Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133251 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafira Dwinta
"Perkawinan poligami diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 4, Pasal 5, dan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 55 sampai Pasal 59. Permasalahan perkawinan poligami saat ini masih dapat ditemukan karena dalam pelaksanaannya tidak memenuhi persyaratan perkawinan poligami yang mengakibatkan pembatalan perkawinan. Salah satunya yang kerap ditemukan ialah suami melakukan penipuan yaitu memalsukan identitas diri dalam perkawinan poligami. Kasus tersebut dapat ditemukan dalam Putusan Pengadilan Agama Soreang Nomor 5321/Pdt.G/2020/PA.Sor. Penelitian ini menganalisis akibat hukum terhadap hak-hak istri kedua setelah terjadinya pembatalan perkawinan poligami dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Soreang dalam memutus perkara Nomor: 5321/Pdt.G/2020/PA.Sor mengenai Pembatalan Perkawinan karena pemalsuan identitas suami dalam perkawinan poligami dilihat dari peraturan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini menggunakan penelitian doktrinal dengan studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat diuraikan bahwa pembatalan perkawinan poligami karena pemalsuan identitas suami memiliki akibat hukum terhadap hak-hak istri kedua yaitu terhadap hubungan suami istri, kedudukan anak dan harta kekayaan. Majelis Hakim dalam perkara ini telah menggali dan menemukan fakta hukum berdasarkan dalil-dalil dari Penggugat dan alat bukti yang sempurna dan mengikat dalam persidangan yaitu Surat Keterangan Kematian Istri yang dipalsukan. Hal ini terbukti dengan diserahkannya Akta Nikah Tergugat I dengan istri pertamanya oleh Penggugat, yang menjelaskan mengenai kedudukan Tergugat I masih berstatus suami istri dengan istri pertamanya dan belum meninggal dunia. Fakta yang ditemukan bahwa perkawinan antara Tergugat I dan Tergugat II tidak memenuhi persyaratan perkawinan poligami sebagaimana diatur dalam Pasal 4 jo. Pasal 5 UUP dan Pasal 56 jo. Pasal 58 KHI sehingga Majelis Hakim memutuskan untuk membatalkan perkawinan poligami tersebut berdasarkan Pasal 40 huruf (a) KHI jo. Pasal 37 PP Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 71 huruf (b) KHI.

Polygamous marriages are regulated in Law Number 1 of 1974 concerning Marriage in Article 3 paragraph (2), Article 4, Article 5, and in the Compilation of Islamic Law Articles 55 to 59. The problem of polygamous marriages can still be found today because in its implementation it does not meet the requirements for polygamous marriages which results in the annulment of the marriage. One of the things that is often found is that the husband commits fraud by falsifying his identity in a polygamous marriage. This case can be found in the Decision of the Soreang Religious Court Number 5321/Pdt.G/2020/PA.Sor. This study analyzes the legal consequences of the rights of the second wife after the annulment of a polygamous marriage and the considerations of the Soreang Religious Court judge in deciding case Number: 5321/Pdt.G/2020/PA.Sor concerning the Annulment of Marriage due to falsification of the husband's identity in a polygamous marriage as seen from the regulations in force in Indonesia. This study uses doctrinal research with a literature study that is analyzed qualitatively. From the results of the analysis, it can be explained that the cancellation of a polygamous marriage due to falsification of the husband's identity has legal consequences for the rights of the second wife, namely the husband and wife relationship, the position of the children and assets. The Panel of Judges in this case has explored and found legal facts based on the Plaintiff's arguments and perfect and binding evidence in the trial, namely the falsified Death Certificate of the Wife. This is proven by the submission of the Marriage Certificate of Defendant I with his first wife by the Plaintiff, which explains that Defendant I still has the status of husband and wife with his first wife and has not died. The facts found that the marriage between Defendant I and Defendant II does not meet the requirements for a polygamous marriage as regulated in Article 4 in conjunction with Article 5 of the UUP and Article 56 in conjunction with Article 58 of the KHI so that the Panel of Judges decided to cancel the polygamous marriage based on Article 40 letter (a) KHI in conjunction with Article 37 PP Number 9 of 1975 in conjunction with Article 71 letter (b) KHI."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andira Permata Sari
