi, terdapat passing criteria yang direkomendasikan oleh AAPM TG 119, sehingga seharusnya nilai indeks gamma tidak akan bernilai jauh dari passing criteria yang telah direkomendasikan. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan evaluasi konsistensi verifikasi yang dilakukan di RS MRCCC Siloam Hospital Semanggi dengan cara melihat perbedaan nilai rata-rata indeks gamma setiap tahunnya selama 8 tahun sejak tahun 2011-2018. Uji statistika juga dilakukan untuk menganalisis perbedaan dan pengaruh antara detektor yang berbeda, kasus kanker yang berbeda, serta teknik penyinaran yang berbeda terhadap nilai indeks gamma yang dihasilkan. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pesawat LINAC Varian Clinac iX dengan TPS Eclipse versi 8.6-13, detektor 2D array bilik ionisasi MatriXXEvolution, EPID serta software Portal Dosimetry, Omni Pro I'mRT dan SPSS. Secara umum, metode penelitian dibagi menjadi beberapa tahap yaitu : pencatatan data pasien, verifikasi perencanaan, evaluasi indeks gamma, uji statistika dan analisis. Uji statistika yang digunakan merupakan uji Kruskal-Wallis, Mann-Whitney dan Wilcoxon. Uji Kruskal Wallis digunakan untuk melihat perbedaan rata-rata nilai indeks gamma setiap tahunnya. Uji Mann Whitney digunakan untuk melihat perbedaan rata-rata nilai indeks gamma antara kanker otak dan kanker prostat serta melihat perbedaan rata-rata nilai indeks gamma yang dihasilkan antara teknik IMRT dan VMAT. Uji Wilcoxon digunakan untuk melihat perbedaan rata-rata nilai indeks gamma detektor MatriXX dan EPID. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistika pada nilai rata-rata indeks gamma antara dua detektor, dua teknik IMRT dan VMAT, serta antara dua kasus kanker yang berbeda, sedangkan nilai rata-rata indeks gamma per tahun tidak signifikan secara statistika. Secara keseluruhan, nilai rata-rata indeks gamma setiap tahunnya konsisten. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa verifikasi yang dilakukan di RS MRCCC Siloam selama 8 tahun konsisten secara statistika.

The gamma index value generated between one plan and another is normally different. This can be affected by many factors such as the usage of different detectors, different type of cancer cases, etc. However, there is certain passing criteria recommended by AAPM TG 119, thus the gamma index value ideally should not be much far from the recommended passing criteria. Therefore, this study will evaluate the verification consistency conducted at MRCCC Siloam Hospital Semanggi by looking at the difference between the mean value of gamma index every year for 8 years since 2011 2018. Statistical tests were also performed to analyze differences and effects between different detectors, different cancer cases, and different irradiation techniques on the resulting gamma index values. The equipment used in this research was LINAC Varian Clinac iX with TPS Eclipse version 8.6 13, 2D detector MatrixEvolution ionization array, EPID and Dosimetry Portal software, Omni Pro I'mRT and SPSS. In general, the study method is divided into several stages patient data recording, planning verification, gamma index evaluation, statistical test run, and analysis. The statistical test used is Kruskal Wallis, Mann Whitney and Wilcoxon test. The Kruskal Wallis test was used to see the average difference in the gamma index value annually. In addition, Mann Whitney test was used to see the difference in gamma index mean values between brain cancer and prostate cancer and to see the difference in gamma index mean values generated between IMRT and VMAT techniques. Furthermore, Wilcoxon test was used to see the difference in gamma index mean values of MatriXX and EPID detectors. The results showed statistically significant differences on the gamma index mean values between two detectors, two IMRT and VMAT techniques, and between two different cancer cases, while the difference between gamma index mean value per year was not statistically significant. Overall, the average value of the gamma index each year is consistent. Therefore, the verification performed at MRCCC Siloam Hospital for over 8 years is consistent statistically.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helga Silvia
"Penelitian yang telah dilakukan ini bertujuan untuk mengevaluasi dan menganalisis kesesuaian dosis teknik IMRT dan VMAT antara distribusi dosis pada TPS dengan distribusi dosis yang terukur oleh dosimeter film gafchromic EBT2, MatriXXEvolution dan EPID pada kasus kanker KNF, paru dan prostat. Percobaan dilakukan menggunakan Pesawat Linac Varian Rapid Arc dengan TPS Eclips yang dimiliki oleh Rumah Sakit MRCCC SHS. Pengolahan data dari ketiga dosimeter tersebut menggunakan software MATLAB, Omni Pro IMRT dan portal dosimetry. Untuk perbandingan dilakukan analisis data sekunder yang telah dilakukan oleh pihak RS MRCCC SHS. Hasil penelitian menunjukkan indeks gamma rata-rata data sekunder pasien masih dalam toleransi dengan nilai >90%. Hasil pengukuran menggunakan film EBT2, MatriXXEvolution dan EPID dengan kriteria gamma 3% / 3mm pada kasus kanker KNF, paru dan prostat menunjukan bahwa indeks gamma yang diperoleh melewati batas toleransi yang diizinkan yaitu lebih dari 90%. Selisih indeks gamma antara dosimetri film gafchromic, MatriXXEvolution dan EPID pada teknik VMAT dan IMRT tidak terlalu jauh, dengan rentang 0,01 - 5,36%. Perbedaan indeks gamma menunjukkan bahwa direkomendasikan pengukuran menggunakan detektor MatriXXEvolution daripada menggunakan film dosimetri EBT2 dan EPID. Selisih persentase rata-rata indek gamma pada teknik IMRT dan VMAT berada pada rentang 0,02 - 5,31%. Selisih antara hasil pengukuran dan data sekunder menggunakan MatriXXEvolution dengan hasil penelitian Miura et al. diperoleh dengan rentang 0 - 6%. Data penelitian ini sangat mendukung penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Hussein et al., (2013), Nalbant et al., (2014), Elawady et al, (2014), Pham (2013), Miura et al., (2014).

