Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186617 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nayyara Rashida Alchudri
"Latar Belakang
Remaja belum dianggap sebagai populasi tersendiri dalam pengobatan dan penanganan tuberkulosis. HIV merupakan faktor risiko imunosupresif utama TB, dengan proporsi yang meningkat pada remaja. Hingga saat ini, penelitian yang berfokus pada TB pada individu HIV-positif masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki prevalensi dan faktor risiko HIV/TB.
Metode
Penelitian ini menggunakan catatan medis 100 remaja HIV-positif (usia 10-18 tahun) yang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dari tahun 2017-2022. Model analitik retrospektif digunakan untuk menganalisis variabel dalam HIV/TB. Data dianalisis menggunakan SPSS 29.0.
Hasil
Prevalensi TB aktif adalah 7% dan TB laten adalah 2% di antara remaja dengan HIV di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Uji Fisher menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara usia, jenis kelamin, status gizi, jumlah CD4, viral load HIV, dan kepatuhan terhadap ART pada infeksi TB (p>0.05) pada remaja dengan HIV. Peningkatan risiko TB ditemukan pada mereka yang mengalami malnutrisi, kepatuhan ART yang buruk, CD4 <500 sel/mm3 dan CD4 <29%. Namun, peningkatan risiko hanya signifikan pada mereka yang memiliki jumlah CD4 <500 sel/mm3 ((OR = 13,17, 95% CI [2,73, 63,62]).
Kesimpulan
Prevalensi TB aktif adalah 7% dan prevalens TB keseluruhan adalah 9% di antara remaja HIV-positif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Tingkat keberhasilan adalah 71.4% untuk TB aktif. Tidak ada hubungan yang signifikan antara TB dan faktor-faktor yang dipelajari dalam penelitian ini. Peningkatan risiko TB terdeteksi pada pasien dengan malnutrisi, kepatuhan ART yang buruk, dan jumlah CD4 yang rendah.

Introduction
Adolescents have not been addressed as its own distinct population in the treatment and management of tuberculosis. HIV is a major immunosuppressive risk factor of TB, with a rising proportion comprising of adolescents. To this date, studies focusing on TB on HIV-positive individuals remain limited. This study aims to investigate the prevalence and risk factors of HIV/TB.
Method
This study used health records of 100 HIV-positive adolescents (10-18 years) treated in Cipto Mangunkusumo Hospital from 2017-2022. Analytic retrospective model was used to analyze the variables in HIV/TB. Data was analyzed using SPSS 29.0.
Results
Prevalence is 7% for active TB and 2% for latent TB among HIV-positive adolescents in Cipto Mangunkusumo Hospital. Fisher’s exact test revealed a non-significant relationship between age, gender, nutritional status, CD4 count, HIV viral load, and adherence to ART with TB infection (p>0.05) among HIV-positive adolescents. An increased risk of TB was found in those with malnutrition, poor ART adherence, CD4 <500 cells/mm3 and CD4 <29%. However, increase of risk was only significant in those with CD4 count <500 cells/mm3 ((OR = 13.17, 95% CI [2.73, 63.62]).
Conclusion
Active TB prevalence is 7% and the overall TB prevalence is 9% among HIV-positive adolescents in Cipto Mangunkusumo Hospital. Success rate is 71.4% for active TB. There is no significant relationship between TB and the factors studied in this study. Increased risk of TB was detected in patients with malnutrition, poor ART adherence, and low CD4 count.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nayyara Rashida Alchudri
"Latar Belakang
Remaja belum dianggap sebagai populasi tersendiri dalam pengobatan dan penanganan tuberkulosis. HIV merupakan faktor risiko imunosupresif utama TB, dengan proporsi yang meningkat pada remaja. Hingga saat ini, penelitian yang berfokus pada TB pada individu HIV-positif masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki prevalensi dan faktor risiko HIV/TB.
Metode
Penelitian ini menggunakan catatan medis 100 remaja HIV-positif (usia 10-18 tahun) yang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dari tahun 2017-2022. Model analitik retrospektif digunakan untuk menganalisis variabel dalam HIV/TB. Data dianalisis menggunakan SPSS 29.0.
Hasil
Prevalensi TB aktif adalah 7% dan TB laten adalah 2% di antara remaja dengan HIV di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Uji Fisher menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara usia, jenis kelamin, status gizi, jumlah CD4, viral load HIV, dan kepatuhan terhadap ART pada infeksi TB (p>0.05) pada remaja dengan HIV. Peningkatan risiko TB ditemukan pada mereka yang mengalami malnutrisi, kepatuhan ART yang buruk, CD4 <500 sel/mm3 dan CD4 <29%. Namun, peningkatan risiko hanya signifikan pada mereka yang memiliki jumlah CD4 <500 sel/mm3 ((OR = 13,17, 95% CI [2,73, 63,62]).