"Di Indonesia perkawinan dianggap sebagai sesuatu hal yang bersifat suci dan sakral sehingga dalam pelaksanaanya terikat oleh Undang-Undang Perkawinan, dan khusus bagi umat Islam pelaksanaan perkawinan juga diatur lebih lanjut dalam Kompilasi Hukum Islam. Namun keberadaan kedua peraturan tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa pelanggaran terhadap syarat sah perkawinan tetap terjadi.  Perkawinan yang diketahui kemudian tidak memenuhi persyaratan dalam kedua peraturan tersebut dapat dibatalkan oleh Pengadilan. Penulis menemukan 2 (dua) kasus dimana terdapat pihak yang dengan sengaja memalsukan identitasnya untuk dapat melakukan perkawinan sejenis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dalam penelitian ini Penulis akan membahas permasalahan khususnya terkait bagaimana pengaturan mengenai pembatalan perkawinan yang disebabkan oleh pemalsuan identitas. Pada kasus pertama pemalsuan identitas dilakukan secara sengaja oleh kedua belah pihak sehingga yang mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah pihak diluar perkawinan tersebut yaitu Jaksa, yang mana berdasarkan Undang-Undang Kejaksaan memiliki wewenang dalam bidang keperdataan khususnya dalam hal ini mengenai pembatalan perkawinan. Sedangkan pada kasus kedua pemalsuan identitas dilakukan tanpa sepengetahuan pasangannya, sehingga yang mengajukan gugatan ke Pengadilan adalah pihak yang tertipu. Selain itu Penulis juga membahas bagaimana kesesuaian pertimbangan Hakim dengan peraturan perundang-undangan dalam memutus perkara ini. Setelah menyelesaikan penelitian ini, Penulis menyimpulkan bahwa walaupun pemalsuan identitas tidak disebutkan dalam peraturan perundang-undangan sebagai salah satu alasan untuk dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan, namun dalam kedua perkara ini pemalsuan identitas tetap dapat digunakan sebagai dasar pengajuan permohonan pembatalan perkawinan karena selain sebagai perbuatan pidana, pemalsuan tersebut menimbulkan akibat hukum lain yaitu terjadinya perkawinan sejenis yang dianggap ilegal di Indonesia.

In Indonesia, marriages are considered as something holy and sacred, so its implementation regulated by the Marriage Act (Undang-Undang Perkawinan), and for Muslims also regulated by the Compilation of Islamic Law (Kompilasi Hukum Islam). However, the existence of those regulations does not rule out the possibility that lawlessness of marriage requirements still happens. For marriages that do not comply with the requirements in those two regulations can be canceled by the Court. Author found 2 (two) cases where there were parties who falsified their identities so they will be able to have a same-sex marriage, which prohibited in Indonesia. This research uses normative juridical research methods. This research will discuss issues related to marriage annulment regulation based on falsification of identity. In the first case, the falsification of identity was carried out intentionally by both parties, so those who submitted the request to annul the marriage were party outside that marriage which has the authority in the field of civil law -specifically about marriage- according to Prosecution Service Act (Undang-Undang Kejaksaan), is the Prosecutor. While on the second case, the falsification of identity is carried out by one party without any acknowledgment of their spouse, so the deceived party filed for divorce to the Court. This research also discussed the suitability of the judge's considerations with related regulations while deciding this case. This research concludes that even though the falsification of identity is not mentioned as one of the reasons for submitting a marriage annulment request, it still could be used for submitting the marriage annulment request to the Court because aside from the fact that the falsification is categorized as a criminal act by the law, the falsification in these two cases lead to other consequences, it caused same-sex-marriage which considered illegal in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Ayu Wibowo
"Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam telah mengatur pelaksanaan perkawinan sedemikian rupa. Meskipun telah ada pengaturan terkait perkawinan, namun masih saja terdapat tindakan yang melanggar ketentuan sebagaimana yang telah diatur dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Misalnya seperti tindakan pemalsuan identitas yang disertai dengan poligami. Hal ini terlihat dengan adanya putusan Pengadilan Agama Pekanbaru No. 568/Pdt.G/2015/PA. Pbr, tentang pemalsuan identitas diri disertai dengan poligami. Permasalahan yang timbul dalam penulisan ini yaitu bagaimana akibat hukumnya serta analisis terhadap pertimbangan hukum hakim dalam putusan Pengadilan Agama Pekanbaru No. 568/Pdt.G/2015/PA. Pbr. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dan tipologi penelitian bersifat deskriptif analitis. Sedangkan kesimpulan dari permasalahan tersebut yaitu akibat hukumnya adalah perkawinan yang mereka lakukan dapat dibatalkan. Sehingga seolah-olah tidak pernah terjadi perkawinan. Kemudian terkait Pertimbangan Hukum Hakim dalam putusan Pengadilan Agama Pekanbaru No. 568/Pdt.G/2015/PA. Pbr belum sesuai dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.

Law number 1 year 1974 of marriage and Islamic law compilation has arranged in such a way. Although there has been arrangement related to marriage, but still there are proceeding that breach the provisions as regulated in the Law number 1 year 1974 of marriage and Islamic law compilation. For example, such as forgery identity followed with polygamy. This is can be seen in decision number 568 Pdt.G 2015 PA. Pbr. About forgery identity followed with polygamy, The problems that arise in this writing is how its legal consequences and the the analysis of legal considerations of judges in Court judgment Religion Pekanbaru number 568 Pdt.G 2015 PA. Pbr. In conducting this research, the writer uses juridical normative library research methods and the typology is descriptive analytical. While the conclusion of the problems above are legal consequences are related to the marital relationship, therefore marriage that they can be canceled. Thus resulting as though the marriage never happened. And then related Legal Considerations in Decision Religious Court Judge of Pekanbaru Number 568 Pdt.G 2015 PA. Pbr not in accordance with Law number 1 year 1974 of marriage and Islamic law compilation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S67405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahimah Syamsi
"Salah satu permasalahan dalam perkawinan poligami adalah apabila suami yang meninggal pernah melakukan perceraian pada salah satu istrinya, namun harta bersamanya belum dibagi. Hal ini disebabkan, banyak masyarakat belum mengetahui cara pembagian harta warisan terhadap harta bersama pada perkawinan poligami terutama dalam syariat Islam. Dalam kasus Putusan Pengadilan Tinggi Agama Mataram Nomor 39/Pdt.G/2020/PTA.Mtr, terdapat perbedaan pendapat Majelis Hakim pada tingkat agama dan tingkat banding. Pada putusan pengadilan tingkat agama, Hakim hanya membagi harta bersama sebagai harta warisan tanpa melibatkan istri pertama. Sedangkan, menurut Majelis Hakim tingkat banding pembagian harta tersebut harus melibatkan istri pertama, lalu setelah itu baru dapat dibagikan kepada ahli waris yang berhak. Jika tidak melibatkan istri pertama, bisa dianggap tidak adil karena hanya mengungkapkan harta bersama dari salah seorang istri saja. Metode penelitian yang digunakan secara yuridis normatif berdasarkan data sekunder. Alat pengumpulan data yang digunakan dengan studi kepustakaan. Hasil penelitiannya adalah untuk pembagian harta bersama dalam perkawinan poligami harus melibatkan para istri, setelah itu harta warisan baru dapat dibagikan kepada para ahli waris yang berhak. Cara pembagian harta bersama dalam perkawinan poligami dapat merujuk pada Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Buku II dan menurut pendapat Neng Djubaedah yaitu dengan equal method dan ratio method.