The purpose of this research was to evaluate and analyze the compatibility dose IMRT and VMAT technique between the dose distribution in the TPS and the dose distributions which measured by the film dosimeter gafchromic EBT2, MatriXXEvolution and EPID in the case of KNF cancer, lung and prostat. The experiments were done by using Varian linac Plane Rapid Arc with TPS Eclips owned by the MRCCC Siloam Hospital Semanggi. The data processed of the three dosimeters were using MATLAB software, Omni Pro IMRT and Dosimetry portal. For the comparative analysis of secondary data has been made by MRCCC SHS. The results showed an average gamma index of secondary data patients within tolerances with values > 90%. The measurement results EBT2 film, MatriXXEvolution and EPID of using criteria gamma 3% / 3mm in the case of NPC cancer, lung and prostate indicates that the gamma index gained over the limit allowed tolerance of more than 90%. Gamma index difference between the film dosimetry gafchromic, MatriXXEvolution and EPID on VMAT and IMRT techniques are not too far away, with a range of 0.01 to 5.36%. Differences show that the gamma index measurement using a MatriXXEvolution better than using EBT dosimetry film 2 and EPID. The difference in the average percentage of gamma index on IMRT and VMAT technique to be in the range of 0.02 to 5.31%. The difference between the measurement results and secondary data using MatriXXEvolution and the results Miura et al. Measurement in the range of 0-6%. Data from this study strongly support previous research by Hussein et al., (2013), Nalbant et al., (2014), Elawady et al, (2014), Pham (2013), Miura et al., (2014).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
T44945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meirisa Ambalinggi
"Intensity modulated radiation therapy (IMRT) memberikan peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan distribusi isodose dengan bentuk target sehingga mengurangi dosis ke organ-at risk. Namun kemampuan IMRT ini disertai oleh kompleksitas lapangan penyinaan IMRT sehingga direkomendasikan untuk melakukan patient-spesific pretreatment quality assurance. QA yang umum digunakan adalah QA berbasis pengukuran, tetapi ini merupakan prosedur yang memakan waktu. Sehingga dibuat suatu alat ukur dari proses jaminan kualitas yang disebut metrik kompleksitas. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi metrik kompleksitas berbasis bukaan pada bukaan multileaf collimator (MLC) yang digunakan dalam klinis dan menganalisis korelasinya dengan gamma pass rate (GPR). Nilai metrik kompleksitas dihitung menggunakan Matlab. Ionization chamber 2D array MatriXX Evolution digunakan untuk verifikasi dosis. Distribusi dosis 2D dianalisis dengan software OmniPro-I'mRT dan dibandingkan menggunakan kriteria indeks gamma 3%/3mm dan 3%/2mm dengan low dose threshold 10%. Hasil uji korelasi metrik kompleksitas dan GPR menunjukkan EAM memiliki korelasi yang baik dengan GPR untuk kedua kasus. Nilai koefisien korelasi untuk kasus CNS adalah –0,918 (3%/3mm) dan –0,864 (3%/2mm), sedangkan untuk kasus payudara nilai koefisien korelasinya adalah –0,983 (3%/3mm) dan –0,961 (3%/2mm). Sedangkan untuk MCS, CAM, CPA, dan MU/Gy memiliki korelasi yang lemah dengan nilai GPR.

Intensity-modulated radiation therapy (IMRT) provides an increased ability to adjust the isodose distribution to the target shape, thereby reducing the dose to organ-at-risk. However, IMRT’s capabilities come with the complexity of IMRT’s treatment field, so it is recommended to carry out patient-specific pretreatment quality assurance. The commonly used QA is measurement-based; however, it is time-consuming. So that made a measuring instrument of the quality assurance process called the complexity metric. This study aims to evaluate aperture-based complexity metrics for multileaf collimator (MLC) apertures used in clinical practice and analyze its correlation with gamma pass rate (GPR). Complexity metric are calculated using Matlab. A 2D array MatriXX Evolution ionization chamber was used for dose verification. The 2D dose distributions were analyzed using OmniPro-I'mRT software and compared using the gamma index criteria of 3%/3mm and 3%/2mm with a low dose threshold of 10%. The correlation test results of complexity metrics and GPR show that the EAM correlates well with GPR for both cases. The correlation coefficient values for CNS cases are –0.918 (3%/3mm) and –0.864 (3%/2mm), while for breast cases the correlation coefficient values are –0.983 (3%/3mm) and –0.961 (3%/2mm). The MCS, CAM, CPA, and MU/Gy have a weak correlation with the value of the GPR."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>