Kesimpulan
Prevalensi TB aktif adalah 7% dan prevalens TB keseluruhan adalah 9% di antara remaja HIV-positif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Tingkat keberhasilan adalah 71.4% untuk TB aktif. Tidak ada hubungan yang signifikan antara TB dan faktor-faktor yang dipelajari dalam penelitian ini. Peningkatan risiko TB terdeteksi pada pasien dengan malnutrisi, kepatuhan ART yang buruk, dan jumlah CD4 yang rendah.

Introduction
Adolescents have not been addressed as its own distinct population in the treatment and management of tuberculosis. HIV is a major immunosuppressive risk factor of TB, with a rising proportion comprising of adolescents. To this date, studies focusing on TB on HIV-positive individuals remain limited. This study aims to investigate the prevalence and risk factors of HIV/TB.
Method
This study used health records of 100 HIV-positive adolescents (10-18 years) treated in Cipto Mangunkusumo Hospital from 2017-2022. Analytic retrospective model was used to analyze the variables in HIV/TB. Data was analyzed using SPSS 29.0.
Results
Prevalence is 7% for active TB and 2% for latent TB among HIV-positive adolescents in Cipto Mangunkusumo Hospital. Fisher’s exact test revealed a non-significant relationship between age, gender, nutritional status, CD4 count, HIV viral load, and adherence to ART with TB infection (p>0.05) among HIV-positive adolescents. An increased risk of TB was found in those with malnutrition, poor ART adherence, CD4 <500 cells/mm3 and CD4 <29%. However, increase of risk was only significant in those with CD4 count <500 cells/mm3 ((OR = 13.17, 95% CI [2.73, 63.62]).
Conclusion
Active TB prevalence is 7% and the overall TB prevalence is 9% among HIV-positive adolescents in Cipto Mangunkusumo Hospital. Success rate is 71.4% for active TB. There is no significant relationship between TB and the factors studied in this study. Increased risk of TB was detected in patients with malnutrition, poor ART adherence, and low CD4 count.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novie Rahmawati Zirta
"Latar Belakang: Angka kejadian Tuberkulosis Ekstra Paru (TBEP) lebih tinggi pada pasien dengan infeksi HIV. Pasien TBEP dengan infeksi HIV berisiko mengalami perburukan yang cepat dan angka kematian yang tinggi. Oleh karena nya perlu diketahui karakterisitik klinis setiap jenis TBEP agar dapat mendeteksi HIV dan memulai tatalaksana TBEP lebih dini.
Tujuan: Mengetahui pola demografi pasien TBEP dan mengetahui karakteristik klinis TBEP pada pasien HIV positif dan HIV negatif.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain potong lintang dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien TBEP di seluruh RSCM baik rawat jalan maupun rawat inap selama tahun 2008-2012. Semua data dikumpulkan dan diseleksi. Kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien TBEP dewasa dan memiliki data rekam medis yang lengkap serta dilakukan pemeriksaan Elisa anti HIV. Data yang terkumpul diolah secara deskriptif dengan menggunakan piranti lunak SPSS.
Hasil: Penelitian ini mendapatkan 620 pasien TBEP yang terdiri dari 75,97% dengan HIV positif dan 24,03% dengan HIV negatif. Kelompok usia terbanyak 18-40 tahun. Jenis kelamin pria didapat sebesar 76,6%. Sebagian besar (57,7%) berpendidikan SMA dan sederajatnya dan 46,13% tidak bekerja. Distribusi organ terbanyak pada kelompok HIV positif adalah limfadenitis TB ( 42,59%) dan pada kelompok HIV negatif adalah meningitis TB (36,18%). Gambaran klinis sistemik terbanyak adalah penurunan berat badan, demam lama, dan lemah/lemas. Karakteristik klinis tiap jenis TBEP pada kelompok HIV positif dan HIV negatif pada umumnya serupa dan keluhan terbanyak adalah nyeri.
Simpulan : Proporsi TBEP pada pasien HIV positif lebih banyak dari pada HIV negatif. Pola demografi TBEP adalah sebagian besar pria, kelompok usia 18-40 tahun, berpendidikan SMA dan sederajatnya, sudah menikah, dan tidak bekerja. Karakteristik klinis setiap jenis TBEP pada pasien HIV positif dan HIV negatif serupa.

Background: Prevalence of Extrapulmonary TB (EPTB) increases along with an escalated number of HIV infection. Patients with EPTB with HIV infection are at risk of having rapid deterioration and higher death rate. Therefore, it is important to identify clinical characteristics of each EPTB in both HIV positive and negative patients allowing early EPTB management and thus decreasing its mortality rate.