One of the problems in a polygamous marriage is if the deceased husband has divorced one of his wives, but the joint assets have not been divided. This is because many people do not know how to divide inheritance into joint assets in polygamous marriages, especially in Islamic law. In the case of the Decision of the Mataram Religious High Court Number 39/Pdt.G/2020/PTA.Mtr, there was a difference of opinion of the Panel of Judges at the first-level religious court and the second-level religious high court. In the decision of the first-level religious court, the judge only divided the joint assets as inheritance without involving the first wife. Meanwhile, according to the second-level religious high court, the distribution of assets must involve the first wife, and only then can it be distributed to the rightful heirs. If it doesn't involve the first wife, it could be considered unfair because it only discloses the joint assets of one of the wives. The research method used is normative juridical based on secondary data. Data collection tool used with literature study. The results of his research are that the distribution of joint assets in a polygamous marriage must involve the wives, after which the new inheritance can be distributed to the rightful heirs. The method for dividing joint assets in polygamous marriages can refer to the Guidelines for the Implementation of Duties and Administration of the Religious Courts Book II and according to Neng Djubaedah's opinion, namely the equal method and the ratio method."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Mayang Sari
"Poligami diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 4, dan Pasal 5, namun pada pelaksanaannya masih menimbulkan masalah apabila tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sehingga mengakibatkan pembatalan perkawinan. Salah satu penyebab pembatalan perkawinan adalah pemalsuan identitas yang dilakukan oleh pihak suami dalam poligami. Kasus tersebut ditemukan dalam Putusan Pengadilan Agama Tanjung Karang Nomor 498/Pdt.G/2022/PA.Tnk. Penelitian ini menganalisis akibat hukum pembatalan perkawinan terhadap hak-hak istri kedua karena suami poligami memalsukan identitas diri dan kewenangan majelis hakim dalam memberikan nasihat kepada istri pertama mengenai isi gugatan apabila dikaitkan dengan pertimbangan hakim di dalam putusan. Penelitian doktrinal ini menggunakan studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa akibat hukum pembatalan perkawinan poligami yang terjadi karena pemalsuan identitas oleh suami terhadap hak- hak istri kedua terdiri dari tiga hal yaitu akibat hukum terhadap hubungan suami istri, akibat hukum terhadap kedudukan anak dan akibat hukum terhadap harta benda perkawinan. Adapun kewenangan Majelis Hakim dalam pertimbangannya memberikan nasihat terkait isi gugatan merupakan pelaksanaan prinsip hakim bersifat aktif dalam persidangan perkara perdata dengan pertimbangan bahwa perkawinan poligami tersebut masih dapat dilanjutkan sepanjang istri pertama bersedia menerima. Istri pertama dalam hal ini tidak menerima nasihat Majelis Hakim sehingga proses persidangan dilanjutkan dengan pembuktian terhadap alat bukti berupa surat dan saksi, hakim menemukan fakta bahwa perkawinan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga Majelis Hakim memutuskan membatalkan perkawinan poligami tersebut.

Polygamy is regulated in Law Number 1 of 1974 concerning Marriage as stipulated in Article 3 paragraph (2), Article 4, and Article 5, but in its implementation it still causes problems if it does not meet the predetermined requirements, resulting in the annulment of marriage. One of the causes of marriage annulment is falsification of identity committed by the husband in polygamy. The case was found in the Tanjung Karang Religious Court Decision Number 498/Pdt.G/2022/PA.Tnk. This study analyzes the legal consequences of marriage annulment on the rights of the second wife because polygamous husbands falsify their identity and the authority of the panel of judges in advising the first wife regarding the contents of the lawsuit when related to the judge's consideration in the decision. This doctrinal research uses qualitatively analyzed literature studies. From the results of the analysis, it can be explained that the legal consequences of the annulment of polygamous marriages that occur due to falsification of identity by the husband on the rights of the second wife consist of three things, namely the legal consequences on the relationship between husband and wife, the legal consequences on the position of children and the legal consequences on marital property. The authority of the Panel of Judges in its consideration to provide advice regarding the content of the lawsuit is the implementation of the principle of the judge being active in the trial of civil cases with the consideration that the polygamous marriage can still continue as long as the first wife is willing to accept. The first wife in this case did not accept the advice of the Panel of Judges so that the trial process continued with evidence in the form of letters and witnesses, the judge found the fact that the marriage did not meet the requirements as stipulated in the laws and regulations so that the Panel of Judges decided to cancel the polygamous marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkiya Laili Maghfirah
"Perkawinan poligami merupakan bentuk pengecualian atas asas monogami dalam Undang ndash; Undang Perkawinan, hal ini terlihat dari ketentuan Pasal 3 ayat 2 Undang ndash; Undang Perkawinan. Dalam melaksanakan suatu perkawinan poligami, salah satu syarat yang diwajibkan oleh Undang ndash; Undang Perkawinan adalah adanya izin dari istri/istri-istri dari suami yang akan beristri lebih dari seorang. Izin dari istri/istri ndash; istri tersebut adalah syarat wajib ketika seorang suami akan mengajukan permohonan untuk berisitri lebih dari seorang ke Pengadilan untuk diberikan izin menikah lagi. Skripsi ini membahas mengenai putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor 43/Pdt.G/2014/PN.BTM tentang pembatalan perkawinan kedua karena poligami yang dilakukan oleh suami tanpa izin istri pertama. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, penulis mengacu pada aturan ndash; aturan hukum yang ada untuk kemudian dapat menjawab permasalahan. Poligami yang dilakukan oleh si suami dilangsungkan tanpa seizin istri pertama dan tanpa adanya izin dari pengadilan yang berwenang untuk memberikan izin, maka dari itu istri pertama diberikan hak oleh undang ndash; undang untuk membatalkan perkawinan kedua suaminya. Poligami yang dilakukan oleh suami dapat dimintakan pembatalan karena tidak memenuhi syarat ndash; syarat sahnya melakukan poligami. Setelah adanya pembatalan perkawinan, maka akibat hukum yang terjadi adalah perkawinan kedua suami dianggap tidak pernah ada. Dalam hal ini seharusnya suami lebih terbuka kepada pihak istri dan pihak keluarga apabila ingin menikah lagi. Kemudian terhadap Pegawai Pencatat Nikah atau Pejabat Kantor Urusan Agama KUA hendaknya lebih teliti dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam hal meniliti kelengkapan data ndash; data dan surat ndash; surat yang diajukan oleh para pihak yang melangsungkan perkawinan.

Polygamy marriage is a form of exception to the principle of monogamy in the Law of Marriage, as can be seen from the provision of Article 3 paragraph 2 of Law of Marriage. In performing a polygamy marriage, one of the conditions required by Law of Marriage is the permission of wife wives from a husband who will take more than one wife. This permission is a mandatory requirement when a husband will apply for more than one wife to the Court to be given a permission to remarry. This thesis discusses about the decree of Batam District Court Number 43 Pdt.G 2014 PN.BTM on cancellation of second marriage due to polygamy performed by husband without first wife permission. By using normative legal research method, the author refers to the existing legal rules to answer the problem. In addition, the first wife is given the right by the law to cancel her husband rsquo s second marriage if it does not obtain the permission from her and authorized court. The cancellation of husband rsquo s polygamy is because it does not meet the legal requirements for polygamy. After the cancellation the legal consequence is the husband rsquo s second marriage is considered never exists. In this case the husband should be more open to the wife and his family if he wants to marry again. In addition, the Office of Religious Affair KUA officer should be more careful in performing their duty, mainly in terms of reviewing the data completeness submitted by the parties that want to conduct a marriage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gideon Mario
"Perkawinan yang tidak memenuhi syarat-syarat, dapat diajukan permohonan pembatalan ke Pengadilan. Pada kenyataannya banyak sekali alasan yang dapat diajukan untuk melakukan pembatalan perkawinan. Bentuk penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang secara yuridis mengacu pada norma hukum yang terdapat di peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pembatalan perkawinan. Pada penulisan ini, penulis berusaha melakukan analisis apakah pertimbangan hakim dalam putusan nomor 0294/Pdt.G/2009/PA.JS sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai pembatalan perkawinan. Alasan pembatalan perkawinan dalam kasus ini adalah karena kelainan seksual. Kelainan seksual dalam kasus ini baru diketahui setelah pernikahan berjalan 3 bulan. Sehingga dalam penulisan ini penulis mencoba untuk menganalisis apakah kelainan seksual termasuk dalam klausa penipuan dan salah sangka seperti yang terdapat pada Pasal 27 ayat (2) Undang-undang No. 1 tahun 1974 dan Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam. Ternyata dapat ditemukan bahwa kelainan seksual dapat dijadikan alasan pembatalan perkawinan karena termasuk dalam klausa penipuan dan salah sangka. Penulis menyarankan kepada setiap pasangan yang akan melangsungkan perkawinan untuk lebih terbuka kepada pasangannya.