Objectives: To recognize the demographic pattern of EPTB patients and identify clinical characteristics of EPTB in HIV positive and negative patients.
Methods: This was a cross sectional study that utilized secondary data from medical records of EPTB patients from all units in RSCM, both outpatient and inpatient during a period from 2008 - 2012. Data were gathered and selected. All EPTB patients who had complete medical record and had anti HIV ELISA examined were included in this study. Gathered data were processed descriptively by using SPSS software to be presented.
Result: This study obtained data from 620 EPTB patients consisted of 75,97% with HIV positive and 24,03% with HIV negative. Most patients were in 18 - 40 year-old age group, 70% were male, 57,7% had education at senior high school or equivalent level while 46,13% were unemployed. Distribution of organ involvement in HIV positive were lymphadenitis ( 42,59%) and in HIV negetive were meningitis (36,18%). Systemic clinical presentation were mostly weight loss, prolonged fever, and weakness/fatigue. Clinical characteristics in each EPTB both in HIV positive and negative were generally similar. The most common symptoms were pain.
Conclusion: EPTB proportion in HIV positive patients were higher than in HIV negative. Demographic pattern of EPTB were mostly male, age group 18 - 40 year-old, senior high school or equivalent level and unemployed. Clinical characteristics from each type of EPTB in HIV positive and negative were similar.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahajeng Dewantari
"Ketaatan minum obat dalam penanganan HIV/AIDS dengan pengobatan ARV merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan terapi. Di Indonesia belum ada data yang menyebutkan angka pasti ketaatan minum obat ARV pada ODHA. Ketaatan minum obat ARV dipengaruhi oleh adanya faktorfaktor psikologis (stigma diri dan fungsi kognitif) dan non psikologis yang terdiri dari faktor demografi (umur, waktu tempuh tempat tinggal ke rumah sakit, akses berobat, tingkat pendidikan, pekerjaan, tinggal sendiri atau bersama orang lain, pembiayaan berobat, penggunaan NAPZA) dan faktor obat dan penyakit (kompleksitas regimen obat, adanya infeksi oportunistik, sumber transmisi HIV).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi ketaatan minum obat ARV pada ODHA yang berobat di UPT HIV RSUPN Cipto Mangunkusumo adalah 67,7%, stigma diri memiliki hubungan yang bermakna dengan ketaatan minum obat ARV, sedangkan faktor non psikologis yang diteliti dan fungsi kognitif tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan ketaatan minum obat ARV.

Adherence to ARV is an important factor in determining the success of HIV/AIDS treatment. There has been no data about adherence to ARV in plwh in indonesia. Adherence to ARV is influenced by psychological factors (self-stigma and cognitive function) and non-psychological factors consisting of demographic (age, travel time between living place and hospital, access to treatment, level of education, occupation, living alone or with others, treatment payment, illicit drugs use), disease and treatment factor (treatment regimen complexity, opportunistic infections, source of HIV transmission).
The result of this study showed that prevalence of adherence to ARV in plwh coming to HIV integrated service unit Cipto Mangunkusumo hospital is 67,7%, that self-stigma had significant relation with adherence to ARV, while psychological factors and cognitive function had no significant relation with adherence to ARV.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Dewi Handari
"Tuberkulosis resistan obat (TB RO) menjadi tantangan utama kesehatan global, dengan Indonesia sebagai salah satu dari 7 negara dengan beban kasus TB RO tertinggi dengan insiden rate 10 per 100.000 orang-tahun. Keberhasilan pengobatan TB RO secara nasional rendah sebesar 51% dengan angka kematian pasien TB RO cukup tinggi sebesar 20%. Infeksi HIV pada pasien TB RO memperburuk kondisi klinis, meningkatkan risiko kegagalan pengobatan dan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mortality rate dan perbedaan probabilitas survival antara pasien TB RO dengan komorbid HIV dan tanpa komorbid HIV, dan mengetahui hubungan komorbid HIV dengan kematian pasien TB RO dewasa di Indonesia tahun 2021-2022. Penelitian dilakukan dengan desain studi kohort restrospektif menggunakan data sekunder SITB Nasional Kemenkes tahun 2021-2022. Analisis data dilakukan menggunakan survival Kaplan Meier dan cox regression dengan ukuran asosiasi Hazard Ratio (HR). Terdapat 7172 pasien TB RO eligible yang dijadikan sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan mortality rate pasien TB RO dewasa yang memiliki komorbid HIV (14,191 per 10.000 orang-hari) lebih tinggi dibandingkan pasien TB RO dewasa yang tidak memiliki komorbid HIV (4,776 per 10.000 orang-hari). Probabilitas kumulatif survival pasien TB RO dewasa yang memiliki komorbid HIV (41,89%) secara signifikan lebih rendah dibandingkan probabilitas kumulatif survival pasien TB RO dewasa yang tidak memiliki komorbid HIV (78,32%). Pasien TB RO dewasa dengan komorbid HIV yang menggunakan paduan pengobatan TB jangka panjang memiliki risiko kematian 6,66 kali lebih tinggi dibandingkan pasien TB RO dewasa tanpa komorbid HIV yang menggunakan paduan pengobatan jangka pendek (HR adjust:6,66, 95%CI:4,96-8,96). Pasien TB RO dewasa dengan komorbid HIV yang menggunakan paduan pengobatan TB jangka pendek memiliki risiko kematian 6,02 kali lebih tinggi dibandingkan pasien TB RO dewasa tanpa komorbid HIV yang menggunakan paduan pengobatan TB jangka pendek (HRadjust:6,02, 95%CI:3,89-9,31). Komorbid HIV secara signifikan meningkatkan risiko kematian pasien TB RO selama pengobatan. Tatalaksana pengobatan TB RO dan infeksi HIV yang tepat diperlukan untuk menurunkan risiko kematian pasien TB RO selama pengobatan.