A marriage which doesn?t fulfill the conditions, can be filed for annulment to the court. In fact many reasons can be proposed to cancel the marriage. The form of this paper is the normative juridical research studies that are legally refers to legal norms contained in laws and regulations relating to the marriage annulment. At this paper the authors try to do an analysis from the verdict of south Jakarta Religious Court No. 0294/Pdt.G/2009/PA.JS. Marriage annulment reason in this case is due to sexual variations. Sexual abnormality in this case be known after the marriage runs 3 months. The author tried to analyze what sexual variations include the clause fraud and one thought as found in Article 27 paragraph (2) of Act 1/74 and Article 72 paragraph (2) Compilation of Islamic Law. Finally author also found that sexual abnormality can be grounds for marriage annukment, including the clause fraud and wrong. Authors recommend to every couple who will be more receptive to mating for the spouse."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Qalwiah Az-Zahra
"Poligami dapat dilakukan seorang suami jika memenuhi syarat UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam yakni memperoleh izin dari Pengadilan Agama dengan persetujuan dari istri sebelumnya. Namun, beberapa kasus poligami memunculkan sengketa warisan dan status anak yang lahir sebagai akibat ketidakterbukaan suami sampai dia meninggal dunia. Beberapa kasus poligami dalam putusan-putusan Pengadilan Agama meliputi: 1) Putusan Nomor 694/Pdt.G/2021/PA.Kjn; 2) Putusan Nomor 343/PDT.G/2023/PTA.Sby; 3) Putusan Nomor 241/Pdt.G/2012/PA Pdlg; dan 4) Putusan Nomor 32/Pdt.G/2020/PTA.Smd. Penelitian doktrinal ini ditujukan untuk menganalisis pembatalan perkawinan poligami setelah kematian suami melalui pertimbangan hakim dalam menolak maupun mengabulkan permohonan tersebut. Data penelitian berupa data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertimbangan Hakim Pengadilan Agama (Putusan Nomor 694/Pdt.G/2021/PA.Kjn dan Putusan Nomor 343/Pdt.G/2023/PTA.Sby) menolak permohonan pembatalan perkawinan poligami berdasarkan pada Pasal 38 huruf a UU No. 1/1974 tentang Perkawinan dan SEMA No. 2/2019 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung tahun 2019 nomor 1 butir e. Sedangkan pertimbangan Hakim Pengadilan Agama yang mengabulkan permohonan tersebut memiliki dasar berbeda. Dalam Putusan Nomor 241/Pdt.G/2012/PA didasari Pasal 24 UU Perkawinan. Sedangkan Putusan Nomor 32/Pdt.G/2020/PTA.Smd berdasarkan Pasal 71 huruf a Kompilasi Hukum Islam, Pasal 9 UU Perkawinan, dan SEMA No.2/2019 Nomor 1 huruf f.

A husband can carry out polygamy if he meets the requirements of the Marriage Law and the Compilation of Islamic Law, namely obtaining permission from the Religious Court with prior approval from the wife. However, several cases of polygamy give rise to disputes over inheritance and the status of children born as a result of the husband's non-disclosure until he dies. Several polygamy cases in Religious Court decisions include: 1) Decision Number 694/Pdt.G/2021/PA.Kjn; 2) Decision Number 343/PDT.G/2023/PTA.Sby; 3) Decision Number 241/Pdt.G/2012/PA Pdlg; and 4) Decision Number 32/Pdt.G/2020/PTA.Smd. This doctrinal research is aimed at analyzing the annulment of polygamous marriages after the husband's death through the judge's considerations in rejecting or granting the request. Research data is in the form of secondary data collected through literature study and analyzed qualitatively. The results of the analysis show that the considerations of the Religious Court Judge (Decision Number 694/Pdt.G/2021/PA.Kjn and Decision Number 343/Pdt.G/2023/PTA.Sby) rejected the request for annulment of a polygamous marriage based on Article 38 letter a of Law No.1/1974 concerning Marriage and SEMA No.2/2019 concerning the Implementation of the Formulation of the Results of the 2019 Supreme Court Chamber Plenary Meeting number 1 point e. Meanwhile, the consideration of the Religious Court Judge who granted the request had a different basis. In Decision Number 241/Pdt.G/2012/PA it is based on Article 24 of the Marriage Law. Meanwhile, Decision Number 32/Pdt.G/2020/PTA.Smd is based on Article 71 letter a of the Compilation of Islamic Law, Article 9 of the Marriage Law, and SEMA No.2/2019 Number 1 letter f."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cakra Andrey Putra
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pembatalan perkawinan yang diatur dalam ketentuan hukum Islam, Kompilasi Hukum Islam (KHI) Undang-Undang Nomor 1 Tahuin 1974 Tentang Perkawinan, dan Peratutran Pelaksananya yaitu, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, terhadap perkawinan yang dimohonkan pembatalan di Pengadilan Agama Jakarta Pusat dengan Nomor. 317/Pdt.G/2010/PA.JP. serta mengetahui akibat hukum yang terjadi akibat pembatalan perkawinan tersebut. Permohonan pembatalan perkawinan dalam kasus diatas bermula dari diketahuinya status Tergugat yang ternyata ketika menikah dengan Penggugat menggunakan identitas diri yang tidak benar. Kenyataan tersebut merupakan bukti tidak terpenuhinya salah satu syarat perkawinan yang mengakibatkan perkawinan itu dapat dimohonkan pembatalan. Hal tersebutlah yang menjadi latar belakang penulisan Skripsi ini dengan metode pendekatan yuridis normatif, artinya mengacu kepada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan serta kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat Adanya pembatalan perkawinan tersebut memberikan akibat hukum bagi harta suami istri, Secara prinsip, harta bersama yang diperoleh selama perkawinan menjadi hak bersama, akibat putusan pembatalan perkawinan tidak boleh merugikan pihak yang beritikad baik yang dalam karya tulis ini adalah Penggugat, bahkan bagi pihak yang beritikad buruk harus menanggung segala kerugian. Sedangkan bagi Pihak Ketiga yang beritikad baik pembatalan perkawinan tidak mempunyai akibat hukum yang berlaku surut, jadi segala perbuatan perdata atau perikatan yang diperbuat suami istri sebelum pembatalan perkawinan tetap berlaku, dan ini harus dilaksanakan oleh suami istri tersebut.