Drug-resistant tuberculosis (DR TB) is a major global health challenge, Indonesia is one of 7 countries with the highest burden of DR TB cases with an incidence rate of 10 per 100.000 persons per year. The success of DR TB treatment nationally is low at 51% with the proportion of mortality high at 20%. HIV infection in DR TB patients worsens the condition, increasing the risk of treatment failure and death. The purpose of this study is to determine the mortality rate and the difference in survival probability between comorbid HIV patients and noncomorbid HIV patients and to determine the relationship between comorbid HIV and death in adult DR TB patients in Indonesia in 2021-2022. The design of this study was a retrospective cohort study using secondary data on SITB national DR TB cases that started treatment in 2021-2022. Data analysis was performed using survival Kaplan Meier and Cox regression to obtain hazard ratio (HR). There were 7172 patients as eligible patients who became the research sample. The results showed that the mortality rate for adult DR TB patients who had comorbid HIV (14,191 per 10,000 person days) was higher than adult DR TB patients without comorbid HIV (4,776 per 10,000 person days). The cumulative probability of survival of adult DR TB patients with comorbid HIV (41.89%) is significantly lower than the cumulative probability of survival of adult RO TB patients without comorbid HIV infection (78.32%). Adult DR TB patients with comorbid HIV who used long-term TB regimens have a 6,66 times higher risk of death than adult DR TB patients without comorbid HIV who used short-term TB regimens (adjusted HR: 6,66 95%CI: 4,96-8,96). Adult RO TB patients with comorbid HIV who used a short-term TB regimen have a 6.02 times higher risk of death than adult DR TB patients without comorbid HIV who used a short-term TB regimen (adjusted HR: 6.02, 95%CI:3.89-9.31).Comorbid HIV significantly increased the the risk of death during treatment. Appropriate DR TB and HIV treatment management is needed to reduce the risk of  DR TB patient death during treatment."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jerry Nasarudin
"ABSTRAK
Latar belakang : Pasien HIV berisiko 20-37 kali lipat terinfeksi TB, dan TB
merupakan penyebab kematian tertinggi pada HIV. Resistensi OAT menjadi
masalah utama dalam pengobatan TB terutama pada pasien HIV, hal ini berujung
pada peningkatan mortalitas dan biaya. Rifampisin merupakan OAT utama,
dibuktikan dengan kesembuhan yang rendah pada regimen tanpa rifampisin,
sehingga perlu diketahui prevalensi resistensi rifampisin dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pada pasien TB-HIV.
Tujuan : Mengetahui prevalensi resistensi rifampisin pada pasien TB-HIV dan
faktor-faktor yang mempengaruhi.
Metode : Studi potong lintang terhadap 196 pasien TB-HIV yang menjalani
pemeriksaan Xpert MTB-RIF di poli pelayanan terpadu HIV RSUPN Cipto
Mangunkusumo selama tahun 2012-2015. Analisa bivariat untuk mengetahui
hubungan faktor-faktor dengan kejadian resistensi rifampisin. Analisa multivariat
menggunakan uji regresi logistik.
Hasil dan Pembahasan : Pada 196 pasien yang menjadi subjek penelitian,
didapatkan prevalensi resistensi rifampisin sebesar 13,8%. Usia, jenis kelamin,
riwayat penggunaan ARV, dan TB ekstra paru tidak berhubungan dengan
kejadian resistensi rifampisin pada TB-HIV. CD4 < 100 mempengaruhi kejadian
resistensi rifampisin (OR 2,57; 95% IK 0,99-6,69), Riwayat pengobatan TB
mempengaruhi kejadian resistensi rifampisn (OR 3,98; 95% IK 1,68-9,44).