This research was aimed to elaborate the regulations regarding marriage annulment in the Law number 1 year 1974, Islamic Law Compilation, and the implementing regulation, including Goverment Regulations No. 9 year 1975, and it’s implementation on request for marriage annulment before the Central Jakarta Religious Court, also the effect resulted from the judgment over the case. The request for annulment was submitted on the grounds of identity forgerys applied by the brides. Such forgery is not in accordance to requirements of marriage lagality, resulting such marriage coul be requested to be annuled. Thus, it is background for the reasearch, which acquired Juridical Normative method. The annulment of the marriage it self has deep impact to the marital property, and the annulment of that marriage shall not resulting the parties to suffer any loss, eith the good faith priciple. To any third party who also the good faith, no retroactive effects of those annulment could be applied. Thus, all of the civil acts or any civil relations personally have been done by the parties before the annulment are still being in force."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53484
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dianissa Octavia
"Pada skripsi ini membahas mengenai pembatalan perkawinan atas perkawinan kedua yang dilakukan seorang suami katolik. Penelitian ini difokuskan pada analisis yang dilakukan terhadap putusan Nomor 1833 K/Pdt/2012. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian Yuridis-normatif, dengan tipologi penelitian berupa penelitian deskriprif analitis dan pendekatan kualitatif. Suatu Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. sedangkan syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan diatur dalam Pasal 6 sampai dengan pasal 12 UU Perkawinan. Pada kasus tersebut bermula ketika perkawinan pertama telah dilakukan menurut hukum agama namun tidak sah menurut hukum negara karena perkawinan tersebut tidak dicatatkan seperti yang telah di tentukan dalam pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan, kemudian istri dari perkawinan pertama mengajukan gugatan pembatalan perkawinan atas perkawinan kedua suaminya, yang mana perkawinan kedua tersebut sah karena telah dilakukan menurut hukum agama dan menurut hukum negara. Kesimpulan dari skripsi ini yakni Suatu perkawinan adalah sah jika perkawinan tersebut telah dilaksankan menurut hukum agama, tetap harus dicatatakan sehingga perkawinan tersebut juga sah secara hukum negara. Dengan tidak dicatatkannya perkawinan tersebut maka perkawinan tersebut tidak memiliki kedudukan dalam hukum serta tidak diakui oleh negara sehingga hukum menganggap perkawinan tersebut tidak ada. Sehingga istri dari perkawinan pertama tersebut tidak dapat membatalkan perkawinan kedua suaminya karena perkawinan pertama tersebut tidak dicatatkan maka tidak diakui oleh negara dan menurut hukum perkawinan pertama tersebut tidak terjadi. Pada Hukum Kanonik kebatalan perkawinan dapat dilakukan jika dalam perkawinan tersebut terdapat 3 alasan kebatalan perkawinan yang diatur dalam hukum kanonik yakni adanya halangan perkawinan, cacat kesepakatan, dan cacat tata peneguhan. Kebatalan perkawinan dapat di ajukan kepada Tribunal Gereja.

This thesis discusses Annulment Marriage Of Second Marriage By a Catholic Husband. This research is focused on the analysis carried out on the Court Decision Number 1833 K / Pdt / 2012. This research uses a juridical-normative method, with a research typology in the form of descriptive analytical research and a qualitative approach. A marriage can be annulment, if the parties do not meet the conditions for a marriage. while the conditions for a marriage are regulated in Article 6 through Article 12 of the Marriage Law. In this case it began when the first marriage was carried out according to religious law but it was not legal according to state law because the marriage was not recorded as stipulated in article 2 paragraph (2) of the Marriage Law, then the wife of the first marriage filed a lawsuit for the annulment Marriage for the second marriage. her husband, in which the second marriage was legal because it had been carried out according to religious law and according to state law. The conclusion of this thesis is that a marriage is valid if the marriage has been carried out according to religious law, although it must still be filed so that the marriage is also legally valid in the state law. By not filing the marriage, the marriage does not have a legal standing and is not recognized by the state, so the law considers the marriage does not exist. So that the wife of the first marriage cannot cancel the marriage of her second husband because the first marriage is not filed, it is not recognized by the state and according to the law the first marriage never occured. In Canon Law, marriage cancellation can be carried out if there are 3 reasons for the cancellation which are regulated in canon law, namely the existence of a marriage obstacle, a disability agreement, and a defect in the confirmation system. Annulment Marriage can be submitted to the Church Tribunal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>