Kesimpulan : Prevalensi resistensi rifampisin TB-HIV di RSUPN Cipto
Mangunkusumo sebesar 13,8%. Riwayat TB mempengaruhi kejadian resistensi rifampisin pada pasien TB-HIV. ABSTRACT
Background: HIV patients have 20-37 fold risk of getting TB infection and TB is
the leading cause of death among them. Anti tuberculosis drug resistance is a
major problem in the treatment of tuberculosis with rifampicin as one of the main
drug. We need more information about prevalence of rifampicin resistance and its
contributing factors in TB-HIV patients.
Aim: To determine the prevalence of rifampicin resistance in TB-HIV patients
and its contributing factors.
Method : A cross sectional study of 196 TB-HIV patients who underwent Xpert
MTB/RIF examination at Cipto Mangunkusumo Hospital during the year 20122105.
Correlation
between
prevalence
of
rifampicin
resistance
and
its
contributing
factors
was done using bivariate analysis. Multivariate analysis was done using
logistic regression test.
Result and Discussion : From 196 patients, we found prevalence of 13,8%
rifampicin resistance. CD4 < 100 affects the incidence of rifampicin resistance
(OR2.5;95% CI 0.99-6.69). Hiistory of TB treatment affects the incidence of
rifampicin resistance (OR3.98;95%CI 1.68-9.44).
Conclusion : Prevalence of rifampicin resistance in TB-HIV patients in Cipto
Mangunkusumo Hospital is 13.8%. History of TB treatment affects the incidence
of rifampicin resistance in TB-HIV patients. ;Background: HIV patients have 20-37 fold risk of getting TB infection and TB is
the leading cause of death among them. Anti tuberculosis drug resistance is a
major problem in the treatment of tuberculosis with rifampicin as one of the main
drug. We need more information about prevalence of rifampicin resistance and its
contributing factors in TB-HIV patients.
Aim: To determine the prevalence of rifampicin resistance in TB-HIV patients
and its contributing factors.
Method : A cross sectional study of 196 TB-HIV patients who underwent Xpert
MTB/RIF examination at Cipto Mangunkusumo Hospital during the year 20122105.
Correlation
between
prevalence
of
rifampicin
resistance
and
its
contributing
factors
was done using bivariate analysis. Multivariate analysis was done using
logistic regression test.
Result and Discussion : From 196 patients, we found prevalence of 13,8%
rifampicin resistance. CD4 < 100 affects the incidence of rifampicin resistance
(OR2.5;95% CI 0.99-6.69). Hiistory of TB treatment affects the incidence of
rifampicin resistance (OR3.98;95%CI 1.68-9.44).
Conclusion : Prevalence of rifampicin resistance in TB-HIV patients in Cipto
Mangunkusumo Hospital is 13.8%. History of TB treatment affects the incidence
of rifampicin resistance in TB-HIV patients. ;Background: HIV patients have 20-37 fold risk of getting TB infection and TB is
the leading cause of death among them. Anti tuberculosis drug resistance is a
major problem in the treatment of tuberculosis with rifampicin as one of the main
drug. We need more information about prevalence of rifampicin resistance and its
contributing factors in TB-HIV patients.
Aim: To determine the prevalence of rifampicin resistance in TB-HIV patients
and its contributing factors.
Method : A cross sectional study of 196 TB-HIV patients who underwent Xpert
MTB/RIF examination at Cipto Mangunkusumo Hospital during the year 20122105.
Correlation
between
prevalence
of
rifampicin
resistance
and
its
contributing
factors
was done using bivariate analysis. Multivariate analysis was done using
logistic regression test.
Result and Discussion : From 196 patients, we found prevalence of 13,8%
rifampicin resistance. CD4 < 100 affects the incidence of rifampicin resistance
(OR2.5;95% CI 0.99-6.69). Hiistory of TB treatment affects the incidence of
rifampicin resistance (OR3.98;95%CI 1.68-9.44).
Conclusion : Prevalence of rifampicin resistance in TB-HIV patients in Cipto
Mangunkusumo Hospital is 13.8%. History of TB treatment affects the incidence
of rifampicin resistance in TB-HIV patients. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Efy Afifah
"Di Indonesia saat ini masalah PMS-HIV/AIDS merupakan hal yang patut diwaspadai dan diantisipasi lebih dini, mengingat prevalensinya meningkat terus-menerus dari tahun ke tahun. Posisi Indonesia yang sangat strategis ini dianggap rentan terhadap terjadinya endemi penyakit HIV/AIDS. Salah satu faktor yang berperan dalam penanggulangan PMS-HIV/AIDS adalah perilaku pencarian pengobatan. Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan rendahnya perilaku pencarian pengobatan pada kelompok pria.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan pada pria dengan PMS-HIV/AIDS di Jakarta, Surabaya dan Manado, dengan menggunakan data sekunder dari Behavioral Surveillance Survey PMS- HIV/AIDS tahun 2000 yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia didukung USAID. Rancangan penelitian ini adalah studi potong lintang (Cross sectional Study), dengan pengolahan data menggunakan analisis regresi logistik ganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi perilaku pencarian pengobatan kurang baik pada responden sebesar 75,3%. Tidak ada hubungan yang bermakna antara umur, status perkawinan, sumber informasi dengan perilaku pencarian pengobatan. Variabel pengetahuan dan pendidikan berhubungan bermakna dengan perilaku pencarian pengobatan dan tidak ada interaksi antara pendidikan dan pengetahuan. Responden yang berpengetahuan kurang berpeluang melakukan pencarian pengobatan kurang baik 1,8 kali (95% CI: 1,1724-2,6442) dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan baik setelah dikontrol variabel pendidikan. Sedangkan berdasarkan latar belakang pendidikan formal yang telah ditamatkan, ternyata responden yang berpendidikan rendah berpeluang melakukan pencarian pengobatan kurang baik 1,7 kali (95% CI: 1,0236- 2,5805) dibandingkan responden yang berpendidikan tinggi setelah dikontrol variabel pengetahuan.
Dari penelitian ini disarankan perlunya dilakukan penelitian selanjutnya untuk menggali lebih dalam alasan respoden yang tidak melakukan pencarian pengobatan. Perlu penyuluhan yang lebih intensif, konsisten dan berkelanjutan dengan cara menyebarluaskan informasi dengan memanfaatkan media yang diminati. Bagi pemerintah perlu menjadikan program tetap dan pengalokasian dana tidak hanya untuk pengobatan juga untuk pelayanan kesehatan dan konseling.
Daftar pustaka: 58 (1979-2002)

The Factors Related to Health Seeking Behaviour of Men with STD - HIV/AIDS in Jakarta, Surabaya and Manado (Secondary Data Analysis, USAID, 2000)Nowdays, STD ? HIV/AIDS in Indonesia; are issues we have to anticipate and alert earlier, considering the prevalence increases from year to year. The strategic position of Indonesia is considered susceptible to the pandemy of HIV/AIDS. One of the involving factor HIV/AIDS is health seeking behavior. Previous studies showed the low of health seeking behavior in men's group.
This study is aimed to discover the factors related to health seeking behavior of men with STD ? HIV/AIDS in Jakarta, Surabaya, and Manado by using secondary data analysis from behavioral surveillance survey of STD ? HIV/AIDS in 2000 that was conducted by the center of health research, University of Indonesia by USAID support. This study using cross sectional design, and data processing with multiple logistic regression analysis.
The result of this study shows that the proportion of men health seeking behaviour is poor (75,3% respondents). There are no relationship between age, marital status, information sources with the health seeking behavior. The variables of education and knowledge related with health seeking behavior and there is no interaction between education and knowledge. The respondents with low knowledge have the possibilities of poor health seeking behavior 1,8 times (95% CI 1,I725 --2,6442) compared with those who have good knowledge after being controlled by the education variable. Meanwhile, based on the formal educational background that the respondents got through, those who have low education have the possibilities of health seeking behavior 1,7 times (95% 1,00236 - 2,5805) compared with those who have higher education after being controlled by knowledge variable.
This study recommends the need of further research to discover more detailed explanations why respondents do not seek for health care, and need more intensive, consistent and continually health education by spreading out information by using the interested media. It is necessary for government to make the prevention program of STD ? HIV/AIDS as an annual program and the fund allocation is not only for medication but also for the health and counseling services."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12712
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Eviriana Romauli Harapan
"Latar belakang: Infeksi TB (TB) dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) masih menjadi masalah penyakit menular terbanyak di negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens nasional koinfeksi TB-HIV sebanyak 36% dan angka kematian koinfeksi TB-HIV 9,3%. Insidens nasional TB resistan obat yang masih menjadi ancaman saat ini sebesar 23% dan semakin mempersulit keadaan tersebut. Keberhasilan pengobatan koinfeksi TB resistan obat-HIV di Indonesia sejauh ini masih belum diketahui.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi keberhasilan pengobatan pasien koinfeksi TB resistan obat HIV serta faktor yang mempengaruhi.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian retrospektif potong lintang menggunakan data rekam medis, eTB manager dan data penunjang pasien koinfeksi TB resistan obat-HIV yang berobat di Rumah Sakit Pusat Rujukan Respirasi Nasional Persahabatan Jakarta, Indonesia sejak tahun 2013-2019 untuk evaluasi keberhasilan pengobatan dan faktor yang mempengaruhi.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan 63 pasien koinfeksi TB resistan obat HIV. Paisen terbanyak laki-laki (77,8%) dengan median usia 32 tahun. Pada akhir pengobatan didapatkan sebanyak 16 pasien (25,4%) berhasil menyelesaikan pengobatan. Faktor yang berkaitan terhadap keberhasilan pengobatan adalah status pekerjaan (p=0,000), status pernikahan (p=0,035), gejala akhir pengobatan (p=0,000), waktu konversi dan total lama pengobatan (p=0,013).
Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan bahwa keberhasilan pengobatan pasien koinfeksi TB resistan obat HIV masih rendah (25,4%) yang dipengaruhi oleh faktor status pekerjaan, status pernikahan, gejala akhir pengobatan, waktu konversi dan total lama pengobatan.
.....Background: Tuberculosis (TB) and Human Immunodeficiency Virus (HIV) infections remain the largest communicable disease problem in developing countries, including Indonesia. The national incidence of TB-HIV co-infection is 36% and the mortality rate of TB-HIV coinfections is 9,3%. The threat of drug resistance TB which it national incidence is 23%, further complicate this situation. The success rate of drug resistant TB-HIV coinfection treatment in Indonesia, to our extent, is yet to be known.
Aim: This study aims to estimate the treatment success rate of drug resistance TB- HIV coinfection and realted factors influencing its outcomes.
Method: This retrospective cross sectional study used hospital medical records, eTB manager and additional data of TB-HIV coinfected patients treated at Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia, between 2013 and 2019, to observe the treatment success and its related factors.
Result: Sixty-three patients were drug resistance TB-HIV coinfected. Patients mostly men (77,8%) and were of median age of 32 years old. By the end of their treatments. 16 patients (25,4%) were completing their treatment. Factor correlated to the treatment success were employement status (p=0,046), marital status (p=0,035), final symptoms by the end of their treatment (p=0.000), convertion time and treatment total duration (p=0,013).
Conclusion: This study found that the treatment success rate of drug resistance TB-HIV coinfection was 25,4%. Its contributing factors included employment status, marital status, final symptoms by the end of their treatment, convertion time and treatment total duration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57656
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indria Yogani
"Latar Belakang: HIV adalah infeksi yang menyerang sistem kekebalan tubuh, dengan CD4 sebagai sel targetnya. Dengan ditemukannya Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART) diharapkan mampu menurunkan angka morbiditas dan mortalitasnya dengan cara mengurangi replikasi virus HIV dan meningkatkan jumlah CD4. Namun kenaikan CD4 tidak sama untuk setiap pasien. Terdapat faktor lain yang berhubungan dengan kenaikan CD4 pada pasien HIV.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, faktor risiko infeksi HIV, jumlah CD4 awal, jumlah infeksi opportunistik, stadium klinis HIV, jenis HAART yang diberikan, kepatuhan minum obat, infeksi tuberkulosis, hepatitis C, infeksi HSV, infeksi CMV, dan obat herbal dengan kenaikan CD4 dalam 6 bulan pertama setelah pemberian HAART.
Metode: Studi kohort retrospektif dilakukan pada pasien HIV rawat jalan di Unit Pelayanan Terpadu HIV RSUPN Cipto Mangunkusumo dalam kurun waktu Januari 2004-Desember 2013. Data penelitian didapatkan dari rekam medis. Hubungan antara usia, indeks massa tubuh, dan jumlah CD4 awal dengan kenaikan CD4 dianalisis dengan uji beda dua rerata menggunakan Uji Mann Whitney. Sedangkan hubungan antara jenis kelamin, faktor risiko infeksi HIV, jumlah infeksi opportunistik, stadium klinis HIV, jenis HAART yang digunakan, kepatuhan minum obat, infeksi tuberkulosis, hepatitis C, infeksi HSV, CMV, dan obat herbal dengan kenaikan CD4 dianalisis dengan uji perbedaan dua kelompok kategorik (Uji Chi Square atau Fisher) serta analisis multivariat dengan teknik regresi logistik.
Hasil: Sebanyak 818 subjek diikutsertakan pada penelitian ini. Sebanyak 368 (45%) subjek tidak mengalami kenaikan CD4 seperti yang diharapkan. Median CD4 awal sebelum terapi 56 sel/mm3 dan setelah 6 bulan terapi 130 sel/mm3. Terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah CD4 awal (p<0,001), infeksi tuberkulosis (p=0,010) dan tingkat kepatuhan (p<0,001) dengan kenaikan CD4. Hasil analisis multivariat didapatkan bahwa jumlah CD4 awal (p<0,001; OR: 0,996; IK 95% 0,995-0,998), tidak patuh minum obat (p<0,001; OR:2,907; IK 95%: 2,162-3,909), dan infeksi tuberkulosis (p=0,021; OR: 1,527; IK 95%: 1,065-2,190) berhubungan dengan kenaikan CD4 pada pasien HIV yang mendapat HAART.
Simpulan: Jumlah CD4 awal, kepatuhan minum obat, dan infeksi tuberkulosis mempengaruhi kenaikan CD4 pada pasien HIV yang mendapat Highly Active Antiretroviral Therapy setelah 6 bulan pertama.

Background: HIV infection attacked immune system causing immunodeficiency with CD4 as a targel cell. Highly Active Antiretroviral Therapy given to reduce HIV replications and increased CD4 counts. The increasing of CD4 count is different among each patient. There were several factors associated with the increased of CD4 count after first six months therapy.
Objectives: To prove that age, gender, body mass index, risk factor of HIV infection, CD4 pre HAART, number of opportunistic infections, HIV stadium, type of HAART, adherence, Tuberculosis infection, co-infection Hepatitis C, HSV infection, CMV infection, use of herb associated with the increased of CD4 count.
Methods: Retrospective cohort study conducted in this study, among out patient in Integrated HIV Clinic In Cipto Mangunkusumo General Refferal Hospital between January 2004-December 2013. The data of this study were taken from medical records. For age, body mass index, and CD4 pre HAART associated with the increased of CD4 were analyze using Mann Whitney Test. For variable gender, risk factor for HIV infection, number of opportunistic infections, HIV stadium, type of HAART, adherence, Tuberculosis infection, co-infection of Hepatitis C, HCV infection, CMV infection, and use of herb associated with the increased of CD4 analyze using Chi Square test of Fisher test and for multivariate analysis the logistic regression test.
Results: 818 subjects met the inclusion criteria. 368 subject did not meet the expected CD4 count. The median of CD4 pre HAART was 56 cell/mm3, and after six months therapy was 130 cell/mm3. There was significant correlation between CD4 pre HAART (p<0,001), tuberculosis infection (p=0,010), and adherence with the increasing of CD4 count (p<0,001). From the multivariate analysis, shown that CD4 pre HAART (p<0,001; OR: 0,996; IK 95% 0,995-0,998), not adherence (p<0,001; OR:2,907; IK 95%: 2,162-3,909), and tuberculosis infection (p=0,021; OR: 1,527; IK 95%: 1,065-2,190) associated with the increased of CD4 count after six months therapy.
Conclusion: Adherence, CD4 pre HAART, and Tuberculosis infection were associated with the increasing of CD4 count in HIV patient who received HAART in the first six months therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dine Dyan Indriani
"ABSTRAK
Anak jalanan merupakan salah satu populasi rentan terinfeksi HIV/AIDS. Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku beresiko terinfeksi HIV/AIDS pada anak jalanan. Sekolah Mater adalah sekolah bagi anak-anak jalanan baik yang menetap di Yayasan maupun tidak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku beresiko terinfeksi HIV/AIDS pada Remaja Sekolah Master usia 15-19 tahun Yayasan Bina Insan Mandiri Depok Tahun 2015. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan cross sectional. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember tahun 2015 dengan responden sebanyak 80 orang yang diambil menggunakan teknik simple random sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan diisi oleh respnden.
Hasil analisis diketahui 11% responden memilki perilaku beresiko HIV/AIDS dengan 6.8% berperilaku seksual dan menggunakan narkoba 11%. Berdasarkan hasil analisis diketahui variabel yang memilki hhubungan adalah jenis kelamin dengan P value 0.008 dan pengaruh teman sebaya dengan P value 0.001.
Diharapkan setelah dilakukannya penelitian ini, pihak sekolah master dapat membina siswa ke arah yang lebih positif lagi dengan menanamkan pengaruh positif pada lingkungan sekolah juga menjadikan siswanya memilki sikap dan perilaku positif yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap lingkungan dan teman disekitarnya.

ABSTRACT
Street children are a vulnerable population to HIV / AIDS. Many factors influence the risk behaviors of HIV / AIDS among street children. School Master is a school for street children in the Foundation either settled or not. This study was conducted to determine the factors related with behavior risk HIV / AIDS in Adolescents aged 15-19 years Master School Yayasan Bina Insan Mandiri Depok year 2015. The research was conducted with cross sectional design. Data collection was conducted in December 2015 with 80 respondents were taken by simple random sampling technique. Data were collected using questionnaires and filled by respnden.
Results of analysis showed 11% of respondents have the risk behavior of HIV / AIDS with 6.8% of sexual behavior and drug use 11%. Based on the results of analysis of variables that have hhubungan is sex with a P value of 0.008 and the influence of peers with a P value of 0.001.
Expected after doing this research, the school master students can foster a more positive direction again by instilling a positive influence on the school environment also makes students have the positive attitude and behavior that can have a positive influence on the environment and surrounding friends,
"
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S62748
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>